BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Dalam melaksanakan segala pekerjaan dan aktivitas guna mencapai tujuan atau ambisi yang diharapkan oleh manusia tentulah membutuhkan kerjasama dengan manusia lainnya. Hal ini bisa dijadikan sebagai makna administrasi secara sederhana. Merupakan sesuatu yang irasional bila seorang manusia dalam meraih keinginannya tidaklah penah melakukan interaksi dengan manusia yang lain. Dalam kerjasama mencapai tujuan tersebut dibutuhkan suatu wadah atau tempat agar apa yang dicita – citakan dapat berjalan efektif dan efisien, organisasi adalah jawabannya yang menjadi wadah bagi dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam waktu yang sudah ditentukan yang tidak mungkin dilaksanakan oleh perseorangan. Agar tujuan – tujuan yang telah ditetapkan tersebut dapat dicapai dengan baik maka diperlukanlah sebuah struktur atau tatanan kerja yang saling berhubungan dan merupakan kesatuan dari berbagai komponen karena struktur dalam organisasi merupakan suatu kerangka antar hubungan satuan – satuan pada organisasi yang di dalamnya memuat kedudukan, tugas dan wewenang, garis koordinasi, tingkatan hierarki dalam satu kesatuan yang solid. Struktur organisasi merupakan unsur yang sangat penting dalam organisasi. Dalam hal pembentukannya struktur organisasi merujuk pada kebutuhan dari organisasi itu sendiri agar dapat bergerak optimal. Di dalam struktur organisasi hendaknya dibuat pembagian kerja yang jelas dan terinci. Elemen dari terbentuknya sebuah struktur organisasi adalah pembagian kerja. Keseluruhan pekerjaan dan kegiatan yang telah di rencanakan tentunya perlu disederhanakan guna mempermudah bagaimana mengimplementasikannya. Upaya
Universitas Sumatera Utara
untuk menyederhanakan dari keseluruhan kegiatan dan pekerjaan yang mungkin saja bersifat kompleks menjadi lebih sederhana dan spesifik dimana setiap orang akan ditempatkan dan ditugaskan untuk setiap kegiatan yang sederhana dan spesifik. Pembagian kerja dapat dihubungkan dengan satuan organisasi dan dapat dihubungkan dengan pejabat. Saat ini penggunaan pembagian kerja lebih banyak digunakan karena pada dasarnya
yang
dibagi
-
bagi
adalah
pekerjaannya,
bukan orang
–
orangnya
(wasiszyber.files.wordpress.com/2008/04/kadal-manajemen-i.doc. Diakses pada 2 Desember 2010, 12.40 WIB). Struktur organisasi yang jelas dengan pemahaman yang baik dari setiap pegawai yang ada di dalamnya akan mampu mendorong terciptanya profesionalisme kerja pada organisasi yang menjadi salah satu unsur dalam aktivitas untuk mencapai tujuan atau sasaran yang ditetapkan. Seterusnya profesionalisme kerja secara sederhana bisa berarti terwujudnya suatu pelaksanaan tugas dengan baik dan optimal, mengena pada sasaran atau tujuan dari suatu organisasi secara cepat dan tepat dengan berbagai sumber daya yang ada. Dimana tujuan organisasi itu bisa berupa laba (profit), komunikasi timbal balik, terpeliharanya disiplin kerja pegawai, peraturan yang berlaku, pemberian pelayanan (service), dan kepercayaan (trust) dari masyarakat. Di samping istilah profesionalisme, ada istilah yaitu profesi. Profesi sering kita artikan dengan “pekerjaan” atau “job” kita sehari-hari. Tetapi dalam kata profession tidak hanya terkandung pengertian “pekerjaan” saja. Profesi mengharuskan tidak hanya pengetahuan dan keahlian khusus melalui persiapan dan latihan, tetapi dalam arti “profession” terpaku juga suatu “panggilan”. Dengan begitu, maka arti “profession” mengandung dua unsur. Pertama unsur keahlian dan kedua unsur panggilan. Sehingga seorang “profesional” harus memadukan dalam diri pribadinya kecakapan teknik yang
Universitas Sumatera Utara
diperlukan untuk menjalankan pekerjaannya, dan juga kematangan etik. Penguasaan teknik saja tidak membuat seseorang menjadi “profesional”. Kedua-duanya harus menyatu. Masih sering ditemukan permasalahan yang terjadi dalam kehidupan organisasi, antara lain menyangkut struktur organisasi (structure problem) yang terpaut dengan mekanisme kerja sistem top down yang kurang akomodatif terhadap aspirasi bawahan dan masyarakat yang dilayani, sehingga menimbulkan ketimpangan antara operator pelayanan, kebutuhan pelayanan dengan produk layanan birokrasi (Henry dan Ken 1995:217). Di Indonesia sendiri terutama untuk organisasi pemerintahan yang biasa dikenal dengan organisasi publik memiliki satu hal yang menjadi perhatian dimana semakin kecil institusi atau organisasi publik maka semakin sedikit pula aparatur yang menggerakkannya sementara institusi atau organisasi publik dengan lingkup identitas wilayah yang lebih besar jumlah aparaturnya lebih banyak padahal organisasi dengan lingkup identitas wilayah yang lebih besar tadi dibagi lagiu ke dalam beberapa subdistrik yang juga diurusi oleh organisasi publik. Di sini yang dimaksud oleh penulis dengan lingkup identitas wilayah seperti provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, hingga kelurahan. Tidaklah lebih banyak
pegawai di satu
kelurahan dengan pegawai pada satu kecamatan begitu pula dengan bangunan kantor, lokasi dan sarana prasaranannya. Padahal kecamatan terbagi dalam beberapa wilayah kerja kelurahan untuk menangani urusan publik yang bisa diartikan urusan publik dalam lingkup wilayah kecamatan sudah ditangani oleh beberapa kelurahan di dalamnya. Hal ini mengindikasikan bahwa persebaran aparatur pemerintahan itu sendiri tidak adil. Untuk struktur organiasi di birokrasi Indonesia mulai dari tingkat pusat hingga daerah sampai kelurahan yang menjadi lingkup kecilnya sudah sangat baik dalam hal layout strukturisasinya. Namun yang menjadi masalah adalah bila berdasarkan struktur antara beban kerja dan aparatur yang menanganinya tidak seimbang. Terkadang beban kerja lebih sedikit dari jumlah aparatur atau sebaliknya beban kerja yang banyak dengan jumlah aparatur yang
Universitas Sumatera Utara
pas-pasan bahkan kurang. Keadaan ini diperparah lagi dengan penempatan pegawai yang bukan pada bidangnya sehingga tidak heran kalau ada aparatur yang bingung terhadap apa yang seharusnya dia kerjakan. Sikap aparatur pemerintah yang masa bodoh yang mungkin disebabkan oleh status mereka yang berada di comfort zone menunjukkan ketidakseriusan dalam bekerja. Dalam struktur organisasi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan seperti keanggotaan, koordinasi dan kendali, serta pembagian tugas. Di dalam struktur organisasi yang baik terdapat pembagian tugas berdasarkan spesialisasi dan tingkat hierarki sehingga diketahui batasan – batasan pekerjaan yang harus dilakukan. Dengan pemahaman akan pembagian kerja masing – masing maka aparatur harus mampu secara profesional memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat, kualitas pelayanan akan menstimulus masyarakat untuk membangun suatu kedekatan hubungan kepada si pemberi layanan. Hal – hal inilah yang menjadi permasalahan klasik dalam menggerakkan suatu organisasi guna mencapai tujuan yang ditetapkan.
Kelurahan adalah salah satu contoh organisasi pemerintahan lingkup kecil namun mempunyai peran besar dalam hal pelayanan publik. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah dikatakan bahwa kelurahan merupakan wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kabupaten / kota dalam wilayah kecamatan. Kelurahan Sitirejo I, Kecamatan Medan Kota sebagai lokasi penelitian penulis adalah satu dari sekian banyak kelurahan yang berada di wilayah Kota Medan. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa keengganan masyarakat untuk berurusan dengan birokrasi adalah proses yang berbelit-belit ditambah waktu dan biaya yang tidak sedikit pula. Begitu pula gambaran umum dari kelurahan sebagai institusi yang langsung bersentuhan dengan masyarakat yang di sana sini banyak menuai ketidakpuasan dari masyarakat sendiri. Mulai dari pegawai yang mangkir pada jam kerja, sifat arogansi pegawai, ketidakbecusan pegawai dalam menangani tugasnya hingga sampai pada produk atau jasa layanan yang diperoleh dengan dengan waktu yang tidak menentu dan proses yang terkadang rumit serta kutipan
Universitas Sumatera Utara
untuk pembiayaannya, dimana kesemuanya itu sudah menjadi rahasia umum. Sumpah dan janji pegawai yang diucapkan saat dilantik, aturan-aturan yang diterbitkan sebagai kekuatan disiplin dan ketentuan-ketentuan mengenai biaya gratis dalam urusan administrasi kependudukan dan administrasi lainnya seolah hanya menjadi slogan formalitas saja. Dengan begini kinerja kelurahan pun sering dianggap buruk. Apa yang menyebakannya? Kita bisa tarik dua masalah yaitu pembagian kerja yang tidak jelas dan terperinci yang menyebabkan ketidakjelasan dalam pelaksanaan pekerjaannya dan tingkat profesionalisme kerja yang rendah sehingga menyebabkan kualitas pelayanan tidak mengesankan. Bila ditarik lagi dari pembagian dan profesionalisme kerja maka berawal dari yang namanya struktur organisasi. Di sini penulis tertarik untuk meneliti mengenai permasalahan dalam kehidupan organisasi dalam hal ini adalah kelurahan, seperti yang dipaparkan sebelumnya mengingat fungsi organisasi pemerintahan kelurahan yang strategis dan mendasar di dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat maka mutlak sekali diperlukan struktur organisasi yang jelas dan teratur untuk mengantisipasi dan mengakomodasikan berbagai masalah yang timbul di dalam pembagian kerja yang menuntut keprofesionalismean pegawai Kelurahan Sitirejo I, Kecamatam Medan Kota, Kota Medan. Penyelenggaraan pelayanan yang prima merupakan tuntutan yang harus dipenuhi oleh setiap aparat birokrasi pemerintah khususnya kelurahan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat karena merupakan salah satu perangkat pelaksana pelayanan publik. Hal ini sejalan dengan pendapat Orsbone dan Gaebler (1992) yang menyatakan bahwa persoalan utama yang dihadapi oleh pemerintah dewasa ini bukan terletak pada apa yang dikerjakan tetapi bagaimana mengerjakan. Keadaan saat ini di Kelurahan Sitirejo I adalah hal yang akan diangkat oleh penulis sebagai latarbelakang masalah. Kelurahan Sitirejo I memiliki struktur organisasi yang sederhana dan tidak kompleks. Struktur organisasi yang sederhana akan menyebabkan rentang kendali yang luas sedangkan struktur kompleks akan menyebabkan rentang kendali
Universitas Sumatera Utara
yang sempit. Perincian tugas yang ada berasal dari satu sumber dan para pegawai kelurahan saat ini berada pada usia yang tidak muda ditambah pula dengan terbatasnya jumlah personel. Oleh karena itu maka struktur organisasi pada Kelurahan Sitirejo I, Kecamatan Medan kota, Kota Medan harus mampu berperan untuk mengarahkan pembagian kerja dalam rangka menumbuhkembangkan profesionalisme kerja. Apalagi pemahaman masyarakat masih tergolong sempit dalam setiap berurusan dengan birokrasi yang kadang diakibatkan oleh ketidakjelasan pegawai yang menangani setiap urusan mereka. Jumlah masyarakat yang dilayani pun tidaklah sedikit, saat ini aparatur kelurahan yang sedia di Kelurahan Sitirejo I harus mampu bertahan bekerja secara profesional menurut tugasnya masing-masing untuk memberikan pelayanan kepada warga. Pada kelurahan Sitirejo I Kecamatan Medan Kota sendiri jumlah pegawai dirasa kurang dapat menyeimbangi jumlah masyarakat yang dilayani, keterbatasan jumlah personil tadi menjadikan ada beberapa kerjaan yang dikerjakan secara ganda oleh pegawainya, rentang kendali kepala kelurahan semakin lebar karena bentuk struktur kelurahan pun sederhana, etika birokrasi yang kurang diperhatikan yang menjadi patologi birokrasi sehingga mengarah pada profesional atau tidak profesionalnya pegawai dalam melaksanakan tugasnya seperti
telat datang ke kantor, keramahan yang terkadang kurang dalam
menyambut warga yang ingin berurusan di Kantor Kelurahan Sitirejo I Kecamatan Medan Kota, tarif dalam beberapa pembuatan dokumen atau berkas penting seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) misalnya, waktu pelayanan yang terkadang tidak menentu serta sarana prasarana pada kantor kelurahan yang sudah seharusnya mendapat peremajaaan. Penulis juga akan menilik apakah ada hal-hal lain yang mempengaruhi pelaksanaan pembagian tugas untuk menumbuhkembangkan profesionalisme kerja ataukah hanya cukup struktur organisasi yang berperan dalam pembagian kerja dalam menumbuhkembangkan profesionalisme tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian sebagaimana di atas maka akhirnya mampu melatarbelakangi penulis untuk menyusun sebuah skripsi yang berjudul “Pembagian dan Profesionalisme Kerja dalam Struktur Organisasi (pada Kelurahan Sitirejo I, Kecamatan Medan Kota, Kota Medan).
1.2. Perumusan Masalah Dari latar belakang sebagaimana diuraikan di atas maka dirumuskan yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini yakni : 1. Bagaimana pembagian dan profesionalisme kerja dalam struktur organisasi pada Kelurahan Sitirejo I, Kecamatan Medan Kota, Kota Medan? 2. Bagaimana struktur organisasi berperan untuk mengarahkan pembagian kerja dalam rangka menumbuhkembangkan profesionalisme kerja pada Kelurahan Sitirejo I, Kecamatan Medan Kota, Kota Medan?
1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk dapat mengetahui bagaimana pembagian kerja dalam struktur organisasi di Kelurahan Sitirejo I, Kecamatan Medan Kota, Kota Medan. 2. Untuk dapat mengetahui bagaimana profesionalisme kerja di Kelurahan Sitirejo I, Kecamatan Medan Kota, Kota Medan . 3. Untuk dapat mengetahui gambaran secara menyeluruh mengenai struktur organisasi yang ada di Kelurahan Sitirejo I, Kecamatan Medan Kota, kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
1.4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat ilmiah Untuk menambah khasanah ilmiah dan sumbangan bagi pengembangan dan penyempurnaan teori-teori dalam Ilmu Administrasi Negara khususnya dalam kaitannya dengan pembagian kerja dan profesionalisme dalam struktur organisasi. 2. Manfaat praktis Bagi pihak yang terkait diharapkan dapat memberikan masukan dan keterangan yang diperlukan. Dapat menjadi input bagi kelurahan tempat dimana penelitian ini dilakukan 3. Manfaat akademis Sebagai suatu tahapan untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir dan analisis, melalui penulisan karya ilmiah dalam menerapkan teori – teori yang diperoleh dengan membandingkan kenyataan di lapangan sekaligus sebagai syarat untuk menyelesaikan studi Strata-1 di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
1.5. Kerangka Teori Kerlinger mengatakan bahwa teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep (Singarimbun, 1989:37). Sementara itu dalam bidang administrasi Hoy dan Miskel (dalam Sugiyono, 2008 : 43) mengemukakan : “Theory is a set of interrelated concepts, assumptions, and generalizations that systematically describes and explains regularities in behavior in organizations”. (Teori adalah seperangkat konsep, asumsi, dan generalisasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam berbagai organisasi)
Universitas Sumatera Utara
Kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok, sub variabel atau pokok masalah yang ada dalam penelitian (Arikunto, 1999:92). Sebagai dasar untuk menganalisis masalah maka diperlukan adanya landasan teoritis yang dapat membantu dalam memecahkan persoalan. Untuk memperoleh gambaran mengenai hal yang akan dibahas dan untuk memahami semua persoalan serta mengungkapkan secara sistematis dan rasional, maka perlu dirumuskan kerangka pemikiran sebagai berikut.
1.5.1 Birokrasi 1. Birokrasi Indonesia Birokrasi dapat dilihat dari berbagai perspektif diantaranya perspektif administratif publik, perspektif politik, dan perspektif pemerintahan. Namun di sini penulis melihat pengertian birokrasi secara perspektif administratif yakni badan atau organisasi pemerintahan yang melaksanakan layanan publik yang profesional, efektif, efisien dan produktif (http://www.docstoc.com/docs/22840536/konsepsi - dasar - birokrasi - pengertian -birokrasi. Diakses pada 17 Maret 2011, pukul 01.36 WIB). Tujuan dari birokrasi itu sendiri adalah sejalan dengan tujuan pemerintah untuk melaksanakan kegiatan dan program demi tercapainya visi dan misi pemerintah dan negara, melayani masyarakat dan melaksanakan pembangunan dengan netral dan professional dan menjalankan manajemen pemerintahan. Untuk diketahui bersama bahwa di dalam birokrasi seperti di Indonesia terdapat penyakit birokrasi atau yang disebut patologi birokrasi yang menghambat berjalannya birokrasi yang profesional. Patologi birokrasi dikenal sejak hadirnya rutinitas kegiatan yang menyibukkan para birokrat itu sendiri dan menciptakan aktivitas yang berbelit-belit yang
Universitas Sumatera Utara
dikenal dengan kondisi red-tape (pita merah). Pada kenyataanya negara berkembang seperti Indonesia telah menjadi tempat tumbuh berkembangnya patologi birokrasi mulai dari birokrasi pusat hingga birokrasi daerah. Patologi birokrasi antara lain dapat diketahui seperti administrasi publik yang masih bersifat tidak menyatu dengan masyarakat, kekurangan dari segi sumber daya berkualitas namun berlebih dari segi kuantitas, birokrasi masih lebih berorientasi pada kemanfaatan pribadi ketimbang kemanfaatan masyarakat, birokrasi kita sering mengutamakan formalitas daripada substansi, birokrasi kita masih asyik dengan jalannya
sendiri
tanpa
memperhitungkan
atau
mengakomodir
aspirasi
rakyat
(http://waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=6379:patolog i-birokrasi-palas-&catid=59:opini&Itemid=215. Diakses pada 17 maret 201, pukul 02.08 WIB). Adanya aturan formal bukan malah menjadi alasan untuk tidak melakukan perbaikan tentang cara kerja yang responsif serta bermain di atas aturan guna mensahkan setiap tindakan. Terkadang peraturan bukan menjadi tujuan tapi alat untuk mencapai tujuan. Walaupun upaya untuk mewujudkan birokrasi pemerintahan yang responsif dan inovatif bukan pekerjaan yang mudah, namun upaya untuk mewujudkan cita-cita tersebut tetap harus diupayakan demi memperbaiki citra birokrasi Indonesia yang selama ini banyak menimbulkan citra negatif dan telah kehilangan legitimasi di mata masyarakat. Dosen Fakultas Hukum UGM, Zaenal Arifin Mochtar dalam sebuah artikel surat kabar berkata : ”Kebiasaan pemerintah tidak menempatkan orang – orang yang sesuai, jabatan kosong, lewat waktu atau tidak menurut aturan undang – undang adalah kebiasaan buruk yang harus diakhiri. Kebiasaan itu dapat menggangu jalannya fungsi pemerintahan dan menimbulkan ketidakpastian. Kebiasaan itu timbul karena buruknya sistem administrasi negara”. (KOMPAS edisi Senin, 29 November 2010 hal. 15 kol. 4) Menanggapi pernyataan tersebut, organisasi publik yang dipahami sebagai penyelenggara pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat mempunyai tempat strategis pada sistem pemerintahan. Tanggung jawab organisasi publik terhadap pencapaian tujuan
Universitas Sumatera Utara
nasional sangat besar, bahkan di beberapa hal organisasi publik sebagai pemeran utama serta memonopoli penyelenggaraan berbagai urusan untuk masyarakat. Mengingat begitu besarnya tanggung jawab organisasi publik, maka sangat perlu membangun kualitas dari organisasi itu sendiri, hal tersebut tidaklah mudah terbentuk dengan sendirinya. Simbol profesionalisme aparatur tersebut tidak mudah terbentuk tanpa dukungan kemampuan, kompetensi dan kualitas pelayanan yang sesuai dengan bidang tugasnya. Ketiga hal tersebut merupakan komponen-komponen yang saling terkait dan berhubungan dalam membentuk sosok profesionalisme aparatur yang mampu secara cepat menanggapi aspirasi dan tuntutan publik serta perubahan lingkungan lainnya dengan cara kerja yang lebih sederhana dan bersahaja serta berorientasi kepada masyarakat ketimbang berorientasi kepada atasan seperti yang terjadi selama ini dalam lingkungan birokrasi publik. 2. Birokrasi kelurahan Birokrasi kelurahan adalah organisasi / lembaga pada Perangkat Daerah Kabupaten / Kota yang dipimpin oleh lurah dan berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati / Walikota melalui Camat. Sesuai dengan lokus penelitian ini maka birokrasi pemerintahan kelurahan adalah Kelurahan Sitirejo I, Kecamatan Medan Kota, Kota Medan. Birokrasi pemerintahan kelurahan adalah lembaga atau pun organisasi karier (nonpolitik) karena merupakan satuan perangkat daerah yang bertanggung jawab kepada kepala daerah yang berasal dari institusi politik (nonkarier). Pemerintahan kelurahan yang dalam hal ini adalah Kelurahan Sitirejo I, Kecamatan Medan kota, Kota Medan adalah perangkat pemerintahan dari jenjang atas sampai bawah. Pimpinan puncak adalah Kepala Kelurahan yang bertanggung jawab kepada Walikota Medan melalui Camat Medan Kota.
Universitas Sumatera Utara
1.5.2 Struktur organisasi Sebelum memulai pembicaraan seputar struktur organisasi ada baiknya dipahami terlebih dahulu pengertian organisasi. Secara sederhana organisasi merupakan bentuk dari kerjasama guna mencapai tujuan bersama secara efisien dan efektif dalam segi waktu dan biaya melalui kegiatan ataupun aktivitas yang telah ditentukan dan tersistematis dimana di dalamnya terdapat pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang jelas dalam mencapai tujuan organisai tersebut. Agar organisasi menjadi konkret maka harus mempunyai nama jenis tertentu tetapi walaupun sudah diberi nama jenis tertentu kadang – kadang nama jenis yang tertunjuk itu hanya gedung tempat kerja organisasi yang bersangkutan maka agar tidak terjadi hal demikian, setiap organisasi harus membentuk struktur organisasi sehingga jelas organisasi yang dimaksud. Berikut adalah gambar mengenai proses terbentuknya organisasi : Proses Terbentuknya Struktur Organisasi
Pembagian Kerja I Struktur Organisasi Pembagian Kerja II Koordinasi dan Integrasi
Gambar 1.1 Proses terbentuknya struktur organisasi Sumber : Hasil analisis (Paramita, 1985 : 17) Dari gambar di atas dapat dijelaskan beberapa pembagian kerja lah yang nantinya akan mengisi atau menjadi amanah tugas yang akan dikerjakan oleh orang – orang yang mengisi kedudukan dalam struktur organisasi dimana dalam pelaksanaannya koordinasi
Universitas Sumatera Utara
haruslah tetap terjaga agar tidak terjadi miss understanding atau pun miss management dan tetap terintegrasi guna menghindari tumpang tindih tugas. Mengacu pula dari gambar di atas Kantor Kelurahan Sitirejo I Kecamatan Medan Kota secara fisik (de facto) jelas ada keberadaannya, personil sebagai pelaksana tugas dan masyarakat yang dilayani pun juga ada dan diakui keberadaannya (de jur), pegawai – pegawai kelurahan tadi dibagi ke dalam sebuah struktur dengan bidang tugas masing – masing dimana dalam menjalankan roda organisasi harus tetap terkoordinasi dan terintegrasi. Menurut John D. Millet (dalam Sutarto, 1995 : 25) pengertian organisasi yakni : “Organization is the structural framework within which the work of many individuals is carried on for realization of a common purpose. As such, it is a system of work assignment among groups of person specializing in particular phases of a general task.” (Organisasi adalah kerangka struktur dalam mana pekerjaan dari banyak orang dilakukan untuk pencapaian maksud bersama. Sebagai demikian itu adalah suatu sistem mengenai penugasan pekerjaan di antara kelompok – kelompok orang yang mengkhususkan diri dalam tahap – tahap khusus dari suatu tugas bersama.) George R. Terry (dalam Sutarto, 1995 : 214) mengatakan : “An organization chart is a diagrametical from which shows important aspect of an organization including the major functions and their respective relationships, the channel of supervision, and the relative authority of each employee who is in charge of each respective function.“ (Suatu bagan organisasi adalah suatu bentuk diagram yang menunjukkan segi – segi penting dari suatu organisasi yang meliputi fungsi – fungsi pokok dan hubungan – hubungan mereka masing – masing, saluran – saluran pengawasan, dan wewenang yang berhubungan dengan tiap – tiap pegawai yang dibebani dengan masing – masing fungsi.) Ada sebuah teori modern mengenai organisasi yang disampaikan oleh Ludwig von Bertalanffy yang dikenal dengan teori sistem. Teori ini memandang organisasi sebagai masalah yang utama bagi seluruh kehidupan. Ia memperhatikan suatu kedinamikan, sistem, interaksional pada organisasi, multi level pandangan yang memungkinkan pada organisasi. Pada kenyataannya, teori modern dan analisa sistem (dalam hubungannya dengan teori sistem yang umum) pada dasarnya adalah mempunyai persamaan. Suatu sistem dilihat
Universitas Sumatera Utara
sebagai suatu kumpulan dari bagian – bagian yang saling berhubungan, yang juga menggambarkan suatu organisasi dalam pandangan yang modern. Suatu organisasi karenanya merupakan suatu sistem (dalam Hicks & Gullet, 1987 : 348-349). Aliran sistem memandang
suatu organisasi sebagai tatanan yang kompleks dan
dinamis dari unsur – unsur yang saling terikat, yakni unsur – unsur input, proses, output, saluran feedback, dan lingkungan tempat unsur – unsur tersebut beroperasi (Thoha, 1991 : 26). Berikut ini merupakan kerangka model organisasi sebagai sesuatu sistem yang adaptif dari Nobert Wiener yang mengemukakan bahwa organisasi merupakan sistem yang adaptive dan jika berkemauan untuk hidup maka harus mau menyesuaikan dengan perubahan yang ada dalam lingkungan. lingkungan
Input
Output
Proses
umpan balik Gambar 1.2 Kerangka Model Nobert Wiener Sumber : Thoha, 1991 : 27-28
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa input yang berupa kemampuan prosedural dalam hal pelayanan publik harus melewati proses sebelum menjadi produk layanan publik yang diinginkan masyarakat. Kegiatan ini sangat dipengaruhi lingkungan masyarakatnya, semakin maju lingkungan masyarakatnya maka pemenuhan akan kebutuhan layanan publik akan semakin dinamis secara efektif dan efisien dalam segi waktu dan biaya. Umpan baliknya adalah kepercayaan masyarakat yang akan tumbuh hingga menjadi suatu kedekatan
Universitas Sumatera Utara
hubungan antara masyarakat dan pelayan publik. Mengacu pada gambar di atas sudah selayaknya pegawai – pegawai yang bekerja di Kelurahan Sitirejo I Kecamatan Medan Kota minimal telah mengetahui dan memiliki kemampuan dasar pendukung administrasi seperti mengetik, melipat surat, membuat surat, memimpin rapat, dan hal lain berkaitan lainnya. Masyarakat atau warga yang datang untuk mengurus sesuatu harus melewati beberapa tahapan dan sistem prosedur administrasi dengan catatan harus jelas, tidak berbelit-belit, hemat waktu dan biaya. Bila lingkungan masyarakat tempat kelurahan berada didominasi oleh masyarakat golongan menengah ke atas maka pegawai kelurahan dituntut harus mampu minimal menyeimbangi kebutuhan mereka yang diindikasikan sarat akan pemenuhan kebutuhan yang cepat dan hemat dengan berbasis teknologi serta menciptakan keadilan di antara seluruh lapisan warga. Dengan demikian maka kepercayaan warga akan kredibilitas kelurahan tersebut akan tumbuh dan begitu pula keadaan sebaliknya. Setiap
organisasi
formal
baik
organisasi
pemerintah
maupun
organisasi
nonpemerintah pasti memiliki struktur organisasi. Struktur organisasi dimaksudkan untuk memilah dan mengklasifikasikan berbagai kegiatan yang ada di dalam organisasi. Dengan demikian akan diketahui tentang siapa melaksanakan apa dan bertanggungjawab kepada siapa. Menurut Ralph Currier Davis & Alan C. Filley (dalam Sutarto, 1995 : 42) struktur organisasi juga merupakan : “An organization structure, on the other hand, is the set of formal, planned relationships between grouping of similar functions, and between the phisycal factors and personal required for the performance of these functions.” (Suatu struktur organisasi, di lain pihak, adalah seperangkat formal, hubungan – hubungan yang direncanakan antara pengelompokkan fungsi – fungsi yang semacam, dan antara faktor – faktor fisik dan orang – orang yang diperlukan untuk melakukan fungsi – fungsi ini). Sehingga penulis menyimpulkan bahwa struktur organisasi merupakan skema yang mengatur hubungan – hubungan antara para komponen organisasi (pimpinan dan anggota –
Universitas Sumatera Utara
anggotanya) yang memuat kedudukan, tugas dan wewenang, peran dan fungsi serta aturan – aturan yang berlaku dalam menggerakkan roda organisasi. Struktur organisasi juga akan lebih kelihatan tegas apabila dimuat dalam suatu bagan organisasi. Karena itu untuk menciptakan struktur organisasi yang mendukung aktivitas – aktivitas organisasi secara optimal, keempat hal di atas harus benar – benar diperhatikan. Struktur organisasi menggambarkan pula pola hubungan antar pihak internal (eksekutif, manajer dan pekerja) dan pola hubungan antara pihak internal dengan pihak eksternal (para konstituen organisasi) (http://re-searchengines.com/burhanudin10708.html seminar 1. Diakses pada 2 Desember 2010, 12.41 WIB).
1.5.3 Peran struktur organisasi pada kelurahan Pada Kelurahan Sitirejo I, Kecamatan Medan Kota, Kota Medan struktur organisasi menjadi hal yang wajib ada karena memiliki peran yang begitu besar. Kegunaan struktur organisasi yang utama adalah dalam rangka mendayagunakan keseluruhan sumber daya organisasi yang disusun secara sistematis untuk mencapai tujuan organisasi. Di dalam pola hubungan intra organisasi selalu disertai dengan munculnya hierarki organisasi. Oleh karena itu hierarki organisasi seperti halnya pembagian kerja, merupakan bagian dari struktur organisasi yang tidak bisa dihindarkan. Yang barangkali harus disadari adalah hierarki harus dibedakan dengan birokrasi karena keduanya memiliki pengertian yang berbeda. Tidak selamanya yang hierarkis selalu birokratis.
1.5.4 Pembagian kerja Dalam penggerakan roda organisasi sering terjadi kesimpangsiuran antara seorang pejabat dengan pejabat lain di dalam melaksanakan setiap tugas mereka. Hal ini dikarenakan tidak adanya pembagian kerja yang jelas dari setiap bidang yang ada dalam organisasi
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Setiap personil serta fungsi – fungsi yang perlu dijalankan tidak dibuat secara terinci dan tidak ada dalam bagan. Hal ini kerap menimbulkan kerumitan di dalam organisasi sehingga apa yang menjadi tujuan organisasi tidak akan pernah tercapai. Pembagian kerja dapat diartikan dua macam (Sutarto, 1995 : 104) : 1. Pembagian kerja adalah rincian serta pengelompokkan aktivitas – aktivitas yang semacam atau erat hubungannya satu sama lain untuk dilakukan oleh satuan organisasi tertentu. Misalnya Sekretariat Jendral, Biro Perencanaan, Biro Kepegawaian, Biro Keuangan, Biro Perencanaan, Biro Kepegawaian hingga Inspektorat Jendral, Inspektorat Daerah, Fakultas, Lembaga , Badan, Balai yang semua ini mempunyai rincian aktivitas. 2. Pembagian kerja adalah rincian serta pengelompokkan tugas – tugas yang semacam atau erat hubungannya satu sama lain untuk dilakukan oleh seorang pejabat tertentu. Misalnya Sekretaris, Bendahara, Kepala Seksi, Ketua Panitia, Juru Bayar, direktur, Menteri, Presiden yang semua ini memiliki rincian tugas. Dan mengenai pentingnya pembagian kerja Luther Gullick (dalam Sutarto, 1995 : 104) mengemukakan alasan – alasan sebagai berikut : “1. Because men differ in nature, capacity and skill, and gain gratly in dexterity by specialization 2. Because the same man cannot be at two places at the same time 3. Because one man cannot do two things at the same time 4. Because the range of knowledge and skill is so great that a man cannot within his life span know more than a small fraction of it.” (1. Karena orang berbeda dalam pembawaan, kemampuan serta kecakapan dan mencapaiketangkasan yang besar dengan spesialisasi 2. Karena orang yang sama tidak dapat berada di dua tempat pada saat yang sama 3. Karena seorang tidak dapat mengerjakan dua hal pada saat yang sama 4. Karena bidang pengetahuan dan keahlian begitu luas sehingga seseorang dalam rentangan hidupnya tidak mungkin dapat mengetahui lebih banyak daripada sebagian kecil daripadanya) Struktur organisasi biasanya direfleksikan ke dalam peta organisasi (organization chart) yang secara visual digambarkan dalam bentuk kotak dan garis. Peta organisasi tersebut
Universitas Sumatera Utara
menggambarkan 3 hal pokok yakni tingkat spesialisasi atau kompleksitas organisasi, tingkat formalisasi organisasi, dan tingkat sentralisasi / desentralisasi organisasi. Spesialisasi atau kompleksitas organisasi dibedakan lebih lanjut menjadi tiga bagian yakni : horizontal differentiation, vertical differentiation dan spatial differentiation. Horizontal differentiation menjelaskan seberapa banyak pekerjaan harus dilakukan oleh pegawai, tingkat kebutuhan akan profesi dan spesialisasi pegawai, kebutuhan akan training dan pendidikan pegawai dalam kaitannya dengan tugas dan pekerjaan yang harus dilaksanakannya dan tingkat departementalisasi organisasi. Semakin banyak pekerjaan, profesi dan spesialisasi, semakin banyak kebutuhan akan training khusus dan semakin banyak departementalisasi maka akan semakin kompleks organisasi tersebut. Vertical differentiation berkaitan dengan banyaknya level / tingkatan di dalam organisasi. Semakin sedikit level organisasi maka semakin lebar rentang kendali yang harus dijalankan seorang pimpinan. Sebaliknya semakin banyak level organisasi semakin sempit rentang kendalinya. Sedangkan spatial differentiation berkaitan dengan lokasi organisasi. Semakin jauh jarak antar unit organisasi, departemen dan orang-orang yang bekerja di dalamnya, organisasi tersebut menjadi semakin kompleks (http://re-searchengines.com/burhanudin10708.html seminar 1. Diakses pada 2 Desember 2010, 12.41 WIB). Formalisasi organisasi berkaitan dengan tingkat standardisasi pekerjaan yakni sejauh mana aktivitas organisasi dikerjakan berdasarkan regulasi, aturan dan prosedur kerja. Demikian juga formalisasi menjelaskan sejauhmana rutinitas sebuah pekerjaan. Sehingga, ide dasar formalisasi organisasi adalah sejauh mana sebuah pekerjaan bisa dikelola dan dikendalikan. Sentralisasi / desentralisasi menjelaskan kepada kita pada level mana keputusan organisasi akan diambil, siapa yang memiliki otorisasi pengambilan keputusan, siapa yang memiliki kekuasaan dan pada posisi mana keputusan akan dibuat.
Universitas Sumatera Utara
Di dalam melakukan pembagian kerja pada organisasi perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut : a. Tiap – tiap satuan organisasi hendaknya memiliki rincian aktivitas yang jelas tertulis pada daftar rincian aktivitas. b.
Tiap – tiap pejabat dari pucuk pimpinan sampai dengan pejabat yang berkedudukan paling rendah harus memiliki rincian tugas / deskripsi tugas (jobdesc) yang jelas dalam suatu daftar rincian tugas (jobs list).
1.5.5 Peran pembagian kerja pada kelurahan Dalam buku Organizations (Gibson & friends, 2003 : 380 – 381) penulis menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia pengertian dari division of labor atau pembagian kerja sebagai perhatian pada tingkat pekerjaan yang diperuntukkan. Pembagian kerja dapat menjadi 3 cara : 1. Kerja dapat dibagi kedalam kemampuan personal yang berbeda. 2. Kerja dapat dibagi ke dalam aktivitas – aktivitas yang dibutuhkan oleh rangkaian alami pekerjaan yang dilakukan organisasi. 3. Dan akhirnya kerja dapat dibagi sepanjang bidang taraf vertikal organisasi. Dari hal di atas kita bisa merumuskan organisasi sebagai proses menetapkan dan mengelompokkan pekerjaan yang akan dilakukan, merumuskan dan melimpahkan tanggung jawab dan wewenang serta menyusun hubungan – hubungan dengan maksud untuk memungkinkan orang – orang bekerjasama secara efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan yang ditetapkan. Bagi Kelurahan Sitirejo I Kecamatan Medan kota, Kota Medan sendiri dengan telah dimilikinya daftar rincian tugas bagi para pegawai maka dapat dihindarkan terjadinya pegawai yang bekerja hanya sekadar menunggu perintah saja dan dapat dihindarkan pula
Universitas Sumatera Utara
adanya pejabat yang hanya memenuhi syarat formal datang ke kantor tetapi tidak mengerjakan apa – apa. Sebaliknya di sini dapat dikemukakan bahwa tiap – tiap pejabat merasa yakin benar apa yang harus dipertanggungjawabkan tiap harinya walaupun mungkin tidak ada perintah dari atasan. Seseorang masuk kerja didasari oleh keyakinan bahwa ada pekerjaan yang memang benar – benar harus dikerjakan, sedangkan perintah – perintah dari atasan datangnya secara insidentil. Seseorang masuk kerja bukan didasarkan karena adanya inspeksi mendadak (sidak) ataupun karena iming – iming reward sebagai kategori pegawai teladan melainkan karena sumpah dan janji ataupun komitmen yang pernah diucapkan pada saat masuk ke dalam untuk berproses atau pun bekerja pada organisasi tersebut.
1.5.6 Profesionalisme kerja Istilah profesionalisme berasal dari kata professio yang dalam bahasa Inggris menurut Webster Dictionary (dalam Tangkilisan, 2005 : 225) penulis menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia yakni suatu pekerjaan atau jabatan yang membutuhkan pelatihan keterampilan dalam beberapa pengetahuan budaya dan ilmu dan biasanya mencakup mental daripada kerja manual seperti mengajar, teknis, menulis dan lainnya. Menurut Korten & Alfonso (dalam Tjokrowinoto 1996:178) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan profesionalisme adalah kecocokan (fitness) antara kemampuan yang dimiliki oleh
birokrasi (bureaucratic-competence) dengan kebutuhan tugas (task-
requirement). Terpenuhinya kecocokan antara kemampuan
dengan kebutuhan tugas
merupakan syarat terbentuknya aparatur yang profesional. Artinya keahlian dan kemampuan aparat merefleksikan arah dan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu organisasi. Dalam pandangan
(Tjokrowinoto,
1996:191)
dijelaskan
bahwa
yang
dimaksud
dengan
profesionalisme adalah kemampuan untuk merencanakan, mengkoordinasikan, dan melaksanakan fungsinya secara efisien, inovatif, lentur, dan mempunyai etos kerja tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Ada pula pendapat dari Atmosoeprapto (2000:51) yang menyebutkan bahwa profesionalisme merupakan cermin dari kemampuan (competency), yaitu memiliki pengetahuan (knowledge), keterampilam (skill), bisa melakukan (ability) ditunjang dengan pengalaman (experience) yang tidak mungkin muncul tiba-tiba tanpa melalui perjalanan waktu. Menurut pendapat tersebut, kemampuan aparatur lebih diartikan sebagai kemampuan melihat peluang-peluang yang ada bagi pertumbuhan ekonomi, kemampuan untuk mengambil langkah-langkah yang perlu dengan mengacu kepada misi yang ingin dicapai dan kemampuan dalam meningkatkan kemampuan masyarakat untuk tumbuh kembang dengan kekuatan sendiri secara efisien, melakukan inovasi yang tidak terikat kepada prosedur administrasi, bersifat fleksibel, dan memiliki etos kerja tinggi. Sedangkan profesionalisme menurut Siagian, (2000:163) adalah keandalan dalam pelaksanakan tugas sehingga terlaksana dengan mutu yang baik, waktu yang tepat, cermat dan dengan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh “klientele” (pelanggan atau masyarakat). Menurut Legge dan Exley (dalam Sedarmayanti, 2004:77) profesionalisme adalah: 1. Keterampilan yang didasarkan atas pengetahuan teoritis 2. Diperoleh dengan pendidikan tinggi dan latihan kemampuannya diakui oleh rekan sejawatnya 3. Punya organisasi profesi yang menjamin berlangsungnya budaya profesi melalui persyaratan untuk memasuki organisasi tersebut, yaitu ketaatan pada kode etik profesi. 4. Ada nilai khusus yang harus diabadikan pada kemanusiaan. Lebih lanjut Semana (dalam Sedarmayanti,
2004:77)
menjelaskan
bahwa
profesionalisme adalah :
Universitas Sumatera Utara
1. Seorang pekerja yang terampil atau cakap dalam bekerja 2. Seseorang yang dituntut menguasai visi yang mendasari keterampilannya yang menyangkut wawasan filosofis, pertimbangan nasional dan memiliki sikap yang positif dalam melaksanakan serta mengembangkan mutu karyanya 3. Mempunyai ciri: a. Memerlukan persiapan atau pendidikan khusus b. Memenuhi persyaratan yang telah dibebankan oleh pihak yang berwenang c. Mendapat pengakuan masyarakat atau negara d. Berkecakapan kerja (berkeahlian) sesuai dengan tugas khusus serta tuntutan dari jenis jabatannya e. Menurut pendidikan
yang terprogram secara relevan, sehingga terselenggara
secara efektif dan efisien dan tolok ukur yang berstandar f. Berwawasan sosial, bersikap positif terhadap jabatannya dan perannya serta bermotivasi untuk bekerja dengan sebaik-baiknya g. Memiliki kode etik yang harus dipenuhi h. Mencintai profesinya dan memiliki etos kerja yang tinggi serta selalu meningkatkan diri serta karyanya. Lebih lanjut (Tjokrowinoto, 1996:190) menjelaskan bahwa birokrasi dapat dikatakan profesional atau tidak, diukur melalui kompetensi sebagai berikut: a. Profesionalisme yang Wirausaha (Entrepreneurial-Profesionalism). Kemampuan
untuk melihat peluang-peluang yang ada bagi peningkatan
pertumbuhan ekonomi nasional, keberanian mengambil risiko dalam memanfaatkan peluang, dan kemampuan untuk menggeser alokasi sumber dari kegiatan yang berproduktivitas rendah ke produktivitas tinggi yang terbuka dan memberikan peluang bagi terciptanya lapangan kerja dan peningkatan pendapatan nasional.
Universitas Sumatera Utara
b. Profesionalisme
yang
Mengacu
Kepada
Misi
Organisasi
(Mission-driven
Profesionalism). Kemampuan
untuk mengambil keputusan dan langkah langkah yang perlu dan
mengacu kepada misi yang ingin dicapai (mission-driven professionalism), dan tidak semata mata mengacu kepada peraturan yang berlaku (rule-driven professionalism) c. Profesionalisme Pemberdayaan (Empowering-Profesionalism). Kemampuan ini diperlukan untuk aparatur pelaksana atau jajaran bawah (grassroots) yang
berfungsi
Profesionalisme
untuk yang
memberikan dibutuhkan
pelayanan
dalam
hal
publik ini
(service
adalah
provider).
profesionalisme-
pemberdayaan (empowering-prefesionalism) yang sangat berkaitan dengan gaya pembangunan. Dalam konsep ini birokrasi berperan sebagai fasilitator atau meningkatkan kemampuan masyarakat untuk tumbuh berkembang dengan kekuatan sendiri (enabler), pada (Osborne & Gaebler,1992).
1.5.7 Peran profesionalisme kerja bagi kelurahan Profesionalisme diukur
dari segi kecepatannya
dalam menjalankan fungsi dan
mengacu kepada prosedur yang telah disederhanakan. Peningkatan kreativitas kerja hanya mungkin terjadi apabila; pertama, terdapat iklim yang mendorong aparatur untuk mencari ide baru dan konsep baru serta menerapkannya secara inovatif; kedua, terdapat kesediaan pimpinan untuk memberdayakan bawahannya, antara lain melalui partisipasi bawahan untuk mengambil keputusan yang menyangkut pekerjaannya, mutu hasil pelaksanaan tugasnya, kariernya dan cara-cara yang dianggapnya paling efektif dalam menyelesaikan permasalahan di tempat pekerjaan (Siagian, 2000:164). Pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang menuntut keprofesionalismean dalam bekerja dimana secara terus menerus mau mengubah diri agar
Universitas Sumatera Utara
tetap eksis mengikuti perkembangan yang terjadi. Membangun pelayanan yang prima harus dimulai dari mewujudkan atau meningkatkan profesionalisme kerja untuk dapat memberikan pelayanan terbaik, mendekati sesuai atau melebihi standard. Upaya untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan secara benar (goodgovernance) dan bersih (clean-government) termasuk di dalamnya penyelenggaraan urusan publik memerlukan unsur-unsur mendasar antara lain adalah unsur profesionalisme dari pelaku dan penyelenggara pemerintahan dan pelayan publik. Terabaikannya unsur profesionalisme dalam menjalankan tugas dan fungsi organisasi pemerintahan akan berdampak kepada menurunnya kualitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik. Profesionalisme sebagai refleksi dari cerminan kemampuan, keahlian akan dapat berjalan efektif apabila didukung oleh adanya kesesuaian antara tingkat pengetahuan atas dasar latar belakang pendidikan dengan beban kerja pegawai yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam rangka mengembangkan suatu etika pemerintahan tidaklah semata-mata mendoktrinasikan apa yang boleh dan tidak boleh dikerjakan oleh aparat pemerintahan, tetapi lebih dari itu adalah upaya yang terus menerus dilakukan untuk meningkatkan professional integrity (integritas profesional) yang bermanfaat bagi organisasi tersebut. Peningkatan kreativitas kerja hanya mungkin terjadi apabila : 1. Terdapat iklim yang mendorong untuk mencari ide baru dan konsep baru serta menerapkannya secara inovatif. 2. Terdapat kesediaan pimpinan untuk memberdayakan bawahannya, antara lain melalui partisipasi bawahan untuk mengambil keputusan yang menyangkut pekerjaannya, mutu hasil pelaksanaan tugasnya, kariernya dan cara-cara yang dianggapnya paling efektif dalam menyelesaikan permasalahan di tempat pekerjaan (Siagian, 2000:164).
Universitas Sumatera Utara
Bagi Kelurahan Sitirejo I, Kecamatan Medan Kota, Kota Medan profesionalisme di sini lebih ditujukan kepada kemampuan aparatur dalam melaksanakan tugas secara baik, cermat, dan bertanggungjawab karena tidak hanya sekedar kecocokan keahlian dengan tempat penugasan. Sehingga aparatur dituntut untuk memiliki kemampuan dan keahlian untuk memahami dan menerjemahkan apa yang seharusnya menjadi tugas pokok dan fungsi dari bidang yang ditugasinya. Dengan dapat dipahaminya arti profesionalisme beserta kriterianya, maka diharapkan setiap aparatur dapat berupaya untuk menerapkan ciri atau kriteria profesionalisme tersebut dalam melaksanakan pekerjaannya, dan berupaya mengadakan peningkatan secara berkesinambungan.
1.5.8 Kualitas pelayanan Menurut Wasistiono (2001:51) pelayanan umum didefinisikan sebagai pemberian jasa baik oleh pemerintah, swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada masyarakat dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat. Lebih lanjut Wasistiono (2001:52) mengatakan : ”Pelayanan yang diberikan oleh organisasi pemerintah kepada masyarakat merupakan kompensasi dari pajak yang telah dibayar oleh masyarakat itu sendiri. Pelayanan umum kepada masyarakat dapat diberikan secara Cuma-cuma dan atau penarikan bayaran, yang penentuan tarifnya didasarkan pada harga pasar ataupun didasarkan pada harga yang paling terjangkau”. Pelayanan umum menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan adalah segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Universitas Sumatera Utara
Pelayanan yang baik/sulit dapat diketahui ketika pelanggan merasakan atau melihatnya. Pada banyak organisasi, kualitas pelayanan dipengaruhi secara signifikan oleh sumber daya manusia yang berinteraksi dengan pelanggan (Sedarmayanti, 2004:79). Pada dasarnya, kualitas pelayanan publik bisa dilihat dengan cara membandingkan persepsi para pelanggan (masyarakat) atas pelayanan yang sebenarnya mereka dambakan. Apabila pelayanan yang diperoleh masyarakat sama dengan harapan atau dambaan mereka maka pelanggan tersebut bisa dibilang telah terpuaskan. Dengan demikian baik tidaknya kualitas pelayanan tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti bahwa simbol kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang pelanggan. Produk pelayanan yang dihasilkan oleh Kelurahan Sitirejo I, Kecamatan Medan Kota, Kota Medan seperti pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), Surat Pengantar Surat Keterangan Berkelakuan Baik (SKBB), dan berbagai macam surat izin, surat pengantar, surat keterangan, dan rekomendasi lainnya. Produk – produk layanan publik tadi tentunya harus ditangani oleh pegawai – pegawai yang memang membidanginya dan juga mengerti akan kebutuhan dan kepuasan masyarakat terutama dalam segi biaya yang murah dengan waktu yang relatif cepat. Selain itu pegawai juga harus mampu mengakomodir kegiatan – kegiatan di luar tugas utamanya seperti gotong royong, siskamling, serikat tolong menolong dan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
1.5.9 Keterkaitan antara pembagian dan profesionalisme kerja dalam struktur organisasi Di dalam suatu organisasi yang disebut mapan terdapat berbagai tingakatan yang cocok untuk penganalisisan. Kita mulai dari pembagian kerja dengan menganologikan aspek makro dan mikro. Contohnya pada suatu kelurahan bisa mencakup kedua aspek tersebut. Ia disebut makro dalam hubungannya dengan unit – unit di bawahnya (kepala lingkungan). Ia disebut mikro dari keseluruhan Kecamatan, Kabupaten / Kota, Provinsi hingga Pemerintah Pusat. Ada sebuah model yang bisa dijadikan acuan dalam keterkaitan antara pembagian dan profesionalisme kerja dalam struktur organisasi yang disebut The Seven Ss Model. Kali ini penulis mengambil hasil pengembangan dari perusahaan McKinsey & Company yang membuka sebuah program pelatihan kepemimpinan muda di Jakarta yang pernah penulis ikuti kurun waktu 2009 – 2010. Penulis menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia pemaparan model yang dimaksud yang diperoleh dari sebuah situs internet. Model 7Ss adalah kerangka kerja untuk menganalisis organisasi dan kefektivannya. Terdapat tujuh elemen kunci yang membuat organisasi sukses atau tidak yakni : strategi, struktur, sistem, gaya, keterampilan, staf, dan nilai – nilai bersama. Model 7Ss adalah alat bagi tindakan dan analisis managerial yang menyediakan struktur yang dengan mempertimbangkan perusahaan sebagai suatu keseluruhan
sehingga masalah organisasi
dapat didiagnosa dan solusi bisa dikembangkan dan diimplementasikan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1.3 The Seven Ss Model Sumber : Mckinsey 1. Shared Values (nilai – nilai bersama), biasanya berupa kepercayaan, pola pikir dan asumsi yang membentuk bagaimana suatu organisasi berperilaku – budaya korporasi. Nilai – nilai bersama adalah apa yang menimbulkan kepercayaan. Mereka adalah pusat interkoneksi dari model 7Ss. Nilai adalah identitas dimana suatu organisasi dapat dikenal banyak orang. Nilai – nilai harus secara eksplisit dinyatakan baik sebagai tujuan perusahaan dan nilai – nilai individu. 2. Structure (struktur) adalah bagan organisasi dan informasi terkait yang menunjukkan siapa melapor kepada siapa dan bagaimana tugas-tugas keduanya dibagi dan terpadu. Dengan kata lain, struktur menggambarkan hierarki otoritas dan akuntabilitas dalam sebuah organisasi, cara unit organisasi berhubungan satu sama lain: terpusat, divisi fungsional (top-down), desentralisasi (kecenderungan dalam organisasi yang lebih besar), matriks, jaringan, memegang , dan lainnya. Hubungan ini sering digambarkan di bagan organisasi. Kebanyakan organisasi menggunakan beberapa campuran struktur yang piramida, matriks atau jaringan untuk mencapai tujuan mereka.
Universitas Sumatera Utara
3. Strategy (strategi) adalah perencanaan organisasi yang diformulasikan untuk mencapai tujuan yang diidentifikasikan dan seperangkat keputusan dan aksi yang bertujuan mendapatkan keuntungan yang berkelanjutan melalui kompetisi. 4. System (sistem) mendefinisikan aliran kegiatan yang melibatkan operasi harian usaha, termasuk proses inti dan sistem pendukung. Mereka mengacu pada prosedur, proses, dan rutinitas yang digunakan untuk mengelola organisasi dan mencirikan betapa pentingnya pekerjaan dilakukan. 5. Style (gaya) mengacu pada gaya budaya organisasi, bagaimana manajer kunci berperilaku untuk mencapai tujuan organisasi dan bagaimana mereka menggunakan perilaku simbolik. Bagaimana mangemen bertindak lebih penting daripada apa yang dikatakan managemen. 6. Staff (staf) mengacu pada jumlah dan tipe personil di bawah organisasi dan bagaimana perusahaan mengembangkan pegawai dan membentuk nilai dasar. 7. Skill (keterampilan) mengacu pada kemampuan dan kompetensi khas yang dominan dari personil atau organisasi secara keseluruhan. (http://www.valuebasedmanagement. net/methods75.html. Diakses pada 13 Februari 2011, 23.59 WIB ) Memang model 7Ss banyak digunakan oleh organisasi swasta yang profit oriented sementara kelurahan merupakan contoh organisasi publik yang tidak berorientasi pada hasil tetapi tanpa harus mempermasalahkan apakah organisasi swasta atau organisasi publik yang lebih cocok menggunakan model ini kita bisa melihat bahwa 7 kunci elemen yang dipaparkan memang sudah mewakili semua aspek yang diperlukan organisasi untuk berhasil. Selanjutnya akan dibahas pada analisis data. Prof. Dr. Mr Pradjudi Armosudiro mengatakan bahwa organisasi adalah struktur pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekelompok orang pemegang posisi
Universitas Sumatera Utara
yang bekerjasama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai tujuan tertentu (http://id.shvoong.com/social-sciences/education/1931281-pengertian-organisasi/. Diakses pada 2 Desember 2010, 12.18 WIB). Dari pengertian di atas penulis kembali pada pendapat awal penulis dimana struktur organisasi yang jelas dengan pemahaman yang baik dari setiap pegawai yang ada di dalamnya akan mampu mendorong terciptanya profesionalisme kerja pada organisasi yang menjadi salah satu unsur dalam aktivitas untuk mencapai tujuan atau sasaran yang ditetapkan. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa struktur suatu organisasi menspesifikasi aktivitas-aktivitas kerja. Ditunjukkan pula olehnya bagaimana berbagai fungsi atau aktivitasaktivitas yang berbeda berkaitan satu sama lain. Hingga tingkat tertentu, ia juga menunjukkan tingkat spesialisasi aktivitas-aktivitas pekerjaan. Juga ditunjukkan olehnya, hierarki organisasi yang bersangkutan, struktur otoritas, dan hubungan-hubungan atasanbawahan. Pembagian kerja dibuat agar gerak roda dari sebuah organisasi berjalan sebagaimana mestinya dan tidak tumpang tindih. Artinya tidak ada suatu bagian yang melaksanakan lebih dari satu tugas bagian yang sebenarnya bukan menjadi tugas bagiannya dan tidak ada pula bagian yang tidak melakukan tugas bagiannya alias datang bekerja sebagai formalitas menandatangani absensi kehadiran kerja. Kemudian seiring telah dipahaminya dan diberlakukannya pembagian kerja tadi terhadap para pegawai maka akan membawa efek yang menuntut agar mereka bisa mahir, terampil, berpengalaman, adaptif, dan kompeten untuk melaksanakan apa yang menjadi deskripsi kerjanya (jobdesc). Dalam perkembangannya perlu diingat, bahwa profesionalisme mengandung dua unsur, yaitu unsur keahlian dan unsur panggilan, unsur kecakapan teknik dan kematangan etik, unsur akal dan unsur moral. Dan kedua - duanya itulah yang merupakan kebulatan unsur kepemimpinan. Dengan demikian, jika berbicara tentang profesionalisme tidak dapat kita
Universitas Sumatera Utara
lepaskan dari masalah kepemimpinan dalam arti yang luas. Sehingga pada akhirnya terdapat pengaruh (influence) pembagian kerja dalam struktur organisasi terhadap profesionalisme kerja. Dari sini maka bisa dilihat konsep organisasi yang menerapkan the right man on the right place doing the right job (orang yang tepat pada posisi yang tepat melakukan pekerjaan yang tepat pula). Dengan begitu kita bisa melihat bahwa struktur organisasi mempunyai peran dalam mengarahkan pembagian kerja dalam rangka menumbuhkembangkan profesionalisme kerja.
1.6. Definisi Konsep Konsep merupakan istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak suatu kejadian, kelompok, atau individu yang menjadi pusat penelitian ilmu sosial (Singarimbun, 1989:33). Konsep sebagai suatu istilah untuk mendeskripsikan secara abstrak tentang suatu kejadian, kelompok, atau individu yang menjadi perhatian dalam ilmu sosial. Adapun definisi konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Organisasi adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang membentuk suatu wadah guna mencapai suatu tujuan bersama yang telah ditetapkan pada jangka waktu tertentu yang tidak mungkin dicapai oleh perseorangan 2. Struktur organisasi adalah suatu kerangka antar hubungan satuan – satuan pada organisasi yang di dalamnya memuat kedudukan, tugas dan wewenang, garis koordinasi, tingkatan hierarki dalam satu kesatuan yang solid. Dari definisi yang dikemukakan di atas, ada beberapa hal yang tercakup dalam struktur organisasi, yaitu : 1. Pembagian kerja 2. Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab 3. Departementalisasi
Universitas Sumatera Utara
4. Rentang kendali 5. Koordinasi Adapun faktor – faktor yang menentukan perancangan struktur organisasi adalah sebagai berikut : 1. Strategi untuk mencapai tujuannya 2. Teknologi yang digunakan 3. Anggota (karyawan) dan orang – orang yang terlibat dalam organisasi 4. Ukuran organisasi (Handoko, 1995 : 169) 3. Pembagian kerja adalah rincian serta pengelompokkan aktivitas – aktivitas, tugas – tugas yang semacam atau erat hubungannya satu sama lain untuk dilakukan oleh satuan organisasi tertentu atau seorang pejabat tertentu, yang mana dengan sangat jelas terperinci dan terbagankan dalam struktur organisasi yang ada. Adapun indikator dalam pembagian kerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Perincian tugas – tugas b. Sumber tugas yang diberikan kepada pegawai c. Variasi tugas d. Beban tugas e. Penempatan pegawai pada jabatan yang sesuai dengan pendidikan atau keahliannya (diolah sari berbagai sumber). 4. Profesionalisme adalah suatu bentuk kecakapan dan keandalan (performansi) aparatur dalam menjalankan pekerjan sesuai bidang tugas masing-masing secara responsif dan bertanggungjawab (akuntabel) dengan tingkat loyalitas yang tinggi sehingga dapat terlaksana dengan
mutu baik,
cermat dan tepat sesuai tingkat kemampuan dan
kompetensi yang dimilikinya.
Universitas Sumatera Utara
Adapun indikator profesionalisme kerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Disiplin waktu b. Pelatihan yang pernah diikuti c. Pengawasan dan pelaksanaan tugas d. Tinggi rendahnya pendidikan yang dicapai pegawai e. Keterampilan dan pengalaman kerja f. Kehandalan g. Sikap dan perhatian terhadap pekerjaan h. Dorongan melaksanakan tugas (diolah dari berbagai sumber) 5. Konsep Pelayanan, adalah cara melayani, membantu menyiapkan atau mengurus keperluan seseorang atau kelompok orang. Kualitas pelayanan mencakup kejelasan, produk yang dirasakan, sarana dan prasarana dan kompetensi pegawai. Sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan, bahwa penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut: 1. Kesederhanaan, prosedur atau tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan. 2. Kejelasan, mencakup kejelasan dalam hal pelayanan, persyaratan pelayanan baik persyaratan teknis maupun administratif, unit kerja atau pejabat yang berwenang bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan, rincian biaya atau tarif pelayanan dan tata cara pembayaran. 3. Kepastian waktu, pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan sesuai dengan aturan yang berlaku. 4. Akurasi, produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.
Universitas Sumatera Utara
5. Keamanan, proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum. 6. Tanggungjawab, pimpinan penyelenggaraan pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik. 7. Kelengkapan sarana dan prasarana, tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja pendukung lainnya yang memadai termasuk penyedia sarana teknologi telekomunikasi dan informatika. 8. Kemudahan akses, tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika. 9. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan, pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta memberikan pelayanan dengan ikhlas. 10. Kenyamanan, lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain. Penyelenggaraan pelayanan publik harus mampu nantinya dipertanggungjawabkan baik kepada publik maupun kepada atasan/pimpinan unit pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan yang berlaku. Setiap penyelengaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Dalam keputusan MENPAN Nomor 63 tahun 2003 standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi : 1. Prosedur pelayanan, yaitu prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan.
Universitas Sumatera Utara
2. Waktu penyelesaian, yaitu waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan. 3. Biaya pelayanan, yaitu biaya pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan. 4. Produk pelayanan, hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 5. Sarana dan prasarana, penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik 6. Kompetensi petugas pemberi pelayanan, kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan keahlian, keterampilan, sikap, dan prilaku yang dibutuhkan.
1.7. Sistematika Penulisan Sistematika yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB I
: PENDAHULUAN Berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsep dan sistematika penulisan.
BAB II
: METODE PENELITIAN Berisikan bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, teknik analisis data.
BAB III
: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Berisikan gambaran umum mengenai lokasi penelitian.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
: PENYAJIAN DATA Pokok bahasan penelitian yang berisikan penyajian data yang didapat dan berkaitan dengan permasalahan penelitian.
BAB V
: ANALISIS DATA Berisikan uraian data – data yang diperoleh setelah melakukan penelitian.
BAB VI
: PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan. Juga berisikan saran – saran dari penulis untuk memberikan masukan guna menjawab permasalahan yang ada.
Universitas Sumatera Utara