BAB I PENDAHULUAN
A. Alasan Pemberian Judul Dalam dunia hukum dikenal adanya adagium lex specialis derogat lex generalis yang artinya peraturan yang khusus menyampingkan peraturan yang umum.Implementasi dari adagium tersebut diatas banyak digunakan oleh aparat penegak hukum dalam penegakkan hukum pidana, khususnya dalam pembuatan suatu putusan pengadilan; Dalam hukum pidana mengatur mengenai perbuatan perbarengan khususnya dalam Pasal 63 ayat (2) KUHP terkandung adagium lex specialis derogat legi generalis (aturan undang-undang yang khusus meniadakan aturan yang umum). Yang dimaksud dengan ketentuan pidana khusus adalah jika pada tindak pidana khusus itu termuat atau tercakup semua unsur-unsur yang ada pada tindak pidana umum, akan tetapi padanya masih ada unsur lainnya atau suatu kekhususan.1 Seperti dalam hal menyusun surat dakwaan penuntut umum harus memperhatikan dalam menerapkan unsur-unsur pidana nya. Dikarenakan Surat Dakwaan sangatlah penting untuk dijadikan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan dimuka sidang pengadilan.2Penyusunan surat dakwaan tergantung dari perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa, karena adakalanya terdakwa hanya melakukan satu perbuatan saja pada suatu tempat
1
http://sendhynugraha.blogspot.com/2013/04/perbarengan-concursus-dalam-tindak.html
2
M. Yahya Harahap. Pembahasan permasalahan dan penerapan KUHAP (penyidikan dan penuntutan), Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm 414-415.
ataupun melakukan beberapa perbuatan ditempat-tempat yang berbeda. Oleh karena itu dengan sendirinya Penyusunan surat dakwaan harus disesuaikan dengan jenis perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa.3 Dalam rangka prapenelitian penulis mengambil contoh kasus yaitu Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor : 27/Pid.Sus/2013 tentang tindak pidana kesusilaan terhadap anak. Dimana dalam Kasus Tindak Pidana kesusilaan tersebut diketahui pelaku dan korban masih dibawah umur.Berdasar fakta-fakta dalam penyidikan menunjukan bahwa korban telah disetubuhi oleh ketiga pelaku dalam keadaan tidak berdaya dan diketahui oleh mereka bahwa korban masih dibawah umur. Dengan melihat posisi kasus ini sebenarnya penuntut umum dalam menyusun surat dakwaan dapat menggunakan asas yang terkandung dalam Pasal 63 ayat (2) KUHP yaitu lex specialis derogate lex generali (aturan undangundang yang khusus meniadakan aturan yang umum). Maka penuntut umum dapat menyusun dakwaan kedalam bentuk dakwaan tunggal karena telah memenuhi rumusan pasal 81 ayat (1) dan (2) UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dimana unsur-unsur yang terdapat dalam ketentuan khusus mengenai kesusilaan terhadap anak yang terdapat dalam Undang-undang perlindungan anak mencakup unsur yang ada dalam ketentuan umum yaitu (KUHP) mengenai kesusilaan. Namun kasus tersebut oleh penuntut umum disusun kedalam bentuk dakwaan alternatif seperti berikut : Kesatu, ancaman pidana dalam pasal 81 ayat (1) UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau ; 3
A. Hamzah dan Irdan Dahlan. Surat Dakwaan, P.T. Alumni, 1987,hlm 50-60
Kedua, ancaman pidana dalam pasal 286 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau; Ketiga, ancaman pidana dalam pasal 287 ayat (1) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Berdasarkan hal yang telah diuraikan diatas, penulis ingin mengetahui apa alasan jaksa penuntut umum merumuskan dakwaan kedalam bentuk dakwaan alternative, sehingga penulis tertarik untuk menelitinya dan menyusunnya kedalam penulisan hukum dengan Judul “Pertimbangan Hukum Penuntut Umum memilih Bentuk Dakwaan Alternatif Dalam Perkara Tindak Pidana Kesusilaan Terhadap Anak (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor 27/Pid.Sus/2013)”.
B. Latar Belakang Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk mencapai atau menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat baik itu merupakan usaha pencegahan maupun pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum, dengan perkataan lain baik secara preventif maupun represif.Penegakan hukum dalam Negara hukum seperti Indonesia, merupakan hal yang penting untuk dapat menciptakan keadilan dalam masyarakat sesuai dengan tujuan pembangunan nasional Indonesia.Terciptanya rasa keadilan dalam masyarakat merupakan wujud dari tegaknya hukum materiil, dimana untuk menegakkan hukum materiil dibutuhkan hukum formil dalam hal ini Hukum Acara Pidana. Dalam Hukum Acara Pidana, Proses peradilan pidana pada dasarnya terbagi atas empat tahap, yaitu penyidikan, penuntutan, pemeriksaan sidang pengadilan serta pelaksanaan dan pengawasan putusan hakim. Dari keempat tahap tersebut, tahap penuntutanmenentukan pemeriksaan dipengadilan karena didalamnya terdapat surat dakwaan menjadi dasar pemeriksaan oleh hakim dipengadilan. Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang dan dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan (KUHAP Pasal 1 butir 7). Proses penuntutan dimulai dengan jaksa menerima berkas perkara dan meneliti apakah hasil penyidikan telah lengkap atau belum. Apabila penuntut umum beranggapan bahwa penyidikan telah lengkap, penuntut umum segera menentukan apakah berkas perkara pidana sudah memenuhi syarat untuk diajukan kepengadilan. Jika
telah lengkap dan memenuhi persyaratan, maka penuntut umum segera menyusun surat dakwaan.4 Penuntut umum dalam menyusun surat dakwaan terdapat tiga landasan yaitu, sebagai berikut : 1. Landasan filosofis Landasan filosofis penuntut umum dalam menyusun surat dakwaan yaitu didalam system peradilan Negara Indonesia tidak ada perkara pidana yang dapat diadili dipengadilan tanpa perkara itu diajukan jaksa Penuntut Umum ke Pengadilan dan hanya jaksa Penuntut Umum satusatunya pejabat yang diberi wewenang melakukan penuntutan dengan menyusun Surat dakwaan dan mengajukan perkara ke pengadilan sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dalam Pasal 2, 8 serta diatur dalam Pasal 13, 14 KUHAP.5 2.
Landasan yuridis Landasan yuridis penuntut umum dalam menyusun surat dakwaan yaitu sesuai dengan ketentuan pembuatan surat dakwaan yaitu memenuhi syarat-syarat dalam menyusun surat dakwaan yang terdapat dalam
4
Hari Sasangka, penyididkan, penahanan, penuntutan, dan praperadilan Dalam Teori dan Praktek, CV. Mandar Maju, Bandung, 2007, hlm 158 5
Osma Simanjuntak, Teknik Penuntutan dan Upaya Hukum,PT Grasindo, 1995,hlm 33
Pasal 143 KUHAP yaitu harus memenuhi syarat formil dan syarat materiil.6 3. Landasan sosiologis Landasan sosiologis penuntut umum dalam menyusun surat dakwaan yaitu melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum pidana guna menjamin ketertiban dan ketentraman masyarakat atau dengan kata lain hukum pidana melalui proses penuntutan akan mewujudkan kebenaran dan keadilan Hukum.7 Secara umum dikatakan bahwa surat dakwaan adalah suatu surat atau akte yang memuat suatu perumusan dari tindak pidana yang dituduhkan, yang sementara dapat disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan yang bilamana cukup terbukti, terdakwa dapat dijatuhi hukuman.
8
Penyusunan surat dakwaan harus
akurat serta terpenuhinya persyaratan formil dan persyaratan materiil yang ditentukan Pasal 143 ayat (2) KUHP. Penuntut umum harus mampu merumuskan unsur-unsur delik yang didakwakan sekaligus memadukan dengan uraian perbuatan materiil (fakta) yang dilakukan terdakwa dalam surat dakwaan. Surat dakwaan itu memuat unsur atau elemen dari tindak pidana yang didakwakan.
6
M. Haryanto, Hukum Acara Pidana,Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana,Salatiga,2007, hlm 67-68
7
8
Osman Simanjuntak, Op, Cit.,hlm 3
A. Karim Nasution. Masalah Surat Tuduhan dalam Proses Pidana, Percetakan Negara RI, Jakarta 1972, hlm75
Unsur – unsur itu dilukiskan didalam uraian fakta / kejadian yang dituangkan dalam surat dakwaan.9 Peranan surat dakwaan menempati posisi sentral dalam pemeriksaan perkara pidana dipengadilan dan surat dakwaan merupakan dasar sekaligus membatasi ruang lingkup pemeriksaan, oleh karena itu perlu adanya kemampuan, kecermatan, dan ketrampilan teknis Jaksa Penuntut Umum dalam penyusunan surat dakwaan.10Kasus yang penulis angkat yaitu Kasus No.27/Pid.Sus/2013 PN.Ska adalah Kasus Tindak Pidana kesusilaan yang pelakunya masih dibawah umur serta korban juga diketahui masih dibawah umur.Tindak pidana kesusilaan ini dilakukan oleh tiga pemuda yang salah satunya adalah teman korban.Salah satu dari tiga pelaku masih dalam Pengejaran Polisi (DPO). Dalam tindak pidana tersebut para terdakwa oleh penuntut umum didakwa dengan bentuk dakwaan Alternatif.Dakwaan alternatif disebut juga dakwaan pilihan. Dalam menyusun surat dakwaan secara alternatif, dibuatkan beberapa dakwaan, tetapi perbuatannya hanya satu saja. Dalam praktik sebenarnya penerapan dakwaan alternatif mengandung nuansa-nuansa yuridis , baik bersifat positif maupun bersifat negatif. Nuansa yuridis yang bersifat positif tampaknya terdakwa sulit untuk lolos dari jerat dakwaan, pembuktian lebih sederhana karena dapat langsung dibuktikan terhadap dakwaan mana yang dipandang terbukti olek jaksa penuntut umum maupun oleh
9
Bambang Waluyo.Pidana dan Pemidanaan, Jakarta,2007, Sinar Grafika, hlm 66
10
M. Yahya Harahap.Op. Cit., hlm 396
hakim. Sebaliknya nuansa yuridis negative Timbul kesan seolah-olah pada dakwaan alternatif jaksa penuntut umum ragu-ragu terhadap tindak pidana yang didakwakannya.11 Melihat posisi kasus diatas penuntut umum dapat menyusun dakwaan tunggal dengan berdasarkan Pasal 63 ayat (2) KUHP yang mengandung asas lex specialis derogate lex generalis (ketentuan khusus mengesampingkan ketentuan umum) menggunakan Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak saja, seperti yang terdapat dalam rumusan pasal 81 ayat (1) yang berbunyi : Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh jutarupiah).
Namun penuntut umum memilih menyusun dakwaan alternative atau memberikan pilihan pada hakim. Yang berarti memberikan kelonggaran bagi hakim untuk memilih dakwaan mana yang menurut penilaian dan keyakinannya dipandang telah terbukti. Sebagai bahan perbandingan dengan skripsi yang penulis susun, beberapa skripsi yang telah lebih dulu disusun oleh beberapa penulis sebelumnya yang sesuai dengan topik penulis yaitu tentang Tindak Pidana Kesusilaan Anak. NO
11
PENULIS
JUDUL
RUMUSAN MASALAH
Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana (Normatif, teoritis, praktik dan permasalahanya),P.T. Alumni, Bandung, 2007, hlm 114
1.
2.
Corlin Waren (312008063) Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
Pertimbangan Hakim Dalam Memutskan Tindak Pidana Persetubuhan Anak dibwah umur (Studi Kasus Putusan Hakim No.08/ Pid.Sus/2011/ PN.Sal No.01/ Pid. Sus/2011 /PN.Sal dan No.42/Pid.Sus/ 2011/PN. Sal) Sujoko Tindak Pidana Pencabulan Supriyanto dengan Kekerasan Terhadap (E1A005034) Anak Secara Bersama-sama Fakultas Hukum (Tinjauan Yuridis Terhadap Universitas Tindak Pidana Dengan Jenderal Kekerasan Melakukan Soedirman Persetubuhan Pada Putusan No Purwokerto 09/Pid.B/2009/PN.BMS)
3.
Fatahillah Farhan Andhika (20050610132) Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Kesusilaan Yang Dilakukan Oleh Anak
4.
Stefanus Urip Gembong Suryo Setiawan (E1106197) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Tinjauan Mengenai Pelaksanaan Penyidikan Terhadap Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak Di Bawah Umur Dikaitkan Dengan Hak-hak tersangka Dalam KUHAP (Studi Kasus Di Polres Sukoharjo Dengan Nomor Perkara BP/83/VII/2009/RESKRIM)
Apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskan tindak pidana persetubuhan yang dilakukan terhadap anak dibawah umur.
1. Bagaimana penerapan unsur-unsur dalam Pasal 82 Undang-Undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ? 2. Apa dasar pertimbangan hukum Hakimmenjatuhkan putusan pidana dalam perkara tindak pidana pencabulan dengan kekerasan terhadap anak secara bersama-sama dalam Putusan No 09/Pid.B/2009/PN.BMS ? 1. Mekanisme Pemberian Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Kesusilaan Yang Dilakukan Oleh Anak ? 2. Hambatan Hukum Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Kesusilaan Yang Dilakukan Oleh Anak ? 1. Bagaimana pelaksanaan proses penyidikan terhadap tindak pidana persetubuhan yang dilakukan oleh anak dibawah umur pada kasus dengan nomor perkara BP/ 83/VII /2009/RESKRIM ? 2. Apakah terdapat penyimpangan mengeni apa yang seharusnya
5.
Dahlia Antari W (312010039) Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana
Pertimbangan Hukum Penuntut Umum Memilih Bentuk Dakwaan Alternatif Dalam Perkara Tindak Pidana Kesusilaan Terhadap Anak (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor 27/Pid. Sus/2013)
menjadi hak-hak tersangka anak dibawah umur dalam proses penyidikan berdasarkan UndangUndang Perlindungan Anak dalam kasus dengan nomor perkara BP/3/VII /2009/RESKRIM ? Apa Yang Menjadi pertimbangan Hukum Penuntut Umum Memilih menyusun dakwaan kedalam bentuk dakwaan alternative dalam perkara tindak pidana kesusilaan Nomor 27 Pid. Sus / 2013 /PN. SKA ?
C. Rumusan Masalah Agar Permasalahan yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan penulisan penelitian
mencapai tujuan yang diinginkan maka perlu disusun perumusan
masalah, yaitu sebagai berikut : Apa yang menjadi Pertimbangan hukum Penuntut Umum memilih menyusun dakwaan kedalam bentuk dakwaan alternatif dalam perkara tindak pidana kesusilaan No.27/Pid/2013/PN.SKA? D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan “ Untuk mengetahui pertimbangan hukum penuntut umum memilih menyusun dakwaan ke dalam bentuk dakwaan
alternative
dalam
perkara
tindak
pidana
kesusilaan
No.27/Pid/2013/PN. SKA E. Metode Penelitian Dalam Penelitian ini, metode penelitian yang akan digunakan adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan putusan – putusan pengadilan serta normanorma hukum yang ada dalam masyarakat dan melihat singkronisasi suatu aturan dengan aturan yang lainnya secara herarki.12 2. Pendekatan Penelitian Penelitian hukum yang penulis angkat ini menggunakan penulisan yang yuridis normatif, pendekatan masalah menggunakan pendekatan Undang-undang (statute approach) dan studi kasus (case study). Diharapkan dengan menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus dapat memahami alasan-alasan hukum yang digunakan jaksa penuntut umum dalam menyusun dakwaan.
12
Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2011,hlm 105
3. Jenis Data Jenis Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : a.
Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik melalui wawancara, observasi maupun dengan laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang kemudian diolah peneliti. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil wawancara dengan Jaksa Penuntut umum yaitu pertimbangan hukum Jaksa Penuntut Umum.
b.
Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan perundangundangan. Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari : 1)
Bahan hukum Primer merupakan data hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan Hukum Primer Terdiri dari KUHP, KUHAP, UU No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, UU No 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
2)
Bahan Hukum Sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.Publikasi tentang hukum meiputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-kometar atas bentuk dakwaan dari Penuntut Umum.13
4. Teknik Pengumpulan Data
13
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2010, hlm 141
a. Untuk data primer digunakan teknik wawancara. Wawancara adalahcara memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada narasumber yang diwawancarai. Sifat wawancara yang dilakukanadalah wawancara bebas terpimpin yaitu dengan mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaanpertanyaan
sebagai
pedoman,
tetapi
masih
dimungkinkan
adanya
pertanyaan-pertanyaan lain yang disesuaikan dengan situasi ketika wawancara berlangsung.Dalam penelitian ini melakukan wawancara dengan Jaksa Penuntut Umum. b. Untuk data Sekunder digunakan penelitian kepustakaan untukmendapatkan landasan teoritis berupatulisan-tulisan yang berkaitan dengan pokok masalah, dan dokumentasi mengenai isu hukum yang dihadapi dengan mengambil Putusan Pengadilan No 27/Pid/2013/PN.SKA dan Surat DakwaanNomor Perkara : PDM-22/SKRTA/Euh.2/02/2013 di Kejaksaan Negeri Surakarta. 5. Teknik Analisis Penelitian ini mempergunakan teknis analisis data secara kualitatif.Menurut Abdul Kadir Muhammad yang dimaksud dengan analisis kualitatif adalah analisis dengan menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih dan efektif sehingga memudahkan pemahaman dan interpretasi data.14
14
Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, 2005, hlm 172
6. a. Unit Amatan Sebagai unit amatan dalam penelitian ini yakni : -
Surat dakwaan dalam perkara pidana No 27/Pid/2013/PN.SKA
-
Kitab Undang-Undang Acara Pidana (KUHAP)
-
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
-
Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
-
Undang-undang No 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
-
Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan
-
Surat Edaran Jaksa Agung RI. Nomor : SE 02/JA/6/1989 tanggal 10 Juli 1989 tentang Penuntutan Terhadap anak
b. Unit Analisa Yang menjadi unit analisanya adalah Pertimbangan Hukum penuntut Umum memilih menyusun dakwaan ke dalam bentuk dakwaan Alternatif dalam perkara pidana Nomor 27/Pid/2013/PN.SKA