1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pendidikan
merupakan
usaha
sadar
dan
bertujuan
untuk
mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM), sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka dalam pelaksanaan berada dalam proses yang berkesinambungan dalam setiap jenis dan jenjang pendidikan, semuanya saling berkaitan dalam suatu sistem pendidikan yang integral.1 Pendidikan sebagai suatu sistem tidak lain dari suatu totalitas fungsional yang terarah pada suatu tujuan. Setiap subsitem yang ada dalam sistem tersusun dan tidak dapat dipisahkan dari rangkaian unsur-unsur atau komponen-komponen yang berhubungan secara dinamis dalam suatu kesatuan, misalnya tentang adanya keterkaitan antara guru dan murid (peserta didik) dalam proses belajar mengajar. Term guru dan murid merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan kata lain tidak ada proses pendidikan jika tidak ada kedua unsur tersebut. Keduanya memegang peran yang sangat urgen. Seorang guru memegang kunci keberhasilan dan keberlangsungan pendidikan. Tanpa kelas, gedung bahkan peralatan sekalipun proses kegiatan belajar mengajar masih dapat berjalan walaupun dalam keadaan darurat. Sebagai contoh pendidikan anak-anak di Aceh pasca gempa bumi dan tsunami. Mereka belajar dengan seadanya, asalkan masih ada orang (guru) yang merelakan dirinya untuk mengajar, sebab tanpa guru proses belajar hampir tak mungkin berjalan.2 Atas pemikiran diatas, maka langkah utama yang tidak dapat ditinggalkan adalah upaya penyiapan tenaga guru dengan berbagai macam pelatihan keguruan ataupun pendidikan yang dapat mendukung kompetensi guru. Walaupun pada dasarnya tugas utama guru adalah mengajar (merupakan 1
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak didik dalam interkasi edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 22. 2 Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru Murid, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 1.
2
perilaku universal)3 dalam artian, semua orang dapat melakukannya, orang berpendidikan formal atau non formal asalkan ada kemauan. Akan tetapi dewasa ini tidak semudah yang dibayangkan, guru haruslah bersifat profesional, artinya guru haruslah memiliki kepribadian, kapabilitas dan kualitas sumberdaya manusia yang memadai serta didukung oleh sumber daya manusia yang memadai pula. Hal ini tidak lain hanyalah untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan, dengan menciptakan hubungan yang baik antara guru dan murid serta komponen-komponen pendidikan lainnya. Dan juga pada dasarnya tugas guru tak ubahnya tugas dokter yang tak dapat diserahkan pada sembarang orang.4 Jika tugas tersebut diserahkan pada yang bukan ahlinya (profesional) maka tunggulah kehancurannya. Di samping itu menurut Dr. Muhaimin M.A. dalam bukunya Wacana Pengembangan Pendidikan Islam bahwa : Profesioanalisme guru harus didukung oleh beberapa faktor, antara lain: 1). Sikap dedikasi yang tinggi terhadap tugasnya, 2). Sikap komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta 3). Sikap continous improvement, yakni selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui model-model kerjanya sesuai dengan tuntutan zaman yang didasari oleh kesadaran yang tinggi bahwa tugas mendidik adalah tugas menyiapkan generasi penerus yang akan hidup dizamannya masa depan.5 Memang tugas dan tanggung jawab seorang guru sangat berat. Tidak hanya di dalam kelas atau sekolah saja, akan tetapi juga di lingkungan masyarakat mereka hidup, bahkan ironisnya ada pandangan bahwa kegagalan murid dalam berinteraksi dengan masyarakat merupakan kesalahan proses dan pendidikan6 yang dilakukan oleh guru. Walaupun disadari ataupun tidak, pada dasarnya tanggung jawab pendidikan seorang anak adalah tertumpu kepada
3 4
Thomas Gordon, Guru Yang Efektif, (Jakarta: Rajawali Pers, 1986), hlm.1. Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1995), hlm.
227. 5
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Surabaya: Pustaka Pelajar. 2003), hlm. 209. 6
Ibid., hlm. 214.
3
kedua orang tuanya7 dengan alasan orang tua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anak, yakni sukses anak adalah sukses orang tua dan karena kodrat Allah SWT, kemudian karena berbagai kesibukan dan faktor lain yang tidak memungkin orang tua mendidik anaknya, maka disinilah tugas seorang guru. Seorang guru bukan hanya sekedar pemberi ilmu pengetahuan dengan berdiri di depan murid-murid, tetapi seorang guru adalah tenaga profesional8 yang menjadikan murid-muridnya mampu merencanakan, menganalisis dan menyimpulkan serta mengatasi masalah yang dihadapi, dalam hal ini seorang guru harus memiliki cita-cita yang tinggi, pendidikan yang luas, kepribadian yang kuat, tegas, serta sifat perikemanusiaan yang mendalam sehingga guru merupakan bagian dari masyarakat yang ikut aktif dan kreatif dalam pendewasaan generasi penerus (anak). Secara historis jabatan guru dari masa ke masa senantiasa berkembang, dulu ketika kehidupan sosial budaya belum dikuasai oleh hal-hal yang materialis, pandangan masyarakat cukup positif terhadap jabatan (profesi) keguruan yaitu komuniti guru sebagai prototipe manusia yang patut dicontoh dan diteladani. Hal ini merupakan penerimaan nilai-nilai luhur yang sangat lekat oleh masyarakat Indonesia. Mereka adalah pengabdi ilmu tanpa pamrih, ikhlas dan tidak menghiraukan tuntutan materi yang berlebihan,9 apalagi mengumbar komersialisasi. Dengan kata lain, Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Akan tetapi, dewasa ini jauh berbeda, semua dinilai dengan materi. Guru adalah layaknya karyawan pabrik, kesuksesan seorang guru bukan lagi dinilai dari kesuksesan pengajarannya, tetapi dinilai dari seberapa materi dan jabatan atau pangkat yang mereka dapat, ini akan sangat berpengaruh terhadap interaksi guru dan murid. Murid yang menggaji atau memberikan materi
7
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 62. Robert F. Mc. Nergney, Teacher Development, ( New York : Macmillan Publishing, 1981 ) hlm. 1 9 Syafrudin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta : Ciputat Pres, 2002), hlm. 8. 8
4
secara maksimal,10 akan mendapatkan servis pengajaran yang maksimal pula. Begitu juga sebaliknya, murid yang minim dalam materi akan ditinggalkan. Faktor utamanya adalah adanya pengaruh pandangan hedonisme yang menempatkan kemewahan diatas segalanya. Orang bekerja, beramal dan belajar bukan lagi berorientasi pada kehidupan akhirat, tetapi demi kenikmatan yang semu di dunia ini. Orang pintar, jenius dan berpendidikan luas lebih memilih pekerjaan yang lebih menghasilkan uang, dibandingkan menjadi guru yang harus ikhlas dengan tugas dan tanggung jawab yang berat.11 Mengapa demikian?. Karena pendidikan hanya diisi oleh orang-orang yang tidak berkompeten dan menghendaki keahlian dalam bidangnya. Implikasinya adalah penurunan kualitas pendidikan pada perkembangan peserta didik (murid). Oleh karena itu yang terpenting adalah reorientasi paradigma pendidikan dan guru. Pendidikan tidak ada artinya jika tidak ada guru, dan guru tidak ada nilainya jika tidak ada murid. Semua saling berkaitan, saling membutuhkan, maka dalam hal ini antara guru dan murid ada hubungan yang erat yang tidak bisa dipisahkan, bagaikan bapak dan anaknya, bahkan lebih dari itu, guru merupakan sebab kehidupan yang abadi.12 Guru sebagai orang yang berpengalaman luas diharapkan mampu mentransfer ilmunya kepada murid-muidnya. Dalam arti formal, guru memberikan ilmunya melalui pengajaran-pengajaran di kelas dengan pengelolaan proses belajar mengajar yang baik yang melibatkan berbagai macam faktor baik intern maupun ekstern. Seorang guru yang baik dituntut untuk menguasai berbagai kemampuan dasar salah satunya adalah pembinaan hubungan yang baik dengan murid.13 Begitu juga murid dituntut untuk mengikuti dan melaksanakan tata tertib dalam menuntut ilmu agar tercapai tujuan pendidikan yakni menjadi manusia seutuhnya.
10
Abudin Nata, op. cit., hlm. 64. Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 39. 12 Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), hlm. 69. 13 Endang Poerwati, dkk., Perkembangan Peserta Didik, (Malang: UMM Pers, 2002), 11
hlm. 2.
5
Pada dasarnya anak didik (murid) sudah memiliki potensi untuk berkembang dan juga dibekali fitrah14 oleh Allah SWT, tugas guru adalah mendidik, membimbing dan mengarahkan agar berkembang menjadi baik, dalam hal ini adalah bagaimana menciptakan hubungan yang baik antara guru dan murid. Menurut al-Ghazali ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru dan murid antara lain: a. Guru merupakan bapak yang kedua bahkan bapak yang sebenarnya, karena bapak adalah sebab kehidupan fana, sementara pengajar adalah sebab kehidupan abadi.15 b. Guru adalah teladan bagi murid-muridnya dalam segala hal. Oleh karena itu, signifikansi pemikiran al-Ghazali adalah relevansi dengan konsep pendidikan sekarang ini, mungkinkah dalam kultur, karakter budaya dan zaman yang berbeda digunakan teori yang sama? Imam al-Ghazali yang memiliki nama lengkap Abu Hamid bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali lahir di Thus (Khurasan) pada tahun 450 H. atau 1058 M. merupakan pakar dari berbagai disiplin ilmu,16 baik sebagai filosof, sufi atau pendidik. Beliau berhasil menyusun berbagai macam kitab sebagaimana disiplin ilmunya dengan tujuan menghidupkan kembali ilmuilmu agama. Diantara kitab karangannya adalah Ihya’ Ulumuddin, Ayyuhal Walad, al-Adab fi ad-Din, Bidayatul Hidayah, dan masih banyak lagi yang lainnya. Karena keluasan pemikiran al-Ghazali, sudah barang tentu tidak diragukan lagi, sejak dulu hingga dewasa ini tidak sedikit para ilmuwan yang telah meneliti atas karya-karyanya, baik ilmuwan Barat seperti Paul Monroe17 maupun ilmuwan Timur (muslim) seperti Khalil Tuthtah, dan para peneliti lainnya. Walaupun sudah banyak karya dan pemikirannya yang telah diteliti,
14
Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), hlm. 125. 15 Al-Ghazali, Loc. Cit. 16 Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 58. 17 Fatiyah Hasan Sulaiman, Aliran-aliran dalam Pendidikan, (Semarang: Dina Utama, 1995), hlm. 5
6
sebagai orang yang ahli di berbagai disiplin ilmu, pemikirannya tidak akan ada habisnya. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengungkap pemikiranpemikiran Imam al-Ghazali khususnya dalam bidang pendidikan, dengan kemasan judul : “ETIKA GURU DAN MURID MENURUT IMAM ALGHAZALI DALAM KITAB IHYA’ ULUMUDDIN”.
B. Rumusan Masalah Dari uraian di atas, ada beberapa permasalahan urgen yang hendak diungkap dalam penelitian ini antara lain: 1. Bagaimanakah deskripsi kitab Ihya’ Ulumuddin ? 2. Bagaimana Etika Guru dan Murid menurut Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin? 3. Bagaimana Aplikasi pemikiran Imam al-Ghazali tentang Etika Guru dan Murid dalam dunia pendidikan sekarang ini?
C. Tujun Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui deskripsi kitab Ihya’ Ulumuddin 2. Mengetahui Etika Guru dan Murid menurut Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin 3. Mengetahui Aplikasi pemikiran Imam al-Ghazali tentang Etika guru dan murid dalam dunia pendidikan sekarang ini.
D. Penegasan Istilah Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan agar terhindar dari timbulnya kesalahpahaman terhadap apa yang terkandung dalam penelitian ini, maka perlu kiranya diperjelas dan dibatasi pengertiannya.
7
1. Etika Kata Etika berasal dari bahasa Inggris yaitu ethic yang berarti perilaku atau tindakan, tata susila. kata Etika disama artikan dengan kata akhlak (bahasa arab), mores, ethicos (Bahasa Yunani) yang berarti adat kebiasaan. Secara etimologi etika atau akhlak adalah keadaan jiwa yang menumbuhkan perbuatan dengan mudah tanpa perlu berfikir.18 2. Guru Kata guru berasal dari bahasa Indonesia yang berarti orang yang mengajar.19 Dalam bahasa Inggris dijumpai kata teacher yang berarti pengajar. Dan dalam bahasa arab banyak kata yang mengacu pada kata guru, diantaranya: al-‘Alim, al-Mudaris, Mualim, Muadib dan Ustadz.20 Secara istilah guru berarti pendidik profesional yang merelakan dirinya menerima dan memikul tanggungjawab yang diberikan oleh orang tua dalam rangka pendewasaan anak.21 3. Murid Kata murid berasal dari bahasa arab yaitu arada, yuridu, iradatan, muridan yang berarti orang yang menginginkan (the willer). Secara istilah berarti orang yang menghendaki agar mendapatkan ilmu pengetahuan, ketrampilan, pengalaman dan kepribadian yang baik untuk bekal hidupnya agar bahagia di dunia dan akhirat dengan selalu belajar sungguhsungguh.22 4. Al-Ghazali Beliau adalah Abu Hamid bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali at-Thusi an-Naisaburi al-Faqih al-Sufi asy-Syafi’i al-Asy’ari, lahir pada tahun 450 H. / 1058 M., beliau mendapatkan julukan Hujjatul Islam, beliau memiliki berbagai disiplin ilmu baik filsafat, tasawuf atau pendidikan. Beliau meninggalkan banyak karya ilmiah yang telah diteliti oleh ilmuwan 18
Tamyiz Burhanuddin, Akhlak Pesantren,( Yogyakarta: Ittaqa Press, 2001), hlm. 39. John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2001), hlm. 581. 20 Abudin Nata, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-Murid, op. cit., hlm. 42. 21 Zakiah Daradjat, dkk., op. cit., hlm. 39. 22 Abudin Nata, op. cit., hlm. 49. 19
8
kontemporer baik barat maupun timur dan salah satu karyanya yaitu Ihya’ Ulmuddin. 5. Ihya’ Ulumuddin Adalah salah satu karya kitab karangan Imam al-Ghazali yang berisi tentang berbagai disiplin ilmu, diantaranya adalah ilmu pendidikan. Kitab ini adalah referensi utama sekaligus objek kajian penelitian ini.
E. Kajian Pustaka Dewasa ini tidak sedikit pemikiran al-Ghazali telah diteliti oleh banyak pakar ilmu pendidikan, baik sarjana barat ataupun muslim telah mengakui bahwa pemikiran al-Ghazali sangat luas. Beliau memiliki berbagai disiplin ilmu,23 tidak hanya dalam kajian sufi saja, tetapi juga dalam kajian pendidikan dan falsafi. Berdasarkan kenyataan ini, tidaklah bermaksud mengurangi kemampuan pemikir-pemikir lainnya, jika dikatakan secara akademis tidaklah sedikit pemikiran beliau telah diteliti oleh para ilmuwan. Syekh Muhammad bin Muhammad Khusaini al-Zabidi dalam kitabnya Ith-khafu al-Saadatu al-Muttaqin berusaha memahami pemikiran-pemikiran al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin dengan menguraikan kata perkata atau perkalimat, dengan maksud tidak mengurangi sedikitpun apa yang terkandung di dalamnya. Begitu juga Fatiyah Hasan Sulaiman berusaha meneliti dan memahami alam pemikiran al-Ghazali tentang pendidikan yang terkumpul dalam bukunya “Aliran-aliran Pendidikan”. Dalam buku itu dijelaskan tentang siapa alGhazali,
sasaran
pendidikan,
kurikulum
pendidikan,
dan
metode
pengajarannya. Dengan berdasar pada fenomena dewasa ini, hal senada juga dilakukan oleh Abudin Nata, ia berusaha meneliti pemikiran pendidikan al-Ghazali dari kacamata sufistik (tasawuf) yang terkumpul dalam karyanya “Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-Murid”.
23
Syamsul Nizar, op. cit., hlm. 85.
9
Dari penelaahan penulis terhadap sejumlah karya al-Ghazali di atas, terdapat beberapa tulisan yang berkaitan langsung dengan pokok pikiran al-Ghazali dalam bidang pendidikan, yang tentu saja harus diakui telah banyak memberi kontribusi bagi penelitian ini, khususnya dalam mengeksplorasikan sumber primer. Sungguh pun demikian posisi tulisan ini diantara karya-karya al-Ghazali jelas berbeda. Secara spesifik penelitian ini akan mengungkap tentang pemikiran al-Ghazali dalam hal Etika Guru dan Murid berdasarkan kitab Ihya’ Ulumuddin. Meskipun karya-karya al-Ghazali merupakan pemikiran kritis dialogis (ijtihad) yang tentu saja tidak lepas dari konteks zamannya, tetapi karena keluasan dan kedalaman pemikirannya maka hal itu merupakan khasanah intelektual yang dapat menjadi sumber inspirasi dan referensi dalam menjawab persoalan-persoalan di masa sekarang ini, khususnya dalam dunia pendidikan. Sebagai salah satu ulama besar, al-Ghazali memiliki keistimewaan tentang teori pendidikan, yakni menyatupadukan jasmani (akal), rohani (ilmiah) dan jiwa (agama), tetapi sayangnya berbagai teori pendidikan menurut pandangan al-Ghazali tidak terhimpun dalam satu kitab. Salah satu karya al-Ghazali yang memuat pemikirannya tentang pendidikan adalah kitab Ihya’ Ulumuddin. Karya ini akan penulis jadikan referensi utama sekaligus sebagai objek kajian ilmiah ini.
F. Metode Penelitian Dalam penelitian skripsi ini, metode-metode yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Metode Pengumpulan Data Bentuk penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan mengumpulkan data atau bahan-bahan
yang
berkaitan
dengan
tema
pembahasan
dan
permasalahannya yang diambil dari sumber-sumber kepustakaan yang dalam hal ini ada dua sumber:
10
a. Sumber data primer Data ini meliputi bahan yang langsung berhubungan dengan pokok permasalahan yang menjadi objek penelitian ini, berupa kitab Ihya’ Ulumuddin. b. Data sekunder Data sekunder adalah berbagai bahan yang tidak secara langsung berkaitan dengan objek kajian dan tujuan dari penelitian ini. Bahan tersebut diharapkan dapat melengkapi dan memperjelas data primer. Data tersebut meliputui: 1). Tulisan mengenai kitab Ihya’ Ulumuddin yang ditulis oleh para peneliti 2). Buku-buku pendidikan Islam 3). Tulisan yang membahas tentang pendidikan
2. Metode Analisis Data Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah mengadakan pembahasan dan menganalisanya. Dalam menganalisa skripsi ini metode yang digunakan adalah metode content analisis (analisis isi) yang merupakan analisis ilmiah tentang isi pesan suatu komunikasi yang ada. Dalam metode content analisis ini menampilkan tiga syarat yaitu: objektifitas, pendekatan sistematis, dan generalisasi24 artinya mempunyai sumbangan teoritik.
G. Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran secara jelas dan agar pembaca segera mengetahui pokok-pokok pembahasan skripsi ini, maka penulis menyusun sistematika sebagai berikut: Bab Pertama, merupakan gambaran umum tentang penulisan skripsi ini, yang berisi Pendahuluan, terdiri atas: latar belakang masalah, rumusan 24
Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rakesarasin, 1996), cet. III, hlm. 49.
11
masalah, tujuan penelitian, penegasan istilah, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi. Bab Kedua, Tinjauan Umum Guru Dan Murid. Pada bab ini memberikan gambaran secara jelas yang berpijak pada beberapa kajian kepustakaan serta beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Dalam hal ini berisi, Pertama: Tinjauan tentang guru; pengertian guru, tugas-tugas guru, kedudukan guru dan profesionalisme guru, serta konsep guru menurut al-Ghazali. Kedua: Tinjauan tentang murid; pengertian murid, fitrah bagi murid, tugas dan kewajiban murid, serta konsep murid menurut al-Ghazali dalam kitab Ihya ’Ulumuddin. Bab Ketiga, Deskripsi Kitab Ihya’ Ulumuddin. Dalam bab ini akan dipaparkan tentang tinjauan umum kitab Ihya’ Ulumuddin, biografi alGhazali, karya-karya al-Ghazali, serta pemikiran al-Ghazali tentang Etika guru dan murid dalam kitab Ihya’ Ulumuddin. Bab keempat, Dalam bab ini berisi: Analisis Pemikiran al-Ghazali tentang Etika guru dan murid, kontribusi pemikiran al-Ghazali terhadap pendidikan Islam serta Aplikasinya terhadap dunia pendidikan sekarang ini. Bab kelima, Bab ini merupakan bab terakhir yang terdiri dari kesimpulan, saran-saran dan kata penutup. Selain itu dibagian akhir, penulis mencantumkan daftar pustaka, lampiran dan daftar riwayat pendidikan penulis.