BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kaum perempuan di zaman globalisasi ini tampaknya cenderung lebih memilih beban ringan, termasuk berpakaian sejengkal atau mini, meski dengan biaya yang mahal. Padahal masih banyak alternatif yang lebih murah bila dikaitkan dengan nilai etika atau estetika, seperti berpakaian sopan tanpa mengabaikan era kemajuan. Berpakaian sopan dengan mengikuti aturan agama sesungguhnya bukan hanya menjadi filtrasi pornografi atau mengurangi kasus perkosaan, tetapi juga dapat membawa dampak positif bagi pribadi dan masyarakat. Berpakaian sesuai aturan agama akan menjaga kehormatan dan kemulyaan akhlak si pemakai. Mencermati banyaknya perempuan yang mengenakan pakaian minim dengan harga mahal adalah akibat dari kurangnya pendidikan agama dari orang tua dan masyarakat, orang tua seharusnya memberikan perhatian terhadap puterinya untuk berpakaian sopan, seperti yang disyariatkan oleh agama Islam. Penelitian yang dilakukan Moch Sochib dalam Disertasinya terhadap
hubungan
pola
asuh
orang
tua
dalam
membantu
anak
mengembangkan disiplin diri, menunjukkan sebagian orang tua berkeinginan agar anak-anak memiliki nilai-nilai moral dasar dalam hubungan sosial dan agama seperti memakai pakaian yang etis sesuai standar sosial dan agama. Tetapi kebanyakan orang tua tetap berkutat dalam angan-angan karena terbendung oleh derasnya trend yang melingkupi anak dan juga faktor hubungan anak dengan orang tua. Hal ini merupakan tabir yang sangat tebal yang menghalangi tujuan orang tua agar anaknya memiliki nilai-nilai agama.1 Manusia yang diberi potensi kemanusiaan dengan akal budi sebagai tolak ukur, seharusnya dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk. Sehingga ia dapat mempertimbangkan kejadian-kejadian yang terjadi pada 1
Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), hlm. 117
1
2
masa lalu sebagai bahan kajian untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang akan dilakukan. Quraish Shihab menyatakan bahwa kedudukan perempuan dalam pandangan ajaran Islam tidak sebagaimana diduga atau dipraktikkan masyarakat. Ajaran Islam pada hakikatnya memberikan perhatian yang sangat besar serta kedudukan terhormat kepada perempuan.2 Keengganan para remaja puteri untuk berbusana sopan (berjilbab) adalah akibat dari arus informasi yang demikian pesat dan karena pengaruh-pengaruh dari budaya barat yang tidak disaring, di samping itu juga karena kurangnya pendidikan agama dalam keluarganya. Perilaku meniru budaya-budaya barat ini terjadi akibat dari kampanye besar-besaran yang dilakukan oleh orang barat sejak abad XVIII M. Mereka dengan bantuan para ahli sosiologi, sejarawan, peneliti, seniman dan bahkan penganut humanis dan faham revolusioner mengatakan bahwa Kebudayaan itu satu dan satu-satunya kebudayaan itu adalah barat. Yang pada kenyataannya peradaban barat bertujuan untuk menghancurkan moral dan ajaran agama Islam, seperti yang dikatakan oleh seorang kolonialis “Minuman keras dan wanita cantik, akan lebih efektif dalam menghancurkan umat Muhammad dari para seribu meriam”. Wanita adalah unsur yang lemah dan sensitif untuk melaksanakan rencana apapun bagi propaganda penghalalan segala cara dan sistim kolonialis. Dan kenyataanya korban paling banyak menimpa pada remaja puteri Islam, yakni banyak di antara remaja puteri yang menjadi korban mode pakaian dan mengikuti cara berpakaianya para artis yang nyaris telanjang. Wanita tidak menyadari bahwa dirinya telah dieksploitasi oleh orangorang yang hanya mengejar materi, yang tidak pernah melihat akibatnya. Wanita diperlakukan layaknya seorang budak yang tak punya martabat dan moral. Demi untuk mengejar karir dan pekerjaan, wanita rela untuk tampil dengan pakaian mini yang jauh dari aturan agama, dengan dada, punggug, dan paha yang terbuka bahkan nyaris tanpa pakaian. Sederet artis-artis kondang yang notabene sebagai contoh publik bagi remaja seperti Luna Maya, Cut Tari, Yulia Perez, dan Dewi Persik, yang merupakan ikon artis panas di Indonesia nampaknya dapat dijadikan 2
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan, (Bandung : Mizan, 2004), hlm. 269
3
contoh kasus ini. Sesungguhnya Islam tidak mengajarkan asas menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Menurut Ainur Rohim Faqih, pekerjaan hendaklah yang halal dan baik. Semua pihak yang terlibat dalam kegiatan hubungan kerja hendaknya saling memperhatikan dan memberlakukan etika bekerja, sesuai dengan kodrat, hakikat dan martabat sebagai sesama manusia yang menjunjung tinggi etika dan profesionalisme bekerja.3 Persoalan yang dihadapi wanita pada masa sekarang ini tidak lain karena tidak adanya tokoh figur yang mereka jadikan contoh panutan dan citra diri. Kegelisahan wanita sekarang terjadi karena adanya kekacauan peran, citra wanita yang menjadi rujukan tumpang tindih. Wanita sering sekali mengalami dilema antara pekerjaan rumah tangga dan karir yang harus dijalani, sebagai wanita karir kadang-kadang dirinya dituntut untuk tampil dengan pakaian yang tidak mengikuti aturan yang telah ditentukan oleh agama, yang mana pakaian tersebut terbawa dalam kehidupan kelurga. Sebuah kenyataan yang sangat ironis terjadi di dunia kita (orang muslim), ketika dunia muslim meniru tata pakaian orang-orang Barat yang seronok, sedangkan orang Barat mulai bosan dengan penampilan-penampilan wanita sendiri. Seperti apa yang tertuang dalam pernyataan berikut ini : Sesungguhnya perhatian Islam terhadap wanita muslimah akan menemukan dalam hukum Islam perhatian sangat besar agar mereka dapat menjaga kesuciannya, serta supaya menjadi wanita yang mulia dan memiliki kedudukan yang tinggi. Dan syarat-syarat yang diwajibkan pada pakaian dan perhiasannya tidak lain adalah untuk mencegah kerusakan yang timbul akibat tabarruj (berhias diri). Inipun bukan untuk mengekang kebebasannya akan tetapi sebagai pelindung baginya agar tidak tergelincir pada lumpur kehinaan atau menjadi sorotan mata, sebagaimana terjadi pada realitas kehidupan produk Barat.4 Kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak sukar untuk diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam segala segi dan aspek kehudupan. Misalnya dalam tindakanya, ucapanya, cara bergaul 3
Ainur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Yogyakarta : UII Press, 2001), hlm. 136-137 4 Team Dar Al-Qosim, Hijab, (Riyadh : Maktab Al Ta`awuni lilda`wati, 2007), sumber islamhouse.com, hlm 1.
4
berpakaian dan dalam menghadapi setiap persoalan. Kepribadian sesungguhnya adalah abstrak dan kita tidak bisa menilai seseorang hanya dengan melihat pada pakaian yang wanita kenakan, tetapi setidaknya apa yang dikenakan merupakan sebagian dari tingkah laku wanita dan seharusnya wanita memiliki sebuah identitas yang harus ditunjukkan ketika wanita tersebut tampil dan berhadapan dengan masyarakat, karena kebanyakan persoalan yang dihadapi para wanita adalah krisis identitas. Wanita memerlukan acuan untuk mendefinisikan perannya di dalam masyarakat. Layaknya seorang yang baik tapi ternyata adalah penjahat, wanita menggunakan pakaian-pakaian hanya sebagai kedok untuk menutupi semua keburukan tingkah laku mereka. Melihat krisis identitas yang dialami kaum perempuan, dalam beberapa kesempatan Sri Suhandjati Sukri, yang merupakan ketua Ikatan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Jawa Tengah menekankan kepada perempuan bahwa pakaian itu merupakan simbul diri yang berfungsi menutup aurot, pelindung diri dari hawa panas atau hawa dingin yang disebabkan lingkungan, dan sebagai perhiasan. Namun demikian perhiasan yang paling baik adalah kepribadian dari wanita itu sendiri. Pakaian yang sopan dan kepribadian yang bertakwa, keduanya saling melengkapi, karena busana dan jilbab adalah pakaian jasmani, sedang takwa adalah pakaian ruhani. Agar keduanya indah maka keduanya harus dipadukan.5 Sejalan dengan esensi dan fungsi jilbab dalam kerangka berbusana muslim bagi perempuan sebagaimana diungkapkan Sri Suhandjati Sukri di atas, Islam juga menjelaskan aturan berpakaian yang sopan bagi perempuan dan fungsi pakaian muslimah tersebut dalam rangka melindungi harkat dan martabat kemuliaan perempuan. Al Quran surat Al Ahzab ayat 59 menegaskan :
5
Sri Suhandjati Sukri, Ijtihad Progresif Yasadipura II dalam Akulturasi Islam dengan Budaya Jawa, (Yogyakarta : Gama Media, 2004), hlm. 158-159.
5
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. al-Ahzab : 59).6 Kandungan ayat di atas menurut Quraish Shihab, menunjukkan bahwa hendaknya seseorang terutama kaum wanita ketika berpakaian memakai pakaian yang tebal dan menutupi aurat wanita, yakni tidak menampakan apa yang ada di bawahnya, dan longgar, yakni tidak menonjolkan tempat-tempat fitnah dan tidak menampakan sifat-sifatnya.7 Penjelasan tafsir di atas menunjukkan dalam Islam memakai jilbab tidak hanya merupakan simbol wanita muslimah saja, tetapi jauh lebih penting adalah bagaimana wanita tersebut memaknai jilbab yang dipakainya itu sebagai perhiasan fisik yang melindungi perhiasan ruhaninya yakni kepribadian bertakwa yang diapresiasikan dengan nilai-nilai akhlak mulia dalam kehidupan nyata. Dewasa ini trend wanita memakai jilbab terlihat di mana-mana, di pasar, kantor, pertemuan-pertemuan organisasi, dan juga di dunia pendidikan, tidak terkecuali di Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STEKOM) Kendal. Hampir setengah dari mahasiswa wanita di perguruan tinggi ini memakai jilbab. Trend ini tentunya menyejukkan mata yang memandangnya dan sekaligus menjadi ikon tersendiri untuk menambah kredebilitas perguruan tinggi ini di masyarakat. Namun, berkumpulnya dua kelompok mahasiswa puteri yang berjilbab dan yang tidak berjilbab ini dalam kenyataannya menimbulkan sekat yang menonjolkan identitas kedua kelompok ini. Fenomena ini terlihat sekali dalam beberapa kegiatan kampus, seperti kegiatan PKL, Kelompok Pecinta Alam (KPA), dan sebagainya. Dalam kegiatan kampus tersebut, sebagian besar mahasiswa lebih memilih kelompok yang berjilbab dan tidak berjilbab. Fenomena tersebut tentunya mengganggu pelaksanaan program-program akademik di Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STEKOM) Kendal. 6
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Depok : Cahaya Quran, 2008),
7
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid III, (Depok : Lentera Hati, 2005), hlm.
hlm. 167. 125.
6
Berpangkal dari uraian-uraian di atas, peneliti mencoba mengkaji beberapa aturan-aturan Islam tentang cara-cara berpakaian yang disesuaikan dengan Al-Quran dan Hadits Nabi. Apakah pakaian yang dipakai oleh sebagian kaum Muslimin yakni para wanita tersebut sudah sesuai dengan yang telah digariskan Allah SWT dalam Al-Quran. Sehingga kita tidak terjebak dalam arus mode dalam berpakaian modern ala Barat. Sehubungan dengan hal itu peneliti mencoba mengkaji lebih dalam tentang pengaruh jilbab dalam membentuk kepribadian seseorang. Maka disinilah peneliti mengambil kesimpulan untuk di jadikan permasalahan dalam membuat skripsi dengan judul “Studi Komparasi Kepribadian Mahasiswa Berjilbab dengan Mahasiswa Tidak Berjilbab di Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STEKOM) Kabupaten Kendal Tahun Akademik 2014/2015“.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas ada beberapa masalah yang teridentifikasi pada penelitian ini, secara runtut peneliti sebutkan di bawah ini : 1. Tidak semua mahasiswa yang beragama Islam memakai jilbab 2. Mahasiswa belum mencerminkan kepribadian yang islami meskipun memakai jilbab 3. Adanya indikasi mahasiswa memakai pakaian muslimah/jilbab hanya sebagai kedok untuk menutupi kepribadian asli. 4. Krisis identitas yang dialami peserta didik. 5. Tidak adanya figur sebagai panutan bagai peserta didik untuk membimbing dan mengarahkan kepribadian mahasiswa. 6. Kekacauan peran yang dialami para wanita di zaman sekarang yakni antara peran sebagai wanita karier dan sebagai ibu rumah tangga 7. Sebagian mahasiswa terlihat lebih suka berpakaian ketat dan rok mini yang mempertontonkan segi estetika Barat yang non Islami 8. Adanya indikasi bahwa orang Barat justeru sudah bosan dengan model pakaian seronok.
7
9. Kepribadian merupakan hal yang abstrak dan sulit teridentifikasi hanya berdasarkan simbol pakaian saja. 10. Tidak adanya aturan baku dan mengikat dari Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STEKOM) Kendal mewajibkan mahasiswa yang beragama Islam untuk memakai jilbab. C. Pembatasan Masalah Penelitian kuantitatif komparasi ini akan membahas tentang studi komparasi kepribadian mahasiswa berjilbab dengan mahasiswa tidak berjilbab. Agar pembahasan lebih fokus, tidak semua masalah yang teridentifikasi akan dibahas dalam penelitian ini. Karena keterbatasan waktu, tenaga dan biaya, maka penelitian ini hanya dibatasi tentang studi komparasi kepribadian mahasiswa yang berjilbab dengan mahasiswa tidak berjilbab yang diukur berdasarkan nilai-nilai yang mencerminkan akhlakul karimah seperti ekspresi lisan (perkataan yang baik, ramah dan jujur), ekspresi perbuatan (sopan, akhlak, dan tingkah laku), dan ekspresi hati (sabar, pemaaf, amanah dan qonaah). D. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, ada permasalahan yang akan peneliti kemukakan dalam skripsi ini, yaitu : 1. Bagaimanakah kepribadian mahasiswa yang berjilbab di Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STEKOM) Kendal Tahun Akademik 2014/2015 ? 2. Bagaimanakah kepribadian mahasiswa yang tidak berjilbab di Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STEKOM) Kendal Tahun Akademik 2014/2015 ? 3. Apakah ada perbedaan kepribadian mahasiswa yang berjilbab dengan mahasiswa yang tidak berjilbab di Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STEKOM) Kendal Tahun Akademik 2014/2015 ? E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
8
1. Kepribadian mahasiswa yang berjilbab di Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STEKOM) Kendal Tahun Akademik 2014/2015 2. Kepribadian mahasiswa yang tidak berjilbab di Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STEKOM) Kendal Tahun Akademik 2014/2015 3. Perbedaan kepribadian mahasiswa yang berjilbab dengan mahasiswa yang tidak berjilbab di Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STEKOM) Kendal Tahun Akademik 2014/2015
F. Manfaat Penelitian Peneliti berharap agar penelitian yang dilakukan dapat bermanfaat bagi semua pihak baik secara teoritis maupun praktis : 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan menambah khasanah penelitian di bidang pendidikan Islam yang menarik dan aktual sebagai bahan bacaan atau pedoman bagi masyarakat dalam membangun landasan konseptual tentang konsep berpakain muslimah relevansinya dengan pembentukan kepribadian islami mahasiswa. 2.
Manfaat Praktis a. Peneliti Memberikan pengetahuan dan pemahaman terhadap peneliti tentang bagaimana urgensi pakaian jilbab terhadap pembentukan kepribadian yang baik sesuai dengan ajaran Islam. b. Guru Memberikan informasi aktual sebagai hasil penelitian, yang dapat dijadikan referensi tentang langkah-langkah yang harus ditempuh guru, hambatan-hambatan yang muncul, dan solusi alternatif dalam upaya menegakkan syariat Islam tentang keharusan memakai jilbab. c. Masyarakat Memberikan informasi kepada seluruh masyarakat bahwa kepribadaian yang baik (islami) dapat terbentuk melalui berbagai komponen salah satunya adalah pakaian muslimah (jilbab).