BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu indikator ekonomi makro guna melihat stabilitas perekonomian adalah inflasi. Inflasi merupakan fenomena moneter dimana naik turunnya inflasi cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter
karena
inflasi akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, neraca perdagangan internasional, nilai utang piutang antar negara, pengangguran, dan kesejahteraan masyarakat.
Stabilitas ekonomi makro merupakan tugas yang harus dicapai oleh para pengambil kebijakan ekonomi dalam suatu perekonomian. Kebijakan moneter sebagai bagian integral dari kebijakan ekonomi makro merupakan salah satu komponen dalam perangkat kebijakan ekonomi nasional di Indonesia, untuk turut berpengaruh dalam pertumbuhan ekonom i.
Bank Indonesia selaku pelaku kebijakan moneter berdasarkan UndangUndang No. 23 Tahun 1999 mempunyai tujuan tunggal yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah dapat diartikan dalam dua pemahaman yaitu kestabilan nilai rupiah terhadap nilai baran g dan jasa didalam negeri yang tercemin di dalam inflasi, dan kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang lain yang tercermin dalam nilai tukar rupiah. O leh karena itu, Bank
Indonesia
menempatkan
inflasi
sebagai
landasan
dalam
kebijakan
moneternya, dengan m enetapkan suatu target inflasi sebagai acuan pelaksanaan
1
dalam kebijakan moneter. Kerangka kebijakan moneter tersebut dikenal dengan Inflation Targeting Framework (ITF).
Sebelum muncul Undang-Undang No. 23 Tahun 1999, Undang-Undang yang berlaku adalah Undang-Undang No. 13 Tahun 1968. Dalam UndangUndang N o. 13 Tahun 1968, menekankan Bank Indonesia sebagai pembantu presiden dalam melaksanakan kebijakan moneter yang diarahkan untuk mencapai tujuan ganda yang meliputi pertumbuhan ekonom i, perluasan kesempatan kerja, stabilitas moneter, keseimbangan neraca pembayaran dan tujuan pembangunan lainnya. Namun pada kenyataannya suatu negara hampir tidak mungkin untuk mencapai semua tujuan tersebut karena pada dasarnya tujuan -tujuan tersebut bersifat trade off. Selain itu, dengan berbagai tujuan yang harus dicapai tersebut membuka intervensi dari pihak luar sehingga kebijakan yang diambil oleh Bank Indonesia menjadi kurang efektif karena tidak memiliki otonomi dalam melaksanakan tugas pokoknya (Bank Indonesia, 2016).
Selanjutnya, Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 diamandemen kembali menjadi Undang-U ndang No. 3 Tahun 2004. Dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 pasal 2 ayat 4 dirumuskan bahwa Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan w ewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak lain. Selain itu dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 pasal 9 dinyatakan bahwa pihak lain dilarang melakukan campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia, demikian pula Bank Indonesia wajib menolak atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak manapun dalam rangka pelaksanaan tugasnya. Sehingga dengan adanya
2
independensi dalam melakukan kebijakan, peluang tercapainya tujuan dalam mencapai dan memelihara nilai rupiah akan lebih maksimal.
Berlakunya Undang-Undang No. 3 Tahun 2004, Bank Indonesia mulai mengubah kerangka kebijakan moneternya. Kerangka kebijakan moneter yang sebelumnya mengacu pada uang primer sebagai target sasaran operasional, diubah menggunakan suku bunga kebijakan (BI rate) sebagai sasaran operasional.
Sebelum diterapkannya suku bunga sebagai sasaran operasional, kerangka kebijakan moneter yang mengacu pada uang primer sebagai sasaran operasional cukup efektif untuk menyerap kembali kelebihan likuiditas di per bankan yang merupakan dampak dari bantuan likuiditas Bank Indonesia dalam pemulihan pasca krisis 1997-1998. Bantuan likuiditas tersebut merupakan konsekuensi dari fungsi Bank Indonesia sebagai “ lender of the last resort” . Namun dalam perkembangannya, peranan suku bunga pada mekanisme transmisi kebijakan moneter menjadi semakin penting dibandingkan dengan uang primer, terutama dalam
mempengaruhi
inflasi.
Hal
tersebut
disebabkan
oleh
semakin
terintegrasinya pasar keuangan domestik dengan pasar keuangan global, serta berkembangnya instrumen-instrumen pasar finansial domestik yang sensitif terhadap suku bunga. Selanjutnya, untuk mendukung efektifitas transmisi kebijakan moneter yang bersifat antisipatif maka Bank Indonesia menerapkan kebijakan moneter berbasis suku bunga. Secara formal sejak bulan Juli tahun 2005 kerangka kebijakan tersebut baru diterapkan secara penuh oleh Bank Indonesia.
3
Sejak bulan Juli tahun 2005 kerangka kebijakan moneter dilakukan secara transparan dan konsisten dalam rangka mencapai sasar an inflasi beberapa tahun kedepan yang ditetapkan dan diumumkan secara eksplisit. Guna mendukung optimalisasi pencapaian sasaran inflasi tersebut, Bank indonesia menetapkan suku bunga kebijakan (BI rate) yang diumumkan secara periodik kepada publik sebagai sinyal kebijakan moneter untuk jangka waktu tertentu.
Penerapan Inflation Targeting Framework pada dasarnya diperlukan untuk menghindari permasalahan ekonomi karena inflasi dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat. Volatilitas inflasi yang tinggi dan tidak stabil menimbulkan dampak negatif pada distribusi pendapatan. M asyarakat golongan bawah dan berpendapatan tetap, akan menanggung beban inflasi dengan turunnya daya beli mereka. Pendapatan masyarakat yang tetap tidak dapat mengimbangi kenaikan harga barang dan jasa sehingga pendapatan riil yang diterima masyarakat turun. Sebaliknya, masyarakat golongan menengah dan atas memiliki aset-aset finansial seperti tabungan dapat melindungi kekayaan mereka sehingga daya belinya relatif tetap.
Selain itu tingginya fluktuasi inflasi akan menyebabkan ketidakpastian inflasi, sehingga investor cenderung untuk melakukan investasi jangka pendek yang bersifat spekulatif daripada melakukan investasi proyek riil yang bersifat produktif. Inflasi juga dapat menurunkan minat masyarakat untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Bila masyarakat enggan menabung, dunia investasi dan usaha akan sulit berkembang. Selain itu, laju inflasi yang bertambah
cepat
cenderung
akan
mengurangi
investasi
yang
produktif,
4
mengurangi
ekspor
dan
menaikkan
impor.
Kecenderungan
ini
akan
memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Berawal dari hal tersebut, dalam rezim Inflation Targeting Framework, diperlukan estimasi permalan inflasi untuk menentukan target inflasi kedepan. Sehingga volatilitas inflasi yang tinggi dan tidak stabil dapat dihindari.
1.2 Rumusan Masalah M engingat dampak inflasi yang begitu luas bagi perekonomian, maka penulis tertarik untuk meneliti beberapa variabel makro yang berkaitan dengan inflasi di Indonesia dan selanjutnya membuat estimasi peramalan inflasi kedepan guna mendukung Inflation Targeting Framework. 1.3 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka pertanyaan penelitian dalam masalah yang akan diteliti antara lain:
1. Bagaimana keterkaitan dari pergerakan jum lah uang beredar, nilai tukar Rp/USD, suku bunga kebijakan (BI rate), GDP riil dan inflasi luar negri dengan inflasi pasca
penerapan
Inflation Targeting
Framework? 2. Faktor apakah yang memiliki kontribusi pengaruh paling besar terhadap
inflasi
kedepan
pasca
penerapan
Inflation
Targeting
Framework?
5
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka tujuan dalam penelititan ini adalah: 1. M enganalisis respon dari inflasi terhadap shock jumlah uang beredar, GDP riil, suku bunga kebijakan (BI rate), nilai tukar Rp/USD dan inflasi luar negri. 2. M enganalisis kontribusi dari perubahan jumlah uang beredar, GDP riil, suku bunga kebijakan (BI rate), nilai tukar Rp/USD dan inflasi luar negri dalam memprediksi inflasi kedepan. 1.5 Manfaat Penelitian
Dari hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, penulis berharap dapat memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut:
1.
Bagi
penulis,
pengetahuan
penelitian dan
ini
kemampuan
bermanfaat dalam
untuk
meningkatkan
mengidentifikasi
dan
menganalisis pengaruh beberapa variabel makro terhadap inflasi. 2.
Bagi pihak lain yang berkepentingan, dapat dimanfaatkan sebag ai bahan referensi dan studi perbandingan.
3.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan bagi pemerintah maupun bank sentral dalam menetapkan suatu kebijakan dalam penerapan Inflation Targeting Framework.
6
1.6 Sistematika Penelitian
BAB I: PENDAHULU AN
Pada bab ini berisi latar belakang masalah, perum usa n masalah, pertanyaan
penelitian,
tujuan
penelitian,
manfaat
penelitian,
dan
sistematika penulisan.
BAB II: TINJUAN PUSTAK A DAN M ETO DOLO GI PENELITIA N
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai berbagai tinjauan pustaka yang melandasi penelitian ini, dan juga akan dipaparkan studi maupun literatur, dan bahan-bahan yang dijadikan pendukung analisis. Selain itu dipaparkan juga batasan penelitian, model penelitian, hipotesis penelitian dan alat analisis yang digunakan. BAB III: HASIL DAN PEM BAHASAN Pada bab ini akan dipaparkan tahapan analisis dan hasil analisis serta pembahasan mengenai hasil yang telah diperoleh. BAB IV: PENUTUP Pada bab ini akan menarik kesimpulan dari hasil yang diperoleh sebelum nya dan membuat saran berdasarkan hasil penelitian.
7