BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Negara dituntut untuk turut berkembang di era globalisasi ini sehingga dapat mengikuti kemajuan jaman. Salah satu usaha yang dapat dilakukan yakni dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Menurut UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization) dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan. Pendidikan dipercaya sebagai alat strategis meningkatkan taraf hidup manusia. Oleh karena itu, pemerintah tidak pernah luput untuk selalu membangun dan mengembangkan mutu pendidikan Indonesia. Dalam UU No.20/2003 tentang sistem Pendidikan Nasional tercantum pengertian pendidikan: “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”. Pemerintah berupaya untuk membangun pendidikan yang berkualitas demi terciptanya manusia-manusia yang unggul, cerdas, dan kompetitif. Seperti tercantum dalam Renstra Pendidikan tahun 2014 bahwa visi dari pendidikan nasional negara Indonesia ialah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Pemerintah pusat mencanangkan peningkatan status program wajib belajar dari yang sebelumnya 9 tahun menjadi 12 tahun pada tahun 2010. Hal tersebut menjadi 1
2
isyarat bagi seluruh masyarakat Indonesia bahwa setiap individu diwajibkan menyelesaikan pendidikan minimal hingga berijazah kualifikasi SMU sederajat. Minat belajar dalam diri siswa merupakan hal utama yang sangat dibutuhkan untuk mewujudkan program pemerintah wajib belajar (WAJAR) 12 tahun tersebut. Minat untuk belajar merupakan salah satu macam dari 22 macam minat yang dikemukakan oleh Mursell (dalam Usman, 1996). Proses belajar siswa sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor baik internal maupun eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang timbul dalam diri siswa baik kondisi jasmani maupun rohani siswa, sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang bersumber dari luar diri siswa. Faktor internal tersebut dibedakan lagi menjadi faktor fisiologis dan faktor psikologis. Faktor fisiologis berkaitan dengan kondisi jasmani siswa, sedangkan faktor psikologis merupakan suatu kondisi yang berhubungan dengan kondisi kejiwaan siswa yang dapat ditinjau melalui berbagai aspek, salah satunya melalui minat siswa itu sendiri (Siregar, 2011). Salah satu aspek psikologis yang dapat mempengaruhi perolehan belajar siswa baik dari segi kuantitas maupun kualitas ialah minat. Belajar dengan minat akan mendorong peserta didik untuk belajar lebih baik daripada belajar tanpa minat. Minat timbul apabila siswa tertarik terhadap sesuatu karena sesuai dengan kebutuhannya atau merasakan bahwa sesuatu yang akan dipelajarinya dirasakan bermakna bagi dirinya. Namun, bila minat itu tidak disertai dengan usaha yang baik, maka belajar juga akan sulit untuk berhasil (Siregar, 2011). Minat dapat mempengaruhi pencapaian hasil belajar siswa dalam bidangbidang studi tertentu. Siswa yang menaruh minat yang besar terhadap suatu mata pelajaran tertentu akan memusatkan perhatiannya lebih banyak dibanding siswa lainnya yang tidak menaruh minatnya pada mata pelajaran tersebut. Kemudian,
3
karena pemusatan perhatian yang intensif terhadap materi pelajaran tersebut memungkinkan siswa untuk belajar lebih giat dan akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan (Syah, 2008). Siswa yang memiliki minat belajar akan menunjukkan perilaku-perilaku yang mendukung proses belajar-mengajar di sekolah, seperti memerhatikan guru saat sedang menjelaskan materi pelajaran, mencatat materi yang diajarkan, turut aktif menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru, dan bertanya jika merasa masih ada yang kurang jelas. Hal tersebut mewakili keaktifan siswa saat belajar di kelas yang merupakan hasil dari adanya minat belajar. Sesuai dengan yang diungkapkan oleh William James (dalam Usman, 1990) bahwa minat belajar merupakan faktor utama yang menentukan derajat keaktifan belajar siswa. Keaktifan siswa saat belajar di kelas dapat menunjang proses transfer ilmu antara guru dengan siswa sehingga mendukung tercapainya angka keberhasilan siswa dalam bidang pendidikan. Keaktifan dalam belajar seringkali menjadi prediktor yang baik bagi hasil belajar (Suparno, 1997). Fenomena yang justru seringkali ditemui ialah adanya siswa yang melakukan hal-hal lain yang tidak berkaitan dengan kegiatan belajar saat jam pelajaran masih berlangsung. Salah satu fenomena yang paling marak dilakukan oleh pelajar di Indonesia ialah aktivitas membolos di saat jam sekolah berlangsung. Berikut pemberitaan yang diliput oleh sorotgunungkidul.com: “Wonosari,(sorotgunungkidul.com)--Satuan Sabhara Polres Gunungkidul kembali merazia sejumlah tempat bermain anak sekolah seperti PlayStation (PS) dan warnet di seputaran Kota Wonosari, Selasa siang (18/11/2014). Dua pelajar SMK kembali ditangkap ketika bermain PS saat jam belajar di Tegalmulyo, Kepek, Wonosari. Namun, dalam operasi itu anggota polisi justru diajak balapan lari oleh Pt, salah satu siswa SMK. Dia ngibrit ketika hendak ditangkap tengah bermain PS. Operasi pelajar itu dipimpin Kanit Dalmas Sabhara Polres Gunungkidul, Ipda Wawan Anggoro.” "Saya kejar terus malah ngumpet di kali," ungkap Bripda Bihlal, anggota Sat Sabhara Polres Gunungkidul yang bertugas. Kedua pelajar yang berhasil diamankan yakni Rm dan Pt. Dua remaja itu siswa SMK yang kedapatan bolos
4
sekolah untuk bermain PS di jam belajar. "Selanjutnya mereka akan kita bawa ke polres, dibina," ucapnya. Berdasarkan pemberitaan di atas ditemukan siswa SMK yang berada di luar area sekolah saat jam pelajaran masih berlangsung, yakni di sebuah rental playstation. Siswa SMK ditemukan tengah bermain playstation di saat jam sekolah. Menurut Slameto (2010), siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu akan memiliki rasa suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas tersebut tanpa ada yang menyuruh. Semakin dekat atau semakin kuat hubungan yang terjalin, maka semakin besar pula minat seseorang terhadap hal atau aktivitas tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan siswa yang memiliki minat terhadap aktivitas belajar akan memiliki rasa suka dan keterikatan terhadap aktivitas belajar. Semakin dekat atau kuat hubungan yang dijalin siswa dengan aktivitas belajar, maka semakin besar pula minat siswa tersebut terhadap aktivitas belajar, begitu sebaliknya. Dari pemberitaan di atas dapat diketahui bahwa siswa memilih untuk tidak terlibat dalam aktivitas belajar yang berlangsung di sekolah dan justru melakukan aktivitas lain di saat jam belajar masih berlangsung. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa hubungan yang terjalin antara siswa dengan aktivitas belajar di sekolah lemah dan hal tersebut menunjukkan rendahnya minat siswa terhadap aktivitas belajar di sekolah. Tidak hanya di luar area sekolah, siswa juga dapat menunjukkan perilakuperilaku yang mengindikasikan rendahnya minat belajar mereka di dalam area sekolah. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu cenderung akan memberikan perhatian yang lebih besar terhadap hal tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara
dengan Guru Bimbingan Konseling (BK) di salah satu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) X Yogyakarta diketahui bahwa terdapat
sebagian siswa menunjukkan
perilaku-perilaku seperti tidak mendengarkan guru yang sedang menerangkan, tertidur dan bersikap seenaknya di kelas. Perilaku tersebut menunjukkan bahwa
5
siswa tidak memberikan perhatiannya terhadap aktivitas belajar sehingga dapat dikatakan bahwa siswa-siswa tersebut memiliki minat yang rendah terhadap aktivitas belajar. Terkait dengan rendahnya minat belajar siswa di sekolah, berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang Wakil Kepala Sekolah di SMK X di Yogyakarta diketahui bahwa sebagian dari siswanya menunjukkan minat belajar yang rendah. Hal tersebut dimanifestasikan dengan perilaku-perilaku seperti mural (menggambar di dinding sekolahan) serta meninggalkan lokasi sekolah saat jam pelajaran berlangsung. Pihak sekolah menindaklanjuti perilaku siswa tersebut dengan cara memanggilnya dan mencari tahu apa yang membuat siswa bertindak demikian. Rupanya hal tersebut dilakukan oleh siswa karena tidak berhasil masuk ke sekolah yang diinginkannya. Awalnya siswa mendaftar ke sekolah lain yang letaknya tidak jauh dari sekolahnya saat ini. Namun pada saat pengumuman ternyata nama siswa tidak tercantum dalam daftar nama siswa yang diterima. Siswa akhirnya mendaftarkan diri ke sekolah lain yang saat ini menjadi sekolahnya. Namun yang terjadi siswa menunjukkan perilaku-perilaku yang kurang menyenangkan. Menurut penuturan Bapak Wakil Kepala Sekolah, hal tersebut dilakukan oleh siswa sebagai ungkapan kekecewaan siswa karena tidak bisa masuk di sekolah yang benar-benar diinginkannya. Siswa menganggap sekolahnya saat ini tidak sebagus dan tidak sebaik seperti sekolah yang diinginkannya Siswa diminta untuk mengisi prioritas sekolah yang diinginkannya saat tes penerimaan siswa baru. Mulai dari pilihan pertama, kedua, ketiga, dan bahkan sampai keempat. Sekolah yang ditulisnya pada urutan pertama biasanya adalah sekolah yang sangat diinginkan oleh siswa, sekolah yang dinilai memiliki citra lebih bagus, lebih unggul, dan menjadi idaman siswa untuk bisa masuk ke sekolah
6
tersebut, namun tidak banyak siswa yang berhasil lolos diterima di sekolah yang dipilihnya pada urutan pertama. Ketika siswa tidak berhasil diterima di sekolah yang ditulisnya pada pilihan pertama, kemungkinan siswa akan diterima di sekolah yang dipilihnya pada urutan kedua, ketiga, atau mungkin keempat. Berikut penjelasan dari Wakil Kepala Sekolah SMK X Yogyakarta: “Pada saat siswa tidak berhasil diterima di sekolah yang ditulisnya pada pilihan pertama dan kemudian diterima di sekolah yang ditulisnya pada pilihan kedua, masih ada kemungkinan siswa tersebut memiliki minat untuk belajar, kalaupun terjadi penurunan minat belajar tidak akan drastis. Jika siswa tidak lolos pada pilihan sekolah pertama atau kedua dan diterima di pilihan sekolah ketiga atau bahkan keempat, biasanya penurunan minat belajar akan sangat tampak pada siswa. Minat belajar yang dimiliki oleh siswa tersebut umumnya tidak akan setinggi dengan siswa-siswa lainnya yang memang menjadikan sekolahnya tersebut sebagai prioritas atau pilihan pertama”. Penurunan atau hilangnya minat belajar dapat terjadi pula pada siswa yang tidak memiliki kebebasan dalam memilih sekolahnya secara mandiri. Beberapa orang tua memiliki kekuasaan penuh dalam menentukan dimana anaknya harus menuntut ilmu. Entah karna tuntutan prestasi atau karna kondisi perekonomian keluarga. Salah satu kasus yang terjadi di salah satu SMK yang ada di Yogyakarta, terdapat sebagian siswanya yang memang tidak menginginkan sekolah di sana. Siswa tersebut terpaksa tetap bersekolah di sana dengan alasan kedua orangtuanya tidak mampu secara finansial untuk menyekolahkan anaknya di Sekolah Menengah Atas (SMA) ataupun sekolah lainnya yang dianggap memiliki citra sekolah lebih baik. Selain itu, ada pula orangtua yang menginginkan anaknya untuk bersekolah di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan harapan supaya anaknya bisa langsung bekerja dan membantu perekonomian keluarganya. Siswa di salah satu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Yogyakarta tidak semuanya benar-benar menginginkan untuk bersekolah di sekolahannya tersebut.
7
Mereka mengaku ingin sekolah di Sekolah Menengah Atas (SMA) karena menganggap Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) lainnya yang dinilainya lebih bagus dan memiliki citra yang lebih unggul. Mereka terpaksa tetap bersekolah di sekolah yang tidak mereka inginkan karena mengikuti kehendak serta kemampuan orangtuanya. Siswa yang tidak dapat bersekolah sesuai dengan pilihan sekolahnya sebagian tidak mampu membendung kekecewaannya dan mereka memilih untuk melakukan perilaku serta aktivitas yang tidak berkontribusi dan mendukung kegiatan belajar mereka di sekolah. Hal tersebutlah yang kini cukup marak terjadi dan dampaknya cukup berpengaruh dalam proses belajar-mengajar dan nantinya dapat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa itu sendiri. Banyak orang tua yang siswa yang meyakini bahwa motivasi yang rendah serta kinerja yang buruk pada anak dalam bersekolah disebabkan karena kurangnya minat dalam diri mereka. Rendahnya minat sang anak diawali dengan adanya persepsi sang anak terhadap sekolah serta kondisi kelas yang dirasa anak membosankan sehingga tidak menstimulus munculnya minat pada sang anak sebagai peserta didik untuk belajar (Schunk, 2012). Berdasarkan hasil pemberitaan media, hasil wawancara dengan pihak sekolah, serta ulasan di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan suatu penelitian terkait hubungan persepsi siswa terhadap citra sekolah dengan minat belajar.
B.
Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan, maka masalah yang akan ditelaah dalam penelitian ini ialah hubungan antara persepsi siswa terhadap citra sekolah dengan minat belajar.
8
Dari permasalahan di atas, maka dapat diperoleh rumusan pertanyaan penelitian berikut: “apakah persepsi siswa terhadap citra sekolah berhubungan dengan minat belajar?”.
C.
Tujuan Penelitian Berangkat dari latar belakang di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara persepsi siswa terhadap citra sekolah dengan minat belajar.
D.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua manfaat, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis 1.
Manfaat Teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah kajian ilmu psikologi, khususnya di bidang psikologi pendidikan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan bagi penelitian lain yang berkaitan, khususnya tentang persepsi siswa terhadap citra sekolah dan minat belajar siswa.
2.
Manfaat Praktis Secara praktisis hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi tambahan bagi pihak sekolah untuk mengetahui bagaimana persepsi siswa terhadap citra sekolah dan minat belajar siswa. Hasil penelitian ini juga diharapkan
dapat
memberikan
manfaat
bagi
pihak
sekolah
untuk
mempertahankan minat belajar siswa yang sudah tinggi dan meningkatkan minat belajar siswa yang masih rendah. Apabila hipotesis yang diajukan dalam
9
penelitian ini, yakni adanya hubungan antara persepsi siswa terhadap citra sekolah dengan minat belajar diterima, maka minat belajar siswa dapat ditingkatkan dengan upaya peningkatan persepsi siswa terhadap citra sekolah.