BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Airtanah merupakan air yang tersimpan dan mengalir dalam ruang antar butiran batuan atau rekahan batuan yang dibutuhkan manusia sebagai sumber air bersih. Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta (2014) menunjukkan bahwa sumber air bersih yang diolah selama tahun 2013 di Daerah Istimewa Yogyakarta selain berasal dari sungai, waduk dan mata air, tetapi sebanyak 60,99 persen diantaranya berasal dari airtanah dan lainnya (Gambar 1.1). Kebutuhan manusia akan air bersih terus meningkat, tetapi airtanah mempunyai keterbatasan sehingga eksploitasi airtanah berlebihan akan beresiko merusak sistem airtanah tersebut. Penelitian mengenai hidrogeologi cekungan airtanah digunakan sebagai dasar dalam mengatur pemanfaatan dan pengelolahan sumberdaya airtanah untuk menghindari kerusakan sistem airtanah tersebut.
Gambar 1.1 Sumber air bersih yang diolah perusahaan air bersih di DIY pada tahun 2013 dalam persen (BPS DIY, 2014) 1
2
Penelitian pertama mengenai hidrogeologi cekungan airtanah di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dilakukan pada tahun 1984 oleh MacDonald & Partners. Penelitian tersebut menunjukkan cekungan airtanah di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dengan konsep Sistem Akuifer Merapi sebagai akuifer utama disebut sebagai Cekungan Airtanah Yogyakarta. Penelitian yang dilakukan oleh Putra (2003) menyebut cekungan ini sebagai Cekungan Merapi - Yogyakarta. Cekungan Airtanah Yogyakarta dalam MacDonald & Partners (1984) atau Cekungan Merapi - Yogyakarta dalam Putra (2003) ini sekarang dikenal sebagai Cekungan Airtanah Yogyakarta - Sleman. Hal ini berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 26 Tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan Air Tanah di Indonesia yang menyebutkan cekungan airtanah di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah CAT No. 109 atau Cekungan Airtanah Yogyakarta - Sleman meliputi wilayah Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Pada bagian barat Cekungan Airtanah Yogyakarta - Sleman menunjukan fenomena geologi yang menarik dengan adanya bukit - bukit intrusi, seperti Bukit Siwareng, Bukit Wungkal, Bukit Patuk dan Bukit Gedang (Asrizal, 2010) serta Bukit Berjo (Utami, 2009). Bukit - bukit intrusi tersebut tersusun oleh batuan beku masif dengan nilai porositas rendah yaitu pori - pori pada batuan sangat sedikit dan kemungkinan hanya berupa rongga antar butir mineral penyusunnya atau berat padat hampir seluruhnya menempati volume total massa batuan (Septeriansyah, 2000). Batuan tersebut relatif bersifat impermeabel dan bertindak sebagai akuifer yang buruk atau bahkan dapat bertindak sebagai akuifug sehingga keterdapatannya akan berpengaruh terhadap terbentuknya pola aliran airtanah yang berbeda.
3
Airtanah sebagai sumberdaya tersembunyi membutuhkan berbagai metode analisa untuk mengetahui kondisi aliran airtanah khususnya di wilayah Cekungan Airtanah Yogyakarta - Sleman bagian barat, salah satunya melalui pemodelan airtanah. Pemodelan airtanah yang telah dilakukan masih bersifat regional untuk simulasi di wilayah Cekungan Airtanah Yogyakarta - Sleman secara keseluruhan sehingga dibutuhkan pemodelan airtanah detail yang mampu menggambarkan pola aliran airtanah terkait keterdapatan batuan beku intrusi di wilayah ini. Dengan demikian, model aliran airtanah yang dihasilkan ini dapat dimanfaatkan sebagai dasar dalam pemanfaatan dan pengelolahan sumberdaya airtanah agar kerusakan sistem airtanah di wilayah ini dapat dihindari.
I.2 Rumusan Masalah Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah pengaruh keterdapatan batuan beku intrusi terhadap model aliran airtanah pada daerah penelitian. Permasalahan ini dapat dirumuskan menjadi beberapa pertanyaan, sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi sistem hidrogeologi alamiah pada daerah penelitian? 2. Bagaimana model konseptual hidrogeologi yang ideal pada daerah penelitian? 3. Bagaimana dampak perubahan muka airtanah pada daerah penelitian apabila debit pemompaan terus meningkat di masa mendatang?
I.3 Maksud dan Tujuan Maksud dari penelitian ini adalah untuk membuat model aliran airtanah di wilayah Cekungan Airtanah Yogyakarta - Sleman bagian barat. Tujuan dari
4
penelitian ini adalah mengetahui kondisi sistem hidrogeologi alamiah pada daerah penelitian, menentukan model konseptual hidrogeologi yang ideal pada daerah penelitian dan mengetahui dampak perubahan muka airtanah pada daerah penelitian apabila debit pemompaan terus meningkat di masa mendatang.
I.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai kondisi geometri, karakteristik dan sistem akuifer serta menghasilkan model aliran airtanah di wilayah Cekungan Airtanah Yogyakarta - Sleman bagian barat. Model aliran airtanah ini selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai dasar dalam pemanfaatan dan pengelolahan sumberdaya airtanah agar tercipta efektifitas dan efisiensi penggunaan airtanah secara berkelanjutan.
I.5 Lokasi Daerah Penelitian Lokasi daerah penelitian berada di wilayah Cekungan Airtanah Yogyakarta - Sleman bagian barat dengan posisi geografis antara UTM 49S 413358 - 427379 dan UTM 49S 9134519 - 9148492. Luas daerah penelitian mencapai 196 km2 yang terdiri dari 3 Kabupaten, yaitu Kabupaten Sleman (meliputi Kecamatan Tempel, Kecamatan Seyegan, Kecamatan Mlati, Kecamatan Minggir, Kecamatan Moyudan, Kecamatan Godean dan Kecamatan Gamping), Kabupaten Bantul (meliputi Kecamatan Sedayu dan Kecamatan Kasihan) dan Kabupaten Kulon Progo (meliputi Kecamatan Sentolo, Kecamatan Nanggulan dan Kecamatan Kalibawang). Lokasi daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.2.
5
Gambar 1.2 Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan lokasi daerah penelitian beserta wilayah administrasinya
6
I.6 Peneliti Terdahulu Beberapa penelitian geologi dan hidrogeologi yang telah dilakukan di wilayah Cekungan Airtanah Yogyakarta - Sleman bagian barat tercantum pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Beberapa penelitian yang telah dilakukan di wilayah Cekungan Airtanah Yogyakarta - Sleman bagian barat Peneliti
Hendrayana
Tahun Penelitian
Judul Tulisan
Hasil
1993
Hydrogeologie und Grundwassergewinnung im Yogyakarta - Becken, Indonesien
Suatu model airtanah dan simulasinya di wilayah Kota Yogyakarta dan sekitarnya.
Septeriansyah
2000
Putra
2003
Hendrayana dan Putra
2004
Utami
2009
Suryanto
2009
Mikrodiorit Berjo dibedakan menjadi mikrodiorit biotit dan mikrodiorit Geologi Daerah Gunung piroksen yang mengalami alterasi Berjo dan Sekitarnya, hidrotermal. Mikrodiorit ini adalah Godean, Yogyakarta tubuh stock yang terbentuk dekat Serta Petrologi dan permukaan bumi dan dimanfaatkan Pemanfaatan Mikrodiorit sebagai batu tempel/hias, konstruksi Berjo Sebagai Bahan dalam, agregat beton kelas ringan dan Bangunan sebagai landasan jalan raya dan bandar udara. Integrated Water Suatu manajemen sumberdaya air Resources Management berdasarkan pemodelan airtanah dan In Merapi - Yogyakarta daerah aliran sungai pada Cekungan Basin Merapi - Yogyakarta. The Improvement of Telah dikembangkan sebuah model Yogyakarta Groundwater airtanah 3-D untuk simulasi airtanah Basin Concept pada Cekungan Airtanah Yogyakarta. Distribusi ukuran kristal plagioklas Analisis Distribusi Ukuran pada mikrodiorit di Gunung Berjo Kristal Mikrodiorit Gunung tergambarkan tekstur inequigranular Berjo, Godean, Yogyakarta sebagai proses pembekuan magma Menggunakan Perangkat pembentuk batuan terdiri atas dua fase Lunak JMICROVISION kristalisasi, yaitu fase fenokris dan dan Manual fase massa dasar. Akuifer Kecamatan Moyudan berupa Ketersediaan Sumber Daya akuifer bebas dengan kedalaman Airtanah dan Arahan airtanah berkisar 0,4 - 18,3 meter pada Pengembangannya di musim kemarau dan 0,1 - 17,2 meter Kecamatan Moyudan pada musim hujan. Kedalaman Kabupaten Sleman Daerah airtanah ini relatif mendalam ke arah Istimewa Yogyakarta Sungai Progo dan ke arah selatan.
7
Tabel 1.1 Beberapa penelitian yang telah dilakukan di wilayah Cekungan Airtanah Yogyakarta - Sleman bagian barat (lanjutan) Tahun Penelitian
Judul Tulisan
Asrizal
2010
Penentuan Batas Formasi dan Umur Relatif Antara Formasi Nanggulan dan Intrusi Mikrodiorit Pada Bukit Wungkal, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta
Puspasari
2010
Risdianto
2010
Hendrayana
2011
Fakhrunnas
2012
Iqbal
2013
Peneliti
Hasil
Satuan batulempung yang sebanding dengan Formasi Nanggulan anggota Watupuru bed sebagai satuan yang berumur lebih tua dan diintrusi oleh satuan mikrodiorit. Batas satuan batulempung dengan satuan mikrodiorit Bukit Wungkal adalah batas intrusi dan batas struktur. Akuifer Kecamatan Godean berupa Ketersediaan Sumber Daya akuifer bocor dengan litologi pasir Airtanah dan Arahan sedang dan pola aliran airtanah relatif Pengembangannya di mengalir ke arah selatan. Kedalaman Kecamatan Godean airtanah berkisar 0,7 - 8,9 meter pada Kabupaten Sleman Daerah musim kemarau dan 0,2 - 8,4 meter Istimewa Yogyakarta pada musim hujan dengan fluktuasi airtanah berkisar 0,2 - 4,05 meter. Pola aliran airtanah pada Kecamatan Minggir dominan ke arah barat daya Ketersediaan Sumberdaya dan barat, kecuali pada bagian utara Airtanah dan Arahan yang arah alirannya ke barat laut. Pengembangannya di Semua arah aliran menuju ke tubuh Kecamatan Minggir Sungai Progo sebagai daerah elevasi Kabupaten Sleman terendah. Kedalaman airtanah daerah Daerah Istimewa ini berkisar antara 1,1 - 11,64 meter Yogyakarta pada musim kemarau dan 0,25 - 5,7 meter pada musim hujan dengan fluktuasi 0,37 - 5,94 meter. Cekungan terbagi menjadi empat daerah, meliputi Daerah Recharge, Daerah Transisi, Daerah Discharge dan Kelompok Non-akuifer serta Peta Cekungan Airtanah secara hidrostratigrafi cekungan ini Yogyakarta - Sleman terbagi menjadi tiga, meliputi: Kelompok Akuifer 1 (Akuifer bebas), Kelompok Akuifer 2 (Akuifer Semi Bebas) dan Kelompok Non-akuifer. Muka airtanah di bagian barat laut Kajian Hidrogeologi Desa Balecatur relatif dangkal dan Desa Balecatur mendalam ke arah tenggara dengan Kecamatan Gamping kondisi elevasi permukaan tanah Kabupaten Sleman semakin meningkat dan pola aliran Propinsi Daerah Istimewa airtanahnya mengalir dari tenggara ke Yogyakarta utara dan barat laut. Pemodelan Aliran Suatu model aliran airtanah untuk Airtanah di Wilayah Kota simulasi pengambilan airtanah di Yogyakarta wilayah Kota Yogyakarta.
8
Tabel 1.1 Beberapa penelitian yang telah dilakukan di wilayah Cekungan Airtanah Yogyakarta - Sleman bagian barat (lanjutan) Peneliti
Suprayitno
Oudone
Aryawicaksono
Vicente
Tahun Penelitian
Judul Tulisan
2013
Kerentanan Airtanah di Daerah Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta
2014
Groundwater Vulnerability Mapping Assessment in Minggir Subdistrict of Sleman Yogyakarta Special Province, Indonesia
2014
Pemetaan Kerentanan Airtanah di Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
2014
Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta Sleman
Hasil Sebagian besar wilayah Kecamatan Godean termasuk daerah kerentanan airtanah cukup tinggi dengan muka airtanah yang sangat mudah diambil melalui sumur gali, sangat rentan pencemaran dan juga sangat mudah mengalami penurunan muka airtanah. Sekitar 75% pada daerah Kecamatan Minggir termasuk zona kerentanan airtanah sangat tinggi dengan metode SVV dan GOD / tinggi untuk metode DRASTIC yang rentan oleh berbagai kontaminan dari daerah pertanian dan sangat rendah perlindungan efektifnya pada zona tidak jenuh air. Kedalaman muka airtanah berkisar 1 12 meter dengan litologi pada zona tidak jenuh berupa endapan pasir dalam berbagai ukuran. Daerah ini terdiri dari zona kerentanan airtanah tinggi dan zona kerentanan airtanah sangat tinggi. Ketebalan minimum akuifer bagian atas (bebas) berkisar 10 - 20 meter di Kabupaten Sleman dan 5 - 20 meter di Kabupaten Bantul, sedangkan akuifer bagian bawah (semi bebas) menipis ke arah selatan setebal 40 - 55 meter di Kabupaten Sleman dan 5 - 25 meter di Kabupaten Bantul.
Berdasarkan beberapa penelitian di atas yang berkaitan dengan permasalahan hidrogeologi pada daerah penelitian, dapat diketahui bahwa: 1. Sistem akuifer di daerah penelitian terdiri dari akuifer bebas, akuifer semi bebas dan kelompok non-akuifer (Hendrayana, 2011). Ketebalan minimum akuifer bebas berkisar 10 - 20 meter di wilayah Kabupaten Sleman dan 5 - 20 meter di wilayah Kabupaten Bantul, sedangkan akuifer semi bebas semakin menipis ke arah selatan mencapai 40 - 55 meter di wilayah Kabupaten Sleman dan 5 - 25 meter di wilayah Kabupaten Bantul (Vicente, 2014).
9
2. Muka airtanah di daerah penelitian umumnya relatif mendalam ke arah selatan dan di sebelah barat sampai barat daya daerah penelitian cenderung mendalam ke arah Sungai Progo (Suryanto, 2009). 3. Pola aliran airtanah di daerah penelitian umumnya mengalir ke arah selatan (Puspasari, 2010) dan pada bagian barat hingga barat daya daerah penelitian dominan mengalir menuju tubuh Sungai Progo (Risdianto, 2010). 4. Sebagian besar daerah penelitian berada pada kondisi muka airtanah yang mudah diambil melalui sumur gali, rentan terhadap pencemaran dan mudah mengalami penurunan muka airtanah (Suprayitno, 2013) serta perlindungan efektif rendah pada zona tidak jenuh air (Oudone, 2014). Pemodelan airtanah oleh Putra (2003) dan Hendrayana dan Putra (2004) membahas model airtanah di wilayah Cekungan Airtanah Yogyakarta secara regional. Pemodelan tersebut belum mampu menggambarkan pola aliran airtanah akibat pengaruh keberadaan batuan intrusi di wilayah Cekungan Airtanah Yogyakarta - Sleman bagian barat. Beberapa pemodelan airtanah detail seperti pemodelan airtanah di wilayah Kota Yogyakarta dan sekitarnya oleh Hendrayana (1993) dan pemodelan airtanah di wilayah Kota Yogyakarta oleh Iqbal (2013) belum pernah dilakukan di wilayah Cekungan Airtanah Yogyakarta - Sleman bagian barat. Penelitian ini dibutuhkan untuk melakukan pemodelan airtanah detail yang menggambarkan pola aliran airtanah akibat pengaruh keberadaan batuan intrusi tersebut. Dengan demikian, pemodelan ini berbeda dari pomodelan terdahulu dan menjadi penelitian yang belum pernah dilakukan sebelumnya.