BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, masyarakat Tionghoa memiliki keunikan adat dan tradisi. Walaupun masyarakat Tionghoa sudah menetap lama di seluruh wilayah Indonesia termasuk Tangerang dan sudah beradaptasi dengan budaya Indonesia, namun tradisi-tradisi dari tanah asal masih tetap diterapkan hingga kini. Salah satu keunikan tradisi dapat dilihat pada upacara perkawinan. Upacara perkawinan merupakan hal penting dalam budaya Tionghoa. Upacara perkawinan masyarakat Tionghoa dilaksanakan sesuai dengan aturan agama yang dipeluk oleh kedua mempelai dan disahkan dalam upacara adat yang disebut Cio Tou. Perkawinan bagi masyarakat Tionghoa adalah merupakan salah satu bentuk xiao (bakti kepada orangtua dan kepada
leluhur) yaitu untuk melanjutkan
keturunan dan pemujaan kepada leluhur). Tujuan perkawinan bukan hanya untuk kebahagiaan kedua mempelai saja, tetapi juga untuk kesejahteraan dua keluarga yang disatukan dalam perkawinan tersebut. Secara umum masyarakat Tionghoa dibagi atas dua golongan yaitu golongan Tionghoa asli dan golongan Tionghoa peranakan. Golongan Tionghoa asli adalah orang Tionghoa yang dilahirkan di Cina, dan masih memegang teguh adat, tradisi,
17 Universitas Sumatera Utara
dan kepercayaan dari negri Cina. Secara umum golongan Tionghoa asli kurang mampu beradaptasi dengan budaya lokal. Golongan Tionghoa peranakan adalah orang-orang Tionghoa yang dilahirkan di Indonesia dan merupakan hasil perkawinan antara orang Tionghoa dengan warga lokal serta sudah beradaptasi dengan budaya lokal. Kedua golongan ini dalam melaksanakan adat perkawinan berbeda. Golongan Tionghoa asli di Tangerang walaupun jumlahnya sedikit, tetapi mereka masih melaksanakan adat perkawinan sesuai dengan adat perkawinan dari negara asalnya. Golongan Tionghoa peranakan dalam melaksanakan adat perkawinan biasanya sudah tidak terlalu dipengaruhi oleh adat perkawinan dari negara asal. Bahkan cenderung melekukan perkawinan sesuai dengan aturan agama yang dianut. Syarat perkawinan yang terpenting harus diperhatikan adalah larangan untuk kawin dengan Tionghoa dari satu marga. Calon mempelai yang berasal dari satu marga dianggap memiliki hubungan darah dan hal ini akan berdampak buruk para keturunan yang dilahirkan. Dalam budaya Tionghoa tidak diharapkan perkawinan antara laki-laki dan perempuan kerabat dekat dengan status kekerabatan perempuan yang lebih tua, misalnya perkawinan laki-laki dengan saudara atau sepupu ibu/ayahnya. Aturan adat lain yang dilarang adalah seorang perempuan kawin mendahului kakak perempuannya. Demikian juga seorang laki-laki dilarang kawin mendahului kakak laki-lakinya. Bila terjadi keadaan yang memaksa untuk tidak menaati adat ini, maka laki-laki atau perempuan harus memberikan barang kepada kakaknya yang dilangkahinya. 18 Universitas Sumatera Utara
Saat ini ada kecenderungan masyarakat Tionghoa melaksanakan adat perkawinan dengan adat dari negara asalnya. Hal ini disebabkan oleh kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid yang member kebijakan melalui Keputusan Presiden No.6/ 2000, yang memberi keleluasaan untuk melakukan aktivitas budaya dan kepercayaanya. Aktivitas budaya masyarakat Tionghoa yang semakin marak akan menambah kebudayaan dan keragaman budaya masyarakat Indonesia. Salah satu keragaman budaya masyarakat Tionghoa di Indonesia terlihat pada tradisi Cio Tou dalam perkawinan adat peranakan Tionghoa di Tangerang. Tradisi ini merupakan perpaduan adat budaya Betawi,Sunda dan Tionghoa. Tradisi Cio Tou hampir ditinggalkan generasi muda karena dianggap kuno, menghabiskan banyak waktu dan uang. Namun sekarang tradisi tersebut mulai diminati lagi oleh masyarakat setempat karena mereka menganggap tradisi Cio Tou adalah salah satu tradisi yang unik. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti adat perkawinan masyarakat Tionghoa di Kecamatan Teluknaga-Tangerang, karena disana terdapat masyarakat peranakan Tionghoa dan hanya di Teluknaga-Tangerang yang memiliki tradisi Cio Tou dalam perkawinan adatnya. Sekitar 11.452 jiwa warga Indonesia keturunan Tionghoa yang bermukim di Tangerang (Rekapitulasi Laporan Kependudukan Kabupaten Tangerang,2011).
19 Universitas Sumatera Utara
1.2 Batasan Masalah Setiap pelaksanaan penulisan karya ilmiah pasti selalu bertitik tolak dari adanya masalah yang dihadapi dan perlu segera dipecahkan. Supaya penulisan skripsi ini dapat terarah dan pembahasannya juga tidak mengambang serta tidak terjadi kesimpangsiuran dalam menafsirkannya, maka penulis akan membatasi permasalahan yang dipaparkan. Sesuai dengan judul skripsi ini adalah Struktur upacara adat perkawinan Peranakan Tionghoa di Teluknaga-Tangerang maka batasan penulisan ini adalah pada struktur upacara perkawinan tersebut.
1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan dan diuraikan pada pendahuluan yang tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana struktur upacara adat perkawinan peranakan Tionghoa di Teluknaga-Tangerang.
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui struktur upacara adat perkawinan peranakan Tionghoa di Teluknaga-Tangerang.
20 Universitas Sumatera Utara
1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang dapat diambil dari hasil penelitian adalah sebagai berikut : 1.5.1
Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan pemahaman tentang struktur upacara adat perkawinan peranakan Tionghoa di Tangerang, khususnya bagi masyarakat luas. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi ataupun informasi bagi masyarakat umum dan mahasiswa. Serta menjadi sumber pengetahuan bagi penulis tentang kebudayaan.
1.5.2
Manfaat Praktis
Manfaat praktis diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian di Fakultas Ilmu Budaya khususnya Program Studi Sastra Cina dan bagi peneliti selanjutnya sebagai bahan referensi.
21 Universitas Sumatera Utara