BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biskuit crackers merupakan makanan kecil ringan yang
sudah
memasyarakat dan banyak dijumpai di pasaran. Hal ini setidaknya dapat dibuktikan dengan tersedianya biskuit crackers di hampir semua toko yang menjual makanan kecil di perkotaan maupun hingga warung-warung di pelosok desa. Gambaran tersebut diatas menandakan bahwa hampir semua lapisan masyarakat sudah terbiasa menikmati biskuit crackers (Driyani, 2007). Seiring perkembangan zaman yang pesat dan tingkat pendidikan yang terus meningkat maka terjadi pula perubahan pada gaya hidup dan pola makan. Sebagian masyarakat di kota-kota besar cenderung menyukai makanan siap santap yang pada umumnya mengandung karbohidrat, garam, protein dan lemak tinggi. Namun, tidak dipungkiri juga bahwa sebagian masyarakat sudah peduli dengan kualitas gizi makanan sehingga masyarakat lebih selektif dalam menentukan jenis makanan yang sehat dan aman untuk dikonsumsi (Driyani, 2007). Bekatul sebagai hasil samping penggilingan padi diperoleh dari lapisan luar karyopsis beras. Nilai gizi bekatul sangat baik, mengandung vitamin B, vitamin E, asam lemak esensial, serat pangan, protein, oryzanol, dan asam ferulat. Pada umumnya biskuit crackers dibuat dengan bahan dasar tepung terigu jenis hard dengan kandungan protein 11,13%. Harga tepung terigu terus meningkat karena biji gandum masih tergantung dari luar negeri (import), maka perlu dicarikan alternatif bahan yang dapat mengurangi ketergantungan terhadap tepung terigu dan juga untuk meningkatkan kandungan gizi pada biskuit crackers. Salah
Universitas Sumatera Utara
satunya dengan mengganti sebagian bahan dasar (sebagai substitusi) dengan bahan lain yaitu bekatul yang mengandung 13,0 % protein, vitamin B, vitamin E, asam lemak esensial, serat pangan, abu, oryzanol, dan asam ferulat. Selain mengandung protein yang cukup tinggi, bekatul yang diperoleh sebanyak 2-3% dari hasil samping penggilingan padi juga memiliki jumlah lemak yang tinggi, yaitu 16,9 % (Kent, 1975; Damayanthi dkk, 2007). Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur, sebagai enzim dalam proses biologis, alat pengangkut dan penyimpan, juga sebagai pertahanan tubuh atau imunitas (Winarno, 1991). Beberapa metode analisis protein yaitu metode Kjeldahl, metode Dumas dan Van Slyke, metode Turbidimetri atau Kekeruhan, dan Metode Pengecatan (Sudarmadji, 1996). Dalam hal ini peneliti memilih metode Kjeldhal, karena metode ini lebih mudah pelaksanaannya dibandingkan dengan metode yang lain. Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Satu gram lemak dapat menghasilkan 4 kkal/gram. Lemak juga berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi vitamin A, D, E, dan K (Winarno, 1991). Beberapa metode analisis lemak yaitu metode Sokletasi, metode Goldfish, dan Metode Babcock. Dalam hal ini peneliti memilih metode Sokletasi, karena metode Sokletasi digunakan untuk menganalisa sampel dalam bentuk padat, sedangkan Babcock untuk sampel dalam bentuk cair (Sudarmadji, 1996).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Standard Nasional Indonesia (SNI) syarat kandungan minimum protein dan lemak yang harus terdapat dalam biskuit berturut-turut sebanyak 9%, dan 9,5%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya mengenai pemanfaatan bekatul pada pembuatan keripik simulasi, kadar protein pada keripik dengan substitusi tepung terigu 5%, 10%, 15%, dan 20% bekatul, secara berturutturut 6,05%, 6,95%, 7,66%, dan 7,96%. Kadar lemak diperoleh secara berturutturut yaitu 18,98%, 18,54%, 17,04%, dan 17,55%. Hasil uji organoleptik menunjukan semakin banyak bekatul yang ditambahkan ke dalam keripik, menurunkan nilai kesukaan panelis terhadap rasanya (Damayanti dan Listyorini, 2006). Meskipun bekatul tersedia melimpah di Indonesia, Departemen Pertanian (2002) menyebutkan bahwa ketersediaan bekatul di Indonesia cukup banyak dan mencapai 4.5-5 juta ton setiap tahunnya namun pemanfaatannya untuk konsumsi manusia masih terbatas. Hal ini mendorong peneliti untuk mensubsitusi tepung terigu dengan bekatul pada pembuatan biskuit crackers, melakukan uji organoleptik terhadap rasa biskuit crackers yang dihasilkan serta menetapkan mutu yang terkandung didalamnya yaitu protein dan lemak.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah bekatul dapat dimanfaatkan sebagai substitusi bahan dasar biskuit crackers. 2. Apakah panelis suka mengkonsumsi biskuit crackers yang disubstitusi dengan bekatul. 3. Apakah kadar protein biskuit crackers yang disubstitusi dengan bekatul memenuhi syarat mutu biskuit menurut SNI. 4. Apakah kadar lemak biskuit crackers yang disubstitusi dengan bekatul memenuhi syarat mutu biskuit menurut SNI. 1.3 Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah di atas maka dibuat hipotesis analisis sebagai berikut: 1. Bekatul dapat dimanfaatkan sebagai substitusi bahan dasar pembuatan biskuit crackers. 2. Panelis suka mengkonsumsi biskuit crackers yang disubstitusi dengan bekatul. 3. Kadar protein biskuit crackers yang disubstitusi dengan bekatul memenuhi syarat mutu biskuit menurut SNI. 4. Kadar lemak biskuit crackers yang disubstitusi dengan bekatul memenuhi syarat mutu biskuit menurut SNI.
Universitas Sumatera Utara
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk memanfaatkan bekatul sebagai substitusi bahan dasar pembuatan biskuit crackers. 2. Untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap biskuit crackers yang disubstitusi dengan bekatul. 3. Untuk mengetahui kadar protein biskuit crackers yang disubstitusi dengan bekatul. 4. Untuk mengetahui kadar lemak biskuit crackers yang disubstitusi dengan bekatul. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Pemanfaatan bekatul sebagai substitusi bahan dasar pembuatan biskuit crackers. 2. Sebagai alternatif untuk mengurangi pemakaian tepung terigu sebagai bahan dasar pembuatan biskuit crackers.
Universitas Sumatera Utara