BAB I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Krisis energi menjadi topik utama dalam perbincangan dunia, sehingga
pengembangan energi alternatif semakin pesat. Salah satunya adalah produksi bioetanol berbasis tebu, baik yang berbahan baku dari ampas tebu (baggase), nira tebu (sugarcane juice), maupun tetes tebu (molasse). Dengan adanya produksi etanol yang meningkat, diperoleh kontribusi positif yaitu terpenuhinya energi terbarukan. Namun, di sisi lain menimbulkan dampak negatif terkait jumlah limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi etanol. Industri etanol dengan bahan baku berbasis tebu menghasilkan limbah cair dari proses distilasi yang disebut dengan “Stillage”. Menurut Prakash dkk (2014) jumlah stillage yang dihasilkan per liter bioetanol berkisar antara 15-20 liter. Nilai rata – rata konsentrasi bahan pencemar dari stillage dinyatakan dalam Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) berturut-turut adalah sebesar 35.000 – 50.000 mg/l dan 100.000 – 150.000 mg/l (Beltran dkk., 2001). Dampak negatif stillage jika dibuang langsung ke lingkungan tanpa melalui proses pengolahan akan menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius diantaranya mengurangi jumlah oksigen terlarut di perairan, menyebabkan eutrofikasi, bersifat toksik bagi biota air, dan menyebabkan pencemaran tanah yaitu
1
menurunkan pH tanah akibat menurunnya alkalinitas tanah (Mahimaraja dan Bolan, 2004 ; Pant, 2006). Berdasarkan karakteristiknya, stillage mempunyai potensi untuk diolah secara anaerobik menghasilkan energi berupa biogas. Namun, pada proses anaerobik digester yang dilakukan secara konvensional ditemukan beberapa kelemahan diantaranya adalah kebutuhan volume yang relatif besar karena proses anaerobik merupakan proses yang berjalan lambat. Selain itu kemungkinan terjadinya washout terutama pada laju alir limbah yang tinggi, dan stabilitas sistem yang rendah serta lemahnya ketahanan mikroba terhadap inhibitor. Pada proses pengolahan anaerobik digester secara konvensional memerlukan waktu yang lama pada proses start up yaitu sekitar 30 – 45 hari dan dalam proses pengolahan reaktor anaerobik konvensional hanya mampu mengkonversi 50% sCOD menjadi biogas. (Wolmarans dan de Villiers, 2000). Fernández dkk., (2008) menyebutkan bahwa menggunakan high rate anaerobic system salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan pada anaerobik digester secara konvensional. Sedangkan, yang dimaksud dengan high rate anerobic system adalah sistem pengolahan anerobik yang mempunyai efisiensi penurunan sCOD yang tinggi dengan waktu tinggal proses pengolahan yang disebut dengan Hydraulic Retention Time (HRT) lebih pendek. Salah satu upaya memperpendek HRT adalah memperpanjang waktu tinggal biomassa, yang dinyatakan dengan Solid Retention Time (SRT). Metode yang dilakukan untuk memperpanjang SRT adalah melalui teknik imobilisasi baik pembentukan biofilm statis atau pembentukan granul, 2
sehingga reaktor bisa beroperasi dengan HRT yang pendek dan mengurangi kemungkinan terjadinya washout. Sistem pembentukan granul biomassa merupakan sistem terbaru dan paling efektif yang dilakukan untuk mempertahankan SRT tinggi yaitu dengan menambahkan media penyangga berbentuk serbuk atau butiran dalam reaktor, sehingga mikroba akan tertarik untuk melekat pada media dan membentuk granul biomassa. (Fernández dkk., 2008). Selain hanya dilakukan penambahan media penyangga, terbentuknya granul dipengaruhi kontaknya media penyangga dengan substrat. Proses untuk memperbesar ruang kontak media dan substrat disebut fluidisasi media, yaitu dengan menggerakkan media secara terus menerus menggunakan aliran resirkulasi dengan batasan fluidisasi 20 – 40% tinggi reaktor. (Marin dkk., 1999). Sistem reaktor biologi anaerobik yang di dalamnya terjadi proses fluidisasi media imobilisasi untuk membentuk granul biomassa disebut Anaerobic Fluidizied Bed Reactor (AFBR). Salah satu media penyangga atau imobilisasi yang umum digunakan adalah zeolit alam, yang mempunyai kemampuan mengikat mikroba pada permukaan, hal ini disebabkan karena zeolit mengandung mineral–mineral yang dibutuhkan oleh mikroba sebagai nutrisi tambahan (trace elemen), sehingga mikroba akan tertarik untuk menempel di dalam pori. Hal ini mengakibatkan stabilitas mikroba menjadi lebih kuat. Selain itu zeolit mempunyai kemampuan untuk mengadsorbsi logam berat dan zat toksik yang terkandung pada substrat (Fernández dkk., 2007). Penelitian yang dilakukan adalah proses anaerob secara kontinu menggunakan AFBR dengan media imobilisasi berupa serbuk zeolit alam. Dalam penelitian ini 3
dilakukan evaluasi untuk menguji pengaruh penambahan media pada ketahanan mikroba terhadap inhibitor yang ada pada stillage yaitu phenol , sulfat dan melanoidin serta pengaruh media imobilisasi terhadap keefektifan waktu start up pada variasi nilai HRT yang optimum. Selain itu juga akan dilakukan analisis data eksperimen untuk menentukan HRT paling optimum yang menghasilkan penurunan sCOD optimum dan produksi biogas yang optimum. Namun, mengingat proses dalam AFBR
melibatkan mikroorganisme memerlukan waktu panjang untuk mencapai
kesetimbangannya, maka diperlukan pendekatan matematis untuk memperkirakan nilai HRT yang relatif baik. Penelitian ini merupakan bagian dari serangkaian penelitian. Penelitian sebelumnya adalah penelitian dengan reaktor batch untuk mempelajari parameter – parameter kinetik dalam peruraian anaerobik stillage menggunakan zeolit sebagai media imobilisasi (Halim,2015 ; Mellyanawaty,2015). Penelitian ini adalah penelitian untuk mengaplikasikan studi kinetika tersebut dalam perancangan reaktor fluidized bed (AFBR). Dengan menggunakan model kinetika yang telah dirumuskan sebelumnya, dalam penelitian ini disusun model matematis untuk perancangan AFBR. Perhitungan perancangan ini direalisasikan sebagai AFBR kontinyu skala lab. Simulasi model matematis digunakan sebagai acuan kinerja reaktor pada kondisi ideal sebagai pembanding untuk menilai kinerja reaktor di laboratorium. Hasil kalkulasi diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk desain reaktor atau scale – up ke skala pabrik. Dengan demikian masalah mengenai pencemaran akibat limbah stillage ini bisa dikendalikan dan yang tidak kalah 4
pentingnya produksi biogas dapat ditingkatkan sebagai upaya pemanfaatan biogas untuk energi. 1.2.
Keaslian Penelitian Beberapa penelitian dengan topik media imobilisasi pada AFBR sudah
dipublikasikan sebelumnya dan menjadi acuan bagi penelitian ini. Diantaranya yang menjadi acuan utama adalah penelitian yang dilakukan Montalvo dkk., (2008) dan Andalib dkk., (2012). Montalvo dkk., (2008) melakukan evaluasi kinerja AFBR menggunakan zeolit alam sebagai media penyangga atau imobilisasi dengan substrat stillage. Penelitian tersebut menitikberatkan pada pengaruh ukuran media, OLR (Organic Loading Rate) yaitu nilai beban organik yang diumpankan ke reaktor per hari dalam satuan gCOD/l/hari, serta prosentase terangkatnya partikel atau media penyangga dalam reaktor (fluidization level) pada efisiensi penurunan sCOD dan produksi biogas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa OLR dan fluidization level tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap efisiensi penurunan sCOD tetapi memberikan pengaruh besar pada produksi biogas. Pada OLR yang berbeda yaitu 2– 5 g sCOD/l/hari dan variasi fluidization level mulai dari 20% - 40% memberikan nilai efisiensi penurunan sCOD yang sama yaitu 80%. Sedangkan untuk media pada ukuran yang lebih besar yaitu 0.6 – 0.8 mm memberikan hasil sedikit lebih tinggi untuk efisiensi penurunan sCOD nya dibandingkan dengan media dengan ukuran 0.2 – 0.5 mm. Studi mengenai media imobilisasi pada AFBR juga dilakukan oleh Andalib dkk.,(2012) adalah mengenai evaluasi kinerja AFBR dengan zeolit sebagai media 5
penyangga menggunakan substrat sludge dari limbah rumah tangga dan stillage dari pabrik etanol berbahan baku jagung. Pada penelitian tersebut evaluasi dilihat dari presentase penurunan sCOD dan jumlah biogas yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan prosentase penurunan sCOD untuk kedua substrat adalah diatas 80%, sedangkan
jumlah biogas yang dihasilkan adalah sekitar 15.8 L gas/L volume
reaktor. Penelitian yang lain yang membahas peruraian anaerobik menggunakan media imobilisasi berupa zeolit dalam sistem AFBR dilakukan juga oleh Montalvo dkk., (2001,2006). Pada penelitian tersebut Montalvo dkk., menitikberatkan pada pemilihan media imobilisasi dan pembahasan detail mengenai kelebihan zeolit sebagai media imobilisasi pada sistem anaerobik. Zeolit dan karbon aktif dapat digunakan sebagai media imobilisasi dalam pengolahan limbah stillage dengan nilai penyisihan sCOD sebesar 70% (Montalvo dkk., 2001). Berdasarkan hasil penelusuran pustaka yang telah dilakukan, masih terdapat masalah yang belum dibahas secara mendalam, yaitu evaluasi mengenai variasi HRT pada AFBR yang menggunakan zeolit sebagai media imobilisasi dengan subtrat stillage. Perbedaan lain dalam penelitian ini adalah pada metode analisis data. Pada penelitian sebelumya yang digunakan sebagai acuan menggunakan observasi grafikgrafik sebagai dasar pembahasannya. Mengingat tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi yang mudah digunakan untuk keperluan perancangan reaktor, maka analisis data dilakukan dengan pendekatan model matematis. Penelitian ini mengaplikasikan prinsip-prinsip teknik kimia (neraca massa dan kinetika reaksi) untuk menyusun model matematis perancangan AFBR. 6
1.3.
Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan diharapkan pada aplikasinya memberikan manfaat
bagi pelaku industri dalam hal: 1. Memberikan metode kuantitatif yang sistematis untuk merancang dan mengoptimalkan kinerja reaktor, sebagai acuan desain reaktor anaerobik khususnya untuk AFBR 2. Memberikan gambaran proses dan masalah –masalah yang perlu diantisipasi untuk scale – up AFBR dalam skala pabrik. 1.4.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari aspek-aspek penting yang
mempengaruhi produksi biogas pada anaerobic fluidized reactor, yaitu: 1. Mengevaluasi pengaruh sCOD awal terhadap waktu start up yang diperlukan untuk mencapai kondisi biofilm yang relatif stabil 2. Mengevaluasi pengaruh HRT terhadap kinerja peruraian anaerobik dalam AFBR, ditinjau dari penurunan sCOD, konsentrasi VFA dan produksi biogas. 3. Mengevaluasi efek media imobilisasi terhadap kenungkinan wash-out pada reaktor dan kemungkinan efek inhibitor yang terdapat pada stillage
7