BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Sastra Bali merupakan salah satu aspek kebudayaan Bali yang hidup dan
berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.Akibat perkembangan itu maka di Bali lahirlah periodisasi sastra Bali. Periodisasi sastra Bali secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu (1) sastra Bali purwa (tradisional) merupakan sastra tradisional Bali yang mengandung nilai-nilai dan akar budaya tradisional masyarakat Bali, yang merupakan cermin kehidupan asli masyarakat pendukungnya waktu itu. (2) Sastra Bali anyar adalah sastra Bali yang mengandung unsur-unsur masukan baru dari suatu kebudayaan sastra modern dewasa ini (Granoka, 1981: 1).Salah satu bentuk sastra tradisional tersebut adalah geguritan. Menurut Agastia (1994: 17) geguritan sebagai salah satu kesusastraan Bali tradisional yaitu suatu bentuk karya sastra yang dibentuk oleh pupuh-pupuh.Pupuhpupuh tersebut diikat oleh beberapa syarat yang bisa disebut pada lingsa yang meliputi banyaknya baris dalam tiap-tiap bait (pada), banyaknya suku kata dalam tiap-tiap baris (carik) dan bunyi akhir dalam tiap-tiap baris, yang menyebabkan pupuh tersebut harus dilagukan. Hal ini disebabkan karena pada saat menulis atau mengarang dengan pupuh biasanya pengarangnya sambil melagukan.
1
Munculnya karya sastra geguritan diperkirakan pada zaman Gelgel yaitu abad ke-16 di bawah pemerintahan Dalem Waturenggong.Pada zaman ini merupakan puncak kesuburan pertumbuhan dan perkembangan kesusastraan Bali.Setelah zaman Gelgel berlanjut sampai zaman Klungkung, diketahuilah adanya pengawi-pengawi bertebaran di Bali yang melahirkan karya sastra.Geguritan berasal dari kata gurit, yang berarti gubah, karang, atau sadur (Kamus Bali Indonesia, 2009: 251).Geguritan umumnya melukiskan kehidupan masyarakat Bali dengan unsur-unsur cerita yang membentuknya seperti plot, penokohan, setting, gaya, dan lain sebagainya. Geguritan diikat oleh unsur puisi seperti diksi berupa pilihan kata, imaji berupa daya bayang, gaya bahasa, dengan memakai bentuk tembang dalam penyajiannya. Inilah yang menyebabkan geguritan hendaknya dinyanyikan memakai pupuh yang terdapat didalamnya (Bagus, 1991 : 37). Masih dijaganya adat istiadat dan sistem keagamaan di Bali yang selalu diiringi dengan pelaksanaan upacara yadnya, maka keberadaan geguritan masih memiliki fungsi yang sangat penting di dalam kehidupan masyarakat di Bali. Oleh sebab itu, geguritan masih sangat diminati oleh masyarakat Bali selain sebagai sumber hiburan, juga sebagai sumber tutur atau petuah yang sarat akan nilainilai moral dan etika yang berguna bagi kehidupan sosial masyarakat Bali yang dapat disampaikan melalui nyanyian yang diiringi oleh pupuh-pupuh. Hal ini masih bisa dilihat dari adanya acara-acara di media hiburan yang berbau karya sastra tradisional yaitu geguritan pada siaran-siaran radio maupun pada siaran televisi bali.
2
Kajian struktur merupakan tugas prioritas dan sulit dihindari bagi seorang peneliti sastra, sebelum melangkah pada hal-hal lain (Teeuw, 1983: 61).Pemahaman struktur yang dimaksud adalah pemahaman untuk memahami makna karya sastra secara optimal, maka pemahaman terhadap struktur sulit dihindari, atau secara lebih ekstrim hal itu harus dilakukan (Suwondo, 2001: 57).Di dalam karya sastra tradisional, yaitu geguritan banyak tertuang makna yang berupa tanda.
Tanda
tersebut mempunyai maksud tertentu yang perlu dipaparkan secara mandalam sesuai dengan maksud tanda tersebut, sehingga apa yang tertuang di dalam karya sastra geguritan banyak menyampaikan sesuatu lewat tanda sebagai komunikasi yang perlu dipahami dan dikaji sesuai dengan makna yang terkandung di dalamnya, dengan dijalin oleh konvensi-konvensi ataupun struktur yang membangun karya tersebut. Hal ini diperkuat lagi oleh pernyataan Sudjiman dan Zoest(1996: 110), bahwa setiap karya sastra dapat ditinjau secara semiotik.Suatu karya sastra dipengaruhi oleh lingkungan sosial pengarang yang terikat oleh kekayaan dalam masyarakat dan dimanfaatkan oleh masyarakat sendiri (Ratna, 2004: 60).Semiotik merupakan kajian yang berpangkal pada pengungkapan makna suatu karya sastra.Oleh karena itu, untuk memahami dan memberi makna kepada karya sastra, latar belakang sosial budaya harus diperhatikan juga.Geguritan sebagai sastra Bali tradisional berkembang dan didukung oleh masyarakat Bali.Hal ini dapat dilihat dengan adanya tradisi mabebasan oleh sekaa pesantian. Naskah geguritan yang dijadikan objek di dalam penelitian ini, yakni naskah Geguritan Kedis yang selanjutnya akan disingkat menjadi GK. Naskah GK disimpan 3
di Kantor Pusat Dokumentasi Kebudayaan Bali dan sudah ditransliterasi kedalam huruf latin menggunakan bahasa Bali dan bahasa Kawi.Dalam GK menggunakan satu jenis pupuh, yaitu pupuh Ginada. Menurut Bagus (1991 : 2), pemakaian pupuh dalam geguritan di Bali di golongkan atas tiga jenis, yaitu ; (1) geguritan yang memakai hanya satu macam pupuh, (2)geguritan yang memakai beberapa macam pupuh tanpa memakai pengulangan bentuk pupuh pada bagian lainnya, (3) geguritan yang memakai beberapa macam pupuh dengan membuat pengulangan pupuh pada bagian yang lain. Berdasarkan hal tersebut, GK termasuk ke dalam penggolongan pupuh yaitu jenis pertama, menggunakan satu macam pupuh, yaitu Pupuh Ginada.GK ini mengisyaratkan kepada dua hal, yaitu tentang dharma (ajaran moral) yang harus dipegang teguh sebagai suatu jalan untuk memecahkan masalah di satu pihak.Di pihak lain norma-norma bertentangan dengan dalam kesengsaraan dan cerita berakhir dengan pertengkaran.
Ceritanya tergolong fabel (cerita binatang yang
pelakunya menggambarkan watak dan budi manusia). Objek ini sangat menarik untuk diteliti, karena selain belum pernah dikaji, pengarang merangkai geguritan ini sedemikian rupa dengan cara menyelipkan sebait sesendoran atau yang sering dikenal dengan petandak di dalamnya dengan merangkainya dalam suatu bahasa yang pada akhirnya membentuk sebuah istilah yang dapat menimbulkan suatu pemikiran bagi pembacanya.
4
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang diangkat pada
penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut ini: 1.
Bagaimanakah struktur yang membangun GK?
2.
Bagaimanakah struktur GK ditinjau dari kajian semiotik?
1.3
Tujuan Penelitian Sebuah penelitian ilmiah tentu memiliki suatu tujuan yang ingin dicapai dan
perlu
diperjelas
agar
arah
penelitian
dapat
mencapai
sasaran
yang
diharapkan.Demikian juga hanya dengan analisis ini.Tujuan analisis ini dapat dibedakan atas tujuan umum dan tujuan khusus. 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini secara umum bertujuan untuk turut serta dalam melestarikan kebudayaan daerah maupun nasional dengan maksud memperkuat identitas daerah dan nasional. Di dalam melestarikan, menunjang pembinaan, dan pengembangan kebudayaan daerah dan nasional, mengenalkan karya sastra tradisional yang memiliki nilai-nilai yang luhur yang patut dilestarikan untuk generasi selanjutnya, kemudian diinformasikan kepada masyarakat untuk meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap karya sastra tradisional yang secara umum dikenal oleh masyarakat Bali.
5
Disamping itu, tujuan penelitian ini dicapai dalam rangka meningkatkan daya apresiasi ataupun kreativitas masyarakat terhdap hasil-hasil sastra Bali tradisional, serta dapat melahirkan dan menghayati karya sastra yang baru sesuai pandangan masyarakat terhadap karya sastra tersebut. Selain itu penelitian ini dimaksudkan agar masyarakat mempunyai suatu ketertarikan untuk lebih memahami karya ini sehingga keberadaannya tidak hanya sebagai benda mati yang tidak bermakna. 1.3.2 Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini mempunyai tujuan mendeskripsikan unsur-unsur yang membangun strukturnya, serta meneliti secara lebih mendalam keterkaitan unsur-unsur yang merupakan kesatuan yang membentuk kebulatan dan keutuhan karya sastra.Hasil yang diharapkan dapat memberikan gambaran yang aktual dan jelas mengenai struktur yang membangun GK. Kemudian dapat dipahami penggunaan tanda-tanda dalam geguritan yang merupakan struktur makna hal tersebut secara lebih mendalam, sehingga dapat diketahui maksud pengarang.Tanda sebagai alat komunikasi, dapat menumbuhkan ide dari penikmat sastra tradisional untuk menyerap inspirasi dari pengarang. 1.4
Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian terhadap karya sastra tradisional sangat besar manfaatnya bagi perkembangan apresiasi masyarakat.Sesuai dengan tujuan diatas,
6
maka hasil penelitian ini bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan masyarakat untuk lebih mengenal keberadaan karya sastra tradisional khususnya geguritan yang berhubungan erat dengan kehidupan masyarakat. Manfaat dalam penelitian ini akan dibagi menjadi dua manfaat yakni manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1.4.1 Manfaat Teoretis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitianpenelitian berikutnya khusunya di bidang sastra terutama yang berkaitan dengan sastra Bali klasik berjenis geguritan.Dikaji dari segi struktur dan semiotik yang bermanfaat untuk mengetahui struktur yang membangun karya sastra tersebut dan tanda-tanda yang ditafsirkan untuk mengetahui makna dari isi GK.
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat agar masyarakat dapat mengetahui, memahami dan menerapkan nilai yang terkandung dalam GK, terutama yang menyangkut tentang cara berpikir, berkata, dan bertindak dalam kehidupan masyarakat, serta meningkatkan pengetahuan dan kecintaan masyarakat terhadap karya sastra geguritan dan secara sadar ikut serta melestarikannya.
7