BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Di era ekonomi global saat ini, pertumbuhan perekonomian berkembang dengan pesat yang ditandai dengan kemajuan di bidang teknologi informasi. Dan ditambah pula dengan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat setiap tahunnya. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan berdasarkan data Susenas 2014 dan 2015, jumlah penduduk Indonesia mencapai 254,9 juta jiwa (Hidayatullah.com). Jumlah penduduk yang tinggi dan angka pendidikan yang juga terus meningkat 8,1 juta penduduk tamatan universitas tahun 2013, 8,9 juta penduduk tamatan universitas tahun 2014 dan 10 juta penduduk tamatan universitas tahun 2015 (www.bps.go.id). Dengan miningkatnya penduduk dengan tamatan universitas maka semakin banyak pula penduduk usia produktif yang dapat bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi. Hal inilah yang dimanfaatkan perusahaan untuk mulai mengubah cara berbisnisnya yang berdasarkan tenaga kerja (labor – based business) menjadi bisnis yang berdasarkan pengetahuan (knowledge – based business) agar perusahaan dapat terus bertahan dari persaingan bisnis yang sangat ketat dan pertumbuhan inovasi yang luar biasa. Perusahaan – perusahaan yang menerapkan
1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
knowledge – based business menciptakan suatu cara dengan mengelola pengetahuan sebagai sarana untuk mampu mencapai tujuan perusahaan dalam memperoleh pendapatan perusahaan. Karakteristik ekonomi yang berbasis pengetahuan ini akan lebih menerapkan manajemen pengetahuan (knowledge management), dimana keberhasilan suatu perusahaan akan bergantung pada suatu penciptaan
transformasi
dan
kapitalisasi
dari
pengetahuan
itu
sendiri
(Sawarjuwono dan Kadir, 2003). Perusahaan diharapkan dapat memformulasikan dan mengelola berbagai strategi dalam memanfaatkan potensi maksimal dari pengetahuan yang dimilikinya untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan sumber daya lainnya. Kemampuan bersaing perusahaan tidak hanya terletak pada kepemilikan aktiva tidak berwujud tetapi lebih kepada inovasi, sistem informasi dan pengelolaan organisasi dan sumber daya yang dimilikinya. Berubahnya pandangan ekonomi menjadi ekonomi yang berbasis pengetahuan telah meningkatkan perhatian pada pengelolaan intangible asset yang baik (Harrison dan Sullivan, 2000). Asset tidak berwujud dinilai sebagai asset yang berharga, langka, tidak bisa disubtitusikan dan sulit untuk ditiru. Itulah sebabnya mereka diperlakukan sebagai asset strategis yang mampu menghasilkan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan dan kinerja keuangan yang unggul (Barney, 1991 dalam Andini, 2014). Salah satu pendekatan yang digunakan dalam penilaian dan pengukuran asset pengetahuan adalah intellectual capital (IC) yang telah menjadi fokus perhatian
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
diberbagai bidang, baik manajemen, teknologi informasi, sosiologi maupun akuntansi (Petty dan Guthrie, 2000). Hal
ini
menimbulkan
tantangan
bagi
bagi
para
akuntan
untuk
mengidentifikasi, mengukur dan mengungkapkannya dalam laporan keuangan. Pulic (1998) dalam Ulum et al. (2008) tidak mengukur secara langsung modal intelektual perusahaan tetapi mengajukan suatu ukuran untuk menilai efisiensi dari nilai tambah sebagai hasil dari kemampuan intelektual perusahaan (value added intellectual coefficient – VAICTM). Komponen utama dari VAICTM dapat dilihat dari sumber daya perusahaan, yaitu physical capital (VACA – value added capital employed), human capital (VAHU – value added human capital) dan structural capital (STVA – structural capital value added). Pulic (1998) menyatakan bahwa intellectual ability yang kemudian disebut dengan VAICTM menunjukkan sejauh mana kedua sumber daya tersebut (physical capital dan intellectual potential) telah dimanfaatkan secara efisien oleh perusahaan. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan syarat mutlak untuk dapat bertahan dan eksis di ajang persaingan. Kini perusahaan – perusahaan mengakui pentingnya modal intelektual yang bersifat tidak nyata untuk dijadikan penggerak utama dalam pengembangan bisnisnya. Peningkatan modal intelektual sebagai akibat dari perkembangan ekonomi baru yang dikendalikan oleh teknologi informasi dan pengetahuan sebagai alat ukur untuk menentukan nilai perusahaan. Peranan modal intelektual semakin strategis, bahkan sebagai peran kunci dalam upaya melakukan lompatan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
peningkatan nilai di berbagai perusahaan. Kesadaran perusahaan dalam mengendalikan modal intelektual sehingga memunculkan wacana bisnis knowledge based company. Knowledge based company adalah perusahaan yang diisi oleh komunitas yang memiliki pengetahuan, keahlian dan keterampilan. Modal intelektual sendiri merupakan informasi penting yang bersifat voluntary. Modal intelektual telah dianggap sebagai sumber terkemuka keunggulan kompetitif untuk berbagai organisasi yang mempengaruhi tingkat inovasi dan kreativitas. Hal ini menyebabkan peningkatan kinerja usaha dan pertumbuhan ekonomi negara (Nik Maheran et al., 2006 dalam Taliyang et al. 2011). Modal intelektual perusahaan dapat dianggap sebagai bentuk unaccounted capital dalam sistem akuntansi tradisional meskipun beberapa diantaranya, misalnya goodwill, patent, copy right dan trade mark diakui sebagai aktiva tidak berwujud (Purnomosidhi, 2006). Di Indonesia, secara implicit modal intelektual telah diakui dan dibahas dalam Peryataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 19 (Revisi 2015) tentang asset tak berwujud yang merupakan adopsi dari International Accounting Standard (IAS) 38 tentang intangible assets. Di dalam standar tersebut, modal intelektual tidak disebut secara eksplisit, namun komponen – komponen modal intelektual (misalnya goodwill) dijabarkan bagaimana perlakuan akuntansinya. Namun demikian, PSAK 19 (revisi 2015) tidak mengatur seluruh komponen modal intelektual. Bahkan menurut standar ini, goodwill yang dihasilkan secara internal
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
tidak dapat diakui sebagai goodwill. Terkait dengan hal ini, PSAK 22 (revisi 2015) tentang kombinasi bisnis yang merupakan adopsi dari IFRS 3 tentang business combination menyatakan bahwa goodwill yang muncul dari akuisisi tidak lagi boleh diamortisasi melainkan harus dikenai uji penurunan nilai setiap tahun dengan cara pengujian yang dijelaskan dalam PSAK 48 (revisi 2014) tentang penurunan nilai asset. PSAK 19 (revisi 2015) menyebutkan bahwa asset tak berwujud diakui jika dan hanya jika (Ikatan Akuntansi Indonesi, 2015): 1) kemungkinan besar entitas akan memperoleh manfaat ekonomis masa depan dari asset tersebut, dan 2) biaya perolehan asset tersebut dapat diukur secara andal. Persyaratan ini sulit dipenuhi, sehingga sampai saat ini modal intelektual belum dapat dilaporkan dalam laporan keuangan perusahaan. Kondisi ini tentu menyulitkan bagi (calon) investor untuk dapat melakukan analisis dan penilaian asset atas prospek perusahaan di masa yang akan datang berdasarkan potensi modal intelektual yang dimiliki. Beberapa penelitian tentang modal intelektual telah membuktikan bahwa modal intelektual mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perusahaan. Hal ini dibuktikan oleh beberapa penelitian di Indonesia, diantaranya Ulum et al. (2008) telah menguji pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan 130 perusahaan sektor perbankan dengan metode Partial Least Square (PLS), kinerja keuangan perusahaan di masa depan dan juga menguji pengaruh rata – rata pertumbuhan intellectual capital (ROGIC) terhadap kinerja keuangan perusahaan di masa depan. Kinerja keuangan perusahaan diproksikan oleh Return on Asset (ROA), Asset Turn Over (ATO) dan Growth Revenue (GR). Hasil
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
penelitian oleh Ulum ini membuktikan bahwa intellectual capital berpengaruh terhadap kinerja kuangan masa depan perusahaa sektor perbankan. Tetapi Rate of Growth of Intellectual Capital (ROGIC) tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan masa depan. Penelitian mengenai modal intelektual terus berkembang, dihubungkan dengan variable lain yaitu dikaitkan dengan tingkat efisiensi biaya yang dapat dikelola oleh perusahaan tersebut. Salah satunya yaitu penelitian Sarayuth Saengchan (2008). Penelitian Sarayuth Saengchan (2008) meneliti peran modal intelektual dalam menciptakan nilai dalam industri perbankan di Thailand. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menyelidiki secara empiris hubungan antara efisiensi penciptaan nilai dan kinerja keuangan perusahaan dengan menangkap persepsi modal intelektual dalam industri perbankan dan mengidentifikasi nilai dari variabel dalam organisasi bank ini. Data diambil dari Bank of Thailand dan Bursa Efek Thailand. Menggunakan metode Pulic yaitu Value Added Intellectual Coeffisient (VAICTM), variable independen VAICTM, variable dependen yaitu Return on Asset (ROA) dan biaya untuk asset (Cost to Asset – CTA). Penelitian mengenai pengungkapan modal intelektual sebelumnya telah dilakukan oleh beberapa peneliti, salah satunya Taliyang et al. pada tahun 2011.Taliyang et al. (2011) menyatakan bahwa standard variables, seperti umur, ukuran, leverage, profitabilitas, kepemilikan dan pertumbuhan pada modal intelektual mempengaruhi pengungkapan modal intelektual di Malaysia.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
Santoso (2012) juga menguji mengenai pengaruh modal intelektual dan pengungkapannya terhadap kinerja perusahaan dengan mengambil sampel dari perusahaan besar yang terdaftar di BEI pada tahun 2007 dan satu tahun berikutnya menyatakan bahwa modal intelektual tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan di Indonesia pada tahun 2007 dan 2008. Demikian juga dengan pengungkapan modal intelektual, perusahaan di Indonesia masih mengandalkan peningkatan value added nya melalui efisiensi modal fisik dan bukan modal intelektual. Berdasarkan latar belakang masalah dan penelitian terdahulu, maka peneliti ingin meneliti mengenai pengaruh modal intelektual dan pengungkapannya terhadap kinerja perusahaan namun dengan sampel perusahaan yang lebih khusus yakni bidang perbankan, karena industri perbankan adalah salah satu sektor yang paling intensif modal intelektualnya. Dengan judul penelitian “PENGARUH KINERJA MODAL INTELEKTUAL DAN PENGUNGKAPAN MODAL INTELEKTUAL TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN (Studi empiris terhadap perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013 – 2015)”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
1. Apakah value added capital employed (VACA) berpengaruh terhadap Return on Asset (ROA)? 2. Apakah value added human capital (VAHU) berpengaruh terhadap Return on Asset (ROA)? 3. Apakah structural capital value added (STVA) berpengaruh terhadap Return on Asset (ROA)? 4. Apakah pengungkapan modal intelektual berpengaruh terhadap Return on Assets (ROA)?
C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan penelitian Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh modal intelektual terhadap kinerja perusahaan. Secara detail tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui apakah value added capital employed (VACA) berpengaruh terhadap Return on Asset (ROA) 2) Untuk mengetahui apakah value added human capital (VAHU) berpengaruh terhadap Return on Asset (ROA) 3) Untuk mengetahui apakah structural capital value added (STVA) berpengaruh terhadap Return on Asset (ROA) 4) Untuk
mengetahui
apakah
pengungkapan
berpengaruh terhadap Return on Assets (ROA)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
modal
intelektual
9
2. Kontribusi penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai: 1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti bagi perusahaan dalam meningkatkan kinerja perusahaannya, khususnya melalui pengelolaan intelektualnya agar dapat terus bersaing di pasar global. 2) Penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya dan memberikan sumbangan ilmu pengetahuan, khususnya
tentang
modal
intelektual
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dan
kinerja
keuangan.