BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras merupakan
bahan makanan pokok bagi sebagian besar
penduduk
dunia. Negara-negara di Asia termasuk Indonesia, China, India, Bangladesh, Vietnam, Jepang, Thailand, Myanmar dan Pakistan, merupakan negara-negara penghasil padi dan menggunakan nasi sebagai sumber energi yang utama (Rabbani & Ali, 2009). Beras dikenal sebagai “the grain of life” dan identik sebagai makanan orang Asia. Masyarakat memanfaatkan beras dalam berbagai kuliner tradisional, upacara adat, upacara keagamaan dan festival di sebagian besar negara-negara di Asia (Ahuja et al., 2008). Beras utuh mengandung nutrien yang lengkap untuk menunjang kesehatan tubuh. Selain mengandung karbohidrat, protein, serat, dan lemak esensial, beras juga mengandung vitamin, mineral serta senyawa fitokimia lain yang bermanfaat bagi kesehatan. Kandungan nutrien yang terdapat pada beras merah dan beras hitam adalah polifenol, flavonoid, vitamin E, asam fitat, dan γ-oryzanol (Hu et al., 2003). Beras berpigmen mengandung antosianin yang bersifat antioksidan (Kong & Lee, 2010). Komposisi nutrien pada beras bervariasi tergantung varietas. Proses pengolahan beras dapat menghilangkan sebagian nutrien yang terdapat pada beras. Penggilingan dan pemolesan beras sangat menentukan kandungan nutrien yang hilang. Protein, asam lemak esensial, vitamin, dan mineral sebagian besar terdapat pada embrio dan lapisan luar endosperm. Penghilangan bagian pericarp beras
1
2
dapat menyebabkan kandungan nutrien beras yang terdapat pada lapisan aleuron akan mudah hilang saat pencucian beras (Abbas et al., 2011). Asupan makanan dengan kandungan gizi yang rendah dapat menyebabkan malnutrisi. Malnutrisi menimbulkan berbagai permasalahan kesehatan di masyarakat, seperti angka harapan hidup yang rendah, prevalensi penyakit yang tinggi, perkembangan fisik yang buruk, dan produktifitas kerja yang rendah. Beriberi merupakan salah satu jenis penyakit yang melanda beberapa negara yang menggunakan nasi sebagai bahan makanan pokok. Selain itu defisiensi mikronutrien seperti anemia zat besi, kekurangan yodium, dan kekurangan vitamin A merupakan permasalahan kesehatan yang penting (Varshini et al., 2013). Selain sebagai sumber makanan pokok, beras juga merupakan sumber pangan fungsional. Konsumsi biji-bijian dan serealia dalam diet dapat meningkatkan kesehatan dan mencegah terjadinya penyakit.
Biji-bijian dan serealia seperti
gandum, barley, oat, kedelai dan beras cokelat merupakan sumber pangan fungsional dan nutraseutikal. Kandungan nutrien dalam biji-bijian dan serealia diketahui berpotensi menurunkan resiko penyakit jantung koroner, tumor, kanker, hipertensi, kolesterol, dan penyerapan lemak, serta menjaga kesehatan saluran pencernaan (Saikia & Deka, 2011). Antosianin pada beras berpigmen dapat menurunkan resiko serangan penyakit jantung koroner, proses inflamasi, dan aterosklerosis, karena bersifat antioksidan, anti plak, dan memiliki aktivitas anti inflamasi (Hu et al., 2003).
3
Gaya hidup dan pola makan yang tidak seimbang berhubungan dengan berbagai jenis penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, diabetes, dan kanker. Menurut hasil survei yang dilakukan oleh National Health and Nutrition Examination Survey pada tahun 1999-2004, menyebutkan bahwa orang yang mengkonsumsi nasi dalam diet lebih beresiko mengidap penyakit diabetes tipe 2, kardiovaskuler, dan sindrom metabolisme dibanding orang yang tidak mengkonsumsi nasi dalam diet (Vulgoni et al., 2010). Kesadaran masyarakat terhadap kesehatan menimbulkan perubahan pola makan dan gaya hidup sehingga masyarakat lebih selektif dalam memilih jenis makanan yang dikonsumsi (Anonymous, 2011). Upaya untuk mengatasi permasalahan malnutrisi telah banyak dilakukan, antara lain melalui biofortifikasi, persilangan konvensional terhadap benih padi berkualitas unggul, serta pemanfaatan teknologi rekayasa genetika. Upaya tersebut dilakukan untuk mendapatkan beras dengan kandungan nutrien yang diinginkan. Namun demikian, hilangnya sebagian nutrien pada beras selama penggilingan dan pemolesan menjadi permasalahan penting yang harus diperhatikan. Para ahli nutrisi menyarankan agar mengkonsumsi beras pecah kulit. Beras pecah kulit mengandung nutrien yang lebih baik dibanding dengan beras poles. Namun beras pecah kulit kurang disukai oleh masyarakat karena memiliki tekstur yang keras serta rasa yang kurang enak (Varshini et al., 2007). Konsumsi beras kecambah (Germinated Brown Rice) dapat menjadi alternatif untuk menjaga kandungan nutrien beras. Perkecambahan merupakan salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan kandungan nutrien pada biji-bijian dan
4
serealia (Maisont & Narkrugsa, 2010). Proses perkecambahan ini dilakukan dengan perendaman, kemudian dilanjutkan dengan inkubasi untuk mendapatkan beras kecambah. Beras kecambah mengandung GABA, suatu neurotransmiter inhibitor yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Kadar GABA yang rendah atau terjadinya penurunan fungsi GABA di otak berhubungan dengan penyakit kejiwaan dan kelainan neurologi seperti ansietas, depresi, insomnia, dan epilepsi (Zhang et al., 2006). Proses perkecambahan beras pecah kulit dapat meningkatkan kandungan GABA hingga mencapai 10 kali lipat. Selain GABA, proses perkecambahan juga dapat meningkatkan aktivitas antioksidan pada beras (Komatsuzaki et al., 2007). Indonesia memiliki berbagai varietas beras lokal yang tersebar di berbagai provinsi. Beras hitam dan beras merah merupakan padi kultivar lokal yang semakin langka di kalangan petani. Saat ini para petani lebih berminat menanam padi varietas unggul, hanya sebagian kecil petani yang masih berminat menanam padi kultivar lokal. Beras merah dan beras hitam kurang diminati oleh masyarakat karena memiliki tekstur yang keras dan rasa yang kurang enak. Untuk mendorong minat masyarakat agar mengkonsumsi beras hitam diperlukan inovasi tekhnologi penyajian beras berpigmen sehingga memiliki nilai lebih sebagai sumber pangan fungsional (Kristamtini & Purwaningsih, 2009). Di Yogyakarta terdapat beberapa varietas lokal beras putih, beras merah dan beras hitam. Kekayaan berbagai varietas beras lokal dapat menjadi sumber pangan fungsional yang potensial. Selain itu perubahan gaya hidup dan pola makan masyarakat menjadi peluang besar untuk mengembangkan pangan fungsional. Manfaat GABA bagi kesehatan menyebabkan penelitian tentang kandungan GABA pada berbagai bahan pangan menarik untuk dikaji, salah satunya adalah
5
pada beras kultivar lokal. Namun demikian informasi mengenai kandungan nutrien beras kecambah kultivar lokal masih sangat terbatas. B. Permasalahan Permasalahan dari penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah pengaruh perkecambahan dengan modifikasi suhu dan lama perendaman terhadap kandungan GABA, fenol total, dan aktivitas antioksidan beras cokelat, beras merah, dan beras hitam kultivar lokal di Yogyakarta. 2. Berapakah lama perendaman yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan kandungan GABA, fenol total, dan aktivitas antioksidan beras cokelat, beras merah, dan beras hitam kultivar lokal di Yogyakarta. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini antara lain : 1. Untuk meningkatkan kandungan GABA, fenol total, dan aktivitas antioksidan pada beras cokelat, beras merah, dan beras hitam kultivar lokal di Yogyakarta. 2. Untuk menentukan kondisi optimal yang dibutuhkan untuk meningkatkan kandungan GABA, fenol total, dan aktivitas antioksidan pada beras cokelat, beras merah, dan beras hitam kultivar lokal di Yogyakarta. Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai informasi ilmiah mengenai kandungan GABA, fenol total, dan aktivitas antioksidan pada beras cokelat, beras merah, dan beras hitam kultivar lokal di Yogyakarta. 2. Menyediakan informasi ilmiah tentang kondisi optimal yang dibutuhkan untuk meningkatkan kandungan GABA, fenol total, dan aktivitas antioksidan pada beras cokelat, beras merah, dan beras hitam kultivar lokal di Yogyakarta.