BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar merupakan kegiatan yang cukup membosankan dan kurang terlalu diminati oleh para pelajar. Belajar memang tidak harus disekolah atau dikampus,bisa dimana saja. Belajar di bangku sekolah memberikan perspektif lebih untuk memahami ilmu pengetahuan. Dalam proses belajar biasanya akan mengalami atau menghasilkan sebuah perubahan, seperti halnya yang diungkapkan Slameto (2003), belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Salah satu masalah yang dialami siswa dalam belajar adalah karena kurangnya motivasi. Motivasi dalam belajar tidak saja merupakan suatu energi yang menggerakan siswa untuk belajar, tetapi juga untuk sebagai suatu yang mengarahkan aktivitas siswa kepada tujuan belajar (Prayitno.1989). motivasi juga menyangkut kebiasaan yang telah dimiliki oleh siswa. Misalnya kebiasaan bekerja yang baik dapat memperkuat motivasi, seperti kebiasaan menyelesaikan tugas atau pekerjaan sampai tuntas, kerja keras, rapi dan tepat waktu. Dorongan ingin tahu yang berasal dari dalam diri sendiri menentukan kualitas motivasi siswa. Caplin (2001) mengukapkan motivasi adalah sebagai suatu dorongan yang digunakan untuk menimbulkan faktor-faktor tertentu didalam organisme, yang membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan tingkah laku menuju satu sasaran.
Winata (2003) mengemukakakan bahwa motivasi belajar pada hakikatnya merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa. Apabila motivasi belajar siswa kuat, amka kegiatan belajarnya akan meningkat, sebaliknya apabila motivasinya lemah maka akan melemahkan kegiatan belajarnya dan berakibat mutu hasil belajarnya akan rendah. Artinya tujuan belajar tidak akan sebagaimana mestinya. Sudjana (1995) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah proses penentuan tingkat penguasaan belajar siswa melalui membandingkan hasil belajar siswa dengan norma tertentu dalam sistem penilaian yang berlaku. Siswa yang tidak mau belajar biasanya tidak mempunyai motivasi belajar yang baik, akibatnya akan berpengaruh terhadp prestasi belajarnya. Motivasi yang bisa diberikan oleh guru maupun orang tua biasanya berupa, pujian, hadiah, nilai, atau penghargaan. Menurut Maslow ( Jalaludin, 2007), motivasi dibagi menjadi dua yaitu : 1) motivasi intrinsik timbul dari dalam individu sendiri tanpa ada paksaan dan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemuan sendiri, dan 2) motivasi ekstrinsik, timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar. Berdasarkan penelitian tentang hubungan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar yang pernah dilakukan oleh Setyoningrum (2010) menunjukan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara motifasi belajar matematika dengan prestasi belajar matematika, yang artinya semakin tinggi motivasi belajar matematika maka akan semakin tinggi pula prestasi belajar matematika siswa, demikian pula sebaliknya. Dengan hasil koefisiensi korelasi sebesar r = 0,364 dengan p = 0,000 dan r2 = 0,133. Menurut Sadirman (2001), motivasi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Jadi, sudah dibuktikan
bahwa motivasi diperlukan oleh siswa untuk mendorong agar siswa termotivasi dalam belajarnya dan prestasi belajarnya. Motivasi belajar yang rendah juga dialami oleh siswa SMP N 2 Pabelan. Sekolah ini terletak di pedesaan, transportasi yang ada juga tidak semudah jika dibandingan dengan sekolah lain dala kota. Bahkan tidak sedikit pula siswa yang memilih berjalan kaki dari rumah hingga sekolahnya. Menurut hasil wawancara yang penulis lakukan dengan guru BK di sekolah tersebut ada kurang lebih sebanyak 80% siswa yang kurang termotivasi untuk belajar dan 20% siswa yang tetap mau belajar. Hal ini terlihat dari prestasi belajar siswa yang dipantau oleh guru setiap ulangan akhir semester, terutama dikelas VIIIC. Selain nilai mata pelajaran yang rendah, dikelas ini juga dipandang mempunyai motivasi belajar yang kurang. Siswa dikelas ini lebih dikenal siswa yang bandel dan suka ramai dikelas. Berdasarkan hasil pengisian instrumen motivasi belajar (adopsi dari Acik, 2012) berdasar teori Mc. Donald ( Sardiman, 2001) pada siswa kelas VIIIC SMP N 2 Pabelan, maka hasil sebaran skala motivasi belajar siswa seperti tercantum dalam tabel 1.1. Tabel 1.1 Sebaran Distribusi Frekuensi Motivasi Belajar Siswa Kelas VIIIC SMP N 2 Pabelan Kategori
Skor
Jumlah
Persen
Rendah
30-60
16
39%
Sedang
61-90
14
34,2%
Tinggi
91-120
11
26.8%
41 Siswa
100%
Jumlah
Berdasarkan dari tabel di atas dapat diketahui bahwa terdapat 16 siswa (39%) yang memiliki motivasi belajar rendah, sebanyak 14 siswa (34,2%) yang memiliki motivasi belajar
sedang dan 11 siswa (26,8%) yang memiliki motivasi belajar tinggi. Siswa masih dominan memiliki motivasi belajar rendah yakni sebanyak 39%. Perolehan tersebut yang melatar belakangi penulis untuk melalukan penelitian tentang peningkatan motivasi belajar siswa di SMPN 2 Pabelan. Usaha yang perlu dilakukan guna meningkatkan motivasi belajar adalah mengoptimalkan layanan bimbingan dan konseling kepada siswa. Salah satu kegiatan dalam bimbingan dan konseling yang akan dilaksanakan dalam rangka meningkatkan motivasi belajar adalah dengan konseling kelompok. Menurut pandangan Supriatna (2003) Layanan Konseling Kelompok dengan Pendekatan Behavioral, khususnya Teknik Cognitive restructuring dapat digunakan sebagai strategi penanganan masalah belajar. Karena dengan teknik konseling kelompok ini pembahasan dapat terfokus pada siswa yang bermasalah karena kurangnya motivasi belajar. Prayitno (1999) mengungkapkan bahwa konseling kelompok adalah layanan yang menggunakan dinamika kelompok sebagai media kegiatannya. Apabila dinamika kelompok dikembangkan dan dimanfaatkan secara efektif dalam layanan ini diharapkan tujuan yang ingin dicapai akan tercapai. Salah satu tujuan dari konseling kelompok ini adalah agar para konseli belajar berkomunikasi dengan seluruh anggota kelompok secara terbuka, dengan saling menghargai dan saling menaruh perhatian. Sedangkan Corey (1985) mengungkapkan bahwa konseling kelompok berpusat kepada hal-hal yang khusus seperti masalah pendidikan, pekerjaan, social dan pribadi. Menurut Krumboltz & Thoresen (Shertzer& Stone, 1980) konseling kelompok behavioral merupakan proses membantu siswa untuk memecahkan masalah interpersonal, emosional dan pengambilan keputusan tertentu. Konsep konseling kelompok behavioral menyatakan bahwa perilaku manusia merupakan hasil belajar sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan
mengkreasi kondisi-kondisi belajar yang bersifat mengembangkan bagi siswa yang bersangkutan. Berdasarkanuraian di atas, penulis ingin mengetahui keefektifan penggunaan layanan konseling kelompok dengan pendekatan behavioral, yaitu teknik cognitive restructuring dengan mengatasi masalah belajar siswa terutama motivasi belajar. Oleh karena itu penulis mengambil judul “Peningkatan Motivasi Belajar Melalui Layanan Konseling Kelornpok Behavioral Teknik Cognitive Restructuring Siswa Kelas VIII SMP N 2Pabelan Semester Genap Tahun Ajaran 2013/2014”
1.2
Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini dikemukakan sebagai berikut : "Apakah layanan konseling kelompok behavioral teknik cognitive restructuring dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas VIII C SMP N 2 Pabelan ?"
1.3
Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah meningkatkan motivasi belajar melalui penerapan konseling kelompok dengan pendekatan behavioral yaitu teknik cognitive restructuring, pada siswa kelas VIII C SMP N 2 Pabelan.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1.4.1 Manfaat Teoritik Hasil penelitian, ini diharapkan dapat menambah khasanah teoritik tentang kesesuaian kajian layanan bimbingan dan konseling, khususnya layanan konseling kelompok sebagai upaya meningkatkan motivasi belajar dengan menggunakan teknik
cognitive structuring, sehingga dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang konseling kelompok. 1.4.2 Manfaat Praktik 1) Bagi Siswa Guna membantu mengatasi masalah belajar siswa sehingga siswa dapat meningkatkan motivasi belajar guna mencapai prestasi yang optimal. 2) Bagi Guru Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi guru pembimbing dalam pemberian layanan konseling kelompok sehingga motivasi belajar siswa meningkat. 3) Bagi Sekolah Memberi masukan dan informasi kepada sekolah tentang posisi strategik layanan konseling kelompok terhadap upaya peningkatan motivasi belajar dan prestasi belajar siswa.