BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Di dunia pada zaman ini sangat sedikit yang mengaitkan antara seni dengan agama. Padahal jika disadari, seniman yang sampai pada kesempurnaan tertentu dalam seninya, akhirnya akan menyadari bahwa bukan dia yang telah mencapai sesuatu itu. Tetapi ada kekuatan yang mengambil tubuh, hati, otak dan matanya sebagai peralatannya. Dialah kekuatan dari segala kekuatan yang ada, Allah SWT. Ketika keindahan dihasilkan dalam bentuk seni, seharusnya orang tidak pernah berfikir bahwa hal itu diciptakan oleh manusia. Tetapi melalui manusialah, Allah menyempurnakan ciptaan-Nya. Karena yang terjadi di langit dan di bumi adalah imanensi ketuhanan, ciptaan Tuhan.1 Oleh karena itu manusia tidak dapat menyebabkan sesuatu menjadi ada atau menciptakan sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada.2 Dengan demikian dalam hubungannya dengan agama, agar seni bisa mencapai makna spiritual, manusia tidak harus menjadi sangat religius, tetapi hanya memerlukan cinta keindahan. Karena seni itu sendiri adalah ciptaan keindahan dalam bentuk apapun yang diciptakan, termasuk dalam bentuk manusia. Jika seniman menganggap apapun yang diciptakannya dalam seni adalah ciptaannya sendiri, berarti dia melupakan dirinya dalam segi keindahan, karena sesungguhnya segala sesuatu berasal dari Allah. Jika seniman mulai mengenal Allah dalam seninya, maka hal ini menjadikan seni memiliki nilai yang sebenarnya.Tetapi jika seniman belum menyadari hal ini, dia belum menyentuh kesempurnaan seni.3
1
Hazrat Inayat Khan, The Heart of Sufism, terj. Andi Haryadi, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung 2002, hlm. 397-398 2 Lynn Wilcox, Ilmu Jiwa Berjumpa Tasawuf, terj. IG Harimurti, Serambi, Jakarta, 2003, hlm. 140 3 Hazrat Inayat Khan, op.cit, hlm. 398
1
2
Demikian halnya jika membicarakan tentang seni tari. Dalam sejarah umat Islam terdapat perbedaan pendapat tentang seni tari. Seni tari dalam permulaan Islam berbentuk sederhana dan hanya dilakukan oleh orang-orang yang datang dari luar daerah Jazirah Arab. Menari biasa dilakukan pada harihari gembira, seperti hari raya. Kemudian seni tari berkembang pesat pada zaman sesudah Rasulullah SAW, khususnya pada zaman Daulah Abbasiah. Namun banyak ulama yang tidak setuju dengan tarian semacam itu, diantaranya Imam Syaikhul Islam dan Ahmad Ibnu Taimiyah. Beliau menentang keras seni tari dalam kitabnya yang berjudul Risalah Fi Sima’ Wal Raas Wal Suraakh (Risalah tentang mendengar musik, tari-tarian dan nyanyian). Namun ada juga kalangan ulama yang membolehkan seni tari selama tidak melanggar norma-norma Islam. Adapun yang berpendapat demikian di antaranya Ibrahim Mukhammad Al Halabi. Beliau mengarang kitab yang berjudul Al Rahs Wal Waqs Limustahili Al Raqs. (Benteng yang kokoh bagi orang yang membolehkan tari-tarian). Dahulu pada zaman Khilafah Abbasiyah, baik di kalangan gedunggedung, istana, maupun di tempat-tempat hiburan lainya, seni tari telah mendapatkan tempat yang istimewa di tengah-tengah masyarakat. Pada akhir khilafah ini, kesenian tari mulai mundur ketika bangsa mongol menguasai pusat peradaban Islam di Baghdad. Semua hasil seni dirusak oleh tentara keji itu karena memang tidak menyukai tarian. Kemudian pada masa khilafah Utsmaniah, seni tari berkembang lebih pesat lagi, khususnya tari sufi yang biasa dilakukan oleh kaum pria saja. Sedangkan penari wanita menarikan tarian di istana dan rumah-rumah para pejabat, yang hanya dilakukan oleh wanita-wanita budak saja yang bekerja di istana, di rumah pejabat atau di rumah-rumah rakyat biasa. Namun tarian-tarian ini tidak pernah dilakukan di tempat-tempat terbuka yang penontonnya bercampur baur antara laki-laki dan perempuan. Tetapi setelah terpengaruh oleh kebudayaan Barat, muncul kebiasaan menari yang mengikuti para penari Barat dengan gaya merangsang syahwat dan
3
membangkitkan birahi, seperti tari balet, dansa, joged, dan tarian yang menimbulkan histeria seperti disko. Menurut seorang ulama Islam Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin sebagaimana telah dikutip oleh Abdurrahman Al Baghdadi, beranggapan bahwa pendengar nyanyian musik dan menari hukumnya mubah. Sebab kata beliau,”Para sahabat Rasulullah SAW pernah melakukan hajal (berjinjit)
pada
saat
mereka
bahagia”.
Imam
al-Ghazali
kemudian
menyebutkan bahwa Ali Bin Abi Thalib pernah berjinjit atau menari ketika ia mendengar Rasulullah SAW bersabda :
ﻚ ﻨﺎ ِﻣﻭﹶﺍﻧ ﻰﺖ ِﻣﻨ ﻧﹶﺍ “Engkau tergolong dalam golonganku, dan aku tergolong ke dalam golonganmu”. Imam Al-Ghazali juga menyimpulkan bahwa menari dibolehkan hukumnya pada saat-saat bahagia, seperti hari raya, pesta pernikahan, aqiqahan, kelahiran bayi, khitanan dan setelah seseorang hafal al-Qur’an. Hal ini karena Rasulullah pernah mengijinkan Aisyah untuk menyaksikan penaripenari Habsah. Tarian orang-orang Habsyah di hadapan Rasulullah dijadikan dalil yang paling kuat tentang kebolehan tarian, sebab Rasulullah membiarkan mereka melakukannya, bahkan mendorong mereka untuk melanjutkan tariannya. Tetapi ada pula yang menentang tarian dengan menentang pengertian hadits yang membolehkan tarian itu. Beliau adalah Imam Ibnu Hajjar. Beliau mengatakan bahwa orang-orang Habsyah yang menari mempunyai maksud dan tujuan tertentu, yaitu sebagai latihan yang biasa mereka lakukan untuk berperang dengan memainkan perisai dan tombak. Oleh karena itu berbeda halnya dengan tarian yang tujuannya untuk menghibur diri, sehingga hal ini tidak dapat dijadikan hujjah yang membolehkan tari-tarian. Imam Ibnu Jauzi juga mengatakan bahwa hajal yang dilakukan Ali, Ja’far dan Zaid adalah sebagai cara berjalan pada saat merasa gembira. Tarian
4
orang-orang Habsyah juga merupakan cara berjalan pada saat berhadapan dengan musuh pada saat berperang. Beliau juga mengomentari tarian orang sufi yang menurutnya tidak layak dilakukan. Karena menari sebagai ekspresi membanggakan diri.4 Sedangkan dalam buku mutiara Ihya Ulumuddin Imam al-Ghazali yang diterjemahkan oleh H. Rus’an menyebutkan jika seseorang mencintai Allah dan patuh pada hukum-hukum agama, maka akan lebih sempurna dan sesuai dengan hukum apabila dapat mendengarkan bunyi-bunyian sebagai sarana mengembangkan agama. Tetapi sebaliknya, jika hatinya penuh dengan keinginan-keinginan bersifat hawa nafsu, maka, lagu nyanyian dan tarian itu hanya akan menambah berkobarnya hawa nafsu tersebut. Hal itulah yang di maksud bertentangan dengan agama. Tetapi kalau hal itu dilakukan sebagai hiburan saja, maka masih disangsikan apakah sesuai ataukah bertentangan dengan agama. Yang dominan dari hal-hal yang menerima dan menolak musik tersebut adalah netral, karena musik itu sebenarnya menyenangkan, hampir sama seperti mendengarkan burung-burung bernyanyi, melihat rumput-rumput dan air yang mengalir indah yang semuanya tidak bertentangan dengan agama. Sifat-sifat lagu, nyanyian dan tari-tarian yang dipandang sebagai hiburan, juga dikuatkan oleh adanya Hadits Qudsi dari Siti Aisyah. Hadits tersebut mengisahkan bahwa pada suatu hari raya beberapa orang Habsyi melakukan qasidah di Masjid, kemudian Nabi mengajak Siti Aisyah untuk melihatnya hingga akhir. Pada uraian di atas jelas bahwa musik, lagu dan tari-tarian yang bermaksud menghibur tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama. Demikian pula yang dimaksudkan untuk iringan penyesalan dosa dan kekecewaan, memohon ampun dan taubat kepada Allah, maka hal yang demikian diijinkan oleh agama. Sebaliknya, jika lagu, musik dan tarian yang dibawakan pada acara-acara yang hanya menambah duka cita dan penyesalan 4 Abdurrahman al Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, Seni Vokal, Musik dan Tari, terj. Islisyah Asman dan Rahmat Kurnia ( Penyunting ), Gema Insani Press, Jakarta, 1991, hlm. 86-92
5
yang dilarang agama, maka hal yang demikian bertentangan dengan hukumhukum agama. Karena dalam ayat-ayat Al-Qur’an pun telah dijelaskan sebagai berikut, “Janganlah engkau berputus asa atas kehilangan barangbarangmu. Tetapi sebaliknya, lagu-lagu yang meriah di dalam pesta perkawinan, khitanan, kembali dari perjalanan dan sebagainya, kesemuanya itu tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama”.5 Jadi mendalami tentang tarian sufi pada perjalanan spiritual Jalaluddin Rumi, kiranya juga memerlukan pemahaman tersendiri. Karena sesungguhnya tarian ini merupakan cara bertarekat dalam tarekat yang didirikan oleh alRumi, yaitu Tarekat Maulawiyah. Meskipun tarian sufi telah dimainkan oleh banyak tarekat sufi, alRumi menjadikannya sebagai ciri khas dari tarekatnya. Karena tarekat ini mempunyai ciri utama konsep spiritual yang disebut sama’.6 Konsep spiritual ini terkandung dalam Tarekat Maulawiyah. Dalam arti, semua gerakan, pakaian maupun bunyi-bunyian yang mengiringi tarian ini mempunyai makna spiritual. Hal inilah yang menjadikan tarian spiritual sebagai jalan untuk bertarekat dalam Tarekat Maulawiyah.
B. Penegasan Judul Skripsi ini berjudul “Tarian Spiritual (Studi Analisis Tarekat Maulawiyah)”. Agar dapat memberikan pemahaman yang tepat dan terarah serta untuk menghindari kesalahpahaman dalam menginterpretasikan judul skripsi ini, maka penulis merasa perlu untuk mengemukakan makna dan maksud kata-kata dalam judul tersebut sekaligus memberikan batasan-batasan istilah agar dapat dipahami secara konkrit dan lebih operasional. Adapun penjelasan dari istilah tersebut adalah sebagai berikut:
5
Imam Al-Ghazali, Mutiara Ihya Ulumudin,, terj. H. Rus’an, Wicaksana, Semarang, 1984, hlm. 309-310. 6 Mulyadhi Kartanegara, Jalal Al-Din Rumi; Guru Sufi dan Penyair Agung, terj. Ilham B. Saenong, Teraju, Jakarta, 2004, hlm. 15
6
1. Tarian Spiritual Tarian Spiritual adalah istilah lain dari tarian sufi. Tarian ini memiliki makna secara spiritual, yang merupakan ekspresi dan manifestasi dari perasaan cinta kepada Allah SWT. Hal ini dilakukan untuk mencapai ekstase atau puncak dalam rasa mabuk cinta kepada Allah SWT. Dalam skripsi ini penulis memfokuskan pembahasan pada tarian spiritual pada Tarekat Maulawiyah yang didirikan Jalaluddin Rumi. Tarian ini bergerak memutar, karena merupakan gambaran sebuah pusat penciptaan, yaitu sebuah proses penciptaan yang semuanya berasal dari Allah SWT. Cara untuk dapat membangkitkan kesadaran spiritual dalam tarian sakral ini menggunakan syair-syair Ilahi, yaitu lagu-lagu sufi Turki yang diiringi dengan seruling dan drum sebagai alat musik utama.7
2. Tarekat Tarekat adalah jalan, yaitu jalan menuju kebenaran di dalam tasawuf; cara atau aturan hidup dalam keagamaan atau ilmu kebatinan. Dapat juga didefinisikan sebagai persekutuan penuntut ilmu tasawuf.8 Selain itu tarekat bisa berarti mistikisme; ilmu kerohanian atau kebatinan untuk mencapai kesempurnaan jiwa.9 Tarekat juga berarti jalan atau cara untuk mencapai tingkatantingkatan ( maqamat ) dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan.10 Secara umum tarekat adalah suatu metode yang ditempuh oleh para sufi dalam bertasawuf.
7
Cyril Classe, Ensiklopedi Islam Ringkas, terj. Gufron A. Mas’adi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hlm. 266 8 Bidang Perkamusan dan Peristilahan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi I, Balai Pustaka, Jakarta, 1988, hlm. 903. 9 Pius A. Partanto, M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, Arkola, Surabaya, 1994, hlm. 740. 10 M. Muhsin Jamil, M. A., Tarekat dan Dinamika Sosial Politik; Tafsir Sosial Sufi Nusantara, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hlm. 47
7
3. Maulawiyah Maulawiyah berasal dari kata Maulana yang berarti tuan kami, yang mana kata ini merupakan nama dari Jalaluddin Rumi yang dikenal di dunia Timur yaitu dari Turki sampai India, daerah-daerah yang cukup mengenal bahasa Persia.11 Maulawiyah pun dikenal dalam bahasa Persia dengan kata Mavlevi,12 yaitu asal kata Maulana. Maulawiyah adalah nama tarekat yang didirikan oleh Rumi,13 yang dikenal dengan tarian spiritualnya. Para pengikutnya disebut Whirling Dervishes,14 karena tarian ini dilakukan dengan gerakan memutar. Dalam hal ini penulis memfokuskan pada Tarekat Maulawiyah yang dipimpin langsung oleh al-Rumi. Adapun halhal di luar itu adalah sebagai pelengkap dalam skripsi ini.
C. Rumusan Masalah Dari latar belakang dan penegasan judul yang penulis kemukakan di atas, maka dapat penulis rumuskan permasalahan dalam skripsi ini sebagai berikut: 1. Apa makna spiritual dari tarian Tarekat Maulawiyah? 2. Mengapa muncul tarian spiritual dalam Tarekat Maulawiyah? 3. Bagaimana pelaksanaan tarian spiritual dalam Tarekat Maulawiyah?
D. Tujuan dan Manfaat Penulisan Skripsi a. Tujuan Penulisan Skripsi Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini berdasarkan rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut:
11 Seyyed Husein Nasr (editor), Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam, terj. Tim Penerjamah Mizan, Mizan, Bandung, 2003, hlm. 141 12 Martin Lings, Ada Apa Dengan Sufi, terj. Achmad Maimun, Pustaka Sufi, Yogyakarta, 2004, hlm. 108. 13 Syaikh Fadhlalla Haeri, Jenjang-Jenjang Sufisme, terj. Ibnu Burdah dan Shohifullah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000, hlm. 41. 14 Cyril Classe, op. cit., hlm. 266
8
1. Untuk mengetahui arti tarian spiritual Tarekat Maulawiyah. 2. Untuk mengetahui sebab munculnya tarian spiritual dalam Tarekat Maulawiyah. 3. Untuk
mengetahui
pelaksanaan
tarian
spiritual
dalam
Tarekat
Maulawiyah. b. Manfaat Penulisan Skripsi Sedangkan manfaat dari penulisan skripsi ini adalah supaya dapat memberikan pengetahuan serta penjelasan tentang tarian spiritual dalam Tarekat Maulawiyah. Hal ini dimaksudkan agar dapat membantu dalam pengembangan cakrawala pengetahuan yang berhubungan dengan studi ilmu tasawuf pada jurusan tasawuf dan psikoterapi.
E. Tinjauan Pustaka Tasawuf secara umum telah mengandung nilai-nilai yang sangat berharga bagi umat Islam. Di dalam Islam sendiri secara universal telah mencakup segala aspek kehidupan yang bisa mengatasi berbagai corak problem manusia Islam khususnya, yang mana hal ini bersumber pada alQur’an dan al-Hadits sebagai sumber ajaran Islam. Ditinjau dari judul skripsi yang penulis teliti, maka berikut terdapat beberapa literatur yang relevan dengan penelitian ini, yang mana literatur-literatur tersebut telah diteliti oleh peneliti lain. Literatu-literatur tersebut sebagai berikut : Cinta Ilahi Jalaluddin Rumi dalam Tasawuf yang ditulis oleh Badi’atul, mahasiswa angkatan 1997 dalam
karya ilmiahnya di fakultas
Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang tahun 2002, menyebutkan tentang pemikiran tasawuf Jalaluddin Rumi tentang Cinta Ilahi. Di antaranya adalah tentang konsep cinta Jalaluddin Rumi yang menjelaskan bahwa cinta adalah hal utama yang diperlukan dalam kehidupan manusia, karena cinta adalah hal utama yang diciptakan oleh Allah.Dijelaskan juga bahwa ciptaan Allah terhadap segala sesuatu adalah berdasarkan cinta-Nya, karena itu cinta-cinta yang ada di dunia ini sesungguhnya bersumber atau merupakan manifestasi dari cinta Ilahi.
9
Rumi
Menatap
Sang
Kekasih,
tulisan
Will
Johnson
yang
diterjemahkan oleh Dini Dwi Utari dan diterbitkan oleh PT. Serambi Ilmu Semesta menyebutkan bahwa al-Rumi dan Syamsuddin adalah teman karib. Syamsuddin adalah tokoh spiritual yang misterius dan merupakan sahabat yang luar biasa bagi al-Rumi, sehingga Syamsuddin pulalah yang mengajarkan banyak hal spiritual kepadanya. Buku ini banyak berisi tentang kehidupan al-Rumi bersama Syamsuddin. Dunia Rumi; Hidup dan Karya Penyair Besar Sufi, buku yang diterbitkan oleh Pustaka Sufi 2002 atas tulisan Annemarie Schimmel yang diterjemahkan oleh Saut Pasaribu ini menjelaskan tentang banyak hal yang berhubungan dengan al-Rumi. Di antaranya adalah tentang jalan menuju Konya, peradabannya, puisi-puisi al-Rumi dan pemikirannya tentang cinta serta tarian spiritual yang diajarkan dalam tarekatnya. Dalam buku ini membenamkan kita pada suasana Konya di zaman al-Rumi. Kidung Rumi; Analisis Kritis dan Mistisisme dalam Islam yang diterbitkan oleh Risalah Gusti merupakan analisis kritis dari beberapa penulis, di antaranya Annemarie Schimmel hingga Victoria Holbrook tentang puisipuisi al-Rumi dan mistisisme dalam Islam. Menari Menghampiri Tuhan; Biografi Spiritual Rumi, ditulis oleh Leslie Wines terjemahan Sugeng Hariyanto dan diterbitkan oleh PT. Mizan Pustaka, adalah sebuah karya tentang al-Rumi dengan pilihan tema (biografi spiritual) yang jarang disentuh oleh penulis lain. Tulisan ini berisi tentang perjalanan hidup al-Rumi sejak kecil hingga bertemu dengan seorang tokoh aneh, Syamsuddin, yang mengajarkan tarian spiritual kepadanya. Karya-karya di atas berhubungan dengan penelitian dalam skripsi ini, tetapi ada perbedaan antara keduanya. Kajian ini lebih spesifik karena khusus mengungkapkan tentang tarian spiritual yang ada dalam Tarekat Maulawiyah, yaitu tarekat yang didirikan oleh Jalaluddin Rumi yang khas dengan tarian mistiknya. Oleh karena hal inilah penulis memandang adanya kekhasan dalam kajian ini jika dibandingkan dengan karya-karya tersebut yang masih bersifat umum. Penulis akan mengkaji permasalahan ini sehingga dapat menghasilkan
10
tulisan
yang
tersusun
dengan
baik
dan
bermanfaat
serta
dapat
dipertanggungjawabkan.
F. Metode Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan studi kepustakaan yaitu dengan cara membaca dan memahami literatur yang berkaitan dengan pengumpulan data, dengan mengumpulkan buku-buku serta penulisan ilmiah lainnya yang berhubungan dengan judul skripsi ini. Oleh karena itu untuk memperoleh
data
yang
memadai,
maka
dipergunakan
tehnik-tehnik
pengumpulan data sebagai berikut untuk mewujudkan karya ilmiah yang baik. 1. Sumber Data Maksud sumber data di dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data dapat diperoleh.15 Adapun sumber data yang penulis gunakan adalah sebagai berikut: a. Sumber Primer Sumber primer merupakan sumber yang diambil dari literatur yang ditulis oleh al-Rumi yang berkaitan dengan masalah penelitian, yaitu: -
Jalan Menuju Cinta (Jalaluddin Rumi, ter., Asih Ratnawati)
-
Yang
Mengenal
Dirinya
Yang
Mengenal
Tuhannya
(Jalaluddin Rumi, terj., Anwar Holid) b. Sumber Sekunder Sumber sekunder merupakan sumber data yang berasal dari bukubuku dan data lain yang menunjang dan berkaitan dengan pembahasan pada penelitian ini. 2. Metode Pengumpulan Data Mengingat jenis penelitian dalam skripsi ini adalah Library Research, yaitu suatu penelitian guna memperoleh data yang dilakukan di perpustakaan, maka dalam pengumpulan data, penulis menggunakan kajian literatur dari buku-buku dan karya ilmiah yang ada kaitannya 15
Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi V, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm. 107.
11
dengan judul dalam skripsi ini. Kemudian dikategorikan menurut pokok bahasan dan disusun secara logika dan sistematis. 3. Analisis Data Setelah disusun secara logika dan sistematis, maka data yang telah penulis kumpulkan tersebut dianalisis menggunakan metode hermeneutika. Metode ini berupaya untuk menafsirkan teks-teks yang ada dalam buku bacaan tersebut sesuai dengan makna teks yang dikehendaki oleh penulisnya. ~ Metode Hermeneutika Kata hermeneutika berasal dari bahasa Yunani hermeneuein, yang memiliki
arti
menafsirkan,
menginterpretasikan
atau
menerjemahkan.16 Kata ini juga diambil dari nama dewa dalam mitologi Yunani, Hermes. Jika dilihat dari perannya, berarti ilmu dan seni menginterpretasikan sebuah teks. Maka sebagai sebuah ilmu, hermeneutika harus menggunakan cara ilmiah dalam mencari makna, dan sebagai sebuah seni, harus menampilkan sesuatu yang baik dan indah tentang suatu penafsiran.17 Jadi hermeneutika menafsirkan teks untuk mengungkapkan makna yang tersembunyi.18 Dalam skripsi ini, data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan pendekatan hermeneutika sebagai upaya untuk memahami, menafsirkan dan menerjemahkan. Pendekatan ini memiliki tiga unsur dasar, yaitu to say (menyampaikan),
to
explain
(menjelaskan)
dan
to
translate
(menerjemahkan).19
16
Emilio Betti dkk., Hermeneutika Transendental; Dari Konfigurasi Filosofis Menuju Praktis Islamic Studie, terj. Nasiful Atho’ dan Arif Fahruddin (editor), Ircisod, Yogyakarta, 2003, hlm. 14. 17 Ibid., hlm. 15. 18 Richard E. Palmer, Hermeneutika; Teori Baru Mengenai Interpretasi terj. Musnur Hery dan Damanhuri Muhammed, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, hlm. 41 19 Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama; Sebuah Kajian Hermeneutika, Paramadina, Jakarta, 1996, hlm. 14
12
G. Sistematika Penulisan Skripsi Untuk memperoleh pembahasan yang sistematis dan konsisten serta dapat menunjukkan gambaran yang utuh dalam penelitian ini, maka penulis akan menyusun skripsi ini dengan menyatakan garis-garis besar dari masingmasing bab yang saling berurutan. Hal ini dimaksudkan agar penyajian pembahasan masalah tersusun dengan rapi. Bab pertama, sebagai pembuka bahasan dalam skripsi ini disusun dalam pendahuluan, sebagai gambaran umum tarian dalam Islam. Dilengkapi juga dengan pendapat para ulama Islam tentang tari-tarian. Di samping itu tujuan yang hendak dicapai oleh penulis, berpijak dari permasalahan dalam skripsi ini, sehingga diperoleh manfaat yang tepat. Namun yang paling pokok adalah memuat metodologi. Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kualitatif, yaitu menganalisa data hasil penelitian dan mencari hubungan yang terdapat di dalamnya. Adapun metode analisis yang digunakan adalah metode hermeneutika atau penafsiran. Kemudian diimplementasikan dalam bab-bab berikutnya. Bab kedua, merupakan landasan teori yang mendasar pada pembahasan dalam penulisan skripsi ini. Hal ini sebagai perihal umum yang berkaitan dengan judul skripsi ini, juga sebagai landasan teori yang mengkaji hasil penelitian yang diperoleh dari literatur-literatur, baik buku maupun karya ilmiah lain yang berkaitan dengan pembahasan dalam skripsi ini. Hal ini sebagai langkah menuju bab berikutnya. Bab ketiga, merupakan bab penyajian data yang diteliti dalam skripsi ini, yaitu data-data tentang Jalaluddin Rumi yang mana menggambarkan juga mengenai ajaran-ajaran Tarekat Maulawiyahnya dan khususnya pada obyek yang diteliti, yaitu tarian spiritual. Kemudian hal ini akan dianalisis pada bab selanjutnya. Bab keempat, merupakan bagian pembahasan skripsi dari rumusan masalah. Dalam bab ini akan dianalisis data-data yang diperoleh dari bab sebelumnya yaitu bab ketiga yang merupakan praktek-praktek dalam tasawuf.
13
Hal ini menelaah terhadap ajaran Tarekat Maulawiyah mengenai obyek penelitian. Bab kelima, adalah bab terakhir dari keseluruhan kajian skripsi yang kemudian menunjukkan adanya gambaran yang jelas dari tasawuf dalam Islam yang sesuai dengan ajaran Tarekat Maulawiyah Jalaluddin Rumi. Dalam bab ini memuat saran yang relevan dengan objek penelitian.
14
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................i PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................................ii HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................iii MOTTO ....................................................................................................................iv ABSTRAKSI ............................................................................................................v KATA PENGANTAR ..............................................................................................vi TRANSLITERASI ....................................................................................................vii DAFTAR ISI .............................................................................................................viii
BAB I
: PENDAHULUAN A. Judul ................................................................................................... 1 B. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1 C. Penegasan Judul ................................................................................. 5 D. Rumusan Masalah .............................................................................. 7 E. Tujuan dan Manfaat Penulisan Skripsi ............................................. 7 F. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 8 G. Metode Penelitian ............................................................................. 9 H. Sistematika Penulisan Skripsi ........................................................... 11
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG TARIAN SPIRITUAL A. Pengertian Tarian Spiritual B. Unsur Estetika dalam Tarian Spiritual C. Musik dan Tarian Sufi
BAB III : JALALUDDIN RUMI, TARIAN SPIRITUAL DAN TAREKAT MAULAWIYAH A. Riwayat Hidup dan Karya-Karya tasawuf Jalaluddin Rumi B. Tarekat Maulawiyah
15
1. Ajaran-Ajaran dalam Tarekat Maulawiyah 2. Sejarah dan Penyebaran Tarekat Maulawiyah C. Tarian Spiritual Tarekat Maulawiyah 1. Pelaksanaan Tarian Spiritual Tarekat Maulawiyah 2. Macam-Macam yang Dilewati dalam Tarian Spiritual
BAB IV : ANALISIS TARIAN SPIRITUAL TAREKAT MAULAWIYAH A. Tarian Spiritual Sebagai Tarian Berbasis Tauhid B. Tarian Spiritual Sebagai Ekspresi Suatu Kecintaan
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran C. Penutup
16
DAFTAR PUSTAKA Al Baghdadi, Abdurrahman, Seni Dalam Pandangan Islam, Seni Vokal, Musik dan Tari, Gema Insani Press, Jakarta, 1991. Arikunto, Suharsimi, Prof. Dr., Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi V, Rineka Cipta, Jakarta, 2002. Betti, Emilio, dkk., Hermeneutika Transendental; Dari Konfigurasi Filosofis Menuju Praktis Islamic Studies, Ircisod, Yogyakarta, 2003. Bidang Perkamusan dan Peristilahan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi I, Balai Pustaka, Jakarta, 1988. Haeri, Syaikh Fadhlalla, Jenjang-Jenjang Sufisme, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000. Kartanegara, Mulyadhi, Jalal Al-Din Rumi; Guru Sufi dan Penyair Agung, Teraju, Jakarta, 2004. Khan, Hazrat Inayat, The Heart of Sufism, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung 2002. Lings, Martin, Ada Apa Dengan Sufi, Pustaka Sufi, Yogyakarta, 2004. Nasr, Seyyed Husein (editor), Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam, Mizan, Bandung, 2003. Partanto, Pius A., M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, Arkola, Surabaya, 1994. Rus’an, H., Imam Al-Ghazali; Mutiara Ihya Ulumudin, Wicaksana, Semarang, 1984. Wilcox, Lynn, Ilmu Jiwa Berjumpa Tasawuf, Serambi, Jakarta, 2003.
17
PROPOSAL PENELITIAN TARIAN SPIRITUAL (Studi Analisis Tarekat Maulawiyah)
Diajukan untuk Mengadakan Penelitian Dalam Ilmu Tasawuf dan Psikoterapi
Oleh : ISNAENY MILDA SUSANTI NIM: 4101060
18
FAKULTAS USHULUDIN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2005