BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Bandar Udara Rahadi Osman yang terletak di Kota Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat, merupakan salah satu bandar udara di Indonesia yang digunakan untuk melayani kepentingan umum. Salah satu pelayanan yang diberikan untuk mencapai keselamatan penerbangan adalah penyelenggaraan pelayanan navigasi penerbangan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, pada pasal 275 ayat 1, lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan wajib memiliki sertifikat pelayanan navigasi penerbangan. Pada ayat 3 dijelaskan bahwa Unit pelayanan navigasi penerbangan terdiri dari: (a) Unit pelayanan navigasi penerbangan di bandar udara (Aerodrome Control Tower/TWR); (b) Unit pelayanan navigasi pendekatan (Approach Control Office/APP); dan (c) Unit pelayanan navigasi penerbangan jelajah (Area Control Centre/ACC). Dalam hal ini, Bandar Udara Rahadi Osman diberikan wewenang untuk melayani navigasi penerbangan di bandar udara (Aerodrome Control Tower). Unit ini bertanggung jawab terhadap controlled airspace dengan dimensi ruang udara secara horisontal membentuk tabung dengan radius 20 Nautical Mile (Nm) dari titik koordinat posisi alat navigasi VHF Omnidirectional Radio Range (VOR) dengan identitas KTG dan secara vertikal dari permukaan bumi (surface) sampai dengan ketinggian 6.000 feet.
1
2
Pesawat-pesawat yang beroperasi dari dan menuju Bandar Udara Rahadi Osman Ketapang terbang di ketinggian jelajah antara 7.500 feet sampai dengan 12.500 feet. Kontak komunikasi pertama untuk pesawat yang menuju ke Bandar Udara Rahadi Osman terjadi pada kisaran jarak antara 70 Nm sampai dengan 120 Nm dari Bandar Udara Rahadi Osman. Begitu pula untuk pesawat yang meninggalkan Bandar Udara Rahadi Osman melakukan kontak terakhir pada kisaran jarak antara 20 Nm dan telah berada pada ketinggian jelajahnya. Secara pelayanan, Unit penyelenggara navigasi penerbangan Rahadi Osman Aerodrome Contol Tower berupaya bertindak sesuai pasal 272 ayat 2, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang isinya mengenai kewajiban pelayanan navigasi penerbangan dimulai sejak kontak komunikasi pertama sampai dengan kontak komunikasi terakhir antara kapten penerbang dengan petugas atau fasilitas navigasi penerbangan. Akan tetapi, dari sisi kewenangan, Unit penyelenggara navigasi penerbangan di Bandar Udara Rahadi Osman Ketapang dibatasi pada pelayanan di bandar udara (Aerodrome Control Service) saja dengan ruang udara yang telah dijelaskan di atas, dengan demikian tidak memiliki sertifikat dan kewenangan untuk melakukan pelayanan navigasi pendekatan (Approach Control Service) maupun pelayanan navigasi penerbangan jelajah (Area Control Service). Ditambah lagi, sanksi yang akan dikenakan kepada petugas sangatlah berat seperti yang tertuang pada pasal 429 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan,
setiap
penerbangan
tidak
orang memiliki
yang
menyelenggarakan
sertifikat
pelayanan
pelayanan
navigasi
navigasi
penerbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 275 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
3
paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Ini menjadi dilema bagi petugas penyelenggara navigasi penerbangan dalam hal ini adalah Air Traffic Controller (ATC) di bandar udara Rahadi Osman Ketapang mengenai pasal mana yang harus diterapkan karena dengan kondisi infrastruktur ruang udara yang ada saat ini belum mampu mengakomodir kedua pasal itu secara bersamaan. I.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan untuk: 1. Mengevaluasi struktur controlled airspace Ketapang Aerodrome Traffic Zone (ATZ) ditinjau dari kesesuaian sisi kebutuhan operasional dan sisi legalitas hukum yang termaktub dalam pasal-pasal terkait di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. 2. Mengevaluasi wewenang penyelenggaraan pelayanan air traffic control oleh Unit Rahadi Osman Aerodrome Control Tower ditinjau dari kesesuaian sisi kebutuhan operasional dan sisi legalitas hukum yang termaktub dalam pasalpasal terkait di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. 3. Merencanakan alternatif desain controlled airspace dan penyesuaian kewenangan pelayanan navigasi penerbangan yang mampu mengakomodir kebutuhan operasional di lapangan.
4
I.3. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis Memperkaya pengembangan ilmu dan kajian akademik pada bidang sistem dan teknik transportasi serta sebagai bahan referensi untuk penelitian berikutnya dengan konsentrasi studi yang sejenis. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi langkah awal agar petugas Air Traffic Controller (ATC) terlindungi secara hukum dalam penyelenggaraan pelayanan navigasi penerbangan. 3. Manfaat Regulasi Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan sebagai regulator penerbangan sipil untuk melakukan restrukturisasi ruang udara dan kewenangan pelayanan navigasi penerbangan sehingga mampu meningkatkan kualitas pelayanan navigasi penerbangan dan jaminan hukum bagi penyelenggaranya. I.4. Pembatasan Penelitian Penelitian ini dibatasi untuk menganalisis permasalahan antara pengenaan unsur pidana pada Pasal 429 di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan terkait dengan kewajiban kepemilikan sertifikat pelayanan navigasi penerbangan yang tercantum pada pasal 275, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan terhadap kewajiban pemberian pelayanan navigasi penerbangan pada pasal 272 ayat (2), Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009
5
tentang Penerbangan dilihat dari infrastruktur ruang udara dan wewenang penyelenggaraan pelayanan navigasi penerbangan di Bandar Udara Rahadi Osman Ketapang yang ada saat ini. I.5. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan pelayanan navigasi dan rute penerbangan dapat dilihat sebagaimana pada Tabel 1.1 berikut. No 1
Tabel 1.1 Penelitian terkait Ruang Udara dan Pelayanan Navigasi
Peneliti Dedi Maulana (2011)
2
Sri Rahayu Surtiningtyas (2011)
3
Sugeng Leonaldy (2012)
Judul Air Navigation Service Provider in Indonesia Organizational Perspective
Metodologi Metode Kuantitatif dan Kualitatif (comparative study antara organisasi penyelenggara pelayanan navigasi di Swedia dan Indonesia)
Hasil Bentuk organisasi yang terbaik dan berdasarkan peraturan perundangundangan pemerintah, Badan Layanan Umum adalah bentuk organisasi yang paling cocok
Managing Aerodrome Flight Information Service to Enhance Flight Safety and Service Quality
Metode Kuantitatif dan Kualitatif (penelitian studi kasus)
1.Indonesia seharusnya membuat prosedur AFIS yang lengkap dan tidak ambigu serta bisa diakses melalui satu sumber 2.Reformasi terhadap organisasi yang berjalan saat ini menjadi AFIS yang tepat dengan tanggung jawab dan tugas yang sama membutuhkan penanganan secepatnya
Analysis Implementation of RNAV 5 For Enroute Operation
Metode Kuantitatif (comparative study mengenai jarak, waktu tempuh, konsumsi bahan bakar antara rute konvensional dan implementasi RNAV)
1.Rute Jakarta-Yogyakarta berdasarkan pengalaman berkurang 8 Nm atau 9,52%, waktu tempuh berkurang 1,03 menit atau 9,36%, pengurangan konsumsi bahan bakar 55,38 kg atau 9,52% difase enroute 2.Rute Jakarta-Ujung Pandang berdasarkan pengalaman berkurang 17 Nm atau 3,21%,
6
Tabel 1.1 (lanjutan) No
4
Peneliti
Safrudin Kurniawan (2012)
Judul
Metodologi
Analisis Efisiensi dan Keselamatan Penggunaan Rute Langsung ‘JOGCA’ dibanding Rute Penerbangan W17W17S Pada Ruang Udara Yogyakarta
Metode Kuantitatif dan Kualitatif (analisis deskriptif dan analisis Safety Management System Manual)
Hasil waktu tempuh berkurang 0,37 menit atau 0,52%, pengurangan konsumsi bahan bakar 76,91 kg atau 2,36% difase enroute Penggunaan Rute Langsung ‘JOG-CA’ lebih efisien daripada Rute Penerbangan W17-W17S namun mempunyai resiko bahaya karena adanya obstacle berupa gunung
Berbeda dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan di atas, penelitian ini mengangkat pemasalahan dengan judul “Analisis Struktur Ruang Udara Dan Kewenangan Pelayanan Navigasi Penerbangan di Bandar Udara Rahadi Osman Ketapang”. Analisis data yang digunakan adalah Airspace Organization for Procedural Control dengan parameter yang meliputi: separation, distribusi ketinggian jelajah, efisiensi dan efektifitas pelayanan navigasi penerbangan. Dengan parameter tersebut, dilakukan desain ruang udara dan wewenang pelayanan navigasi berdasarkan data yang didapat dari lapangan. Proposisi penelitian ini adalah struktur ruang udara Ketapang ATZ dan wewenang Aerodrome Control Service saat ini belum mampu mengakomodir kebutuhan operasional yang disebabkan perubahan traffic demand. Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan restrukturisasi ruang udara Ketapang ATZ dan penyesuaian wewenang penyelenggaraan navigasi penerbangan.