BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kota Tangerang adalah sebuah kota yang terletak di Provinsi Banten, Indonesia. Tangerang merupakan kota terbesar di Provinsi Banten serta ketiga terbesar di kawasan perkotaan Jabotabek setelah Jakarta. Wilayah Tangerang memiliki luas 129.468 hektar, terdiri atas wilayah kota 18.378 hektar dan kabupaten 111.090 hektar. Tangerang adalah pusat manufaktur dan industri di pulau Jawa dan memiliki lebih dari 1000 pabrik. Banyak perusahaan-perusahaan internasional yang memiliki pabrik di kota ini. Seiring dengan berjalannya waktu Tangerang kini berkembang sebagai tempat hunian mandiri. Munculnya pengembang perumahan di Tangerang dimulai sekitar tahun 1984. Mereka merambah ke kawasan Ciledug, Ciputat, Serpong, dan Pamulang. Dari jumlah pengembang yang bisa dihitung dengan jari, lima tahun kemudian menjadi 150 pengembang. Penduduk Kota Tangerang pun berkembang pesat seiring dengan munculnya perumahan tersebut. Jumlah penduduk Tangerang yang mencapai 1,8 juta wilayah kota dan 3,4 juta di kabupaten memang masih dibawah Jakarta, namun kepadatannya
di
beberapa
wilayah
sudah
menyamai
Ibu
Kota.
(komunitasciputat 21 Juli 2008)
Tangerang memiliki cuaca yang cenderung panas dan lembab, dengan sedikit hutan atau bagian geografis lainnya. Kawasan-kawasan tertentu terdiri atas rawa-rawa. Dalam beberapa tahun terakhir, perluasan urban Jakarta 1
2 meliputi Tangerang, dan akibatnya banyak penduduknya yang datang ke Jakarta untuk kerja, atau sebaliknya. Banyak kota-kota satelit kelas menengah dan kelas atas sedang dan telah dikembangkan di Tangerang, (wikipedia. KotaTangerang) Penduduk Tangerang selalu bertambah setiap saat dan peluang bagi para pelaku industri properti untuk terus mengeluarkan produk-produk properti. Selain itu, pembangunan infrastruktur di Tangerang juga berlangsung cepat," kata pengamat properti Panangian Simanungkalit di Jakarta, Senin (10/9/2012) Pembangunan perumahan beserta sarana dan prasarananya perlu mendapatkan prioritas mengingat tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan dasar. Dalam lingkup pembangunan, masyarakat merupakan pelaku utama pembangunan tersebut. Mengarahkan, membimbing, dan menciptakan suasana yang menunjang pembangunan adalah kewajiban pemerintah (Sastra dan Marlina, 2006) Pembangunan
perumahan
yang
mempunyai
tujuan
untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak dapat terhindarkan dari penggunaan sumber daya alam yang ada saat ini, namun eksploitasi sumber daya alam yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan. Perkembangan perumahan paling pesat beberapa tahun terakhir adalah kawasan Tangerang selatan. Kawasan yang terdiri dari Kecamatan Ciputat, Pamulang, Serpong, Pondokaren, Cisauk, Pagedangan, Legok, dan Curug. Total lahan yang terpakai di kawasan ini adalah 15 persen dari total wilayah
3 Kabupaten Tangerang, sedangkan perumahan di wilayah Tangerang barat seperti Kecamatan Cisoka, Balaraja, Jayanti, Tigaraksa, Bitung, dan Cikupa lebih lambat berkembang. Di kawasan ini hanya sekitar 12 persen yang diperuntukkan bagi wilayah perumahan. Kondisi perkembangan perumahan paling lambat adalah di kawasan Tangerang utara yang meliputi Kecamatan Teluknaga, Sepatan, Mauk, Kronjo, dan Kosambi. Di wilayah Tangerang barat dan utara, kawasan perumahan harus berbagi lahan dengan kawasan industri dan pergudangan, namun saat kawasan industri berkembang pesat, kebutuhan akan rumah tinggal pun mengikutinya. (komunitasciputat 21 Juli 2008) Menurut Kepala Bagian Humas Pemerintah Kota Tangerang, Saeful Rohman, perkembangan perumahan di Kota Tangerang masih akan terus berkembang diseluruh kecamatan yang ada. Terutama yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Tangerang seperti Jatiuwung, Benda, dan Karawaci. Sampai Tahun 2006, terdapat 125 pengembang yang telah melakukan pembangunan perumahan yang tersebar di 13 kecamatan Kota Tangerang. Adapun lahan peruntukan bagi pengembangan perumahan baru masih tersedia cukup luas diseluruh wilayah ini. Berikut adalah data peruntukan lahan di Tangerang serta tiga pusat pertumbuhan di kabupaten Tangerang. (komunitasciputat 21 Juli 2008) 1. Permukiman
: 5.988,2 hektar
2. Industri
: 1.367,1 hektar
3. Perdagangan dan Jasa
: 608,1 hektar
4. Pertanian
: 4.467,8 hektar
4 5. Lain-lain
: 819,4 hektar
6. Belum terpakai
: 2.66,4 hektar
7. Bandara Soekarno – Hatta : 1.816,0 hektar Tiga pusat pertumbuhan di kabupaten Tangerang •
Pusat Pertumbuhan Serpong:
Meliputi enam kecamatan, yaitu Serpong, Ciputat, Pondok Aren, Legok dan Curug yang menjadi pusat pertumbuhan pemukiman. •
Pusat Pertumbuhan Balaraja dan Tigaraksa:
Berupa kawasan industri, pemukiman dan pusat pemerintahan. Meliputi delapan kecamatan, yaitu Balaraja, Rajeg, Pasar Kemis, Tigaraksa, Kresek, Cisaka, Cikupa, Kronjo, Jayanti, Jambe dan Panongan. •
Pusat Pertumbuhan Teluknaga:
Meliputi lima kecamatan, yaitu Teluknaga, Kosambi, Sepatan, Mauk, Pakuhaji, Kemeri dan Sukadiri. Diarahkan untuk pengembangan sektor pariwisata bahari dan alam, industri maritim, pelabuhan laut, perikanan dan pertambakan. (komunitasciputat 21 Juli 2008)
Rumah Panggung (stilt house) sebetulnya merupakan tipikal rumah tradisional indonesia. Hampir semua suku yang mendiami wilayah lndonesia khususnya diluar pulau Jawa mempunyai tipikal rumah tradsional berbentuk rumah panggung. Model konstruksi ini sebetulnya sangat selaras dengan alam, namun sayangnya mulai ditinggalkan oleh masyarakat dengan alasan modelnya sudah ketinggalan jaman, namun kejadian banjir dan gempa yang menimpa hampir semua wilayah di lndonesia akhir-akhir ini membuat orang
5 melirik kembali model rumah warisan nenek moyang ini. (Jauhar Fairin: 2006) Rumah panggung merupakan salah satu bentuk rumah tradisional yang bisa dibanggakan sebagai salah satu produk budaya masyarakat Indonesia. Bentuk rumah Panggung merupakan hasil adaptasi masyarakat terhadap lingkungan alam, misalnya pasang-surut air, menghindari banjir dan binatang buas. Di banyak tempat, terutama di daerah pedalaman, teknik rumah panggung ini masih dipertahankan karena keselarasaanya dengan alam sekitar serta pencegahan bencana alam. Lantai rumah panggung di daerah daratan biasanya ketinggian kolom 1-2 meter dari tanah, sedangkan di daerah rawa atau lahan basah bisa berjarak diatas 4 meter dari permukaan air terendah saat surut. Penggunaan Kolong Rumah Panggung Selain kelebihannya yang selaras dengan alam dan merupakan warisan budaya leluhur, ada satu hal yang perlu dibenahi untuk meningkatkan kesehatan masyarakat penghuni rumah panggung tersebut, yaitu penggunaan kolong rumah. Banyak rumah panggung, terutama di kawasan darat, ruang kolong rumah digunakan untuk memelihara binatang ternak dan tempat membuang sampah. Dalam sebuah buku yang ditulis bersama antara (Frick dan Mulyani 2006)menjelaskan bahwa model rumah panggung dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan penyegaran udara secara alamiah. Penggunaan cross ventilation memindahkan cara fasilitas yang diakibatkan sinar matahari keluar. Pembukaan dinding diadakan disebelah atas permukaan lantai,
6 ditengah ruang, serta dibawah atap, karena angin juga bergerak dibawah lantai maka semua permukaan rumah dikenai udara Segar. Ruang hunian selalu berada diatas panggung, sedangkan bagian bawahnya yang juga dapat terkena air bisa di manfaatkan untuk pemasangan instalasi teknis (air bersih, air kotor, dsb), atau untuk memelihara hewan, menyimpan kendaraan atau untuk ruang pelayanan (Ruang cuci, mandi, dsb). Lebih lengkapnya tipikal pengaliran udara pada rumah panggung dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 1.1 Tipikal proses pengaliran udara pada konstruksi rumah panggung (dikutip dari Frick & mulyani, 2006)
Teori lain yang relevan diungkapkan oleh Satwiko (2005) yang menyarankan konsep zona bukaan untuk sebuah rumah. Sebuah rumah idealnya mempunyaitiga zona bukaan seperti pada gambar berikut ini,
Gambar 1.2 Saran zona bukaan pada sebuah bangunan (dikutip dari : Satwiko, 2005)
7
1.2
Masalah / Isu pokok Banjir adalah bencana alam yang terjadi secara alami maupun oleh ulah manusia. Sekarang ini banjir sering terjadi disebabkan ulah manusia yang mulai tidak menghiraukan keseimbangan alam. Mulai dari membuang sampah di sungai, penggundulan hutan oleh manusia, penggalian material pasir dan batu alam secara liar tidak terkendali. Perlu disadari bahwa keseimbangan alam sangatlah penting bagi kelangsungan hidup manusia di bumi ini. Hutan sebagai daerah resapan air kini tidak lagi mampu menahan laju debit air hujan yang turun dari daerah dataran tinggi, juga penggalian batu alam dan pasir yang tidak terkendali sehingga menyebabkan pendangkalan sungai akibat erosi tanah dari pebukitan. Hal ini pada akhirnya dapat menyebabkan bencana bagi kehidupan manusia, dengan demikian peran serta masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan sangatlah penting untuk menyelamatkan kehidupan manusia dan ekosistem lain yang ada di dalamnya. Banjir juga telah mengancam diberbagai kota besar salah satunya adalah kota Tangerang. Salah satu cara untuk menjaga keseimbangan antara pembangunan, kebutuhan manusia serta alam perlu adanya cara-cara yang tepat untuk mengatasi hal tersebut yaitu pemilihan material yang tepat untuk pembangunan, menghemat sumber daya alam yang di pakai yang bermanfaat untuk penggunan bangunan. Hal ini demi kelestarian lingkungan alam dan kebutuhan manusia tetap terpenuhi.
8 Dalam lingkup pembangunan, masyarakat merupakan pelaku utama pembangunan tersebut. Mengarahkan, membimbing, dan menciptakan suasana yang menunjang pembangunan adalah kewajiban pemerintah. (Sastra, Suparno M, dan Endy Marlina. 2006) Pembangunan
perumahan
yang
mempunyai
tujuan
untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak dapat terhindarkan dari penggunaan sumber daya alam yang ada saat ini, namun eksploitasi sumber daya alam yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan
mengakibatkan
merosotnya
kualitas lingkungan.
Adanya
keterbatasan lahan dan kebutuhan lahan yang semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan kegiatan sosial ekonomi yang menyertainya, berdampak pada semakin beragamnya fungsi di kawasan perkotaan. Ketersediaan lahan yang terbatas menyebabkan dinamika perkembangan kegiatan di kawasan perkotaan ini dapat menimbulkan persaingan antar pemanfaatan lahan.
1.3
Formulasi Masalah Formulasi masalah pada penelitian ini yaitu meneliti tentang berbagai masalah penyebab banjir, mulai dari masalah sampah, curah hujan yang tinggi, peluapan air yang berlebihan, pecahnya bendungan sungai, dan serapan air yang buruk. Air hujan yang jatuh ke bumi menghambur dengan arah yang berbeda dalam beberapa cara. Sebagian meresap kedalam tanah, ditahan oleh tumbuhtumbuhan, dan lainnya menguap kembali ke atmosfer, sebagian lagi ditahan
9 oleh ledok, rawa dan sejenisnya, sisanya yang mengalir sebagai aliran permukaan (run off) yang biasanya menyebabkan banjir. Bertambahnya areal terbangun akibat pertumbuhan penduduk di daerah perkotaan membuat permukaan tanah menjadi tertutup material kedap air, sehingga mengurangi permukaan tanah yang dapat meresapkan air, dan akibatnya aliran permukaan menjadi bertambah besar. (Analisa IPB) Dari hasil uraian diatas dapat dirumuskan permasalahan yang mendasar adalah banyaknya pengembang kawasan perumahan yang tidak terlalu memikirkan kelestarian alam dan lingkungan sekitar, disertai pertumbuhan penduduk dan kegiatan sosial ekonomi Kota Tangerang yang cepat mengindikasikan kecenderungan untuk terus bertumbuh besar, sarana dan prasarana semakin meningkat serta banyaknya kemacetan di jalur-jalur strategis di Kota Tangerang, sehingga dapat memicu pertumbuhan wilayah yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang serta ancaman terjadinya kepadatan perumahan yang semakin pada sehingga tidak ada lagi ruang lingkup yang di pergunakan oleh masyarakat umum. Curah hujan Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika tahun 2012, Curah Hujan Kumulatif Satu Bulan Curah hujan kumulatif 1 (satu) bulan adalah jumlah curah hujan yang terkumpul selama 28 atau 29 hari untuk bulan Februari dan 30 atau 31 hari untuk bulan-bulan lainnya. Sifat Hujan Sifat hujan merupakan perbandingan antara
jumlah curah hujan
kumulatif selama satu bulan di suatu tempat dengan rata-ratanya atau
10 normalnya pada bulan dan tempat yang sama. Sifat hujan dibagi menjadi 3 (tiga) katagori, yaitu : 1. Sifat Hujan Atas Normal (AN) : jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-ratanya. 2. Sifat Hujan Normal (N) : jika nilai curah hujan antara 85% - 115% terhadap rata-ratanya. 3. Sifat Hujan Bawah Normal (BN) : jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap rata-ratanya. Rata-rata curah hujan bulanan didapat dari nilai rata-rata curah hujan masing-masing bulan dengan minimal periode 10 tahun. Sedangkan normal curah hujan bulanan didapat dari nilai rata-rata curah hujan masing-masing bulan selama periode 30 tahun. Intensitas Hujan Intensitas hujan merupakan besarnya hujan harian yang terjadi pada suatu waktu. Umumnya memiliki satuan mm/jam. Intensitas hujan dibagi menjadi 3 (tiga) katagori, yaitu : a)
Enteng (tipis) : jika nilai curah hujan kurang dari 13 mm/jam
b)
Sedang
: jika nilai curah hujan antara 13 – 38 mm/jam
c)
Lebat
: jika nilai curah hujan lebih dari 38 mm/jam
Berikut adalah Peta Distribusi Curah Hujan Bulan Oktober 2012 Propinsi Banten dan DKI Jakarta.
11
Gambar 1.3 Peta distribusi Curah Hujan bulan oktober 2012 Banten dan DKI Jakarta
Kota Tangerang setiap tahunnya mengalami permasalahan bencana banjir, meskipun berbagai upaya telah dilakukan. Bencana banjir terparah yang terjadi terakhir di kota Tangerang adalah di tahun 2007, dimana tercatat pada Laporan Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Pasca Bencana Banjir awal Februari 2007 di wilayah Jabodetabek. Menurut Kementerian Negara Perancanaan Pembangunan Nasional/Bapenas 2007), bahwa di kota Tangerang dan kabupaten Tangerang sekitar 3.000 rumah terendam, 13 orang meninggal dan 42.278 orang mengungsi. Terjadinya serangkaian banjir dalam waktu relative pendek dan terulang tiap tahun menuntut upaya lebih besar mengantisipasinya. Pada saat musim penghujan tiba, banyak sekali daerah yang terkena banjir karena berbagai faktor. Berikut adalah daerah yang terkena banjir di Tangerang diantaranya Perumahan Pondok Arum, Kelurahan Bayur, Kelurahan Petir, Ciledug Indah dan wilayah lainnya di Kecamatan Ciledug dan karang tengah, (Tangerang kota).
12 Berdasarkan
latar
belakang
dan
permasalahan
diatas
dapat
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana bentuk Rumah Panggung sebagai solusi desainnya? 2. Bagaimana mengatur ketinggian Rumah Panggung dikontur tanah yang lebih rendah?
1.4
Lokasi Proyek Lokasi pada proyek ini yaitu berada di Perumahan Ciledug Indah I, Kelurahan Pedurenan, kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang. Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang No 6 Tahun 2007 Tentang Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Karang Tengah mengatakan: •
Paragraf 2 Rencana Pengembangan Kegiatan Permukiman Pasal 14 (1) Rencana pengembangan kegiatan permukiman di Kecamatan Karang Tengah dilakukan melalui :
a) mengatur distribusi jumlah dan kepadatan rumah tinggal,sehingga tercapai pelayanan,
kesesuaian penataan
dan
keseimbangan
penggunaan
lahan
distribusipusat-pusat sertaarahan
distribusi
penduduk. b) menyediakan dan mendukung pengadaan rumah tinggal sesuaidengan kebutuhan masyarakat dengan prioritas pengembangan perumahan menengah dan kecil (berupa rumah susun danapartemen).
13 c) pengusahaan
peningkatan
dan
pemugaran
permukiman
melaluiprogram perbaikan kampung bagi perumahan dengan kategori kampung kumuh dengan menyertakan sumber dana masyarakat yang ada. d) lingkungan permukiman yang kondisinya sudah padat dan kondisi lingkungannya tidak memenuhi syarat rumah sehat, memerlukan perbaikan permukiman melalui peremajaan kota (urban renewal) Peremajaan kota diarahkan pada penataan lingkungan perumahan dan perbaikan bangunan, terutama pada lokasi pengembangan akses jalan baru dan sekitar kawasan industry sekarang.
•
Paragraf 1 Pengaturan KDB (Koefesien Dasar Bangunan) Pasal 17 Blok peruntukan dengan KDB sedang adalah blok yang memiliki proporsi lahan terbangun 60 %.
•
Paragraf 2 Pengaturan Ketinggian Bangunan Pasal 18
a) Blok peruntukan ketinggian bangunan sangat rendah adalah blok dengan tidak bertingkat dan bertingkat maksimum dua Iantai (KLB maksimum 2 x KDB) dengan tinggi puncak bangunan maksimum 12 m dan Iantai dasar. b) Blok peruntukan ketinggian bangunan rendah adalah blok dengan bangunan bertingkat maksimum 4 lantai (KLB maksimum = 4 x KDB) dengan tinggi puncak bangunan maksimum 20 m dan minimum 12 m dan lantai dasar.
14 c) Blok peruntukan ketinggian bangunan sedang adalah blok dengan bangunan bertingkat maksimum 8 Iantai (KLB maksimum= 8 x KDB) dengan tinggi puncak bangunan maksimum 36 m danminimum 24 m dan lantai dasar. •
Paragraf 8 Drainase Pasal 28 (2) Untuk penataan terhadap kondisi-kondisi sungai maka perlu adanya : a) Perbaikan atau normalisasi sungai-sungai yang ada, sehingga kondisinya menjadi lebih baik sehingga diharapkan dapat menampung limpasan aliran permukaan yang akan terjadi dari adanya perkembangan kegiatan perkotaan. b) Menata ulang sistem drainase yang ada terutama pada kawasan cekungan yang merupakan area rawan banjir. c) Menertibkan kawasan sekitar sungai supaya tetap terpelihara dari kegiatan-kegiatan yang dapat menganggu kelestarian sungai yang dapat dilakukan dengan pengaturan sempadansempadan sungai sehingga menghindari tumbuhnya bangunanbangunan liar di sepanjang sungai. d) Perbaikan dan pemeliharaan saluran drainase yang ada agar dapat berfungsi dengan baik e) Perencanaan pendistribusian buangan air hujan di wilayah kota terhadap saluran drainase yang telah ada. f) Melakukan
penyuluhan
kepada
masyarakat
agar
berpartisipasi dalam upaya memelihara saluran drainase.
turut
15 Bagian KetujuhRencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Paragraf 1 Rencana RTH Taman Kota Pasal 31 Penatapan RTH Kota di Kecamatan Karang Tengah direncanakan padamasing-masing kompleks perumahan menengah-kecil. Paragraf 3 Rencana RTH Sempadan Sungai Pasal 33 a) Penataan jalur hijau sungai diperlukan untuk mempertahankan fungsi dan kelestarian sungai. b) Garis sempadan sungai yang tak bertanggul dengan kedalaman tidak lebih 3 meter harus mempunyai garis sempadan sekurang kurangnya 10 meter.
Gambar 1.4 Perumahan Ciledug Indah 1 Tangerang di akses dari maps.google.co.id
Luas lahan
: 44.405 m²
KDB
: 60 % x luas lahan (44.405 m²) = 26.643 m²
KLB
: 2 x 44.405m²= 88.810m²
Jumlah lantai
: 88.810 m² : 26.643 m² = 3 lantai (maksimal)
16 Diperuntukan
: Perumahan Rumah Tinggal
GSS
: 10 m
Berikut adalah rute kali Angke yang sering menyebabkan banjir di Perumahan Ciledug Indah 1.
Gambar 1.5 Aliran sungai Angke pada Perumahan Ciledug Indah 1 Tangerang
Keterangan : Rute kali Angke : Lokasi perumahan Ciledug indah1 Berikut adalah foto di lingkungan Perumahan Ciledug Indah1 pada saat terjadi banjir.
Gambar 1.6 Perumahan Ciledug Indah 1 pada saat banjir di akses dari chndw.blogspot.com laporan-banjir-ciledug-indah 17 april 2013
17
Gambar 1.7 Perumahan Ciledug Iindah 1 pada saat banjir di akses dari chndw.blogspot.com laporan-banjir-ciledug-indah 17 april 2013
1.5
Ruang Lingkup Ruang lingkup pada penelitian ini yaitu fokus pada penelitian masalah banjir yang terletak di Perumahan Ciledug Indah I, Kelurahan Pedurenan, kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang, hingga menemukan pemecahan masalah banjir dengan solusi desain pada kawasan perumahan tersebut.
1.6
Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui seberapa besar dampak pembangunan perumahan di area kawasan banjir Perumahan Ciledug Indah 1 Tangerang. Tujuan penelitian ini adalah menyusun analisa masalah-masalah di Perumahan Ciledug Indah 1, Kelurahan Pedurenan, kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang agar mengetahui masalah ini yang terus terjadi dan perlu adanya pemecahan masalah sehingga bisa mengurangi dampak banjir yang lebih besar dengan solusi desain.
18 Untuk mencapai tujuan tersebut, maka disusun sasaran sebagai berikut : a) Mengidentifikasi faktor-faktor utama masalah banjir diarea kawasan banjir Perumahan Ciledug Indah 1 Tangearng. b) Mendesain perumahan dengan konsep Rumah Panggung berdasarkan masalah banjir.
1.7
Tinjauan Pustaka Menurut SK SNI M-18-1989-F (1989) dalam (Suparta (2004) dijelaskan bahwa Banjir adalah aliran yang relatif tinggi, dan tidak tertampung oleh alur sungai atau saluran. Aliran yang dimaksud disini adalah aliran air yang sumbernya bisa dari mana aja. Dan air itu mengalir keluar dari sungai atau saluran karena sungai atau salurannya sudah melebihi kapasitasnya. Kondisi inilah yang disebut banjir. Banjir merupakan salah satu fenomena alam yang sering terjadi diberbagai wilayah. Richard (1995 dalam Suherlan 2001)mengartikan banjir dalam dua pengertian, yaitu : •
Meluapnya air sungai yang disebabkan oleh debit sungai yang melebihi daya tampung sungai pada keadaan curah hujan tinggi.
•
Genangan pada daerah dataran rendah yang datar yang biasanya tidak tergenang. Banjir dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor antara lain faktor
iklim dan faktor fisik wilayah tersebut. Faktor utama terjadinya banjir adalah faktor iklim, yaitu hujan. Hujan merupakan sumber air untuk terjadinya
19 banjir. Ini menunjukkan bahwa selain faktor utama berupa faktor iklim, faktor fisik wilayah juga mempengaruhi. Kondisi dan peristiwa alam yang dimaksud, antara lain curah hujan yang tinggi, jumlah aliran permukaan yang besar, melimpasnya air sungai, dan pembendungan muara sungai akibat air pasang dari laut. Faktor aktifitas penduduk berpengaruh terhadap kejadian banjir, seperti tumbuhnya daerah budidaya di daerah dataran banjir, penimbunan daerah rawa/situ atau reklamasi pantai, menyempitnya alur sungai akibat adanya pemukiman disepanjang sempadan aliran sungai, dan pengendalian pemukiman disepanjang sempadan sungai tidak dilaksanakan dengan baik. Tipologi Kawasan Rawan Banjir Tipologi kawasan rawan banjir merupakan pengelompokan kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana banjir, sesuai dengan karakteristik penyebab banjir. Adapun tipologi kawasan budidaya rawan bencana banjir menurut Dirjen Penataan Ruang (2003)dibagi menjadi 4 kawasan, yaitu : a. Daerah Pesisir Pantai Daerah pesisir pantai merupakan daerah yang rawan banjir. Hal tersebut dikarenakan daerah pesisir merupakan dataran rendah yang elevasi permukaan tanahnya lebih rendah atau sama dengan elevasi air laut pasang rata-rata (meansea level/ MSL) dan tempat bermuaranya sungai.
20 b. Daerah Dataran Banjir Daerah dataran banjir adalah daerah dataran rendah disisi sungai yang memiliki elevasi sangat landai dan relatif datar. Aliran air menuju sungai yang lambat akibat dataran banjir ini, mengakibatkan daerah tersebut rawan terhadap banjir baik oleh luapan air sungai maupun karena hujan lokal. Bencana banjir umumnya terjadi terutama pada daerah yang dilalui sungai besar dengan debit banjir yang besar. c. Daerah Sempadan Sungai Daerah ini merupakan daerah rawan banjir, namun daerah ini sering dimanfaatkan sebagai tempat hunian dan kegiatan usaha. Akibatnya, apabila terjadi banjir akan menimbulkan dampak bencana yang membahayakan jiwa dan harta benda. d. Daerah Cekungan Daerah cekungan merupakan daerah yang relatif cukup luas baik didataran rendah maupun didataran tinggi (hulu sungai). Daerah cekungan dapat menjadi daerah rawan bencana banjir, bila penataan kawasan atau ruang tidak terkendali dan mempunyai sistem drainase yang kurang memadai. Kriteria Parameter Kerawanan Banjir •
Curah Hujan Curah hujan adalah faktor non-fisik lahan yang sangat mempengaruhi
kejadian banjir. Curah hujan yang tinggi, akan memperbesar kemungkinan terjadinya banjir. Puslitbang DPU (2007)menyebutkan bahwa curah hujan
21 merupakan input penyebab dalam sistem lahan. Curah hujan berinteraksi langsung terhadap karakteristik fisik lahan, berproses menghasilkan suatu keluaran sebagai respon permukaan lahan, dalam hal ini adalah banjir. Arsyad (2006) menyebutkan bahwa kemiringan lereng merupakan salah satu sifat topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran permukaan. Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Kemiringan lereng yang landai memiliki kerentanan banjir lebih tinggi dari lereng yang curam. Hal ini dikarenakan laju air pada kemiringan datar/ landai lebih lambat bila dibandingan pada lereng yang curam. Dengan kata lain, semakin kecil kemiringan suatu wilayah, maka semakin rentan wilayah tersebut mengalami genangan air/ banjir. •
Drainase Drainase merupakan parameter penentuan banjir yang terkait dengan
tekstur tanah. Tekstur tanah dapat menggambarkan kemampuan tanah dalam meresapkan air. Tanah bertekstur halus lebih lambat dalam meresapkan air kedalam namun, mampu mengikat air lebih lama bila dibandingkan tanah bertekstur kasar. Hal ini mendasari pemikiran bahwa tanah bertekstur halus lebih cepat jenuh sehingga aliran permukaan dan genangan air lebih cepat terjadi. Kondisi ini menunjukkan drainase yang buruk. Sehingga pada tanah yang bertekstur halus memiliki drainase yang buruk dan mudah terjadi genangan. Semakin buruk drainase maka kemungkinan terjadinya genangan air atau banjir semakin tinggi.
22 •
Bentuk Lahan Bentuk lahan merupakan salah satu wahana tempat berlangsungnya
proses air mengalir yang berasal dari input hujan sampai ke laut. Bentuk lahan dari permukaan yang berbeda memberikan arti bahwa permukaan tersebut terkena suatu tenaga yang prosesnya berulang-ulang sehingga memberikan ciri dan karakter yang berbeda (Raharjo, 2008). •
Penutupan Lahan dan Buffer Sungai Penutupan lahan atau penggunaan lahan untuk suatu fungsi tertentu
mempengaruhi terjadinya kejadian banjir di suatu wilayah. Penutupan lahan yang dianggap rentan terhadap banjir adalah penutupan lahan yang mempengaruhi laju masuknya air ke dalam tanah dan penggunaan lahan dengan kemungkinan aliran permukaan yang cukup besar bila terjadi hujan.Buffer adalah batas dengan jarak tertentu yang dibuat mengelilingi suatu titik, garis, atau poligon. Buffer sungai dan badan air merupakan penentuan jarak tertentu dari sungai atau badan air tersebut yang memungkinkan terjadinya banjir. Skor diberikan berdasarkan kedekatan terhadap sungai atau badan air tersebut. Semakin dekat dengan sungai atau badan air tersebut, maka kemungkinan terjadinya genangan atau banjir yang berasal dari luapan sungai lebih besar.Primayuda (2006)
1.8
State Of The Art Pembangunan berkelanjutan sektor perumahan diartikan sebagai pembangunan
perumahan termasuk didalamnya pembangunan kota
23 berkelanjutan sebagai upaya untuk memperbaiki kondisi sosial, ekonomi, dan kualitas lingkungan tempat hidup dan bekerja semua orang. Inti pembangunan perumahan berkelanjutan adalah upaya untuk meningkatkan kualitas hidup secara berkelanjutan (Kirmanto, 2005) Menurut Kuswara (2004) dalam kajiannya mengungkapkan bahwa perumahan dan permukiman merupakan tempat aktivitas yang memanfaatkan ruang terbesar dari kawasan budidaya. Pengelolaan pembangunan perumahan harus
memperhatikan
ketersediaan
sumberdaya
pendukung
serta
keterpaduannya dengan aktivitas lain. Dalam kenyataannya hal tersebut sering terabaikan, sehingga tidak berfungsi secara optimal dalam mendukung suksesnya perkembangan kota. Oleh karena itu, diperlukan upaya pengembangan perencanaan dan perancangan, serta pembangunan perumahan yang kontributif terhadap tujuan penataan ruang. Berdasarkan pengertian dasar tersebut tampak bahwa batasan aspek perumahan dan permukiman sangat terkait erat dengan konsep lingkungan hidup dan penataan ruang. Lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur.
Prasarana
lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan
permukiman
dapat
berfungsi
sebagaimana
mestinya.
Permasalahan perumahan saat ini menurut Kirmanto (2005) adalah telah terjadi: 1) Alokasi tanah dan tata ruang yang kurang tepat
24 2) Ketimpangan pelayanan infrastruktur, pelayanan perkotaan, dan perumahan. 3) Konflik kepentingan dalam penentuan lokasi perumahan. 4) Masalah lingkungan dan eksploitasi sumberdaya alam, dan 5) Komunitas lokal tersisih, dengan orientasi pembangunan terfokus pada kelompok masyarakat yang mampu menguntungkan. Menurut
Kirmanto,
2005.
Tantangan
perkembangan
pembangunan
perumahan yang akan datang antara lain: a) Urbanisasi yang tumbuh cepat merupakan tantangan bagi pemerintah untuk berupaya agar pertumbuhan lebih merata. b) Perkembangan tak terkendali di daerah yang memiliki potensi untuk tumbuh. c) Marjinalisasi sektor lokal oleh sektor nasional dan global, dan d) Kegagalan implementasi dan kebijakan penentuan lokasi perumahan Adapun masalah permukiman berkaitan dengan pemilihan lokasi yang kurang tepat, misalnya daerah yang rawan banjir, daerah yang sulit mendapatkan air, keadaan tanahnya yang labil dan sebagainya. Kebutuhan lahan selalu meningkat dalam bidang permukiman tersebut seringkali tidak terpenuhi, karena jumlah penduduk cenderung selalu meningkat sedangkan luas lahan relatif tidak bertambah. Dalam proses perancangan dan perencanaannya, manusia dan alam ditempatkan dalam prioritas yang sama sebagai faktor penentu utama yang penting, dan yang dihasilkan harus bertanggung jawab dan dapat mengembangkan kehidupan seutuhnya sesuai dengan kapasitas sumber daya alam dan ekosistem yang ada.
25
25