BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bahasa
merupakan
alat
komunikasi
yang
digunakan
manusia
untuk
menyampaikan pendapat, ide, gagasan, maupun perasaan. Bahasa sebagai satu-satunya alat komunikasi terbaik yang dimiliki manusia. Hal ini dapat dilihat dari ciri-ciri bahasa itu sendiri. Ciri-ciri bahasa menurut Chaer (2007: 56) bahwa bahasa itu adalah sistem lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, bersifat arbitrer, bermakna, dan produktif. Maka, dapat disimpulkan bahasa hanya dimiliki manusia karena hewan dalam berkomunikasi memang menggunakan alat komunikasi tetapi tidak sama dengan alat komunikasi yang dimiliki manusia. Lebah madu misalnya, menggunakan gerak tari tertentu untuk menyampaikan berita adanya sumber madu kepada kawan-kawannya. Bahasa dapat dikaji dalam struktur internal dan struktur eksternal (Chaer, 1995: 1). Kajian bahasa secara internal, yaitu dengan pengkajian bahasa itu hanya dilakukan terhadap struktur intern bahasa itu saja, seperti struktur fonologisnya, struktur morfologisnya, atau struktur sintaksisnya. Kajian bahasa secara eksternal, berarti, kajian itu dilakukan terhadap hal-hal atau faktor-faktor yang berada di luar bahasa yang berkaitan dengan pemakaian bahasa itu oleh para penuturnya di dalam kelompokkelompok sosial kemasyarakatan.
13
Universitas Sumatera Utara
Bahasa Indonesia merupakan bahasa pemersatu bagi bangsa Indonesia. Dikatakan sebagai bahasa pemersatu karena sebelum bahasa Indonesia diproklamirkan pada kongres Pemuda Indonesia di Jakarta pada tanggal 28 Oktober 1928 dan kemudian dinyatakan sebagai bahasa negara (pasal 36 UUD 1945) rakyat Indonesia lebih suka menggunakan
bahasa
daerahnya
masing-masing.
Adanya
kesepakatan
untuk
mempersatukan bahasa menjadi bahasa Indonesia karena adanya pemikiran beberapa organisasi kepemudaan, seperti Budi Utomo, Jong Jawa, Jong Jong Sumatera, dan Jong Ambon. Walaupun masing-masing dari organisasi kepemudaan ini lebih suka menggunakan bahasa daerahnya sendiri tetapi hal ini disadari sangat menghambat persatuan dan kesatuan bangsa yang hendak dicapai. Setelah disadari perlu adanya media penghubung segenap pemuda-pemuda Indonesia maka diputuskanlah bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa pemersatu. Adanya saran tegas dari para pemuda di Sumatera yang menyatakan agar menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pemersatu terutama bahasa Melayu Riau. Hal ini karena bahasa Melayu Riau disebut juga Melayu Tinggi sebagai bahasa pemersatu. Alasan lain diputuskannya bahasa Melayu sebagai bahasa pemersatu karena adanya beberapa surat kabar yang berjasa dalam menyebarluaskan bahasa Melayu, seperti Bianglala, Bintang Timur, Kaum Muda, Neratja, dan sebagainya. Bahasa Indonesia yang kita gunakan sekarang merupakan bahasa Melayu yang sudah diperkaya dengan kosakata berbagai unsur bahasa baik bahasa nusantara maupun bahasa asing. Bahasa nusantara yang mempengaruhi kosakata bahasa Indonesia misalnya, bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Minang, bahasa Bali, dan bahasa Bugis,
14
Universitas Sumatera Utara
sedangkan bahasa asing yang digunakan untuk menambah kosakata bahasa Indonesia, yaitu bahasa Inggris, bahasa Belanda, bahasa Cina, bahasa Arab, bahasa Portugal, bahasa Parsi, bahasa Tamil, dan juga bahasa Sanskerta. Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh suku Jawa. Masyarakat ataupun suku Jawa sendiri pada masa sekarang telah tersebar di seluruh pelosok negeri ini. Banyak pendapat dan faktor yang menjelaskan mengapa suku Jawa dapat menyebar sampai kepelosok negeri. Salah satunya adalah pada saat penjajahan Belanda karena pada saat itu Belanda ingin membangun dan mengembangkan potensi yang ada di Indonesia maka Belanda pun mengirim suku Jawa yang pada saat itu adalah penduduk terbanyak ke seluruh pelosok negeri. Geertz (dalam Purwoko, 2008: 57) membagi bahasa Jawa menjadi tiga perbedaan tingkat bahasa yakni: krama, madya, dan ngoko. Lain halnya dengan Poedjosoedarmo (1968: 59), memperkenalkan tiga sub-levels lagi yaitu membagi krama menjadi tiga sub-levels, yakni: mudha-krama, kramantara, dan wedha-krama. Tingkat bahasa madya dibagi menjadi tiga sub-levels lain lagi, yakni: madya-krama, madyantara, dan madya-ngoko. Kemudian tingkat bahasa ngoko juga dibagi menjadi tiga sub-levels, yakni: basa-antya, antya-basa, dan ngoko-lugu. Pada tahun 1937, Purwoko (2008: 57) mengatakan dalam tingkat bahasa ngoko, dia membuat pembagian menjadi ngokolugu dan ngokoandhap, kemudian bagian kedua ini dibagi lagi menjadi antyabasa dan basaantya. Purwoko (2008: 58) membagi ngoko menjadi ngoko-lugu dan ngoko-
15
Universitas Sumatera Utara
andhap, sedangkan madya menjadi madya-ngoko, madya-antara, dan madya-krama, dan tingkat bahasa karama menjadi mudha-krama, kramantara, wedha-krama, kramainggil, dan krama-désa. Jadi paling tidak bahasa Jawa memiliki sembilan tingkat bahasa atau sepuluh tingkat bahasa yang berbeda satu sama lain. Bahasa Jawa ngoko lebih sering dianggap sebagai media komunikasi yang berkonotasi “kasar”, “kurang sopan”, “langsung”, “terus terang”, “mentah”, “polos”, atau “lugu”, dari pada berkonotasi “netral” (Purwoko, 2008: 60). Hal ini terjadi karena pengguna bahasa Jawa ngoko adalah tiyang alit (rakyat kecil) atau sering dikatakan pula sebagai rakyat kebanyakan (Koentjaraningrat, dalam Purwoko, 2008: 8). Pada masa kini pengguna bahasa Jawa ngoko sudah banyak tersebar di Indonesia karena terjadinya persebaran penduduk yang dilakukan oleh Belanda kepada orang-orang Jawa atau suku Jawa untuk dipekerjakan pada masa penjajahan. Bahasa Jawa ngoko juga dianggap sebagai bahasa yang tidak formal karena biasanya bahasa Jawa ngoko digunakan pada saat berkomunikasi dengan teman ataupun orang yang lebih muda. Reduplikasi (Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), 2007: 938) adalah proses atau hasil perulangan kata atau unsur kata. Reduplikasi menurut Kridalaksana (2008: 208), adalah proses dan hasil pengulangan satuan bahasa sebagai alat fonologis atau gramatikal. Proses pengulangan atau reduplikasi ialah pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak (Ramlan, 2001: 63). Hasil pengulangan disebut kata ulang, sedangkan satuan satuan
16
Universitas Sumatera Utara
yang diulang merupakan bentuk dasar. Misalnya kata ulang lemari-lemari dari bentuk dasar lemari, kata ulang berjalan-jalan dibentuk dari bentuk dasar berjalan. Reduplikasi dalam bahasa Indonesia dapat digolongkan menjadi empat golongan yaitu, (1) pengulangan seluruh adalah pengulangan seluruh bentuk dasar tanpa perubahan fonem dan tidak adanya pembubuhan afiks, misalnya buku-buku, gelasgelas,dan lain sebagainya; (2) pengulangan sebagian adalah pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya, misalnya tersenyum-senyum dari bentuk dasar tersenyum, ditakuttakuti dibentuk dari bentuk dasar ditakuti; (3) pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks , maksudnya pengulangan itu terjadi bersama-sama dengan proses pembubuhan afiks dan bersama-sama pula mendukung satu fungsi, misalnya kata ulang sepeda-sepedaan, ada dua pilihan dalam menentukan bentuk dasarnya yaitu pilihan pertama yaitu bentuk dasar sepeda diulang menjadi sepeda-sepeda, lalu mendapat bubuhan afiks –an, menjadi sepeda-sepedaan dan pilihan kedua ialah bentuk dasar sepeda diulang dan mendapat bubuhan afiks –an; dan (4) pengulangan dengan perubahan fonem, misalnya bolak-balik, compang-camping (Ramlan, 2001: 69-75). Reduplikasi dalam bahasa Jawa menurut Poedjosoedarmo (1979: 8) terbagi menjadi empat golongan yaitu pengulangan utuh (dwilingga), pengulangan utuh dengan dibarengi bunyi (dwilingga salin suara), pengulangan awal (dwipurwa), dan pengulangan akhir (dwiwasana). Pengulangan utuh (dwilingga) merupakan bentuk yang mempunyai frekuensi paling tinggi. Bentuk ini baik terdapat dengan kata kerja, kata benda, kata sifat, kata tambahan, kata bilangan maupun kata tugas (Wedhawati, 1981:
17
Universitas Sumatera Utara
36). Misalnya takon-takon (bertanya-tanya), wong-wong (orang-orang), dan apik-apik (baik-baik). Pengulangan utuh dengan dibarengi bunyi (dwilingga salin suara) dapat terjadi pada semua jenis kata, misalnya celak-celuk (memanggil-manggil), mongamengen (berkali-kali makan). Dwipurwa hanya dapat dibentuk dari dua suku kata saja, misalnya
njejaluk
(meminta-minta).
Dwiwasana
(pengulangan
akhir),
bentuk
pengulangan ini jarang sekali dipakai, misalnya pada kata cekikikan (tertawa terkekehkekeh).
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apa perbedaan dan persamaan bentuk reduplikasi di dalam bahasa Jawa ngoko dengan bahasa Indonesia? 2. Apa persamaan dan perbedaan proses reduplikasi bahasa Jawa ngoko dengan bahasa Indonesia?
18
Universitas Sumatera Utara
1.3 Pembatasan Masalah Suatu penelitian harus dibatasi agar terarah dan tujuan penelitian tercapai dengan baik. Maka penelitian ini pun demikian, memiliki batasan masalah. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa bahasa Jawa terbagi dalam tiga tingkatan Jawa krama, madya, dan ngoko tetapi dalam penelitian ini hanya membahas tentang proses pengulangan (reduplikasi) bahasa Jawa ngoko di desa Cimahi, Kecamatan Bangun Puba, Kabupaten Deli Serdang dan membandingkannya dengan proses pengulangan (reduplikasi) bahasa Indonesia.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1
Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan, adapun tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan persamaan dan perbedaan reduplikasi dalam bahasa Jawa ngoko dan bahasa Indonesia. 2. Mengetahui persamaan dan perbedaan proses reduplikasi dalam bahasa Jawa ngoko dan bahasa Indonesia.
19
Universitas Sumatera Utara
1.4.2
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, manfaat dari hasil penelitian ini adalah: 1. Menambah pengetahuan peneliti tentang penerapan konsep dan teori penelitian persamaan dan perbedaan proses reduplikasi bahasa Indonesia maupun bahasa Jawa. 2. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dan pembaca dalam memahami hasil dari penelitian reduplikasi bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. 3. Menambah referensi bagi peneliti lain yang tertarik meneliti bahasa di bidang morfologi khususnya tentang reduplikasi bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.
2. Manfaat Praktis Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai masukan dalam bentuk referensi bagi peneliti maupun pengajar dan pelajar mengenai bahasa di bidang morfologi tentang reduplikasi bahasa Indonesia dan bahasa Jawa ngoko. 2. Sebagai informasi bagi pemerintah daerah mengenai hasil penelitian baru, yaitu kajian tentang reduplikasi bahasa Indonesia dan bahasa Jawa ngoko.
20
Universitas Sumatera Utara