BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa dalam fungsinya sebagai media komunikasi, memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Hal ini dapat dilihat dalam implementasinya pada berbagai aspek kehidupan meliputi bidang sosial, budaya, hukum, politik, ekonomi dan sebagainya. Chaer (2004: 1) mengemukakan bahwa bahasa adalah alat komunikasi dan alat interaksi yang hanya dimiliki oleh manusia. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Sumarsono (2007: 18) yang menyatakan bahwa bahasa merupakan sistem lambang berupa bunyi yang bersifat sewenang-wenang (arbitrer) yang dipakai oleh anggota-anggota masyarakat untuk saling berhubungan dan berinteraksi. Keraff (1997) juga menyatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang pandai menciptakan alat atau media dan alat yang paling hebat yang dikembangkan manusia adalah bahasa: lisan dan tulis. Sebagai media komunikasi, bahasa dapat memiliki banyak fungsi yang dapat digunakan oleh manusia untuk berbagai kepentingan. Menurut Barker via Mulyana,( 2005) bahasa memiliki fungsi sebagai penamaan atau penjulukan yang merujuk pada usaha mengidentifikasikan objek, fungsi interaksi menekankan berbagai gagasan dan emosi, dan melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain, ini lah yang disebut dengan fungsi transmisi dari bahasa. Tujuan bahasa pun mengikuti fungsinya yaitu menghubungkan pesan atau informasi antar sesama manusia.
1
2
Salah satu aplikasi dari fungsi bahasa tersebut yaitu pikiran yang dituangkan dalam bentuk teks pidato. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011) pidato berarti pengungkapan pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang banyak. Berdasarkan penjelasan ini, dapat dinyatakan bahwa pidato
merupakan hasil proses pemikiran seseorang yang dituangkan
dengan berbicara kepada khlayak umum dengan memberikan urutan pemaparan dalam bentuk sistematis yang berupa sebuah topik informasi dengan tujuan khalayak pendengar dapat mengetahui maksud dari orator tersebut. Berdasarkan sifat dan isinya, pidato terbagi atas bermacam jenis, salah satunya yaitu pidato pelantikan presiden. Pidato pelantikan presiden adalah pidato yang disampaikan pada upacara peringatan dimulainya suatu jabatan dari seorang pemimpin dengan tujuan untuk memberi tahu masyarakat tentang tujuan yang ingin dicapainya selama periode kepemimpinannya. Pada masyarakat Amerika, pidato pelantikan presiden merefleksikan kehidupan bangsa Amerika yang berakar pada nilai sosio-kultural, seperti yang diungkapkan oleh Toolin (1983:40); “Inaugural address, presidents give their official statement of how they view the national situation, frequently citing a cultural core or civil religion for the legitimation” Dengan demikian, pidato pelantikan presiden merupakan suatu upacara yang penting bagi bangsa Amerika, karena bangsa Amerika menganggap bahwa posisi presiden sangat penting sebagai pembawa nilai-nilai religius dan nilai sosial sebagai tempat bangsa bersandar untuk setiap masalah kenegaraan yang ada. Pidato pelantikan presiden akan merefleksikan pandangan presiden terhadap kondisi negara dan juga terhadap rencana kerja yang akan dilakukan. Ericson
3
(1997:
727)
mengemukakan
bahwa
pidato
pelantikan
penting
untuk
mengungkapkan fitur-fitur sosial dari politik Amerika. Oleh karena itu, pemilihan kata dan cara presiden mengungkapkan gagasannya melalui pidato merupakan hal yang menarik untuk diteliti, sebab melalui tindak tutur dan gaya bahasa, presiden dapat mengungkapkan ideologinya tentang rencana kerja yang akan dilakukan pada masa pemerintahannya. Selain itu, dapat dilihat bagaimana penggunaan tindak tutur terkait dengan tujuannya dalam mengajak dan mempersatukan seluruh masyarakat Amerika untuk bersamasama bekerja membangun negara Amerika menjadi lebih baik. Selain itu,gaya bahasa juga dapat menunjukkan kepiawaian seorang presiden dalam berpidato. Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk meneliti tindak tutur yang digunakan pada teks pidato pelantikan presiden Amerika. Pada penelitian ini, data dibatasi hanya pada pidato pelantikan presiden Barack H. Obama dan George W. Bush saja. Pemilihan teks pidato pelantikan Barack H. Obama dengan George W. Bush dilakukan dengan alasan bahwa di dalam tekspidato pelantikan mereka banyak ditemukan jenis tindak tutur yang umumnya sama namun sedikit berbeda karena dilatarbelakangi oleh ideologi politik yang berbeda diantara keduanya. Selain itu, pada teks pidato pelantikan Obama dan Bush tersebut, terdapat pematuhan dan penyimpangan terhadap maksim-maksim kesopanan, di mana pematuhan terhadap maksim kesopanan lebih banyak dilakukan dan penyimpangan terhadap maksim kesopanan lebih sedikit digunakan. Pada pidato pelantikan Obama dan Bush, dapat juga dilihat aspek kebahasaan yang digunakan sebagai gaya bahasa yang khas bagi keduanya.
4
Tindak tutur merupakan salah satu cabang ilmu pragmatik. Pragmatik adalah salah satu cabang ilmu bahasa yang mengkaji penggunaan bahasa terkait dengan konteks pemakaiannya. Batasan pragmatik adalah aturan-aturan pemakaian bahasa mengenai bentuk dan makna yang dikaitkan dengan maksud pembicara, konteks, dan keadaan. Salah satu bidang pragmatik yang menarik untuk diteliti adalah tindak tutur. Tindak tutur merupakan suatu proses berbahasa dimana penutur tidak hanya mengatakan, tetapi juga melakukan sesuatu melalui tuturan. Jadi, sebuah tuturan tidak hanya merupakan representasi makna, tetapi juga
mengandung
daya
(force).
Searle
dalam
Wijana
(1996:
17-19)
mengemukakan bahwa setidak-tidaknya penutur dapat mewujudkan tiga hal dalam suatu tuturan, yaitu: tindak lokusi (locutionary acts), tindak ilokusi (illocutionary acts), dan tindak perlokusi (perlocutionary acts). Dalam suatu peristiwa tutur, tindak tutur masih memiliki keterkaitan dengan maksim kesopanan, karena, kesopanan merupakan salah satu unsur penting dalam pemilihan bentuk tuturan oleh peserta tutur.
Prinsip-prinsip
kesopanan berbahasa seperti dikemukakan oleh Leech (1993) terdiri atas beberapa maksim, yakni: maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan, maksim kerendahan hati, maksim kecocokan, dan maksim kesimpatian. Dengan mematuhi maksim-maksim tersebut, peserta tutur merasa nyaman melakukan interaksi, karena peserta tutur berusaha untuk bersikap sopan saling menjaga agar satu sama lain tidak tersinggung perasaannya. Dalam hubungannya dengan pidato, pematuhan terhadap maksim kesopanan digunakan sebagai strategi persuasif yang bertujuan untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dengan mengajak
5
masyarakat
berpartisipasi
membangun
negara
Amerika.
Sedangkan
penyimpangan terhadap maksim-maksim kesopanan dilakukan dengan tujuan tertentu. Adapun realisasi dari tindak tutur yang ditemukan dalam naskah pidato pelantikan presiden tersebut diuraikan pada contoh berikut ini: (1) “I stand here today humbled by the task before us, grateful for the trust you have bestowed, mindful of the sacrifices borne by our ancestors. I thank President Bush for his service to our nation, as well as”...(O1) ‘saya berdiri di sini hari ini terhenyak oleh tugas di depan kita, berterima kasih atas kepercayaan yang anda berikan, dan teringat akan pengorbanan oleh leluhur kita. Saya berterima kasih kepada Presiden Bush atas jasanya pada bangsa kita, dan juga atas kemurahan hati dan kerja sama yang ditunjukkannya pada masa transisi ini’... (2) ...”We will build the roads and bridges, the electric grids and digital lines hat feed our commerce and bind us together” ...(O1) ‘Kita akan membangun jalan dan jembatan, jaringan listrik dan jaringan digital yang menyuburkan perdagangan dan mengikat kita bersama’ (3) “To the people of poor nations, we pledge to work alongside you to make your farms flourish and let clean waters flow; to nourish starved bodies and feed hungry minds”... (O1) ‘Bagi rakyat negara-negara miskin, kami berjanji akan bekerja bersama kalian untuk membuat ladang kalian subur dan membuat air bersih mengalir, untuk memberi makan tubuh yang kelaparan, dan memenuhi kebutuhan mental’... (4) “With a simple oath, we affirm old traditions and make new beginnings”. (B1) ‘dengan sebuah janji sederhana, kita melaksanakan tradisi lama dan membuat permulaan yang baru’. Berdasarkan teks di atas, terdapat dua jenis tindak tutur, yakni: tindak tutur ekspresif (data 1) yang ditandai dengan adanya kata-katahumbled, grateful dan thank, tindak tutur komisif (data 2 dan 3) yang ditandai dengan verba performatif
6
will dan pledge. Berdasarkan fungsinya, tindak tutur ekspresif memiliki fungsi untuk mengungkapkan perasaan penutur kepada lawan tutur. Dalam konteks ini, Obama bermaksud untuk mengungkapkan perasaannya bahwa ia terharu akan tanggung jawab yang diamanahkan padanya dan juga mengungkapkan terima kasihnya atas jasa presiden Bush yang telah memimpin Amerika pada periode sebelumnya. Selanjutnya, tindak tutur komisif memiliki fungsi untuk menjanjikan dan membuat rakyat Amerika percaya kepada Obama bahwa dia akan memperbaiki Amerika di masa yang akan datang dalam hal ilmu pengetahuan, teknologi, dan pemanfaatan sumber daya alam. Selain itu, Obama akan memperbaiki sistem sekolah dan kampus agar sesuai dengan perkembangan zaman. Ia juga menjanjikan kepada negara miskin untuk membantu dalam menanggulangi kelaparan dan memakmurkan kehidupan mereka. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa fungsi tindak tutur komisif ini antara lain untuk meyakinkan rakyat Amerika akan kemajuan yang dapat mereka capai di bawah pemerintahan Barack Obama. Pada data(4), tindak tutur yang ditemukan adalah tindak tutur asertif yang dipertegas oleh adanya verba performatif affirm. Fungsi tindak tutur ini adalah untuk menyatakan di depan audiens bahwa pada hari pelantikan tersebut, bukan hanya sebuah upacara, tetapi merupakan penegasan tradisi yang telah lama dipertahankan oleh negara Amerika dan pengikraran atas sebuah sumpah dari presiden yang baru.
Semua acara selama proses pelantikan menunjukkan
pentingnya demokrasi bagi rakyat Amerika. Bush juga menegaskan bahwa negara
7
Amerika akan membuat sebuah awal yang baru bagi negara Amerika di bawah pemerintahannya. Dalam pidato ini, Obama dan Bush jugamenggunakan strategi kesopanan dengan cara mematuhi maksim-maksim kesopanan dan menyimpangkan maksim kesopanan untuk tujuan tertentu.
Realisasi kesopanan yang digunakan oleh
Obama terdapat pada data sebagai berikut: (5) “We remain a young nation, but in the words of Scripture, the time has come to set aside childish things. The time has come to reaffirm our enduring spirit; to choose our better history; to carry forward that precious gift, that noble idea, passed on from generation to generation: the God-given promise that all are equal, all are free, and all deserve a chance to pursue their full measure of happiness”. (O1) “Negara kita masih muda, dengan meminjam kata-kata dalam Kitab Suci, saatnya sudah tiba kita menepiskan sifat ke kanak-kanakan. Saatnya sudah tiba untuk menandaskan lagi semangat kita yang tegar, memilih jalan sejarah yang lebih baik, melanjutkan pemberian berharga, gagasan mulia yang diteruskan dari generasi ke generasi: yaitu janji yang diberikan Tuhan bahwa semua kita setara, kita semua bebas, dan semua layak memperoleh kesempatan untuk mengejar kebahagiaan sepenuhnya”. Pada data (5) ini, Obama mematuhi maksim kearifan pada teks pidato pelantikannya. Hal ini diperjelas oleh adanya kata-kata our better history; the precious gift, noble idea, god-given promise, equal, free dan happiness yang kesemuanya menunjukkan hal yang baik bagi kehidupan. Penawaran akan hal-hal baik ini oleh Obama kepada rakyat, bertujuan untuk memberikan keuntungan bagi rakyat. Maka, melalui tuturan ini, Obama bermaksud untuk memaksimalkan keuntungan bagi orang lain, yakni audiens (rakyat Amerika) dan meminimalkan kerugian bagi orang lain. Dengan demikian, tuturan ini mematuhi maksim kearifan. Pada data (6) di bawah ini merupakan contoh pematuhan terhadap maksim kearifan pada pidato Bush:
8
(6) “So it is the policy of the United States to seek and support the growth of democratic movements and institutions in every nation and culture, with the ultimate goal of ending tyranny in our world”. (B2) “Jadi ini merupakan kebijakan dari Amerika Serikat untuk mencari dan mendukung tumbuhnya gerakan-gerakan demokrasi dan institusi di setiap bangsa dan budaya, dengan tujuan akhir untuk mengakhiri kekejaman di dunia kita”. Pada data (6) ini, tuturan yang ditemukan merupakan tuturan yang mematuhi maksim kearifan. Hal ini dipertegas oleh maksud dari tuturan tersebut yaitu untuk memaksimalkan keuntungan bagi orang lain. Pada konteks ini, Bush menjanjikan akan adanya kebijakan Amerika untuk mendukung tumbuhnya gerakan demokrasi dan institusi di setiap bangsa dan budaya untuk mngakhiri kekejaman di dunia. Hal ini merupakan sesuatu yang menguntungkan bagi warga Amerika. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tuturan ini merupakan tuturan
yang
mematuhi
maksim
kearifan
karena
bermaksud
untuk
memaksimalkan keuntungan bagi orang lain seperti yang dikehendaki oleh maksim kearifan. Selain realisasi kesopanan dalam bentuk pematuhan terhadap maksimmaksim kesopanan, terdapat juga penyimpangan terhadap maksim-maksim kesopanan tersebut, seperti yang terdapat pada contoh: (7) ...“Less measurable but no less profound is a sapping of confidence across our land - a nagging fear that America's decline is inevitable, and that the next generation must lower its sights”.(O1) ...“Yang kurang bisa diukur tetapi tidak kurang pentingnya adalah melemahnya keyakinan di seluruh pelosok Amerika – kekhawatiran terusmenerus bahwa kemerosotan Amerika tak terelakkan lagi, dan bahwa generasi berikutnya harus mengurangi harapannya”.
9
Pada data (7) ini, tuturan yang ditemukan merupakan tuturan yang melanggar maksim pujian. Hal ini diperjelas oleh maksud dari tutuan tersebut, yaitu untuk memaksimalkan kecaman terhadap orang lain dan meminimalkan pujian terhadap orang lain. Pada konteks ini, tuturan Obama bermaksud untuk mengungkapkan kondisi buruk yang sedang dialami negara Amerika. Obama mengungkapkan bahwa kemerosotan Amerika sudah tak terelakkan lagi dan generasi berikutnya harus mengurangi harapannya. Dengan demikian, tuturan Obama ini memaksimalkan kecaman terhadap negara Amerika, sehingga jelas sudah bahwa tuturan ini melakukan penyimpangan terhadap maksim pujian yang bertujuan untuk memerintah agar seluruh warga menguatkan tekad dan keyakinan untuk membuat Amerika menjadi lebih baik. (8) “We understand that outworn programs are inadequate to the needs of our time. So we must harness new ideas and technology to remake our government, revamp our tax code, reform our schools, and empower our citizens with the skills they need to work harder, learn more, reach higher” . “Kita memahami bahwa berbagai program yang sudah usang tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan zaman kita. Kita harus memanfaatkan ide-ide dan teknologi baru untuk menyusun ulang pemerintahan kita, merombak aturan perpajakan, mereformasi sekolah, dan memberdayakan warga dengan ketrampilan yang mereka perlukan untuk bekerja lebih keras, belajar lebih banyak dan menjangkau yang lebih tinggi”. (O2) Pada data (8) ini, tuturan yang ditemukan merupakan tuturan yang menyimpang terhadap maksim pujian. Hal ini dipertegas oleh adanya kata “outworn programs” (program yang telah usang) yang merupakan kecaman. Oleh karena itu, maksud dari tuturan ini juga untuk memaksimalkan kecaman bagi orang lain. Pada konteks ini, Obama mengecam program pemerintahan yang dipimpinnya pada masa pemerintahannya yang telah usang. Dengan demikian,
10
dapat disimpulkan bahwa tuturan Obama ini menyimpang terhadap maksim pujian yang bertujuan untuk meyakinkan dan mengajak warga memperbaharui dan menyusun kembali program yang telah usang dan tidak sesuai dengan keadaan zaman sekarang. (9) “It is the American story—a story of flawed and fallible people, united across the generations by grand and enduring ideals”. “Ini adalah kisah bangsa Amerika-bangsa Amerika yang cacat dan keliru, yang disatukan melintasi generasi dengan cita-cita besar dan abadi”.(B1) Pada data (9) ini, tuturan yang ditemukan menyimpang terhadap maksim pujian. Hal ini dijelaskan oleh adanya kata-kata flawed and fallible people yang merupakan kecaman bagi pemerintahan sebelum Bush. Pada konteks ini, Bush bermaksud untuk mengecam dengan mengatakan bahwa bangsa Amerika pada pemerintahan terdahulu tidak mendapatkan kebebasan yang merata bagi tiap individu. Melalui tuturan ini, Bush bermaksud untuk mengatakan bahwa kisah tentang bangsa Amerika ini salah dan keliru, karena rakyat Amerika berhak untuk mendapatkan kebebasan dan kesempatan yang merata bagi tiap individu. Oleh sebab itu, kecaman ini memperjelas bahwa tuturan ini menyimpang terhadap maksim pujian. Dalam pidato pelantikan presiden Amerika ini, juga ditemukan aspek kebahasaan yang digunakan sebagai sarana retorika, salah satunya adalah penggunaan gaya bahasa metafora seperti contoh berikut: (10)“Yet, every so often the oath is taken amidst gathering clouds and raging storms”. “Namun, ada kalanya sumpah jabatan kepresidenan itu diambil di tengahtengah situasi gawat dan badai yang berkecamuk”.(O1)
11
Pada tuturan data (10) ini, Obama pada teks pidatonya menggunakan metafora yang membandingkan situasi yang gawat dan berkecamuk dengan awan dan badai. Obama menggunakan perbandingan situasi dengan alam. Metafora ini merupakan perbandingan langsung yang membandingkan situasi darurat dengan awan yang berkumpul dan badai yang mengamuk. Arti dari awan yang berkumpul adalah akan terjadi hujan. Hal ini dikonotasikan dengan situasi yang tidak baik atau darurat. Demikian juga halnya dengan badai yang berkecamuk. Badai dikonotasikan dengan situasi yang kacau dan buruk. Hal ini diartikan dari makna yang sebenarnya yaitu bencana. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa metafora ini menggambarkan keadaan negara Amerika pada saat itu yang sedang mengalami keadaan yang sulit dan masalah yang harus dihadapi. Hubungannya dengan konteks dalam tuturan ini adalah pengambilan sumpah sebagai presiden yang dilakukan pada saat negara mengalami situasi sulit seperti ini. Berdasarkan uraian ini, maka dapat disimpulkan bahwa metafora ini memiliki fungsi untuk mempengaruhi pikiran pendengar bahwa tugas yang kini diemban Obama sebagai presiden bukan lah hal yang mudah mengingat keadaan negara Amerika pada saat ini. Oleh karena itu, Obama melalui tuturan selanjutnya menegaskan bahwa di tengah kondisi seperti itu, presiden Amerika tetap menjalankan tugasnya, bukan karena tanggung jawab akan jabatan tinggi, tetapi karena karakter warga Amerika yang setia kepada cita-cita leluhur dan juga pada undang-undang yang dirumuskan oleh negara. pernyataan ini secara tidak langsung mengungkapkan bahwa Obama adalah orang yang memegang prinsip ini. Dengan demikian,
12
pemanfaatan metafora pada tuturan ini bisa juga dimaksudkan untuk memberikan citra positif Obama dalam pikiran audiens. (11)“Through much of the last century, America's faith in freedom and democracy
was a rock in a raging sea. Now it is a seed upon the wind, taking root in many nations”
“Melalui banyak hal pada abad terakhir, keyakinan Amerika dalam kebebasan dan demokrasi adalah sebuah batu di laut yang sedang mengamuk. Sekarang hal itu merupakan benih pada angin yang berakar pada banyak negara”. (B1) Pada tuturan (11)ini, dalam teks pidato pelantikannya Bush menggunakan metafora perumpamaan yang membandingankan keyakinan dengan keadaan alam. Pada konteks ini, Bush membandingkan keyakinan yang ada dalam diri warga Amerika seperti sebuah batu di laut yang sedang mengamuk. Jika diartikan secara harfiah, batu di laut yang sedang mengamuk merupakan batu yang sangat kuat dan kokoh, karena walaupun berkali-kali di hempas oleh gelombang laut, namun masih kokoh berdiri. Jadi, dapat disimpulkan bahwa keyakinan rakyat Amerika sangat kokoh, sehingga tidak akan goyah jika diuji dengan berbagai masalah. Selain itu, penggunaan perbandingan benih pada angin yang mengakar pada banyak negara jika diartikan merupakan suatu hal yang telah banyak dilakukan dan diikuti oleh banyak negara dan telah kokoh tertanam juga dalam keyakinan mereka. Dengan penggunaan kata-kata ini, Bush mengharapkan agar warga Amerika mampu memahami bahwa keyakinan negara Amerika sedemikian kuat dan telah diikuti oleh banyak negara. Selain itu, Bush juga mengharapkan agar warga termotivasi dan tergerak untuk tetap memiliki keyakinan yang sama. Berdasarkan hal ini, maka penggunaan metafora pada tuturan ini memiliki fungsi
13
untuk memotivaasi dan mempengaruhi pikiran warga agar memiliki keyakinan yang sama kuatnya dengan hal yang dibandingkan. 1.2 Rumusan Masalah Di dalam penelitian ini, ada beberapa permasalahan yang akan dibahas sehingga masalah dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Bagaimanakah jenis dan fungsi tindak tutur dalam pidato pelantikan presiden Amerika? 2. Bagaimanakah pematuhan dan penyimpangan prinsip kesopanan dalam pidato pelantikan presiden Amerika? 3. Bagaimanakah pemanfaatan aspek kebahasaan sebagai sarana retorikan yang digunakan pada pidato pelantikan presiden Amerika? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditentukan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan sebagai berikut ini. 1. Mendeskripsikan jenis dan fungsi tindak tutur yang digunakan dalam pidato pelantikan presiden Amerika. 2. Mendeskripsikan pematuhan dan penyimpangan prinsip kesopanan dalam pidato pelantikan presiden Amerika. 3. Mendeskripsikan aspek kebahasaan sebagai sarana retorika yang digunakan dalam pidato pelantikan presiden Amerika. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan terhadap suatu bahasa, bukanlah hanya terbatas pada keinginan atau rasa ingin tahu para linguis, akan tetapi penelitian diharapkan
14
dapat memberikan manfaat bagi masyarakat berdasarkan hasil yang telah diperoleh dari penelitian tersebut
dan tidak hanya bagi perkembangan ilmu
pengetahuan semata. Oleh sebab itu, manfaat penelitian dikategorikan ke dalam dua hal pokok, yakni manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis. 1.4.1 Manfaat Teoretis Manfaat teoretis penelitian ini adalah untuk memberikan pemahaman menyeluruh mengenai kajian tindak tutur, khususnya jenis dan fungsi tindak tutur serta strategi kesopanan yang digunakan dalam pidato pelantikan oleh presiden Amerika, serta pemanfaatan aspek kebahasaan dalam hubungan tujuan yang ingin dicapai dalam pidato. 1.4.2 Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi positif bagi perkembangan penelitian ilmu-ilmu kebahasaan. Dalam hal ini penelitian bermanfaat sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut disiplin ilmu pragmatik, khusunya kajian tindak tutur. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat yang terjun ke dunia politik dengan mengamati tindak tutur serta gaya bahasa yang digunakan dalam pidato pelantikan.. Penggunaan tuturan serta gaya bahasa dalam pemanfaatan aspek-aspek kebahasaan tersebut juga dapat digunakan sebagai salah satu bentuk retorika politik yang paling efektif.
15
1.5 Tinjauan Pustaka Penelitian terdahulu tentang tindak tutur dan gaya bahasa telah banyak dilakukan. Penelitian-penelitian tentang tindak tutur dan gaya bahasa tersebut akan diuraikan sebagai berikut: Penelitian yang dilakukan oleh Darmawan (2013) dalam tesisnya yang berjudul “Iklan Kampanye Calon Legislatif (Studi Kasus di Kota Padang)” membahas
tiga
permasalahan,
yakni:
mendeskripsikan
struktur,
bentuk
pemanfaatan aspek kebahasaaan, jenis tindak tutur, pelanggaran prinsip kerja sama dan fungsi bahasa dalam iklan politik di kota Padang.
Penelitian ini
dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap penyediaan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis. Pada tahap penyediaan data, data dikumpulkan dengan mencari kliping di media massa koran pada tahun 2009 mengenai iklan politik, kemudian di potret dan dicatat. Metode yang digunakan dalam analisis data adalah metode kontekstual dengan menggunakan teori dalam kajian sosiopragmatik. Penyajian hasil analisis data dilakukan secara dskriptif. Struktur iklan politik di kota Padang dibentuk oleh dua komponen. Komponen tersebut dibagi menjadi komponen utama dan komponen penguat. Bentuk pemanfaatan aspek kebahasaan yang ditemukan dalam iklan politik di kota Padang terdiri dari penulisan huruf kapital, repetisi, singkatan, akronim, alih kode, campur kode, pantun, karmina, metafora, dan antitesis. Jenis tindak tutur yang ditemukan dalam iklan politik di kota Padang dilihat dari strateginya , yakni tindak tutur langsung dan tidak langsung. Kemudian, tindak tutur yang dilihat dari fokusnya ditemukan tindak tutur representatif, tindak tutur direktif, dan tindak tutur komisif.
16
Pelanggaran prinsip kerja sama dalam iklan politik di kota Padang yang ditemukan berupa pelanggaran maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara. Fungsi bahasa yang ditemukan dalam iklan politik di kota Padang yakni fungsi ekspresif, fungsi direktif, fungsi informatif, dan fungsi propaganda. Penelitian yang dilakukan oleh Lailiyah (2013) di dalam tesisnya yang berjudul “tindak tutur direktif dalam rubrik reader’s forum di The jakarta Post” membahas tentang jenis tindak tutur direktif dalam rubrik Reader’s Forum di The Jakarta Post, mendeskripsikan maksud tindak tutur direktif dalam rubrik Reader’s Forum di The Jakarta Post, dan mendeskripsikan strategi kesopanan yang digunakan dalam tuturan direktif yang ada dalam reader’s forum di The Jakarta Post. Dalam penelitian ini, digunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif. metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi metode simak atau observasi yang digunakan pada tahap pengumpulan data, selanjutnya dalam menganalisis data digunakan metode kontekstual dan dalam menyajikan hasil analisis data digunakan metode penyajian informal. Hasil dari penlitian ini menyimpulkan bahwa berdasarkan jenisnya, tindak tutur direktif terbagi menjadi tindak tutur langsung dengan modus kalimat imperatif, tindak tutur langsung dengan modus kalimat deklaratif dan interogatif, dan tindak tutur literal. Kemudian, berdasarkan makna atau maksudnya, tindak tutur direktif memiliki delapan maksud, yakni (1) maksud memerintah/ menyuruh, ditemukan dengan bentuk kalimat imperatif yang diawali dengan kata kerja dasar dan kalimat deklaratif dengan kata kerja bantu must dan have to; (2) maksud melarang,
17
ditemukan dengan bentuk kalimat imperatif dengan kata kerja bantu do not dan kalimat deklaratif Aini (2012) dalam tesisnya yang berjudul “Tindak Tutur Direktif Bahasa Inggris dalam Transkrip Dialog Film Nanny McPhee (Kajian Pragmatik)” membahas tentang jenis tindak tutur direktif bahasa Inggris dalam Film Nanny McPhee, makna tindak tutur direktif tersebut, dan faktor-faktor munculnya tindak tutur direktif tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kontekstual dengan acuan teori tindak tutur (Speech Act) yang disampaikan Austin (1962) dan Searle (1979) serta teori kesantunan (Politeness) yang disampaikan oleh Brown dan Levinson (1987). Ada tiga tahapan dalam proses penelitian yaitu pengumpulan data, analisis, dan penulisan hasil penelitian. Dalam pengumpulan data, penelitian menggunakan metode simak dengan dilanjutkan teknik catat. Data berupa transkrip film ini kemudian dipilah yang berupa tindak tutur direktif. Setelah itu, data yang telah disaring dianalisis menggunakan pendekatan pragmatik yang berhubungan dengan tindak tutur dan kesantunan dalam berbahasa. Beberapa data menggunakan metode agih dengan teknik perluasan dan permutasi untuk mengetahui bentuk kalimat tidak lengkap yang muncul. Kemudian, hasil penulisan dituangkan menggunakan metode penyajian informal yaitu disajikan dengan menggunakan kata-kata biasa. Hasil penelitian menujukkan tiga hal yang sesuai dengan rumusan dan tujuan penelitian yaitu pertama, tindak tutur direktif yang digunakan dalam berkomunikasi memiliki wujud tindak tutur langsung dantidaklangsung. Tindak tutur langsung menggunakan modus kalimat imperatif sedangkan tidak langsung menggunakan modus kalimat deklaratif dan interogatif.
18
Sedangkan berdasarkan keliteralan dan kelangsungannya ada tiga jenis yaitu tindak tutur literal langsung, literal tidak langsung, dan tidak literal tidak langsung. Kedua, bahwa makna yang terkandung dalam tindak tutur direktif pada dasarnya meminta seseorang melakukan sesuatu namun berdasarkan bentuk, verba dan konteks ada beberapa makna turunan lainnya yaitu melarang, meminta/permintaan, menyarankan/menganjurkan, mengajak, mempersilakan, membiarkan,
menyindir,
danmemperingatkan.
mempercayakan,
Ketiga,
faktor-faktor
minta
maaf,
dominan
yang
minta
izin,
mempengaruhi
munculnyatindak tutur direktif film Nanny McPhee adalah (1) latar belakang peserta tutur yang meliputi; usia, latar belakang sosial ekonomi/status sosial, tingkat keakraban, watak, (2)warna emosi, (3) situasi tutur, (4) maksud dan tujuan, serta (5) Norma. Penelitian tentang tindak tutur pada tulisan ini berbeda dengan penelitianpenelitian sebelumnya. Adapun perbedaan tersebut dapat dilihat dari objek dan fokus kajiannya. Objek dalam penelitian ini adalah teks pidato presiden Amerika, yakni Barack H. Obama dan George W. Bush sebagai representasi dari dua partai besar di Amerika yang mendominasi selama pemilu di Amerika dalam dua periode terakhir. Sementara, fokus kajian dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tindak tutur dan gaya bahasa yang digunakan pada pidato pelantikan presiden Amerika Barack H. Obama dan George W. Bush. Penelitian sebelumnya hanya memfokuskan pada tindak tutur saja dan tidak melihat pada gaya bahasa yang digunakan.
19
1.6 Landasan Teori Untuk mendukung penelitian ini digunakan beberapa teori yang dianggap relevan dengan kajian didalamnya. Dalam landasan teori ini dijabarkan beberapa teori yang digunakan sebagai acuan penelitian untuk mengkaji tindak tutur dalam pidato pelantikan presiden Amerika, antara lain: pragmatik, tindak tutur, prinsip kesopanan, dan aspek kebahasaan. Berikut akan dijelaskan teori-teori yang terkait dengan penelitian. 1.6.1 Pragmatik Beberapa ahli mendefinisikan pragmatik sebagai berikut. Leech (1993:8) mengartikan pragmatik sebagai studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar (speech situations) yang meliputi unsur-unsur penyapa dan yang disapa, konteks, tujuan, tindak ilokusi, tuturan, waktu, dan tempat. Stalnaker via Nadar, (2009: 5) menyatakan bahwa pragmatik adalah kajian antara lain mengenai deiksis, implikatur, presuposisi, tindak tutur dan aspek-aspek struktur wacana. Kridalaksana (1993: 177)
mengemukakan bahwa pragmatik juga
diartikan sebagai syarat-syarat yang mengakibatkan serasi-tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi; aspek-aspek pemakaian bahasa atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna ujaran. Wijana (1996: 1) mengemukakan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi.
20
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah suatu telaah kebahasaan mengenai bagaimana caranya konteks mempengaruhi peserta tutur dalam menafsirkan kalimat atau menelaah makna dalam kaitannya dengan situasi ujaran. 1.6.1.1 Tindak Tutur Tindak tutur adalah pengujaran kalimat untuk menyatakan agar suatu maksud dari pembicara diketahui pendengar. Tindak tutur (speech atcs) adalah ujaran yang dibuat sebagai bagian dari interaksi sosial Hudson via Alwasilah, (1993:19). Menurut Hamey via Sumarsono dan Partana, (2002: 329-330) tindak tutur merupakan bagian dari peristiwa tutur, dan peristiwa tutur merupakan bagian dari situasi tutur. Yule (1996: 48) mengemukakan bahwa setiap tindakan yang dilakukan melalui ujaran, setidaknya mengandung tiga tindakan, yakni tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Searle via Leech, (1993: 164) mengelompokkan tindak tutur ilokusi menjadi lima, yaitu: 1. Asertif: pada ilokusi ini penutur terikat pada kebenaran proposisi yang diungkapkan. Tindak tutur ini biasanya berisi informasi dan terdapat fakta yang dapat dibuktikan dengan tuturan tersebut. Contoh dari tindak tutur ini misalnya menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan. 2. Direktif atau disebut juga tuturan impositif, yaitu tindak tutur yang bertujuan untuk menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur.
21
Contoh ilokusi ini misalnya: memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasehat. 3. Komisif, yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya pada suatu tindakan di masa depan. Fungsi dari tindak tutur ini dalah untuk mendorong penutur melakukan sesuatu, misalnya misalnya menjanjikan, dan menawarkan. 4. Ekspresif atau disebut juga tuturan evaluatif, yaitu
tindak tutur yang
menyangkut perasaan dan sikap penutur. Tuturan ini juga dapat dimaksudkan penutur untuk menyampaikan evaluasinya tentang hal yang disebutkan dalam tuturannya.
Fungsi ilokusi ini antara lain
mengungkapkan keadaan
psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya mengucapkan
terima
kasih,
mengucapkan
selamat,
memberi
maaf,
mengecam, memuji, mengucapkan belasungkawa, dan sebagainya. 5. Deklarasi yaitu tindak tutur
yang menghubungkan isi proposisi dengan
realitas yang sebenarnya. Tindak tutur ini juga terdiri dari tindakan dimana tuturannya mengubah dunia atau menciptakan hal (situasi, kondisi, status, dan sebagainya) yang baru. Yang termasuk ke dalam tindak tutur ini misalnya mengundurkan diri, membaptis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat (pegawai) dan sebagainya. Fraser via Nadar (2009: 16-17) membuat taksonomi tindak ilokusi menjadi delapan lengkap dengan kata kerjanya, sebagai berikut: 1.
Act of asserting, contohnya accuse, acknowledge, add, admit, advocate, affirm, agree, allege, announce, apprise, argue, assent, assert, attest, aver,
22
claim, comment, concede, conclude, concur, confess, confirm, conjecture, declare, deduce, denounce, deny, disagree, dispute, emphasize, grant, hold, inform, maintain, mention, note, notify, observe, point out, postulate, predict, proclaim, profess, protest, resffirm, recognize, refuse, remark, remind, repeat, reply, report, respond, retort, say, state, submit, suggest, swear, tell, verify, warn. 2.
Act of evaluating, contohnya adjudge, analyse, appraise, assess, calculate, call, certify, characterize, choose, cite, classify, conclude, date, declare, describe, diagnose, estimate, figure, formulate, evaluate, find, grade, guess, hold, hypothesize, insist, interpret, judge, locate, make, measure, picture, place, portray, postulate, put, rank, read, reckon, regard, rule, speculate, take, theorise, value.
3.
Acts of Reflecting speaker attitude, contohnya accept, apology, acclaim, admonish, agree, apologize, applaud, approve of, blame, commend, commiserate, complain, compliment, congratulate, condemn, credit, curse, denounce, deplore, disagree, endorse, excuse, favor, object to, oppose, praise, protect, question, recognize, regret, salute, symphatise, thank, wish.
4.
Acts of stipulating, contohnya abbreviate, begin, call, characterize, choose, class, classify, code, declare, describe, define, denote, designate, distinguish, dub, identify, nominate, parse, recast, rule, select, specify, stipulate, term.
5.
Acts f requesting, contohnya, appeal, ask, beg, bid, call on, command, demand, direct, enjoin, forbid, implore, insist, inquire, instruct, invite, order, petition, plead, pray, prohibit, restrict, request, require, solicit.
23
6.
Acts of suggesting, contohnya admonish, advance, advise, advocate, caution, counsel, exhort, propose, recommend, suggest, urge, warn.
7. Acts of exercising authority, contohnya abolish, abrogate, accept adopt, agree to, allow, apply for, appoint, approve, authorize, bless, cancel, choose, close, condemn, consent, countermand, credit, declare, decree, deny, dismiss, disown, dissolve, downgrade, excuse, exempt, fine, forbid, forgive, grant, greet, invoke, nullify, permit, present, prohibit, renounce, repudiate, reject, restrict, take back, tender, withdraw. 8. Acts of committing, contohnya accept, assume, assure, commit, dedicate, obligate, offer, pledge, promise, undertake, swear, volunteer, vow. Kreidler (1998: 183-193) membagi klasifikasi tindak tutur berdasarkan tujuannya menjadi tujuh jenis, yaitu: 1. Tuturan Asertif, adalah tuturan di mana penutur menggunakan bahasa untuk memberitahu tentang apa yang mereka ketahui atau percayai. Tuturan asertif ini
mempertimbangkan
fakta.
Tujuan
tuturan
ini
adalah
untuk
menginformasikan. 2. Tuturan performatif, yaitu tuturan yang mengakibatkan perubahan status pada sesuatu yang disebutkan oleh penutur. Tuturan performatif akan valid jika dituturkan oleh seseorang yang mempunyai hak untuk membuatnya diterima dan lingkungan yang menerima juga tepat. Kata kerja tuturan ini meliputi bet, declare, baptize, name, nominate, and pronounce. 3. Tuturan verdiktif, yaitu tuturan di mana penutur membuat penilaian tentang perilaku orang lain, teutama mitra tutur. Tuturan verdiktif meliputi menuduh,
24
menyalahkan, mengucapkan selamat, memuji dan mengucapkan bela sungkawa. Kata kerja tuturan verdiktif ini meliputi: accuse, charge, excuse dan thank. 4. Tuturan ekspresif, yaitu tuturan yang merupakan hasil atau kegagalan dari kegiatan yang dilakukan oleh mitra tutur. Kata kerja yang paling umum dari tuturan ini meliputi: acknowledge, admit, confess, deny, dan apologize. 5. Tuturan direktif, yaitu tuturan di mana penutur mencoba untuk membuat mitra tutur melakukan sesuatu. Oleh karena itu, tuturan direktif menggunakan you sebagai pelaku. Tuturan direktif dapat diidentifikasi melalui kalimat yang berupa perintah, permintaan, dan saran. 6. Tuturan komisif, yaitu tuturan yang mengikat penutur terhadap suatu tindakan di masa depan. Hal ini meliputi janji, ancaman, dan sumpah. Kata kerja komisif meliputi: agree, ask, offer, refuse, swear dan semua yang mengikuti infinitif. 7. Tuturan Fatis, yaitu tuturan yang dibangun untuk menjaga hubungan dalam masyarakat. Tuturan fatis meliputi sapaan, perpisahan, bentuk kesopanan seperti “thank you”, “you are welcome” dan excuse me”. 1.6.1.2 Strategi Kesopanan Berbahasa Dalam mengungkapkan suatu tuturan, penutur selalu menggunakan aspekaspek kesantunan untuk tujuan sosial. Oleh karena itu lah, fungsi tindak tutur dan maksim
kesopanan
memiliki
keterkaitan,
dimana
fungsi
ilokusi
dapat
dipertimbangkan sesuai dengan situasi tutur yang menyangkut tingkat kesopanan. Seperti yang diklasifikasikan oleh Leech (1993: 162), fungsi-fungsi ilokusi tersebut adalah sebagai berikut:
25
1.
Fungsi kompetitif, dimana tujuan ilokusi bersaing dengan tujuan sosial, misalnya: memerintah, meminta, menuntut, mengemis.
2.
Fungsi menyenangkan, dimana tujuan ilokusi sejalan dengan tujuan sosial: misalnya menawarkan, mengajak, mengundang, menyapa, mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat.
3.
Fungsi bekerja sama, dimana tujuan ilokusi tidak menghiraukan tujuan sosial, misalnya: menyatakan, melapor, mengumumkan, mengajarkan.
4.
Fungsi bertentangan, dimana tujuan ilokusi bertentangan dengan tujuan sosial, misalnya mengancam, menuduh, menyumpahi, memarahi.
1.6.1.3 Prinsip Kesopanan Selain fungsi-fungsi tersebut, terdapat maksim sopan santun yang mengiringi
suatu tuturan agar penutur dapat bersikap sopan dan menjaga
hubungan dengan lawan tutur. Menurut Leech (1993: 206) maksim sopan santun tersebut adalah: 1.
Maksim kearifan (tact maxim): buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin dan buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin.
2.
Maksim kedermawanan (generosity maxim): buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin dan buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin.
3.
Maksim pujian (approbation maxim): kecamlah orang lain sedikit mungkin dan pujilah orang lain sebanyak mungkin.
4.
Maksim kerendahan hati (modesty maxim): pujilah diri sendiri sedikit mungkin dan kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin.
26
5.
Maksim kesepakatan (agreement maxim): usahakan agar ketaksepakatan antara diri dan orang lain terjadi sesedikit mungkin dan usahakan agar kesepakatan antara diri sendiri dan orang lain terjadi sebanyak mungkin.
6.
Maksim simpati (sympathy maxim): kurangilah rasa antipati antara diri dengan orang lain hingga sekecil mungkin dan tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri dan orang lain.
1.6.2 Ragam Bahasa Poedjosoedarmo (1978:11) mendefenisikan bahwa ragam bahasa adalah variasi bahasa yang perbedaannya ditentukan oleh adanya situasi bahasa yang berbeda. Defenisi ini sesuai dengan yang diungkap oleh Joss via Chaer dan Leony (2004:70-72) yang mengemukakan bahwa variasi atau ragam bahasa terdiri atas lima jenis, yaitu ragam resmi atau formal, ragam usaha atau ragam konsultatif, ragam santai atau kasual, dan ragam akrab atau intim. Ragam baku memiliki pola atau kaidah yang sudah ditetapkan secara mantap dan tidak dapat diubah. Ragam ini digunakan pada undang-undang, surat resmi, dan situasi khidmat. Ragam resmi atau formal juga sudah memiliki pola dan kaidah yang dianggap mantap sebagai sesuatu yang dianggap standar dan digunakan dalam situasi resmi. Ragam usaha berada diantara ragam bahasa formal dan santai, ragam bahasa santai dipenuhi oleh unsur leksikal dialek. Selanjutnya, ragam bahasa akrab memiliki ciri banyaknya pemakaian kode kebahasaan yang bersifat pribadi, tersendiri, relatif tetap dalam kelompoknya. Ragam bahasa informal digunakan untuk mengikuti dan menyesuaikan dengan keadaan dan situasi komunikasi (Wijana dan Rohmadi, (2006:169). Situasi komunikasi yang dimaksud adalah siapa, kepada
27
siapa, masalah apa, dan apa tujuannya. Dengan demikian dalam ragam bahasa informal dapat ditentukan beberapa bentuk aspek kebahasaan. Kridalaksana (1984: 142) menjelaskan bahwa ragam bahasa adalah variasi bahasa yang penggunaannya dibedakan menurut topik, hubungan pelaku, dan medium pengungkapan. Jadi, ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut penggunaannya yang timbul menurut situasi dan fungsi yang memungkinkan adanya variasi tersebut. Ragam bahasa menurut topik mengacu pada penggunaan bahasa dalam bidang tertentu, seperti bidang jurnalistik, kesusastraan, pemerintahan, dan lain sebagainya. Ragam bahasa menurut hubungan pelaku dalam pembicaraan atau gaya penuturan menunjuk pada situasi formal atau informal. Medium pengungkapan dapat berupa sarana atau cara penggunaan bahasa, yakni bahasa lisan dan tulis. 1.7 Metode Penelitian Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu menggambarkan data berdasarkan fakta yang ada atau fenomena yang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya, sehingga menghasilkan catatan-catatan berupa pemerian bahasa dan sifatnya seperti potret (Sudaryanto: 1988: 62). Selain deskriptif,penelitian ini juga menggunakan metode kualitatif, karena data penelitian tidak berupa angka-angka, tetapi berupa satuan lingual seperti kata, frase
atau kalimat. Metode penelitian memiliki tiga tahapan yakni tahap
pengumpulan data, tahap analisis data dan tahap penyajian hasil analisis data.
28
1.7.1 Tahap Pengumpulan Data Pada tahap pengumpulan data, data dikumpulkan dari sumber data. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah teks pidato pelantikan presiden Amerika yaitu Barack Obama dan George W. Bush yang pertama dan kedua. Teks pidato ini diambil dari www.millercenter.org. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak, dengan teknik lanjutan yaitu teknik catat. Sudaryanto (1993: 92) mengemukakan bahwa teknik catat adalah mencatat beberapa bentuk yang relevan bagi penelitiannya dari penggunaan bahasa secara tertulis. Maka pada penelitian ini, data dikumpulkan dengan cara mengamati teks pidato pelantikan presiden Amerika yang mengandung tindak tutur, kemudian diklasifikasikan jenis tindak tuturnya berdasarkan kata kerja yang terdapat dalam tuturan, lalu di indetifikasi fungsi dari masing-masing tindak tutur tersebut. Setelah itu, data dimasukkan ke dalam tabel yang telah diberi kolom jenis dan fungsi tindak tutur. Selanjutnya, pengamatan data dilakukan pada tuturan yang mengandung pematuhan dan penyimpangan terhadap maksim kesopanan, lalu mengidentifikasikan maksud pematuhan dan penyimpangan terhadap maksim kesopanan tersebut, untuk kemudian dimasukkan ke dalam tabel yang telah diberi kolom pematuhan dan penyimpangan terhadap maksim kesopanan. Langkah yang terakhir yaitu mengamati pemanfaatan aspek-aspek kebahasaan yang terdapat di dalamnya dan kemudian dicatat dan diklasifikasikan pada tabel yang telah diberi kolom jenis aspek kebahasaan yang ditemukan. Setelah melalui langkah-langkah ini, maka data siap untuk dianalisis.
29
1.7.2 Tahap Analisis Data Setelah dikumpulkan, data diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan kemudian dilihat jenis-jenis tindak tutur beserta fungsinya dan menganalisis strategi kesopanan yang digunakan, yakni melihat penggunaan maksimnya mencakup pematuhan dan penyimpangannya. Selanjutnya, dilihat aspek kebahasaan apa saja yang digunakan dan kemudian dipilah lalu dinalisis berdasarkan jenisnya. Dalam menganalisis data, metode yang digunakan adalah metode kontekstual, yaitu mendasarkan, memperhitungkan, dan mengaitkan data tersebut pada konteks (Rahardi, 2005: 16) 1.7.3 Tahap Penyajian Hasil Analisis Data Setelah dianalisis, selanjutnya hasil analisis data disajikan ke dalam bentuk laporan tertulis. Metode yang digunakan dalam menyajikan hasil analisis data ini adalah metode informal. Menurut Sudaryanto (1993: 145) metode informal adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata biasa. Dalam penyajian
ini,
rumus-rumus
atau
kaidah-kaidah
disampaikan
dengan
menggunakan kata-kata biasa, yaitu kata-kata yang apabila dibaca dengan serta merta dapat langsung dipahami (Jati Kesuma, 2007: 74) 1.8 Sistematika Penyajian Pembahasan dalam penelitian ini akan disajikan dalam sistematika sebagai berikut: Bab I adalah pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika penyajian. Bab II berisi tentang jawaban atas rumusan masalah yang pertama, yaitu: tentang jenis tindak tutur yang terdapat dalam kedua
30
naskah pidato pelantikan masing-masing presiden. Bab III berisi tentang jawaban atas rumusan masalah yang kedua, yaitu pematuhan dan penyimpangan terhadap maksim-maksim kesopanan yang digunakan oleh masing-masing presiden. Bab IV berisi tentang jawaban atas rumusan masalah yang ketiga, yaitu pemanfaatan aspek kebahasaan yang digunakan sebagai sarana retorika dalam pidato pelantikan Obama dan Bush. Bab V adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran penelitian.