BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah Upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan bagi Bangsa Indonesia adalah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 itu dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab. Salah pemberdayaan
satu
langkah
kongkrit
satuan pendidikan
peningkatan
agar
mampu
mutu
pendidikan
adalah
berperan sebagai
subyek
penyelenggara pendidikan, yang diberi kewenangan dan peran luas untuk merancang serta melaksanakan pendidikan sesuai dengan potensi dan kondisi masing-masing, dengan tetap mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP). Contoh gambaran dari program peningkatan mutu pembelajaran di sekolah dapat dilihat dari kemampuan dan kemauan warga sekolah, khususnya peserta didik untuk mengungkap proses informalisasi dan kemajuan teknologi. Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi dan komunikasi telah memberi pengaruh terhadap dunia pendidikan, khususnya dalam
1
proses pembelajaran. Hal ini semakin membuktikan bahwa salah satu tuntutan global dunia pendidikan adalah penguasaan terhadap TIK. Sebagai upaya pemerintah dalam meningkatkan pedayagunaan TIK telah dikeluarkan berbagai kebijakan antara lain adanya Keppres No.26/2006 tentang 7 (tujuh) flagship program pemerintah yang berkaitan dengan TIK, salah satunya diemban oleh Depdiknas yaitu mengenai adanya program e-pendidikan. Tiga butir dalam Renstra Depdiknas 2010-2014 pada bagian 4.2.7 tentang Penguatan dan perluasan
pemanfaatan
TIK
di
bidang
pendidikan
dikatakan
bahwa:
a)
Pengembangan sistem pengelolaan pengetahuan untuk mempermudah dalam berbagi informasi dan pengetahuan antar peserta didik dan tenaga pendidik; b) Pengembangan pusat sumber belajar berbasis TIK pada pendidikan dasar dan menengah; c) Peningkatan kemampuan SDM untuk mendukung pendayagunaan TIK di pusat dan daerah. Bicara tentang kreativitas dan inovasi sekolah dalam era teknologi informasi dan komunikasi sekarang ini, tentu tak lepas dari peran pengetahuan dan teknologi sebagai kekuatan penggeraknya. Karena itu, membina anak didik masa kini berarti mempersiapkan kemampuan mereka untuk dapat menyerap ilmu pengetahuan dan teknologi yang menunjang proses industrialisasi itu. Knowledge management (KM) pun menjadi salah satu perangkat yang mampu menyokong kebutuhan akan pengetahuan dalam organisasi pendidikan. Dimana knowledge tersebar dan tercipta di sekolah, semenjak dari penentuan visi dan misi sekolah, penentuan strategi dan target pembelajaran, perancangan desain kurikulum, pembuatan lesson plan, penyusunan modul dan bahan pengajaran (paper, video, songs, media dsb) serta
2
worksheet, sampai kepada bahan evaluasi. Manajemen pengetahuan merupakan paradigma pengelolaan informasi yang berasal dari pemikiran bahwa pengetahuan yang murni sebenarnya tertanam dalam benak dan pikiran setiap manusia. Karena itu perlu dibangun suatu mekanisme penyebaran informasi dan pengalaman dari sumber daya manusia yang ada agar terjadi peningkatan pengetahuan di masingmasing individu dalam organisasi khususnya sekolah. Disinilah pentingnya mengelola pengetahuan yang ada sebagai asset sekolah sehingga berbagai inovasi dapat dilakukan terus menerus untuk meningkatkan kualitas sekolah dan kualitas pembelajaran karena manajemen pengetahuan dapat membantu suatu organisasi dalam memecahkan suatu masalah yang kemudian mengembangkan pengetahuan baru untuk menyelesaikan masalah tersebut, itulah yang disebut inovasi, Sangkala (2007). Pentingnya pendidikan dalam meningkatkan kualitas SDM makin diperkuat dengan kecenderungan yang terus berkembang tentang makin pentingnya posisi pengetahuan dalam konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era global dewasa ini. Jeffrey Pfeffer merupakan salah satu ahli manajemen dari Harvard, mengemukakan bahwa keunggulan organisasi semakin ditentukan oleh keunggulan dari manusia-manusia di dalamnya kemudian ahli competitiveness Michael E.Porter mempunyai premis bahwa keunggulan setiap organisasi Negara, ditentukan oleh keunggulan kompetitifnya, Riant Nugroho (2008). Jadi kesimpulan dari 2 pendapat tadi adalah keunggulan setiap organisasi, tidak peduli bisnis, LSM, hingga publik, lebih banyak ditentukan oleh keunggulan manusia-manusia di dalamnya. Hal itu karena isu yang dihadapi semuanya bermuatan pengetahuan
3
(knowledge) dan hanya manusia yang bisa mengelola serta mengembangkan pengetahuan, bukan mesin, bukan uang. Berkembangnya
manajemen
pengetahuan
dalam
mengelola
SDM
menjadikan perlunya lembaga pendidikan melakukan antisipasi terhadapnya, hal ini didasarkan pada alasan-alasan berikut: 1. Pendidikan atau lembaga pendidikan bergerak dalam membina peserta didik untuk meningkatkan pengetahuannya yang dapat bermanfaat dan atau dimanfaatkan pemiliknya untuk menjalankan perannya di masyarakat. 2. Oleh karena itu maka lembaga pendidikan harus mengelola pengetahuannya guna mencapai tujuan yang ditetapkan yang meninfkatkan kualitas SDM baik dalam pengetahuan, keterampilan, maupun sikap yang nantinya akan sangat bermanfaat bagi kehidupan dirinya maupun masyarakat. Proses pembelajaran di sekolah harus mampu mendidik para siswa menjadi orang-orang kreatif, dan ini hanya mungkin dilaksanakan bila organisasi sekolah itu sendiri menjadi organisasi pembelajar dimana seluruh anggota organisasi mampu meningkatkan kemampuan belajarnya dalam rangka meningkatkan kemampuan organisasi sekolah dalam menghadapi berbagai perubahan, bahkan perlu terus diupayakan lebih jauh agar organisasi sekolah dapat melakukan langkah-langkah antisipasi terhadap perubahan yang mungkin terjadi, dan ini berarti pembelajaran adaptif perlu terus dibarengi dengan pembelajaran generatif yang merupakan ciri dari organisasi pembelajar. Dengan demikian lembaga pendidikan tidak bisa lagi melakukan respon yang biasa dalam menghadapi kenyataan tersebut, ini berarti diperlukan komitmen bersama bahwa mendidik dan membelajarkan memerlukan
4
kondisi organisasi yang juga mampu mensinergikan pengetahuan yang ada di dalamnya dan mengintegrasikannya dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah, dan itu berarti lembaga pendidikan perlu menjadi Learning Organization. Bagaimana manusia akan survive dalam suatu dunia yang penuh dengan resiko. Pertanyaan ini menjadi relevan karena Indonesia hari ini dan dimasa akan dating memasuki tahun yang penuh resiko. Jawaban dari masalah tersebut dikemukakan oleh HAR Tilaar dalam Riant Nugroho (2008). “Di dalam masyarakat yang sederhana, menghadapi dunia yang penuh resiko dapat menghancurkan masyarakat itu. Tetapi kebudayaan manusia telah memberikan manusia dengan sejumlah kemampuan untuk menghadapi perubahanperubahan sekitanya, baik perubahan-perubahan alamiah, perubahan dunia ide, dan perubahan-perubahan sosial budaya lainnya. Itulah ilmu pengetahuan yang telah dikumpulkan dan dikembangkan di dalam kebudayaan umat manusia. Dengan pengetahuan, manusia menghadapi kenyataan hidupnya.” Pemikiran di atas sejalan dengan Peter Ferdinand Drucker dalam Riant Nugoho (2008) yang mengemukakan bahwa masyarakat bukan lagi masyarakat kapitalis atau sosialis, melainkan masyarakat pengetahuan yaitu masyarakat yang berbasiskan pengetahuan. “Knowledge is the only meaningfull resource today. The traditional „factors of production‟-land, labour, and capital- have not disaapeared. But they have become secondary. They can be obtained, and obtained easlily, provided there is knowledge. And knowledge in this new meaning knowledge as a utility, knowledge as the means to obtain social and economic results….the economic challenge of the post capital society will therefore be the productivity of knowledge work and knowledge worker.” Jika pemikiran Tilaar memberikan penekanan yang bersifat makro, yaitu bahwa kebutuhan dari setiap Negara bangsa hari ini adalah mempuyai warga Negara yang mempunyai kemampuan yang unggul dalam mengambil keputusan di zaman perubahan, sementara Drucker memberikan penekanan mikro, bahwa
5
keunggulan suatu korporasi ditentukan oleh kemampuannya menghasilkan produk yang ditentukan oleh muatan pengetahuan di dalamnya, Riant Nugroho (2008). SMA Negeri 1 Marioriwawo, seperti juga
organisasi lainnya, merupakan
kesatuan sosial (social entity) dengan batas-batas yang relatif dapat diidentifikasikan dan dapat dikendalikan secara sadar pada satu arah yang konsisten. Sebagai suatu kesatuan sosial SMA Negeri 1 Marioriwawo terdiri dari kelompok orang dengan sifat dan perilaku individu yang berbeda-beda, berinteraksi, saling mempengaruhi dan mempunyai keterkaitan satu dengan yang lainnya. Sebagai suatu lembaga pendidikan dan penelitian, keluaran (output) yang dihasilkan adalah manusia yang mempunyai kualitas pengetahuan dan keterampilan, produk-produk ilmiah serta jasa untuk berbagai kegiatan masyarakat. Asupan (input) , proses dan keluaran (output) SMA Negeri 1 adalah perilaku, pengetahuan, dan keterampilan, yang menyatu pada manusia. Sebagai suatu masyarakat pengetahuan (knowledge society), kompetensi inti (core competence) SMA Negeri 1 adalah pada staf pengajar dan siswanya sebagai satu kesatuan modal intelektual sehingga kinerja (performance) ditentukan oleh kualitas staf pengajar dan siswanya. SMA Negeri 1 Marioriwawo terletak di Kabupaten Soppeng Sul-Sel dan mulai tahun 2010 sudah beralih dari RSSN/RSKM menjadi SMA Model SKM-PBKL-PSB setelah lulus verifikasi dari Dirjen Kementrian Pendidikan Nasional. Prestasi ini tergolong luar biasa, bagaimana tidak program 3 tahun RSSN/RSKM dijalani 2009 hanya dengan 1 tahun kemudian (2010) diverifikasi dan dinyatakan layak untuk menjadi sekolah model SKM-PBKL-PSB. Sekolah model PSB ini juga adalah salah satu sasaran mutu sekolah, dan dalam rangka menyelenggarakan proses PSB ini
6
maka sekolah seyogyanya mencari alternatif solusi untuk bagaimana nantinya model pembelajaran harus berbasis tik. Jadi dengan melihat kebutuhan sekolah dalam penguasaan TIK serta menjadi sekolah model PSB (Pusat Sumber Belajar), maka sekolah kemudian membentuk sebuah tim yang bertanggung jawab untuk menciptakan atau mengakuisisikan pengetahuan baik berupa tasit maupun eksplisit untuk dirumuskan menjadi sebuah produk yang menjawab permasalahan di atas. Disinilah peran dari aktivitas manajemen pengetahuan khususnya pada proses penciptaan pengetahuan menyangkut TIK. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa untuk menciptakan pengetahuan baru atau inovasi adalah dengan menggali potensi yang ada dari tiap individu-individu, dan memanfaatkan pengetahuan seseorang berdasarkan pengalamannya ataupun keahliannya. Artinya inovasi itu lahirnya dari pengetahuan SDM itu sendiri bukan melalui mesin atau asset tangible lainnya, karena untuk dapat terus mengembangkan inovasi yang unik dan kreatif, maka organisasi tidak semata-mata hanya bertumpu pada sumber daya finansial, bangunan, tanah, teknologi, dan asset-aset lain yang bersifat tangible saja. Justru perkembangan saat ini menunjukkan fakta bahwa organisasi apapun seharusnya bertumpu pada asset pengetahuan, baik itu pengetahuan tasit maupun eksplisit, Sangkala (2007). Sangkala
(2007)
mengemukakan
bahwa
dalam
proses
penciptaan
pengetahuan terdapat berbagai tahapan yang dimulai dari memperluas pengetahuan dengan mengikuti pelatihan dan sebagainya, dilanjutkan dengan pembentukan tim untuk menciptakan konsep baru yang kemudian dikristalisasikan, diujicobakan untuk mendapat feedback sampai pada lahirnya suatu produk. Jadi nantinya produk yang
7
diciptakan tersebut adalah berupa program pembelajaran baru yang lebih efektif dan efisien dan tentunya berbasis tik. Rasa saling percaya (trust) harus dikembangkan dan dibina antar individuindividu dan antara individu-individu dengan pimpinan SMAN 1, demikian pula pada unit-unit kecil yang terdesentralisasi (misalnya, kelompok keahlian). Bila rasa saling percaya tidak mampu ditanamkan akan timbul kondisi dimana semakin tinggi kompetensi individu-individu mengakibatkan semakin rendah modal intelektual. Nilainilai kebersamaan (share values), yang disusun bersama-sama oleh individuindividunya harus menjadi landasan yang dipercaya untuk meraih cita-citanya. Budaya saling percaya mempercayai yang dilandasi oleh nilai-nilai kebersamaan akan mendorong terciptanya jejaring (network) dan aliansi strategis (strategic alliance ) yang sinergistik. Dalam penciptaan konsep baru dalam rangka e-pendidikan di SMAN 1 ini tentu saja tidak luput dari beberapa masalah yang terjadi. Idealnya ketika sekolah menerapkan manajemen
pengetahuan khususnya
pada
proses penciptaan
pengetahuannya, hendaklah melalui proses yang matang dan berkelanjutan, mulai dari tahap memperluas pengetahuan, kemudian berbagi pengetahuan, sampai pada menghasilkan suatu pengetahuan baru sehingga akan menentukan sejauh mana keberhasilan dari proses penciptaan pengetahuan tersebut. Berdasarkan penjajakan awal saya, melalui observasi langsung dan wawancara kepada wakil kepala sekolah serta salah seorang staf tenaga administrasi, ditemukan berbagai kendala yang menghambat berkaitan dengan penciptaan pengetahuan di sekolah ini. Adapun kendala teknisnya adalah masalah integrasi sistem, antara sistem yang lama dan
8
sistem yang baru yaitu TIK sendiri. Banyak pegawai yang belum terintegrasi dengan pekerjaannya menyangkut TIK ini karena baik pegawai maupun guru belum termotivasi untuk berkontribusi, termasuk beberapa anggota yang tergabung dalam tim PSB/SIM. Dikarenakan pula belum adanya penghargaan dari keefektifan mengelola dan mengembangkan penciptaan pengetahuan. Masalah lain yang muncul dalam proses penciptaan pengetahuan di sekolah tersebut adalah masih terdapatnya beberapa anggota tim yang tidak bekerja maksimal dan cenderung bebera orang saja yang bekerja dan belum bekerja secara tim yang utuh. Selain itu proses penciptaan pengetahuan ini juga secara umum belum melalui tahap-tahap yang ideal, dan masih tidak efektif. Pada sarana dan prasarana yang kurang mendukung proses penciptaan pengetahuan, fasilitas-fasilitas seperti komputer dan koneksi internet, masih sangat minim. Banyak komputer-komputer di sekolah ini yang sudah tua dan jaringan speedy hanya di satu titik padahal untuk bisa maksimal harus terdapat tiga titik speedy di sekolah. Berdasarkan uraian tersebut diatas maka penulis melakukan penelitian dengan
judul
“PENCIPTAAN
PENGETAHUAN
DI
SMA
NEGERI
1
MARIORIWAWO KABUPATEN SOPPENG : STUDI KASUS PENCIPTAAN WEBSITE SEKOLAH/PSB ”. I.2. Rumusan Masalah Bertolak dari latar belakang masalah sebagaimana yang telah diuraikan, permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana proses penciptaan pengetahuan di SMAN 1 Marioriwawo kabupaten soppeng dengan studi kasus penciptaan website sekolah/PSB?
9
I.3. Tujuan Penelitian Sehubungan dengan rumusan masalah penelitian yang telah diungkapkan, ditentukan tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: Untuk mengetahui, menganalisa, mendeskripsikan dan menginterpretasikan
proses
penciptaan pengetahuan di SMAN 1 Marioriwawo kabupaten soppeng dengan studi kasus penciptaan website sekolah/PSB. I.4. Manfaat Penelitian Dari tujuan di atas diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk : 1. Manfaat Akademik Penelitian ini diharapkan berguna sebagai referensi yang dapat menunjang untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu Administrasi Negara (study manajemen publik) dan sebagai bahan masukan ataupun komparasi bagi penelitian-penelitian yang selanjutnya. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan masukan dan informasi, masukan (input) dan komparasi dalam melakukan aktivitasnya bagi dunia pendidikan, khususnya pada SMA Negeri 1 Marioriwawo Kabupaten Soppeng.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1.
Manajemen Pengetahuan
II.1.1. Definisi Pengetahuan Untuk memudahkan memahami perbedaan antara data informasi, dan pengetahuan maka Davenport dan Prusak (1998) dalam Bambang Setiarso (2009), membedakan pengertian ketiganya yaitu: “knowledge is neither data nor information, though it related to both, and the differences between these terms are often a matter of degree”. 1. Data is a set of discrete,objective facts about events Seperti yang dicontohkan oleh Davenport dan Prusak, bila seseorang pelanggan datang untuk mengisi tanki mobilnya ke pompa bensin, maka transaksi yang terjadi dapat digambarkan sebagian oleh data, yaitu berapa uang yang harus dibayarkan, berapa liter bensin yang diisikan, namun tidak menjelaskan mengapa pelanggan itu datang ke pompa bensin, kualitas pelayanan pompa bensin, dan tidak dapat meramalkan kapan lagi pelanggan tersebut akan kembali ke pompa bensin. Dalam organisasi, data terdapat dalam catatan-catatan (records) atau transaksi-transaksi. 2. Information is data that makes a difference. Kata inform sejatinya berarti to give shape atau untuk memberi bentuk, dan informasi ditujukan untuk membentuk orang yang mendapatkannya, yaitu untuk membuat agar pandangan atau wawasan orang tersebut berbeda
11
(dibandingkan sebelum memperoleh informasi). Sebagai contoh pelanggan mengisi tanki mobilnya dengan bensin premix, bukan premium, pernyataaan tersebut merupakan informasi. Menurut Peter Drucker dalam Bambang Setiarso (2009), tidak seperti data, informasi mempunyai makna (meaning) yang ditimbulkan oleh relevansi dan tujuan yang diberikan oleh penciptanya. Misalnya pembei informasi menyampaikan bahwa pelanggan mengisi tanki mobilnya dengan bensin premix, bukan premium, mengandung tujuan tertentu yang dikaitkan dengan lawan bicara, atau mengandung relevansi tertentu yang dikaitkan dengan lawan bicara, atau mengandung relevansi tertentu yang dikaitkan dengan topic pembicaraan. Davenport dan Prusak memberikan metode mengubah data menjadi informasi melalui kegiatan yang dimulai dengan huruf C: contextualized, calculated, corrected, dan condensed. Dalam organisasi, infomasi terdapat dalam pesan (messages). 3. Knowledge is a fluid mix of framed experience, values, contextual information,and expert insight that provides a framework for evaluating and incorporating new experiences and information. It originates and is applied in the minds of knowers. In organizations, it often becomes embedded not only in documents or repositories but also in organizational routines, processes, practices, and norms. Davenport dan Prusak memberikan metode mengubah informasi menjadi pengetahuan melalui kegiatan yang dimulai dengan huruf C: comparation, consequences, connections, dan conversation. Dalam organisasi, pengetahuan diperoleh dari individu-individu atau kelompok orang-orang yang mempunyai
12
pengetahuan, atau kadang kala dalam rutinitas organisasi. Pengetahuan diperoleh melalui media yang terstuktur seperti: buku dan dokumen, hubungan orang-ke-orang yang berkisar dari pembicaraan ringan hingga ilmiah. Definisi pengetahuan menurut Bergeron dalam Bambang Setiarso (2009) adalah: “informasi yang telah diorganisasi, disintesiskan, diringkaskan untuk meningkatkan pengertian, kesadaran atau pemahaman. Jadi pengetahuan merupakan kombinasi metadata dan kesadaran terhadap suatu konteks dimana metadata dapat diterapkan dengan sukses.” Dalam buku yang ditulis oleh Von Krough, Ichiyo, serta Nonaka (2000) dan Chun Wei Choo (1998), disampaikan ringkasan gagasan yang mendasari pengertian knowledge dalam Bambang Setiarso dkk (2009) adalah sebagai berikut: 1. Knowledge merupakan kepercayaan yang dapat dipertanggungjawabkan (justified true believe). Seorang
individu
membenarkan
(justifies)
kebenaran
atas
kepercayaannya berdasarkan observasinya mengenai dunia. Jadi bila seseorang menciptakan pengetahuan, ia menciptakan pemahaman atas suatu situasi baru dengan cara berpegang pada kepercayaan yang telah dibenarkan. Dalam definisi ini, pengetahuan merupakan konstruksi dari kenyataan, dibandingkan sesuatu yang benar secara abstrak. Penciptaan pengetahuan tidak hanya merupakan kompilasi dari fakta-fakta, namun suatu proses yang unik pada manusia yang sulit disederhanakan atau ditiru. Penciptaaan pengetahuan melibatkan perasaan dan system kepercayaan (belief systems) dimana perasaan atau system kepercayaan itu bisa tidak disadari.
13
2. Knowledge merupakan sesuatu yang eksplisit sekaligus terpikirkan (tacit). Beberapa pengetahuan dapat dituliskan di kertas, diformulasikan dalam bentuk kalimat-kalimat, atau diekspresikan dalam bentuk gambar. Namun ada pula pengetahuan yang terkait erat dengan perasaan, keterampilan dan bentuk bahasa utuh, persepsi pribadi, pengalaman fisik, petunjuk praktis (rule of thumb) dan institusi. Pengetahuan terbatinkan seperti itu sulit sekali digambarkan kepada orang lain. Mengenali nilai dari pengetahuan terbatinkan dan memahami bagaimana menggunakannya merupakan tantangan utama organisasi yang ingin terus menciptakan pengetahuan. 3. Penciptaan
inovasi
secara
efektif
bergantung
pada
konteks
yang
memungkinkan terjadinya penciptaan tersebut. Apa yang dimaksud dengan konteks yang memungkinkan terjadinya penciptaan pengetahuan adalah ruang bersama yang dapat memicu hubungan-hubungan yang muncul. Dalam konteks organisional, bisa berupa fisik, maya, mental atau ketiganya. Pengetahuan bersifat dinamis, relasional dan berdasarkan tindakan manusia, jadi pengetahuan berbeda dengan data dan informasi, bergantung pada konteksnya. 4. Penciptaan inovasi yang melibatkan lima langkah utama yaitu: a. Berbagi knowledge terpikirkan (tacit) b. Menciptakan konsep c. Membenarkan konsep d. Membangun prototype
14
e. Melakukan penyebaran knowledge tersebut. II.1.2. Definisi Manajemen Pengetahuan Manajemen pengetahuan berakar pada banyak disiplin ilmu, dengan demikian banyak pula definisi mengenai manajemen pengetahuan. Definisi itu juga makin beragam dilihat dari cara organisasi menggunakan dan memanfaatkan pengetahuan. Cara pandang terhadap pengetahuan juga menentukan definisi manajemen pengetahuan tersebut. Beberapa
ahli
mencoba
memberikan
definisi
mengenai
manajemen
pengetahuan, namun masing-masing definisi memiliki makna yang berbeda-beda. Menurut Sangkala (2007 : 6), misalkan saja ketika seorang akuntan diminta untuk mendefenisikan manajemen pengetahuan, mereka akan mengatakan bahwa manajemen pengetahuan terkait dengan pengukuran modal intelektual (intellectual capital measuring) perusahaan. Sementara itu jika ditanyakan kepada para ahli teknologi informasi, manajemen pengetahuan lebih dimaknai sebagai aspek manajemen terutama terkait dengan sistem jaringan computer, bank data, pengintegrasian sistem, dan sebagainya. Munculnya pemaknaan yang berbeda pada hakikatnya tidak salah karena dikemukakan dalam perpektif individual. Salah satu definisi manajemen pengetahuan menurut para ahli adalah seperti yang dikemukakan oleh Horwitch dan Armacost (2002) dalam Sangkala (2007 : 6): “Manajemen pengetahuan adalah sebagai pelaksanaan penciptaan, penangkapan, pentransferan, dan pengaksesan pengetahuan dan informasi yang tepat ketika dibutuhkan untuk membuat keputusan yang lebih baik, bertindak dengan tepat, serta memberikan hasil dalam rangka mendukung strategi bisnis.”
15
Lebih lanjut, menurut Lendy Widayana (2005:5) mengemukakan bahwa : “Manajemen pengetahuan merupakan suatu sistem yang dibuat untuk menciptakan, mendokumentasikan, menggolongkan dan menyebarkan pengetahuan dalam organisasi. Sehingga pengetahuan mudah digunakan kapan pun diperlukan, oleh siapa saja sesuai dengan tingkat otoritas dan kompetensinya.” Dalam berbagai literatur, dikemukakan bahwa pada prinsipnya manajemen pengetahuan
mencoba
untuk
menjawab
pertanyaan
tentang:
pengelolaan
pengetahuan yang memungkinkan adanya proses penciptaan pengetahuan dan pengorganisasian pengetahuan. Tujuan akhir dari manajemen pengetahuan adalah menarik keuntungan dari setiap individu yang berbeda dalam organisasi, khususnya mendorong terjadinya transfer pengetahuan, mendukung penyebaran serta penggunaan kembali pengetahuan. Manajemen pengetahuan juga mendorong dan memfasilitasi bebasnya aliran pengetahuan antar berbagai komponen dalam organisasi, dan menjadi basis bagi percepatan pembelajaran dan pengembangan secara sistematis kemampuan organisasi. Jadi pada intinya manajemen pengetahuan merupakan suatu sistem yang dibuat
untuk
membantu
organisasi
dalam
melakukan
penciptaan,
pendokumentasian, pengumpulan, penyimpanan, penggolongan, pemanfaatan dan penyebaran serta pengaksesan pengetahuan dan informasi yang tepat sehingga mudah digunakan kapanpun diperlukan oleh siapa saja sesuai tingkat kebutuhan dan kompetensinya. II.1.3. Model Sistem Manajemen Pengetahuan Dalam buku yang ditulis Bambang Setiarso, Nazir Harjanto Triyono, dan Hendro Subagyo (2009) bahwa untuk merancang sistem manajemen pengetahuan
16
yang dapat membantu organisasi untuk meningkatkan kinerjanya, diperlukan empat komponen. Gambar 1 Sistem knowledge management
Sumber: Bambang Setiarso, dkk, Penerapan Knowledge Management pada Organisasi: Yogyakarta: 2009 1. Aspek manusia. Disarankan pada organisasi untuk menunjuk atau mempekerjakan seorang document control yang bertanggungjawab mengelola sistem knowledge management dengan cara mendorong para karyawan untuk mendokumentasikan dan mempublikasikan knowledge mereka, mengatur file, menghapus knowledge yang sudah tidak relevan, dan mengatur sistem reward and punishment.
17
2. Proses. Telah dirancang serangkaian proses yang mengaplikasikan konsep model SECI dalam pelaksanaanya. 3. Teknologi Telah dibuat usulan penambahan infrastruktur yang diperlukan untuk menunjang berjalannya sistem knowledge management yang efektif. 4. Content (isi) Telah dirancang content dari sistem knowledge management yaitu berupa database knowledge dan dokumen yang dibutuhkan karyawan untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya. II.1.4. Manfaat Manajemen Pengetahuan Pada prinsipnya manfaat dari konsep manajemen pengetahuan adalah untuk meningkatkan kinerja organisasi. 1. They facilitate the collection, recording, organizing, filtering, analysis, retrieval, and dissemination of explicit knowledge. This explicit knowledge consists of all documents, accounting records, and data stored in computer memories. This information must be widely and easily available for an organization to run smoothly. A KMS is valuable to a business to the extent that it is able to do this. 2. They facilitate the collection, recording, organizing, filtering, analysis, retrieval, and dissemination of implicit or tacit knowledge. This knowledge consists of informal and unrecorded procedures, practices, and skills. This
18
“how-to” knowledge is essential because it defines the competencies of employees. A KMS is of value to a business to the extent that it can codify these “best practice”, store them, and disseminate them through-out the organization as needed. It makes the company less susceptible to disruptive employee turnover. It makes tacit knowledge explicit. 3. They can also perform an explicit strategic function. Many feel that in a fast changing business environment, there is only one strategic advantage that is truly sustainable. That is to build an organization that is so alert and so agile that it can cope with any change, no matter how discontinuous. This agility is only possible with an adaptive system like a KMS which creates learning loops that automatically adjust the organization knowledge base every time it is used. 4. These three benefits mentioned above can be extended to the whole supply chain with the use of extranet based knowledge portals. Pendapat di atas dapat diartikan bahwa manfaat dari manajemen pengetahuan adalah: 1. Memfasilitasi
pengumpulan,
rekaman,
pengorganisasian,
penyaringan,
analisis, temu kembali dan penyebaran pengetahuan ekspilisit. Pengetahuan eksplisit yang dimaksud terdiri dari seluruh dokumen dan data yang disimpan di komputer. Informasi ini harus secara
menyeluruh dan dengan mudah
tersedia untuk kelangsungan organisasi. 2. Memfasilitasi
pengumpulan,
rekaman,
pengorganisasian,
penyaringan,
analisis, temu kembali dan penyebaran pengetahuan implisit. Pengetahuan
19
implisit yang dimaksud terdiri dari prosedur informal dan tidak terekam, latihan dan keahlian. Pengetahuan ini penting karena dapat menunjukkan komopetensi pegawai. 3. Dapat menunjukkan fungsi strategis dengan sangat jelas. Banyak yang merasakan bahwa dalam perubahan lingkungan bisnis yang begitu cepat, hanya ada satu manfaat strategis yang benar-benar dapat bertahan yaitu untuk membangun suatu organisasi agar selalu waspada, gesit dan dapat mengatasi
segala perubahan. Ketangkasan ini hanya mungkin dilakukan
dengan mengadaptasi suatu sistem seperti manajemen pengetahuan yang menciptakan lingkaran pembelajaran yang secara otomatis menyesuaikan dasar pengetahuan organisasi setiap kali digunakan. 4. Ketiga
manfaat
yang
disebutkan
di
atas
dapat
diperluas
dengan
menggunakan extranet berbasis portal pengetahuan. Berdasarkan 4 manfaat di atas yang dikemukakan oleh Webster Online Dictionary bahwa manfaat manajemen pengetahuan pada intinya adalah untuk memfasilitasi pengumpulan, perekaman, pengorganisasian, penyaringan, analisis, temu kembali dan penyebaran pengetahuan eksplisit dan pengetahuan implisit, serta dapat menunjukkan fungsi strategis dengan jelas dapat diperluas dengan menggunakan extranet berbasis portal pengetahuan. Menurut Frappaolo dan Toms dalam Dewiyana (2008 : 10), fungsi aplikasi manajemen pengetahuan dalam suatu organisasi ada lima, yaitu:
20
1. Intermediation: yaitu peran perantara transfer pengetahuan antara penyedia dan pencari pengetahuan. Peran tersebut untuk mencocokkan (to match) kebutuhan pencari pengetahuan dengan sumber pengetahuan secara optimal. Dengan demikian, Intermediation menjamin transfer pengetahuan berjalan lebih efisien. 2. Externalization: yaitu transfer pengetahuan dari pikiran pemiliknya ke tempat penyimpanan (repository) eksternal, dengan cara seefisien mungkin. Externalization dengan demikian adalah menyediakan sharing pengetahuan. 3. Internalization: adalah “pengembilan” (extraction) pengetahuan dari tempat penyimpanan eksternal, dan penyaringan pengetahuan tersebut untuk disediakan bagi pencari yang relevan. Pengetahuan harus disajikan bagi pengguna dalam bentuk lebih cocok dengan pemahamannya. Maka fungsi ini mencakup interpretasi format ulang penyajian pengetahuan. 4. Cognition: adalah fungsi suatu sistem untuk membuat keputusan yang didasarkan atas ketersediaan pengetahuan. Cognition merupakan penerapan pengetahuan yang telah berubah melalui tiga fungsi terdahulu. 5. Measurement: yaitu kegiatan knowledge management untuk mengukur, memetakan dan mengkuantitaskan pengetahuan korporat dan performance dari solusi knowledge management. Fungsi ini mendukung empat fungsi lainnya, untuk mengelola pengetahuan itu sendiri. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi aplikasi manajemen pengetahuan adalah sebagai perantara transfer pengetahuan antara penyedia dan pencari pengetahuan dari pikiran pemiliknya ketempat penyimpanan eksternal.
21
II.1.5. Aktivitas Manajemen Pengetahuan Manajemen pengetahuan bagi bidang pendidikan bukanlah hal baru karena aktivitas manajemen pengetahuan merupakan aktivitas keseharian dan semua manajemen pengetahuan identik dengan kegiatan rutin di sekolah-sekolah. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi pengadaan, penyaringan, pengorganisasian, penyimpanan, penyebaran dan akses, serta pemanfaatan pengetahuan. Menurut definisi konsultan internasional terkemuka Accenture yang dikutip oleh Kaham (2008 : 1) dalam www.pdf.com “Penerapan Manajemen Pengetahuan”: “Manajemen pengetahuan adalah suatu proses pengelolaan sistematis yang berkaitan dengan aktivitas penciptaan, pengumpulan, penyimpanan, dan pendistribusian informasi, pengetahuan dan pengalaman untuk menunjang pencapaian tujuan organisasi.” Sedangkan Sangkala (2007:95) menyatakan bahwa aktivitas utama manajemen pengetahuan terdiri dari penciptaan pengetahuan, akuisisi pengetahuan, transfer dan pengubahan pengetahuan, penyimpanan dan penggunaan kembali pengetahuan. Dari kedua pendapat di atas, dapat kita simpulkan bahwa keduanya menyimpulkan aktivitas manajemen pengetahuan yang kurang lebih sama. Yaitu penciptaan, penyampaian atau transfer, penyimpanan dan penggunaan kembali pengetahuan. 1. Penciptaan Pengetahuan Penciptaan pengetahuan dalam organisasi dapat dilakukan dengan enam langkah, yaitu memperluas dan mengembangkan pengetahuan pribadi, berbagi tacit knowledge individu melalui interaksi social sehingga muncul persepktif baru, mengeksternalkan perspektif yang sudah tercipta
22
tersebut ke dalam bentuk konsep, konsep yang sudah tercipta tersebut selanjutnya dikristalisasikan melalui uji coba ke beberapa bagian atau departemen yang ada di dalam organisasi. Kemudian menyatukan dan menyaring apakah pengetahuan yang diciptakan di dalam organisasi benarbenar bermanfaat bagi organisasi dan masyarakat melalui langkah-langkah penilaian, dan terakhir pengetahuan yang sudah tercipta disebarkan ke seluruh organisasi sehingga terintegrasi di dalam basis pengetahuan organisasi. 2. Transfer Pengetahuan Tahapan
transfer
pengetahuan
menyangkut
dengan
aktifitas
pemindahan pengetahuan dari satu pihak ke pihak lain. Termasuk juga dengan komunikasi, penerjemahan, konversi, penyaringan dan pengubahan. Transfer pengetahuan dapat dikatakan sebagai tahap yang paling sulit dilaksanakan dalam proses knowledge management. Kadang individu yang memiliki kompetensi atau pengetahuan merasa enggan mentransfer pengetahuan yang dimilikinya karena takut menghilangkan nilai kompetitif pribadinya dalam organisasi. Selain itu untuk mentransfer pengetahuan dibutuhkan
pengetahuan
mengenai komunikasi sehingga
menyulitkan
individu yang sebenarnya mau mentransfer pengetahuan yang dimilikinya namun kurang memahai cara mengkomunikasikan pengetahuan tersebut dengan efektif.
23
3. Penyimpanan dan Penggunaaan Kembali Pengetahuan Penggunaan kembali pengetahuan berlangsung di dalam empat bentuk,
yaitu
pengemasan
menangkap pengetahuan
atau untuk
mendokumentasikan digunakan kembali,
pengetahuan, distribusi atau
penyebaran pengetahuan, dan penggunaan kembali pengetahuan. Dalam proses penggunaan kembali pengetahuan terdapat tiga aktor yang berperan yaitu pertama, yang memproduksi pengetahuan apakah peranannya menciptakan atau melakukan pendokumentasian pengetahuan, mencatat explicit knowledge atau mereka yang membuat tacit knowledge menjadi explicit knowledge. Kedua, mereka yang memediasi pengetahuan, yakni mereka yang mempersiapkan pengetahuan untuk digunakan kembali dengan terlebih dahulu mengindeks, meringkas, membersihkan, mengemas, serta mereka yang berperan memfasilitasi dan menyebarkan pengetahuan. Ketiga, pengguna
pengetahuan,
yakni
mereka
yang
menggunakan
kembali
pengetahuan, mencari kembali isi pengetahuan dan menerapkannya ke dalam berbagai macam cara, Sangkala ( 2007:173-174). II.2.
Penciptaan Pengetahuan
II.2.1. Defenisi Penciptaan Pengetahuan Proses penciptaaan pengetahuan dalam era inovasi, adalah kemampuan organisasi untuk menciptakan pengetahuan merupakan hal yang sangat mendasar, namun diketahui bahwa penciptaaan pengetahuan terjadi dalam benak individuindividu (manusia) yang berada di organisasi. Tanpa individu-individu tersebut,
24
organisasi tak mampu menciptakan pengetahuan yang dibutuhkannya untuk melakukan berbagai inovasi (dalam berbagai penelitian konseptual maupun empiris). Proses penciptaaan pengetahuan yang mulai dari akses informasi dan pengalaman, refleksi individu-individu atas tindakan di masa lalu, kemampuan menyerap pengetahuan, motivasi individu untuk belajar-persepsi atas kebernilaian aktivitas yang menuju terciptanya pengetahuan baru tersebut. Dalam penciptaan pengetahuan juga sering terjadi akuisisi pengetahuan. Misalnya saja, organisasi memperoleh pengetahuan dari sumber eksternal ataupun internal. Sumber eksternal sendiri seperti benchmarking dari organisasi lain, atau mencari informasi-informasi baru melalui internet, koran, televisi, dan lain-lain. Dapat juga dilakukan dengan merekrut staf baru yang berkompeten yang dapat membantu menciptakan pengetahuan. Sedangkan sumber internal, misalnya saja memperoleh pengetahuan dari belajar memahami apa yang dilakukan organisasi atau belajar dari berbagai pengalaman. Informasi yang diperoleh merupakan hasil filterisasi persepsi dari informasi yang didengar dan diterima organisasi. Informasi juga tidak hanya diperoleh secara sengaja, kadang kala suatu informasi diperoleh secara tidak sengaja. II.2.2. Proses Penciptaan Pengetahuan Professor Nonaka dalam Bambang Setiarso (2009), menyatakan bahwa proses penciptaan knowledge organisasi terjadi karena adanya interaksi (konversi) antara tacit knowledge dan explicit knowledge, melalui proses sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi, dan internalisasi.
25
Saat ini, organisasi biasanya menggunakan media-media berikut ini sebagai sarana komunikasi antar sumber daya manusia yang ada di organisasi dan pihakpihak yang berkepentingan, yaitu: 1. Rapat secara berkala 2. Diskusi secara berkala 3. Pertemuan bulanan 4. Intranet 5. Surat edaran atau surat keputusan 6. Papan pengumuman 7. Internet atau media massa Untuk mendukung proses aktivitas dan pengembangan sumber daya manusia di suatu organisasi yang merupakan perwujudan dari model SECI (socialization, externalization, combination, internalization) Nonaka dalam Bambang Setiarso (2009), digunakan perangkat teknologi yang ada di organisasi.
26
Gambar 2 Pemetaan infrastruktur teknologi informasi ke dalam proses SECI
Sumber: Bambang Setiarso, dkk, Penerapan Knowledge Management pada Organisasi: Yogyakarta: 2009 1. Sosialisasi Proses sosialisasi antar SDM di organisasi salah satunya dilakukan melalui pertemuan tatap muka (rapat, diskusi, dan pertemuan bulanan). Melalui pertemuan tatap muka ini, SDM dapat saling berbagi knowledge dan pengalaman yang dimilikinya sehingga tercipta knowledge baru bagi mereka. Di dalam sistem knowledge management yang akan dikembangkan, fitur-fitur collaboration,
seperti
e-mail,
diskusi
elektronik,
komunitas
praktis
memungkinkan pertukaran tacit knowledge (informasi, pengalaman, dan keahlian) yang dimiliki seseorang sehingga organisasi semakin mampu belajar serta melahirkan ide-ide baru yang kreatif dan inovatif.
27
Proses sosialisasi juga dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan (training) dengan mengubah tacit knowledge para trainer menjadi tacit knowledge para karyawan. 2. Eksternalisasi Sistem manajemen pengetahuan akan sangat membantu proses eksternalisasi ini, yaitu proses untuk mengartikulasi tacit knowledge menjadi suatu konsep yang jelas. Dukungan terhadap proses eksternalisasi ini, dapat diberikan dengan mendokumentasikan notulen rapat (bentuk eksplisit dari knowledge yang tercipta saat diadakannya pertemuan) ke dalam bentuk elektronik untuk kemudian dapat dipublikasikan kepada mereka yang berkepentingan. Organisasi telah mendatangkan beberapa expert untuk melakukan serangkaian kegiatan sesuai dengan bidang keahliannya, yang tidak dimiliki oleh organisasi. Dengan mendatangkan expert akan terdapat pengetahuan baru
dalam
organisasi
yang
dapat
dipelajari,
dikembangkan
dan
dimanfaatkan untuk meningkatkan pengetahuan atau kompetensi SDM. Untuk itu, semua tacit knowledge yang diperoleh dari expert dan hasil pekerjaan expert yang antara ain berwujud konsep-konsep, sistem serta prosedur, manual, laporan pelaksanaan uraian pekerjaan, dan sebagainya harus didokumentasikan untuk kemudian dimanfaatkan oleh organisasi. 3. Kombinasi Proses
konversi
knowledge
melalui
kombinasi
adalah
mengombinasikan berbagai explicit knowledge yang berbeda untuk disusun
28
ke dalam sistem knowledge management. Media untuk proses ini dapat melalui intranet (forum diskusi) untuk memperoleh sumber eksternal. Fiturfitur Enterprise Portal seperti knowledge organization system yang memiliki fungsi
untuk
pengategorian
informasi
(taksonomi),
pencarian,
dan
sebagainya sangat membantu dalam proses ini. Business Intelligence sebagai fungsi penganalisis data secara matematis dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. Data yang telah tersimpan dalam sistem dianalisis terutama untuk analisa data kondisi daerah, keuangan, operasional, serta yang bersifat strategis, seperti pembuatan indicator-indikator kinerja. Demikian pula content management yang memiliki fungsi untuk mengelola informasi organisasi baik yang terstruktur (database) maupun yang tidak terstruktur (dokumen, laporan, notulen) dapat mendukung proses kombinasi ini. 4. Internalisasi Semua dokumen data, informasi dan knowledge yang sudah didokumentasikan dapat dibaca oleh orang lain. Pada proses inilah terjadi peningkatan knowledge sumber daya manusia. Sumber-sumber explicit knowledge dapat diperoleh melalui media intranet (database organisasi), surat edaran, papan pengumuman dan internet serta media massa sebagai sumber eksternal. Untuk dapat mendukung proses ini, sistem perlu memiliki alat bantu pencarian dan pengambilan dokumen. Content management, selain mendukung proses kombinasi, juga dapat memfasilitasi proses internalisasi. Pemicu untuk proses ini adalah penerapan “learning by doing”.
29
Fitur-fitur yang terdapat pada fungsi learning akan sangat membantu terlaksananya proses ini. Selain itu, pendidikan dan pelatihan dapat mengubah berbagai pelajaran tertulis (explicit knowledge) menjadi tacit knowledge pada karyawan. Berdasarkan analisis dengan mempertimbangkan model SECI dapat disusun sebuah proses general untuk menjalankan sistem knowledge management yang baik adalah sebagai berikut: 1. Pada saat awal tahun anggaran organisasi, karyawan terlebih dahulu menguasai
pengetahuan
yang
akan
dipakai
dengan
cara
mencari
pengetahuan tersebut pada database. 2. Apabila pengetahuan tersebut tidak terdapat pada database, karyawan tersebut harus menghubungi experts, untuk kemudian berdiskusi. 3. Hasil dari diskusi tersebut kemudian didokumentasikan untuk selanjutnya dipublikasikan di dalam database knowledge management. 4. Pada saat pelaksanaan kegiatan, karyawan diwajibkan untuk mencatat setiap permasalahan yang terjadi dan solusi dari permasalahan tersebut. 5. Pada saat kegiatan telah selesai, karyawan wajib membuat log book. Kemudian, log book tersebut dipresentasikn dihadapan rekan-rekannya dan diserahkan ke dalam dokumen untuk dipublikasikan di database knowledge management agar dapat menjadi referensi kegiatan belajar-mengajar selanjutnya.
30
Nonaka dalam Sangkala (2007:104), menjelaskan bahwa pendekatan yang memungkinakan individual dapat diperluas dan dinilai dalam organisasi, dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 3 Proses Penciptaan Pengetahuan menurut Nonaka
Sumber: Sangkala, Knowledge Management: Jakarta, 2007:105 Proses penciptaan pengetahuan diawali dengan memperkaya pengetahuan individu dalam organisasi. Hal itu dapat dilakukan dengan metode pelatihan maupun mendorong self learning yang kemudian dilanjutkan dengan pembentukan tim. Dimana anggotanya berasal dari latar belakang divisi yang berbeda untuk lebih memperkaya perspektif. Dalam tim ini terjadi proses berbagi pengetahuan hingga pada akhirnya diciptakan sebuah konsep baru yang kemudian dikristalisasikan, diujicobakan untuk mendapatkan feedback dari pengguna produk dalam rangka pengembangan dan penyempurnaan hingga akhirnya dapat diaplikasikan keseluruh
31
bidang atau bagian organisasi. Dalam proses penciptaan pengetahuan ada beberapa kondisi yang ikut menunjang, diantaranya tujuan, fluktuasi dan kekacauan, otonomi, redudansi, dan keperluan beragam. 1. Proses Perluasan Pengetahuan (Enlarging Knowledge) Hal pertama yang dilakukan dalam proses penciptaan pengetahuan adalah bagaimana memperluas pengetahuan. Tahapan ini mengakumulasi tacit knowledge berdasarkan pengalaman yang dimiliki. Kualitas pengetahuan tasit dipengaruhi oleh 2 faktor, yang pertama adalah keragaman pengalaman individu dan yang kedua adalah kualitas pengetahuan terhadap pengalaman yang merupakan penjelmaan pengetahuan ke dalam komitmen pribadi yang telah melekat. Untuk memperluas pengetahuan, individu di sekolah, kepala sekolah dan wakil-wakilnya, guru serta pegawai mengikuti pelatihan-pelatihan atau workshop baik internal maupun eksternal, serta self learning bisa belajar melalui internet (browsing), buku, dll. Sesuai dengan pendapat Nonaka dalam Sangkala (2007), bahwa langkah awal dalam proses penciptaan pengetahuan adalah dengan perluasan pengetahuan terlebih dahulu. Pada proses ini ada berbagai upaya peningkatan kualitas individu pegawai dengan cara tacit knowledge yang dimiliki individu diarahkan kepada upaya untuk mempengaruhi aspek yang relevan dengan explicit knowledge. Beberapa upaya peningkatan kualitas yang diterjemahkan oleh Nonaka yaitu melalui proses pelatihan dan self learning.
32
2. Berbagi Pengetahuan (Sharing Tacit Knowledge) Sharing tacit knowledge sebagai salah satu proses utama dalam KM, pada hakekatnya adalah penciptaan kesempatan yang luas untuk belajar (learning) kepada seluruh anggota organisasi sehingga dapat meningkatkan kompetensinya secara mandiri, Paul L Tobing (2007:25). Namun perspektif ini tetap bersifat personal kecuali mereka mengartikulasikan dan memperluasnya melalui interaksi sosial, dan salah satu caranya adalah dengan membentuk self-organizing team dimana anggota berkolaborasi untuk menciptakan konsep, Sangkala (2007). Tahapan transfer pengetahuan juga dapat dikatakan sebagai tahap yang paling sulit dilaksanakan dalam proses knowledge management. Kadang individu yang memiliki kompetensi atau pengetahuan merasa enggan mentransfer pengetahuan yang dimilikinya karena takut menghilangkan nilai kompetitif pribadinya dalam organisasi. Selain
itu
untuk
mentransfer
mengenai komunikasi sehingga mentransfer
pengetahuan
pengetahuan
menyulitkan
yang
dimilikinya
individu namun
dibutuhkan yang
pengetahuan
sebenarnya
kurang
memahai
mau cara
mengkomunikasikan pengetahuan tersebut dengan efektif. Untuk lebih efektifnya proses budaya transfer pengetahuan, maka organisasi sekolah setidak-tidaknya harus memenuhi berbagai prasyaratan yaitu membangun kepercayaan (trust) dan keterbukaan, serta penggunaan fasilitas berbagi pengetahuan seperti dalam rapat atau briefing, kemudian melalui via internet (chatting atau e-mail).
33
3. Konseptualisasi (Creating Concept) dan Kristalisasi (Crystallization)
Proses konseptualisasi adalah proses interaksi intensif antara pengetahuan tasit ( melalui berbagi pengalaman) dan eksplisit yang kemudian dibagi kedalam tim. Dalam proses ini terjadi pengartikulasian tacit knowledge menjadi explicit knowledge melalui proses dialog dan refleksi (eksternalisasi) yang berkesinambungan. Dialog dalam bentuk tatap muka merupakan salah satu upaya membangun konsep karena dapat memberikan peluang untuk menguji asumsi seseorang. Ide dan gagasan tersebut dituangkan ke dalam gambar, kata-kata, atau simbol. Dalam Sangkala (2007:111) tertulis bahwa penciptaan pengetahuan berlangsung slaam konteks interaksi para anggota tim untuk selanjutnya dikristalisasi kedalam bentuk yang lebih konkrit misalnya produk, konsep, atau sistem.
4. Penilaian (Justifying) Penilaian merupakan tahap akhir menyatukan dan menyaring apakah pengetahuan yang diciptakan di dalam organisasi benar-benar bermanfaat bagi organisasi dan masyarakat, Sangkala (2007). Penilaian ini sangat menentukan kualitas pengetahuan apakah mencakup standar penilaian yang ditentukan. 5. Menjejaringkan Pengetahuan (Networking of Knowledge) Konsep baru yang tercipta tadi, selanjutnya dikelola kembali melalui proses interaksi antara visi organisasi yang telah ditetapkan dengan konsep yang baru diciptakan. Interaksi ini dimediasi secara nyata dalam bentuk penyatuan informasi yang merupakan dinamika lain aktifitas self organizing team untuk menjejaringkan
34
pengetahuan yang terus-menerus menciptakan informasi dan makna baru. Intinya adalah pada proses networking, konsep yang telah diciptakan dalam tim kemudian diperluas menjadi pengetahuan baru dalam bentuk produk. Pengetahuan ekspisit yang tercipta perlu ditunjang oleh mekanisme sistem dan organisasi, sehingga dapat menyebar ke seluruh unit organisasi baik internal maupun ke seluruh lingkungan organisasi. II.2.3. Faktor-faktor yang Menunjang Penciptaan Pengetahuan (Enabling Condition) Dalam penciptaan pengetahuan tak lepas dari faktor-faktor yang ikut menunjang terlaksananya dengan baik. Faktor-faktor tersebut antara lain: 1. Tujuan (Intention) Tujuan organisasi merupakan aspirasi dari organisasi untuk dicapai. Usaha untuk mencapai tujuan tersebut disusun dalam berbagai langkah strategis. Strategis untuk menciptakan pengetahuan terlihat di dalam upaya organisasi menyusun langkah-langkah mendapatkan, menciptakan, mengakumulasikan, menggali pengetahuan. Komponen yang terpenting dari strategi organisasi yaitu bagaimana mengonseptualisasikan sebuah visi mengenai pengetahuan apa yang harus dikembangkan dan dimasukkan kedalam sistem manajemen yang dapat dilaksanakan. 2. Otonomi (Auatonomy) Individu dalam organisasi diberi otonomi dalam bertindak secara otomatis akan meningkatkan peluang bagi organisasi mendapatkan peluang-peluang
35
yang mungkin tidak pernah diharapkan sebelumnya. Selain itu, otonomi juga dapat meningkatkan kemungkinan karyawan termotivasi untuk menciptakan pengetahuan baru. 3. Fluktuasi dan Kekacauan (Fluctuasi and Chaos) Suatu kondisi yang memungkinkan anggota organisasi menghadapi gangguan terhadap rutinitasnya, kebiasaannya, atau kerangka kognitifnya. Gangguan menunjuk terhentinya perilaku kita, kenyamanan yang sudah berlangsung. Apabila karyawan menghadapi kekacauan, bukan tidak mungkin karyawan akan memiliki peluang dalam mempertimbangkan dasar berpikir dan perspektifnya sedangkan chaos secara alamiah ketika organisasi menghadapi suatu krisis nyata, dalam perubahan lingkungan seperti turunnya kinerja dengan cepat. 4. Redudansi (Redudancy) Keberadaan informasi yang mempercepat proses penciptaan pengetahuan bagi organisasi. 5. Keperluan yang beragam (Requasite variety) Keperluan yang beragam dipandang sebagai salah satu prinsip utama dalam mengelola penciptaan pengetahuan. Konsep keperluan beragam mengacu pada proses penyusunan saluran informasi yang sesuai dengan tuntutan lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengkombinasikan informasi yang berbeda dan menyediakan akses yang sama terhadap informasi.
36
II.3.
Konsep Sekolah
II.3.1 Pengertian Sekolah Sekolah sebagai suatu sistem, memiliki komponen inti yang terdiri dari input, proses, dan output (Komariah dan Triatna, 2010:1). Komponen-komponen tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena merupakan satu kesatuan utuh yang saling terkait, terikat, mempengaruhi, membutuhkan dan menentukan. Adapun pengertian menurut Hadari Nawawi (1982) sebagai berikut : “sekolah tidak boleh diartikan hanya sekedar sebuah ruangan atau gedung atau tempat anak berkumpul dan mempelajari sejumlah materi pengetahuan. Akan tetapi, sekolah sebagai institusi peranannya jauh lebih luas daripada itu. Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang terikat dengan norma dan budaya yang mendukungnya sebagai suatu sistem nilai”. Hal senada diungkapkan Reimer (Sagala, 2006) mengemukakan bahwa “sekolah adalah lembaga yang menghendaki kehadiran penuh kelompok umur tertentu dalam ruang kelas yang dipimpin oleh guru untuk mempelajari kurikulum yang bertingkat”. Selain itu, sekolah menurut Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Pasal 18, tentang pendidikan Nasional, sekolah adalah lembaga pendidikan yang menyelenggarakan jenjang pendidikan formal yang terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Bila seluruh pendapat tersebut dirangkaikan, maka dapat dipahami bahwa sekolah adalah kerja sama sejumlah orang yang menjalankan seperangkat fungsi mendasar untuk melayani kelompok umur tertentu dalam ruang kelas yang pelaksanaannya dibimbing oleh guru melalui kurikulum yang bertingkat untuk mencapai tujuan instruksional dengan terikat akan norma dan budaya yang mendukungnya sebagai suatu sistem nilai. Sekolah juga merupakan kerja sama
37
sejumlah orang yang terdiri dari unsur-unsur sekolah, seperti kepala sekolah, supervisor, konselor, ahli kurikulum, tata usaha, dan sebagainya di bawah kontrol pemerintah. Sekolah dalam menjalankan seperangkat fungsi-fungsi mendasarnya tentu mengacu pada fungsi belajar dan pembelajaran yang sesuai kebutuhan pendidikan pada masyarakat. Sekolah sebagai organisasi dalam melaksanakan fungsinya diharapkan dapat difungsikan seluruh sumber daya yang ada. Secara umum, sekolah terdiri dari sekolah yang dikelola oleh pemerintah yang disebut sekolah negeri dan sekolah yang dikelola oleh perorangan, organisasi kemasyarakatan, atau perusahaan, yang disebut sekolah swasta. UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 54 ayat 2 menyebutkan bahwa masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan. Sekolah negeri mempunyai visi dan misi yang ditetapkan pemerintah, yaitu kebaikan publik. Oleh karena itu, keefektifan organisasi sekolah pada satuan pendidikan tersebut amat dipengaruhi oleh visi dan misi khusus dari masing-masing sekolah. Visi, misi, tujuan, sasaran, dan target sekolah disusun supaya dapat merespon berbagai perubahan yang diwujudkan dengan menggerakkan seluruh potensi sumber daya sekolah yang ada, sehingga keefektifan menjadi ciri dari organisasi sekolah dan konsistensi terhadap misi sekolah menjadi jaminan untuk memperoleh kualitas yang terbaik. II.1.2 Fungsi Tugas Utama Sekolah Fungsi dan tugas utama sekolah adalah meneruskan, mempertahankan, dan mengembangkan kebudayaan masyarakat melalui pembentukan kepribadian anak-
38
anak agar menjadi manusia dewasa dari sudut usia maupun intelektualnya, serta terampil dan bertanggung jawab sebagai upaya mempersiapkan generasi pengganti yang mampu mempertahankan eksistensi kelompok atau masyarakat bangsanya dengan budaya yang mendukungnya. Sekolah sebagai satuan pendidikan terdepan dalam mendidik para siswanya memerlukan pengelolaan yang profesional sesuai fungsi dan tugasnya. Oleh karena itu, sekolah dalam berupaya mencapai visi dan misi sekolah, disusunlah struktur hubungan kerja organisasi berdasarkan tujuan, asas prinsip, dan program-program yang mendasari misinya. Semua anggota tim sekolah harus dapat melakukan kerja sama dalam rangka mensukseskan program sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa dalam struktur organisasi sekolah, kepala sekolah bersama para guru merupakan orang yang paling bertanggung jawab melaksanakan program dan kegiatan sekolah. Struktur organisasi sekolah menurut Gorton (Sagala,2006) bertujuan memfungsikan setiap anggota sesuai fungsi dan kedudukannya, menjalin hubungan kerja antar tim organisasi agar masing-masing mengetahui tanggung jawabnya dan semua anggota tim dapat melakukan kerja sama mensukseskan program sekolah. Kepala sekolah merupakan orang pertama yang paling bertanggung jawab dalam melaksanakan program dan kegiatan sekolah. Oleh karena itu, persyaratan profesional kepala sekolah menjadi penting agar mampu membangkitkan dan mempertinggi keterlibatan para anggota tim dan berupaya mendorong dan membangkitkan semangat kerja sama antar anggota tim.
39
Berkaitan dengan struktur organisasi, penekanan desain organisasi sekolah adalah pada peningkatan kemampuan manajemen sekolah yang semakin baik. Desain organisasi sekolah merupakan sarana mengembangkan potensi sekolah. Sekolah mengacu pada kriteria yang dapat memperjelas fungsi dan tanggung jawab setiap personel sekolah secara dinamis kearah tujuan yang disepakati.
Sekolah merupakan sarana yang sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan , seperti yang sudah dikemukakan bahwa karena kemajuan zaman keluarga tidak mungkin lagi memenuhi seluruh kebutuhan dan aspirasi generasi muda terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Semakin maju masyarakat , semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk kedalam proses pembangunan masyarakat itu. Oleh karena itu sekolah sebagai pusat pendidikan mampu melaksanakan fungsi pendidikan secara optimal yaitu mengembangkan kemampuan meningkatkan mutu kehidupan dan martabat bangsa Indonesia. Adapun fungsi sekolah sebagai lembaga pendidikan antara lain:
1. Sekolah mempersiapkan anak untuk suatu pekerjaan , dan diharapkan anak yang telah menyelesaikan sekolahnya dapat melakukan sesuatu pekerjaan atau paling tidak sebagai dasar dalam mencari pekerjaan. 2. Sekolah memberikan ketrampilan dasar 3. Sekolah membuka kesempatan memperbaiki nasib 4. Sekolah menyediakan tenaga pembangunan 5. Sekolah membentuk manusia sosial
40
II.4
E-Pendidikan (e-Education) Contoh gambaran dari program peningkatan mutu pembelajaran di sekolah
dapat dilihat dari kemampuan dan kemauan warga sekolah, khususnya peserta didik untuk mengungkap proses informalisasi dan kemajuan teknologi. Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi dan komunikasi telah memberi pengaruh terhadap dunia pendidikan, khususnya dalam proses pembelajaran. Hal ini semakin membuktikan bahwa salah satu tuntutan global dunia pendidikan adalah penguasaan terhadap TIK. Sebagai upaya pemerintah dalam meningkatkan pedayagunaan TIK telah dikeluarkan berbagai kebijakan antara lain adanya Keppres No.26/2006 tentang 7 (tujuh) flagship program pemerintah yang berkaitan dengan TIK, salah satunya diemban oleh Depdiknas yaitu mengenai adanya program e-pendidikan. Tiga butir dalam Renstra Depdiknas 2010-2014 pada bagian 4.2.7 tentang Penguatan dan perluasan pemanfaatan TIK di bidang pendidikan dikatakan bahwa: a) Pengembangan sistem pengelolaan pengetahuan untuk mempermudah dalam berbagi informasi dan pengetahuan antar peserta didik dan tenaga pendidik; b) Pengembangan pusat sumber belajar berbasis TIK pada pendidikan dasar dan menengah; dan c) Peningkatan kemampuan SDM untuk mendukung pendayagunaan TIK di pusat dan daerah. Penyusunan
program
pembelajaran
meliputi
perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, pengawasan, dan evaluasi. Implementasi dari manajemen kurikulum di atas khususnya untuk pemberdayaan dan peningkatan
41
peran satuan pendidikan dalam peningkatan mutu pendidikan di antaranya adalah pemberian kewenangan kepada satuan pendidikan untuk mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sebagai acuan satuan pendidikan dalam
menyelenggarakan
program
pendidikan,
mulai
dari
perencanaan,
pelaksanaan pembelajaran dan penilaian hasil belajar. Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU No. 20/2003). Dengan demikian, peserta didik seharusnya tidak belajar dari pendidik saja, tetapi dapat pula belajar dari berbagai sumber belajar yang tersedia di lingkungannya. Menurut Asosiasi Teknologi Komunikasi Pendidikan sumber belajar meliputi semua sumber (baik berupa data, orang atau benda) yang dapat digunakan untuk memberi bahan belajar bagi peserta didik (Yusuf Hadi Miarso, 1986). Selama ini pemahaman tentang sumber belajar masih terbatas pada pendidik dan buku saja. Padahal, pendidik dan buku hanyalah sebagian dari sumber belajar. Dimulai tahun 2005 hingga 2008, Direktorat Pembinaan SMA telah melakukan pelatihan atau pembinaan terhadap 2.698 pendidik SMA negeri dan swasta dari 331 SMA/33 provinsi berkaitan dengan pengembangan bahan ajar dan bahan ujian berbasis TIK. Fokus pelatihan meliputi pengembangan bahan ajar dan bahan ujian, penguasaan media presentasi MS Power Point, sistem jaringan, internet, dan web design statis. Kemampuan peserta yang dilatih ternyata mereka memiliki tingkat kemampuan yang beragam (gambaran kasar kurang lebih 25% mahir, 60% terampil, dan 15% pemula). Ditinjau dari kompetensi peserta pelatihan tersebut di atas, baik yang mahir,terampil, maupun pemula, merupakan modal besar
42
bagi dunia pendidikan khususnya di tingkat SMA untuk lebih cepat bergerak dalam memanfaatkan TIK. Keberlanjutan program pelatihan memberi dampak positif, para peserta pelatihan dengan cepat menyebarkan dan mendiseminasikan hasil pelatihannya. II.5
Konsep Penciptaan Pengetahuan dalam Rangka e-pendidikan Di dalam RENSTRA SMAN 1 Marioriwawo, salah satu sasaran mutu yang
ingin dicapai dan telah dicapai adalah menjadi sekolah model PSB (Pusat Sumber Belajar). Agar sekolah dapat menjadi sekolah yang professional dalam rangka PSB, maka wajib untuk menerapkan program pembelajaran berbasis tik atau e-education. Karena itu maka dibentuklah tim PSB yang bertugas untuk menghasilkan suatu program pembelajaran yang berbasis tik tersebut. Untuk itu maka tim PSB berupaya untuk menciptakan suatu pengetahuan baru melalui tahap-tahap penciptaan pengetahuan yaitu dimulai dengan pembentukan tim yang terdiri dari beberapa guru dari berbagai bidang dan beberapa tenaga administrasi untuk saling berbagi pengetahuan tasit sehingga akan terbentuk suatu pengetahuan eksplisit atau tersurat. Kemudian pengetahuan baru tadi yang berupa konsep baru kemudian di konseptualisasikan, selanjutnya dikristalisasi, sampai pada penilaian konsep.
43
II.6
Kerangka Pikir Gambar 4 Kerangka Pikir Proses penciptaan Pengetahuan oleh Nonaka dalam Sangkala (2007)
Pada proses penciptaan pengetahuan yang terjadi di SMAN 1 Marioriwawo, penulis hanya memfokuskan pada dimulainya dengan pembentukan self organizing team (berjumlah 10 orang, dan 4 bagian inti) dalam rangka memungkinkan individu membangun interaksi sosial, saling berbagi pengalaman, pengetahuan, serta informasi dengan tujuan terbentuk ide kreatif dan inovatif dalam prose sharing tacit knowledge. Kemudian selanjutnya ide-ide yang terbentuk dari proses sharing knowledge
tersebut
diuji
asumsi
maupun
hipotesanya
melalui
proses
konseptualisasi. Ide tersebut dituangkan ke dalam bentuk gambar, kata-kata, dll. 44
Selanjutnya konsep yang telah diuji tadi, kemudian dikristalisasikan agar menjadi bentuk yang lebih konkrit. Tahap terakhir adalah tahap penilaian, apakah konsep yang tercipta tadi berguna bagi peningkatan mutu dan kualitas organisasi.
45
BAB III METODE PENELITIAN
III.1.
Pendekatan Penelitian Agar penelitian ini lebih terarah. Pada penelitian ini penulis menggunakan
pendekatan kualitatif deskriptif yaitu terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat mengungkapkan fakta dan memberikan gambaran secara obyektif tentang keadaan sebenarnya dari objek yang diteliti, dalam Hadari Nawawi (2007 : 33-34). Selanjutnya Sugiono (2003 : 11) berpendapat bahwa pada penelitian kualitatif, teori diartikan sebagai paradigma. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mengungkapkan informasi kualitatif sehingga lebih menekankan pada masalah proses dan makna dengan
cara
mendeskripsikan
sesuatu
masalah.
Penelitian
ini
juga
menginterpretasikan atau menterjemahkan dengan bahasa peneliti tentang hasil penelitian yang diperoleh dari informan dilapangan sebagai wacana untuk mendapat penjelasan tentang kondisi yang ada menghubungkan variabel-variabel dan selanjutnya akan dihasilkan diskripsi tentang obyek penelitian III.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada SMA Negeri 1 Marioriwawo
Kabupaten
Soppeng. Mengingat bahwa sekolah ini merupakan salah satu lembaga akademika yang merupakan sekolah percontohan di Kabupaten Soppeng ini, dimana perkembangan pengetahuan dan teknologinya sudah sangat jauh berbeda dari sekolah-sekolah lainnya karena itu dapat terpilih menjadi sekolah model RSKM-
46
PSB-PBKL. SMA Negeri 1 Marioriwawo salah satu sekolah di Kabupaten Soppeng dengan penggunaan IT (Informasi dan Teknologi) yang cukup besar dalam berbagai aspek. III.3 Tipe dan Dasar Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe studi kasus. Studi kasus digunakan untuk melacak peristiwa-peristiwa kontemporer, bila peristiwa yang relevan tak dapat dimanipulasi. Studi kasus yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus deskriptif. Menurut Prof. Dr. Robert K. Yin (2000 : 5), kasus deskriptif yaitu studi kasus tunggal yang hanya mencakup sebuah lingkungan sosial (Cornerville) dan satu periode waktu. Sedangkan dasar penelitian adalah mengecek kembali dengan wawancara kepada narasumber/informan yang berisi pertanyaanpertanyaan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan rumusan masalah penelitian.
III.4. Fokus Penelitian Fokus penelitian pada penelitian ini adalah proses penciptaan pengetahuan di SMAN 1 Marioriwawo Kabupaten Soppeng. 1. Professor Nonaka menyatakan bahwa proses penciptaan knowledge organisasi adalah diawali dengan a. Berbagi pengetahuan (Sharing Knowledge)
47
Pada tahap berbagi pengetahuan dalam organisasi dibentuk self-organizing team dimana anggota organisasi berkolaborasi untuk menciptakan konsep baru.
b. Konseptualisasi (Conceprtualization) Konseptualisasi merupakan interaksi intensif antara pengetahuan tasit dan eksplisit yang dilakukan di dalam tim. Kemudian terjadi penciptaan konsep baru yang berupa data, gambar, atau simbol. c. Kristalisasi (Crystallitazion) Pada proses ini terjadi pengujian realitas dan penerapan konsep yang telah diciptakan. d. Penilaian (Justification) Pada tahap penilaian adalah bagaimana pembenaran terhadap konsep yang dihasilkan, menyangkut kegunaan atau manfaatnya terhadap kemajuan mutu organisasi. 2. Proses di atas dapat mendukung terciptanya pengetahuan baru, akan memicu lahirnya ide-ide kreatif dan inovatif yang akan meningkatkan mutu sekolah. Agar inovasi dapat berjalan optimal, diperlukan perhatian dari seluruh komponen sekolah, mulai dari kepala sekolah selaku manajer, kemudian guru sebagai pendidik yang senantiasa harus terus meningkatkan kualitas mengajarnya, kemudian staf sekolah selaku penyelenggara administratif, sampai pada murid dan orang tua murid.
48
3. Pengetahuan baru yang dihasilkan di sekolah berupa program pembelajaran baru berbasis tik yaitu “Website Sekolah”.
III.5 Informan Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Informan ini harus banyak pengalaman tentang penelitian, serta dapat memberikan pandangannya dari dalam tentang nilai-nilai, sikap, proses dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat. Dalam penelitian ini informan yang peneliti maksudkan adalah kepala dinas pendidikan Watansoppeng, kemudian lingkungan sekolah bersangkutan mulai dari kepala sekolah, guru, sampai tenaga administrasi sekolah, termasuk siswa-siswi SMAN 1 Marioriwawo. Adapun informan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Kepala Sekolah SMAN 1 Marioriwawo 2. Wakil Kepala Sekolah Bidang Ketenagaan SMAN 1 Marioriwawo 3. Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMAN 1 Marioriwawo 4. Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas SMAN 1 Marioriwawo 5. Wakil Kepala Sekolah Bidang Keuangan SMAN 1 Marioriwawo 6. Kepala TAS (Tenaga Administrasi Sekolah) SMAN 1 Marioriwawo 7. Guru SMAN 1 Marioriwawo 8. Staf TAS SMAN 1 Marioriwawo
49
9. Siswi SMAN 1 Marioriwawo III.6 Jenis Dan Sumber Data III.6.1. Data primer Data primer yaitu yang diperoleh secara langsung pada sumber data yaitu pada beberapa staf termasuk juga pimpinan teratas (kepala sekolah) sampai kepada guru-guru pada unit terkecil serta tenaga honorer pada SMA Negeri 1 Marioriwawo yang bersangkutan dengan cara pengamatan atau observasi dan wawancara pada informan untuk mendapatkan jawaban yang berkaitan dengan proses penciptaan pengetahuan serta dampaknya pada peningkatan kualitas SMAN 1 Marioriwawo Kabupaten Soppeng. III.6.2. Data sekunder Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung untuk mendukung penulisan pada penelitian ini melalui dokumen atau catatan yang ada serta tulisan-tulisan karya ilmiah dari berbagai media, literatur-literatur, arsip-arsip resmi yang dapt mendukung kelengkapan data primer yang senantiasa berkaitan dengan masalah penciptaan pengetahuan organisasi.
III.7. Teknik Pengumpulan Data 1. Wawancara Sistematik Wawancara sistematik adalah wawancara yang dilakukan dengan terlebih dahulu pewawancara mempersiapkan pedoman (guide) tertulis tentang apa yang hendak ditanyakan kepada responden. Pedoman wawancara tersebut digunakan oleh pewawancara sebagai alur yang harus diikuti, mulai dari awal sampai akhir wawancara, karena biasanya pedoman tersebut telah tersusun sedemikian rupa
50
sehingga merupakan sederetan pertanyaan, dimulai dari hal-hal yang mudah dijawab oleh responden sampai dengan hal-hal yang lebih kompleks. 2. Observasi Observasi adalah pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian, data penelitian tersebut dapat diamati oleh peneliti. Dalam arti bahwa data tersebut dihimpun melalui pengamatan peneliti melalui penggunaan pancaindra. 3. Studi Dokumen (Dokumentasi) Studi dokumen yaitu cara pengumpulan data dan telaah pustaka, dimana dokumen-dokumen
yang
dianggap
menunjang
dan
relevan
dengan
permasalahan yang akan diteliti baik berupa literatur, laporan tahunan, majalah, jurnal, tabel, karya tulis ilmiah dokumen peraturan pemerintah dan UndangUndang yang telah tersedia pada lembaga yang terkait dipelajari, dikaji dan disusun/dikategorikan sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh data guna memberikan informasi berkenaan dengan penelitian yang akan dilakukan III.8. Teknik Analisis Data Untuk menghasilkan dan memperoleh data yang akurat dan objektif sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dalam penelitian ini, maka analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif dengan cara analisis konteks dari telaah pustaka dan analisis pernyataan dari hasil wawancara dari informan. Dalam melakukan análisis data peneliti mengacu pada beberapa tahapan yang dijelaskan Miles dan Huberman (1992) yang terdiri dari beberapa tahapan antara lain:
51
1. Pengumpulan informasi melalui wawancara terhadap key informan yang compatible terhadap penelitian kemudian observasi langsung ke lapangan untuk menunjang penelitian yang dilakukan agar mendapatkan sumber data yang diharapkan. 2. Reduksi data (data reduction) yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, tranformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan di lapangan selama meneliti tujuan diadakan transkrip data (transformasi data) untuk memilih informasi mana yang dianggap sesuai dengan masalah yang menjadi pusat penelitian dilapangan. 3. Uji Confirmability, Uji confirmability berarti menguji hasil penelitian. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar confirmability-nya. 4. Penyajian data (data display) yaitu kegiatan sekumpulan informasi dalam bentuk teks naratif, grafik jaringan, tabel dan bagan yang bertujuan mempertajam pemahaman penelitian terhadap informasi yang dipilih kemudian disajikan dalam tabel ataupun uraian penjelasan. 5. Pada tahap akhir adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi (conclution drawing/ verification), yang mencari arti pola-pola penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat dan proposisi. penarikan kesimpulan dilakukan secara cermat dengan melakukan verifikasi berupa tinjauan ulang pada catatancatatan di lapangan sehingga data-data di uji validitasnya.
52
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian IV.1.1 Profil SMAN 1 Marioriwawo Kabupaten Soppeng SMA Negeri 1 Marioriwawo Bertempat di Kecamatan Marioriwawo Kabupaten Soppeng. Didirikan pada tanggal 2 Januari 1987 dan diresmikan oleh Dirjen Dikdasmen Prof. Dr. A. Hasan Walimono. Sejak didirikan sudah dua kali terjadi pergantian Kepala Sekolah yaitu dari Drs. Hamsah Seng ke Drs. Kawaru. Lalu terakhir Bapak Naharuddin, S.Pd. M.Pd. Tujuan Sekolah
:
1. Menampilkan sekolah yang berkearifan lokal di sekolah 2. Menampilkan sekolah efektif 3. Menampilkan sekolah bermutu 4. Terdepan di tingkat kabupaten, masuk 10 terbaik tingkat provinsi, 100 terbaik nasional 5. Memperoleh sertifikat International Standard Organization (ISO)
53
6. Peningkatan Kerja sama nasional atau internasional dengan sekolah, lembaga pemerintah dan swasta atas dasar win-win solusi Sasaran Sekolah
:
1. Rata-rata pencapaian selisih nilai ujian akhir nasional minimal + 0.50 2. Persentase siswa yang diterima di PTN minimal 40% 3. Kelompok olimpiade mata pelajaran yang tampil ditingkat propinsi memperoleh minimal juara III 4. Semua siswa minimal dapat berkomunikasi bahasa inggris di lingkungan sekolah melalui program one day with english, english bulletin, dan pembuatan film-film pendek bahasa inggris 5. Memiliki jaringan dana operasional jaringan dan internet 6. Memiliki dana tetap untuk pengembangan pembinaan kelompok olahraga dan kesenian, seperti merchind band, Basket, volly, takrow, pencak silat dan karate, dll 7. Memiliki laboratorium kimia sebagai sarana praktik siswa 8.
Memiliki taman sekolah sebagai praktek estetika lngkungan sekolah siswa
54
9. Memiliki media pembelajaran berupa komputer dan LCD setiap kelas sebagai sarana pembelajaran TIK siswa di setiap kelas 10. Memiliki sarana pendukung pembelajaran di kelas berupa Software media pembelajaran yang berbasis TIK dan PBKL di setiap mata pelajaran.
IV.1.2. Visi Dan Misi SMAN 1 Marioriwawo Kabupaten Soppeng SMA Negeri 1 Marioriwawo dalam mengemban tugas-tugas serta dalam mewujudkan tujuan dari pembentukannya, dengan sederhana dan terukur menciptakan Visi kedepan dengan memecahkannya kedalam beberapa misi strategis sebagai harapan dan tolak ukur keberhasilan sekolah kedepan.
Visi
: “Sekolah Humanis Berkearifan Lokal Berorientasi Global.” Sekolah Humanis yaitu singkatan dari Hulu, Mandiri, Inovatif, dan Kondusif,
sekaligus bermakna memanusiakan manusia. a. Humanis sebagai singkatan dari: 1) Hulu, berarti sekolah berkomitmen menerobos peringkat atas prestasi sekolah di kabupaten Soppeng, berikut provinsi Sul-Sel, dan pada gilirannya tingkat nasional lalu internasional. 2) Mandiri, berarti sekolah mandiri dalam teoritis MSB mengidentifikasi masalah yang dihadapi dan mencari untuk menemukan solusinya 3) Inovatif, berarti sekolah tidak hanya tahu berkeluh kesah karena berbagai keterbatasan tetapi mampu berinovasi mengatasinya. Tidak
55
hanya jera atau ketakutan menghadapi gelombang perubahan yang begitu cepat, tetapi bergegas melakukan inovasi untuk perubahan itu. 4) Kondusif, berarti sekolah mampu menciptakan kondisi dan suasana belajar/kerja yang memungkinkan warga sekolah mewujudkan nilai tambah (added value) dirinya sendiri sebagai prasyarat meningkatkan kinerja untuk meraih prestasi dan memperoleh penghargaan (reward) yang proporsional. b. Memanusiakan manusia bermakna proses menjadikan manusia agar memiliki rasa kemanusiaan, menjadi manusia dewasa, manusia dalam makna seutuhnya, mahluk ciptaan Tuhan yang diidentifikasi sebagai paling sempurna dan termulia di muka bumi ini. Dengan kata lain proses memanusiakan manusia agar dia secara real menjadi manusia, dalam makna mampu menjalankan tugas pokok dan fungsi secara penuh sebagai pemegang
mandate
Ilahiat
dan
kultural.
Dalam
konteks
proses
memanusiakan manusia, pendidikan di sekolah dapat dipandang dari dua sisi, yaitu sebagai proses pendewasaan peserta didik untuk: pertama, hidup pada alam demokrasi; dan kedua, sebagai wahana penyiapan peserta didik untuk berkiprah pada sector ekonomi produktif (Sudarwan, 2007). c. Berkearifan lokal 1) Pengembangan sekolah. Didasarkan pada kesadaran masyarakat setempat akan pentingnya melakukan upaya bagi kemajuan pendidikan generasi pelanjut di wilayahnya.
56
2) Kemajuan pendidikan. Tidak akan terjadi dengan sendirinya. Hanya akan terjadi jika masyarakat tak jemu-jemu berpartisipasi untuk menghadirkan sekolah bermutu. Mendorong sekolah melakukan perubahan
berdasarkan
konsep
perubahan
yang
dapat
ditinjau/dipelajari dari 3 aspek, yaitu eksternal, internal, dan proaktif secara tepat waktu. 3) Untuk mewujudkan dibutuhkan kearifan lokal. Kearifan lokal berupa derajat kemauan dan kemampuan masyarakat setempat baik perorangan maupun kolektif memberi dukungan kepada sekolah dalam bentuk gagasan, finansial, material, kemudahan, dan iklim kerja yang tidak tercabut dari nilai-nilai luhur masyarakat. 4) Kegiatan (langkah konkrit). Langkah konkrit dilakukan dengan mendirikan Yayasan Orang Tua Siswa dan bersama Komite Sekolah mendampingi Kepala Sekolah, sebagai wujud komitmen social dari masyarakat. 5) Komite sekolah. Dalam menjalankan peran dan fungsinya: memberi pertimbangan, memberi dukungan, melakukan pengawasan, dan sebagai penghubung antara sekolah dengan pemerintah dan masyarakat, pada gilirannya menyerahkan penanganan sumber pembiayaan sekolah yang berasla dari orang tua siswa kepada Yayasan. Kemudian proses pemanfaatan dana orang tua siswa di sekolah dilaksanakan setelah melalui rapat kordinasi antara komite sekolah dan yayasan orang tua siswa bersama kepala sekolah.
57
d. Berorientasi global 1) Akan timbul sebuah pasar global yang lebih luas, yang menjadi lebih “kecil” karena meningkatnya unsur persaingan dari luar negeri. 2) Tempat kerja yang berubah dan terjadinya kelangkaan keterampilanketerampilan, menyebabkan timbulnya kebutuhan akan karyawan nontradisional. 3) Peningkatan mutu sistem pendidikan di sekolah, yaitu: input, proses, dan output diorientasikan untuk memenuhi tuntutan pengaruh globalisasi tersebut. Misi
: 1. Menghasilkan lulusan bermutu yang potensial bagi perkembangan daerah, bangsa, dan Negara 2. Mewujudkan perubahan keorganisasian yang terencana dan tepat waktu kea rah perbaikan kinerja pada : a. Tingkat sumber daya manusia b. Tingkat sumber daya fungsional c. Tingkat kemampuan teknologi d. Tingkat kemampuan keorganisasian 3. Mempromosikan dan mendorong terwujudnya nilai-nilai budaya malu, jujur, disiplin dan siap berkompetisi.
IV.1.3 Struktur Organisasi SMAN 1 Marioriwawo Kabupaten Soppeng
58
Gambar 5 Struktur Organisasi SMAN 1 Marioriwawo
Sumber: Data SMAN 1 Marioriwawo
59
IV.2. Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil
Penelitian (Proses
Penciptaan
Pengetahuan,
Studi
Kasus
WEB
Sekolah/PSB) Manajemen pengetahuan sebenarnya mencoba untuk menjawab pertanyaan tentang: pengelolaan pengetahuan yang memungkinkan adanya proses penciptaan pengetahuan dan pengorganisasian pengetahuan. Tujuan akhir dari manajemen pengetahuan adalah menarik keuntungan dari setiap individu yang berbeda dalam organisasi, khususnya mendorong terjadinya transfer pengetahuan, mendukung penyebaran serta penggunaan kembali pengetahuan. Manajemen pengetahuan juga mendorong dan memfasilitasi bebasnya aliran pengetahuan antar berbagai komponen dalam organisasi, dan menjadi basis bagi percepatan pembelajaran dan pengembangan secara sistematis kemampuan organisasi. Penciptaan pengetahuan merupakan salah satu faktor yang ikut mendukung inovasi model pembelajaran berbasis tik di SMAN 1 Marioriwawo ini. Hal ini karena untuk mampu berinovasi, maka sekolah khususnya tim yang dibentuk harus menciptakan suatu produk berupa media pembelajaran tik dengan memanfaatkan pengetahuan atau informasi tiap individu-individu (tacit knowledge) di sekolah. Kemudian mengelola tacit knowledge tersebut menjadi suatu konsep baru yang nyata atau tersurat. Diharapkan konsep yang tercipta nantinya akan menambah pengetahuan guru, pegawai, maupun siswa SMAN 1 Marioriwawo yang tidak hanya berpengetahuan tentang mata pelajaran yang mereka pelajari di sekolah melalui buku atau tatap muka, melainkan mereka juga dibekali pengetahuan tentang
60
bagaimana memanfaatkan teknologi menjadi media pembelajaran yang lebih efektif dan efisien. Dalam pembahasan ini, penulis memfokuskan pada proses-proses yang dilakukan oleh sekolah sebelum melakukan proses penciptaan pengetahuan dalam rangka meningkatkan mutu sekolah. Dimulai dari proses berbagi pengetahuan melalui self organizing team, kemudian proses mengkonsep dan mengkristalkan pengetahuan, dan terakhir adalah peniliaian akan pengetahuan baru tadi. Sehubungan dengan proses penciptaan pengetahuan, maka informasi dan data yang diperoleh akan dibahas berdasarkan hasil penelitian penulis. Pokok pembahasan di atas, dianalisis berdasarkan hasil wawancara penulis sebagaimana diuraikan lebih lanjut di bawah ini. IV.2.1 Proses Penciptaan Pengetahuan, Studi Kasus WEB sekolah di internet. 1. Berbagi Pengetahuan (Sharing Tacit Knowledge)
Knowledge sharing sebagai salah satu proses utama dalam KM, pada hakekatnya adalah penciptaan kesempatan yang luas untuk belajar (learning) kepada seluruh anggota organisasi sehingga dapat meningkatkan kompetensinya secara mandiri, Paul L Tobing (2007:25). Namun tahapan transfer pengetahuan dapat
dikatakan
sebagai
tahap
yang
paling
sulit
dilaksanakan
dalam
proses knowledge management. Kadang individu yang memiliki kompetensi atau pengetahuan merasa enggan mentransfer pengetahuan yang dimilikinya karena takut menghilangkan nilai kompetitif pribadinya dalam organisasi. Selain itu untuk
61
mentransfer pengetahuan dibutuhkan pengetahuan mengenai komunikasi sehingga menyulitkan individu yang sebenarnya mau mentransfer pengetahuan yang dimilikinya namun kurang memahai cara mengkomunikasikan pengetahuan tersebut dengan efektif.
Penelitian mengenai pengembangan sekolah secara jelas menunjukan salah satu cara yang paling efektif bagi sekolah yang ingin berkembang secara mandiri yaitu lewat berbagi (sharing) informasi dan ide-ide. Salah satu dukungan yang terbesar
untuk
pengembangan
pribadi
dan
profesi
kepala
sekolah
yang
memanfaatkan proses pembaharuan yaitu komunikasi yang terbuka dan mendukung melalui forum rutin kepala sekolah. Melalui penyampaian masalah secara kolektif diantara rekan seprofesi sudah menghasilkan solusi yang efektif dan dapat direalisasikan. SMAN 1 Marioriwawo ini adalah lingkungan tempat terjadinya proses belajar-mengajar, maka kegiatan sharing knowledge telah berlangsung sejak dahulu dan berkesinambungan. Namun untuk lebih efektifnya proses budaya transfer pengetahuan, maka organisasi sekolah setidak-tidaknya harus memenuhi berbagai prasyaratan diantaranya sebagai berikut:
A. Membangun Kepercayaan (trust) dan keterbukaan
Untuk membangun kebiasaan untuk saling berbagi pengetahuan, pertama dibutuhkan kepercayaan satu sama lain. Pegawai harus senantiasa saling percaya agar antara mereka dapat dengan leluasa mensharing atau mentransfer pengetahuan dalam dirinya masing-masing.
Membangun kepercayaan juga hal
yang tidak mudah, naluri manusia biasanya susah untuk mudah percaya orang lain
62
apalagi untuk mau membagi pengetahuannya kepada orang lain bisa saja berdampak negatif bagi dirinya. Tapi tidak sedikit pula yang mudah atau senang berbagi ilmunya dengan orang lain. Tipe orang seperti ini adalah tipe yang mudah bergaul dan mudah percaya terhadap orang lain yang menurutnya pantas.
Di SMAN 1 Marioriwawo sendiri, diantara mereka sudah timbul saling percaya dan terbuka satu sama lain. Mereka menganggap bahwa mereka merupakan satu keluarga dan senantiasa saling membantu dan berbagi. Hal itu bisa dilihat dari pernyataan yang dilontarkan oleh Arsad S.Ugi selaku Wakasek Humas sekaligus guru mata pelajaran bahasa inggris. Beliau mengatakan bahwa: “kebiasan berbagi informasi dan pengetahuan di sekolah ini dilakukan rutin dan memang antara guru maupun staf di sekolah harus senantiasa membudayakan proses sharing. Antara guru, pegawai, dan pimpinan sudah tercipta hubungan yang akrab dan saling percaya, bisa dibilang kegiatan sharing disini sudah efektif. Jika ada yang saya tidak tau, maka saya akan bertanya kepada teman yang tau, dan begitu juga sebaliknya.” (Hasil wawancara pada tanggal 31 Maret 2012) Hal senada juga dikemukakan oleh bapak A. Musafir selaku wakasek kesiswaan, bahwa: ”saya biasanya sharing banyak hal kepada guru atau pegawai lainnya, baik menyangkut mata pelajaran di sekolah, tentang siswa-siswi sekolah, menyangkut teknologi dan internet, maupun kadang-kadang kami membahas masalah keluarga. Dan karena saya merupakan wakasek kesiswaan, maka siswa di SMAN 1 ini sering melakukan sharing pengetahuan dengan saya, kadang-kadang mengenai minatnya dalam mata pelajaran tertentu, kadang tentang ekskul, tentang pelajaran, dan bahkan siswa yang berkeluh kesah tentang guru mata pelajaran yang suka menghukum mereka.” (Hasil wawancara pada tanggal 2 April 2012) Adanya saling percaya dan terbuka di antara para guru dan seluruh pegawai akan menjadi kunci bagi suksesnya proses bertukar pengetahuan dan informasi di
63
sekolah. Sehingga dari proses saling sharing itulah maka dengan sendirinya akan terbentuk suatu kelompok (self organizing team) yang berasal dari berbagai latar belakang pendidikan yang memiliki tujuan dan visi yang sama untuk melakukan inovasi pembelajaran berbasis TIK di SMAN 1 Marioriwawo. B. Penggunaan Fasilitas Berbagi Pengetahuan
Sharing Pengetahuan Di SMAN 1 Marioriwawo ini untuk proses sharing sudah berjalan dengan
baik. Hal-hal yang dishare disini umumnya menyangkut proses belajar-mengajar sekolah dengan dibentuk suatu fasilitas yang memungkinkan individu-individu dapat mengeluarkan ide, pengalaman, atau pengetahuan yang masih tersimpan di dalam diri masing-masing individu (tacit knowledge). Adapun fasilitas berbagi pengetahuan di SMAN 1 ini adalah:
64
Tabel 1 Fasilitas Berbagi Pengetahuan di SMAN 1 Fasilitas Berbagi Pengetahuan di SMAN 1 Marioriwawo 1. Rapat rutin yang di adakan sekolah. Dalam rapat yang dilakukan di SMAN 1 Marioriwawo, menurut Kepala Sekolah adalah membahas mengenai masalah yang terjadi di sekolah seputar kurikulum, proses mengajar, dan lain-lain, untuk kemudian dicarikan solusi. Salah satu contohnya adalah, ketika sekolah ini memperoleh predikat sekolah model PSB, maka seluruh pihak mencari cara agar tujuan-tujuan dari PSB dapat terlaksana dengan baik. Dan dari hasil rapat yang dilakukan selama beberapa hari melalui proses sharing pendapat, ide, dan saran , maka keputusannya adalah membuat tim PSB yang diwakili oleh beberapa guru yang memang ahli di bidang TIK. 2. Selain rapat, proses sharing juga dapat dilakukan pada forum informal seperti saat makan siang, dimana guru-guru saling berdiskusi serta bertukar pikiran, kadang membahas masalah siswa, masalah pelajaran, dan lain-lain. 3. Berbagi pengetahuan juga dilakukan oleh para guru dan siswa melalui blog atau facebook individu-individu. Menurut salah seorang guru, kadang saat jenuh dengan metode belajar face to face, guru dan siswa biasa menggunakan blog untuk melakukan Tanya/jawab mengenai pelajaran, dan sebagainya. Sumber: Hasil olah data sekunder, 2012 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa betapa besarnya peran manajemen pengetahuan untuk membantu mengumpulkan, menyimpan, memanfaatkan, dsb, pengetahuan tiap-tiap individu di sekolah, sehingga pengetahuan yang masih bersifat tasit dapat diubah menjadi bentuk eksplisit untuk memudahkan individu lain yang ingin memakai atau menggunakan pengetahuan tersebut.
65
Proses berbagi pengetahuan yang dilakukan di SMAN 1 Marioriwawo dapat dilihat pada hasil wawancara dengan Bapak Naharuddin selaku Kepala Sekolah SMAN 1 Marioriwawo. Beliau mengemukakan bahwa: “berbagi pengetahuan di SMAN 1 Marioriwawo dilakukan dengan banyak cara disesuaikan dengan kebutuhan sekolah. Kadang melalui rapat, ketika kami akan membahas suatu masalah tertentu yang terjadi untuk kemudian dicarilah solusi yang tepat. Namun paling sering melalui intranet, sekaligus melatih guru dan staf untuk mahir terhadap teknologi yang terus berkembang saat ini. Biasanya melalui e-mail atau blog yang dibuat oleh guru yang bersangkutan.” (Hasil wawancara pada tanggal 4 April 2012) Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa sharing informasi sering dilakukan di sekolah ini melalui forum resmi maupun tidak resmi. Forum resmi biasanya melalui rapat sedangkan forum tidak resmi biasanya dilakukan sharing pada saat cerita lepas di ruang dewan guru pada saat istirahat dan sharing melalui media internet yakni melalui blog maupun e-mail agar melatih kemampuan guru dalam penggunaan media teknologi informasi.
Proses inovasi Sekolah inovatif adalah satuan pendidikan yang terus-menerus melakukan
pembaharuan dalam merespon perubahan lingkungan. Sekolah inovatif memiliki kemampuan untuk mengembangkan ide-ide baru untuk meningkatkan kemampuan lembaganya sehingga adaptif terhadap perubahan jaman. Daya adaptasi berarti meningkatkan penguasaan pengetahuan dan keterampilan organisasi secara efektif dalam rangka meningkatkan mutu lulusan. Adapun perubahan-perubahan yang terjadi sebelum adanya otonomi tiap-tiap sekolah untuk melakukan inovasi, adalah sebagai berikut:
66
Tabel 2 Tahap Perkembangan Inovasi di SMAN 1
-
-
-
SMAN 01 Marioriwawo tahun ajaran
SMAN 01 Marioriwawo tahun 2007-
2002-2006
sekarang
Absen siswa secara manual (di -
Absensi siswa dengan sidik jari
sebut satu per satu)
(2007-sekarang).
Belum ada moving class, dan -
Moving class (2009-sekarang) dan
sistem belajar masih ditentukan
menggunakan sistem SKS (satuan
oleh sekolah.
kredit
Pelaksanaan ujian semester dan
memilih
ulangan
sesuai dengan minat.
harian
masih
manual,
dengan menggunakan kertas. -
-
Belum ada website yang dibentuk.
semester), pelajaran
Pelaksanaan online
dan
untuk
dapat
tambahan
ulangan seluruh
harian mata
pelajaran (2010-2011). -
Pelaksanaan ujian akhir semester online (2011-sekarang).
-
Membuat
website
sekolah/PSB
(2011-sekarang). Sumber: Hasil olah data sekunder, 2012 Akan tetapi walaupun sudah dibentuk fasilitas berbagi pengetahuan di SMAN 01 Marioriwawo namun untuk menghasilkan suatu inovasi, pelaksanaannya masih belum maksimal. Masih sedikit pihak yang berkontribusi di dalamnya, sebab beberapa orang menganggap bahwa dirinya kurang mampu atau masih ragu untuk mengeluarkan idenya dan hanya mengandalkan tim ahli yang dibentuk sekolah. Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikatakan oleh salah seorang informan di sekolah.
67
“sebenarnya untuk ikut mengeluarkan ide dalam berinovasi, saya sendiri merasa tidak berkompeten, mungkin karena saya kurang paham dan tidak berlatar belakang tik. Sudah ada tim khusus yang menangani, tim PSB namanya yang bertugas untuk membuat inovasi terkait PSB itu sendiri.” (Hasil wawancara pada tanggal 4 April 2012)
Selain itu, masih terdapatnya guru yang belum mahir dalam penggunaan media teknologi informasi menjadi salah satu proses inovasi. Hal ini dikemukakan oleh Wakasek Humas (Arsad) bahwa: “Masih terdapatnya sebagian kecil guru yang belum mahir dalam penguasaan dan pemanfaatan teknologi sehingga menghambat proses inovasi yang dilakukan di sekolah ini misalnya pembuatan website sekolah. Sebab diharapkan semua warga sekolah tanpa terkecuali harus berperan aktif dalam proses penciptaan pengetahuan ini dengan kata lain semua warga sekah harus mampu menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi tersebut”. ( Wawancara dilakukan pada tanggal 4 April 2012) Namun jika kita lihat dari beberapa inovasi yang ada, maka sekolah ini dapat dikatakan kreatif dan inovatif, terlepas dari hanya beberapa guru maupun pegawai yang terlibat di dalamnya. Dari hasil wawancara diatas bahwa proses inovasi sudah berjalan baik dengan memanfaatkan fasilitas yang ada seperti website dan facebook, kemudian saling berbagi pendapat dalam rapat untuk mencari alternatif solusi atas masalah yang ada. Akan tetapi karena masih terdapatnya beberapa orang guru yang belum mahir dalam penguasaan dan pemanfaatan teknologi informasi sehingga proses inovasi menjadi terkendala meskipun tidak berpengaruh terlalu signifikan. Namun karena keharusan semua warga sekolah berperan aktif dalam hal ini, sehingga hal tersebut perlu untuk ditindak lanjuti oleh pihak sekolah yang terkait.
68
Gambar 6 Kerangka Pengembangan knowledge sharing Di SMAN 1 Marioriwawi Menstimulus keinginan sharing Kontributor
Fasilitator & Sharing Champion
Bentuk sharing champion sediakan fasilitator dari kepala tim PSB dan tim ahli dari sekolah itu sendiri yang telah mengikuti
s
pelatihan
Peserta Media Stimulus kenikmatan dalam mempelajari pengetahuan dan pengalaman orang lain
Sediakan media yang bervariasi
(meningkatkan kreatifitas para guru dan
sesaui latar belakang pekerja
staf sekolah).
ksksksss
Sumber : data Humas SMAN 1 Marioriwawo
nnn
69
Gambar 6 Website SMAN 1 Marioriwawo
Sumber: www.smansario.sch.id Gambar 7 Facebook SMAN 1 Marioriwawo
Sumber: Facebook SMANSARIO
70
C. Kerjasama Tim
Kerjasama tim merupakan salah satu unsur fundamental dalam proses sharing pengetahuan. Tim merupakan sekelompok orang yang memiliki visi yang sama dan berasal dari latar belakang yang berbeda pula. Dengan adanya tim, organisasi akan memperoleh penyelesaian masalah dengan cepat dan tepat. Dalam sebuah tim, orang-orang merasa lebih nyaman untuk mengajukan masalah-masalah yang terjadi dan dapat dengan segera memperoleh bantuan dari pekerja-pekerja lainnya berupa solusi yang akan digunakan untuk menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi. Kerjasama tim juga akan meningkatkan kepercayaan diri, komunikasi dan kemandirian.
Agar manajemen pengetahuan khususnya sharing knowledge dapat berjalan dengan efektif dan efisien, maka dibentuk sebuah tim khusus yang menangani. Tim ini akan memicu proses penciptaan pengetahuan khususnya sharing tacit knowledge agar timbul ide kreatif dan inovatif dalam memenuhi tuntutan model pembelajaran ependidikan. Tim ini tau tim PSB/SIM ini, berjumlah 10 orang dengan 4 orang anggota ahli atau penanggung jawab tim. Bentuk-bentuk kerjasama tim PSB di SMAN 01 Marioriwawo dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
71
Tabel 3 Kerjasama Tim PSB di SMAN 1 Prinsip-prinsip kerjasama tim PSB SMAN 01 Marioriwawo 1. Adanya pembagian kerja (division of work). Pembagian kerja atau penempatan anggota tim, secara normatif harus menggunakan prinsip the right man on the right place . Paling tidak ada dua dasar berpikir mengenai hal ini, yaitu (a) pekerjaan atau ragamnya cukup banyak sehingga tidak bisa ditangani oleh satu atau dua orang saja, dan (b) setiap orang memiliki minat, kecakapan, keahlian atau spesialisasi tertentu. 2. Adanya pembagian wewenang dan tanggung jawab (authority and responsibility). Dalam tugas pekerjaannya, setiap anggota tim dilengkapi oleh wewenang dalam melakukan pekerjaan tertentu dan setiap wewenang itu
melekat
suatu
pertanggungjawaban.
Agar
dapat
menjalankan
kewenangan dan memenuhi tanggungjawabnya, perlu diberi peluang untuk saling bekerjasama antar sesama anggota dan antara dirinya dengan ketua tim. 3. Adanya kesatuan perintah (unity of command) dan pengarahan (unity of direction). Dalam melakasanakan pekerjaan, anggota tim yang baik akan memperhatikan prinsip kesatuan perintah pada bidangnya sehingga pelaksanaan kerja dapat dijalankan dengan baik. Anggota tim juga harus tahu kepada siapa ia harus bertanggung jawab. Untuk memastikan adanya kesatuan perintah, perlu dijalin komunikasi dan kerjasama. Dalam pelaksanaan bertentangan.
kerja, Untuk
bisa
saja
terjadi
keserasian
adanya
perintah,
dua
sekali
perintah lagi
yang
diperlukan
komunikasi, konsensus, dan kerjasama. 4. Adanya ketertiban (order) organisasi. Ketertiban dalam organisasi dapat terlaksana dengan aturan yang ketat atau dapat pula karena telah terciptanya budaya kerja yang sangat kuat. Ketertiban dalam suatu pekerjaan dapat terwujud apabila seluruh karyawan, baik atasan maupun bawahan mempunyai disiplin yang tinggi dari masing-masing anggota
72
organisasi. 5. Adanya semangat kesatuan (semangat korp). Setiap anggota harus memiliki
rasa
kesatuan,
atau
senasib
sepenanggungan
sehingga
menimbulkan semangat kerjasama yang baik. Semangat kesatuan akan lahir apabila setiap anggota mempunyai kesadaran bahwa setiap anggota tersebut sangat berarti bagi anggota lain. Setiap bagian dibutuhkan oleh bagian lainnya. Kepala tim yang memiliki kepemimpinan akan mampu melahirkan semangat kesatuan. Sumber : Hasil olah data sekunder, 2012 Sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh bapak Naharuddin selaku Kepala Sekolah SMAN 1 Marioriwawo, bahwa: “kerjasama di SMAN 1 ini telah terjalin sejak lama karena telah dibina dari awal. Antara guru, pegawai, siswa, maupun masyarakat, harus terjalin kerjasama yang baik, jadi para guru di sekolah ini wajib mengajarkan kepada siswanya untuk saling bekerja sama satu sama lain begitupun dengan guruguru sebagai contoh para siswa. Hubungan kerjasama yang baik dibina dengan harmonis dan dilandasi dengan kepercayaan, saling menghargai dan menyanyangi. Sedangkan untuk memaksimalkan proses penciptaan inovasi, maka sekolah membentuk suatu tim PSB/SIM.” (Hasil wawancara pada tanggal 4 April 2012) Pernyataan senada juga disampaikan oleh Bapak Taufik selaku Wakasek Keuangan sekaligus guru tik dan juga penanggung jawab PSB. “Tujuan pembentukan sebuah tim PSB/SIM adalah untuk menjalin kerjasama yang baik antara anggota-anggota di dalam tim ini dalam berbagi ilmu, pengetahuan, informasi, dan pengalaman. Dengan adanya tim ini juga, kami bisa saling berbagi informasi mengenai pekerjaan, saling memberi masukan agar proses mengajar jadi lebih baik, dan sebagainya. Kalau tidak ada kerjasama, maka tidak ada hasil yang diperoleh dari pembentukan tim ini dan tidak akan ada inovasi-inovasi yang kami ciptakan.” (Hasil wawancara pada tanggal 01 April 2012) Namun dalam tim PSB/SIM yang dibentuk juga terdapat beberapa kondisi yang tidak diindingkan. Penyebab hal tersebut dikemukakan oleh Bapak Musafir (Wakasek Kesiswaan), bahwa:
73
“iya tentu saja kendala dalam berinovasi itu pasti ada. Dalam tim PSB/SIM ini juga pastinya ada kendala atau hambatan yang terjadi baik antara anggota maupun dalam proses pembentukan konsep baru. Kalau dari SDMnya sendiri, ada beberapa anggota yang kurang aktif mengeksplor pendapat dan ide-idenya. Bahkan orang tersebut juga sering izin kalau sedang ada pertemuan tim ini dengan alasan kesibukan membuat bahan ajar, atau urus keluarga, dll, dan pastinya kami memaklumi hal tersebut agar tidak terjadi kesenjagan antar anggota. Karena itu kami bisanya memberi masukan mengenai kondisinya, dan beliau pun dengan senang hati menerima kritikan kami. Dan Alhamdulillah beliau sudah mulai ikut serta namun belum terlalu aktif dalam mengeluarkan ide ataupun menshare ilmunya.” (Hasil wawancara pada tanggal 2 April 2012) Selanjutnya untuk mengatasi permasalahan tersebut Bapak Muh Syarif selaku ketua tim PSB/SIM mengemukakan saran yang sangat bijak. Beliau mengatakan: “untuk mengatasi kurangnya pastisipasi aktif dari beberapa anggota, ya kami berusaha agar yang aktif ini dengan ikhlas mau berpartisipasi secara rutin dan tidak begitu ambil pikir atau merasa tidak adil karena ada anggota yang kurang aktif. Intinya saling memahami dan melengkapi saja antar anggota sekaligus menunjukkan kepada beberapa anggota yang kurang aktif ini, bahwa kami akan tetap berusaha menciptakan pengetahuan-pengetahuan untuk kemajuan sekolah dan berharap dapat mendorong partisipasi anggota tsb dengan melihat kerja keras kami.” (Hasil wawancara pada tanggal 4 april 2012) Dengan mengacu pada teori Nonaka bahwa proses sharing pengetahuan menjadi hal yang penting sekaligus sulit untuk dilakukan, karena itu dibentuk self organizing team dimana anggotanya berkolaborasi untuk menciptakan konsep baru sekaligus lebih mengefektifkan proses berbagi pengetahuan. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi langsung peneliti dengan melihat proses sharing yang terjadi di SMAN 1 Marioriwawo ini dapat disimpulkan bahwa proses tersebut sudah terlaksana dengan baik.
74
Tabel 4 Pelaksanaan Knowledge Creation “Sharing Tacit Knowledge”
Tahapan Penciptaan Pengetahuan Sharing
Tacit
Pelaksanaan di SMAN 1 Marioriwawo
Knowledge Tim Khusus :
(Berbagi Pengetahuan) Elemen-elemen
budaya
sharing
Tim PSB/SIM SMAN 1 Marioriwawo Forum Formal :
Keterangan Terlaksana dengan baik namun masih harus ditingkatkan lagi dari segi
Trust (Kepercayaan)
Rapat
partisipasi seluruh
dan Keterbukaan
Diskusi
anggota tim
Briefing
maupun di luar tim
Fasilitas
Sharing
Pengetahuan Ada kerjasama tim
Forum Informal :
serta belajar untuk
Makan siang
berpikir kreatif dan
Jam istirahat
inovatif untuk
Media intranet : E-mail Chatting
menghasilkan ideide baru secara berkesinambungan.
Blog Sumber: Hasil olah data sekunder, 2012
2. Konseptualisasi (Creating Concept) dan Kristalisasi (Crystallization)
Proses konseptualisasi adalah proses interaksi intensif antara pengetahuan tasit dan eksplisit di dalam tim. Dalam proses ini terjadi pengartikulasian tacit knowledge menjadi explicit
knowedge melalui proses dialog
dan refleksi
(eksternalisasi) yang berkesinambungan. Dialog dalam bentuk tatap muka merupakan salah satu upaya membangun konsep karena dapat memberikan peluang untuk menguji asumsi seseorang. Dukungan terhadap proses eksternalisasi
75
ini dapat diberikan dengan mendokumentasikan notulen rapat (bentuk eksplisit dari knowledge yang tercipta saat rapat atau pertemuan) ke dalam bentuk elektronik untuk kemudian dapat dipublikasikan kepada mereka yang berkepentingan. Ide dan gagasan tersebut juga bisa dituangkan ke dalam gambar, kata-kata, atau simbol. Dalam Sangkala (2007:111) tertulis bahwa penciptaan pengetahuan berlangsung dalam konteks interaksi para anggota tim untuk selanjutnya dikristalisasi kedalam bentuk yang lebih konkrit misalnya produk, konsep, atau sistem. Proses konseptualisasi yang dilakukan oleh tim PSB adalah sebagai berikut: 1. Berbagai pemikiran melalui proses perundingan dan penyeleksian oleh tim dari proses sharing knowledge tadi, kemudian dikonseptualisasikan dengan dialog yang intensif untuk menentukan seperti apa pengetahuan eksplisit yang nantinya digunakan. 2. Adapun hasil dari proses menciptakan konsep oleh tim, dalam rangka ependidikan, maka konsepnya berupa ide untuk membuat website sekolah dan PSB. Dengan mempertimbangkan bahwa website ini nantinya memiliki kegunaan seperti perpustakaan, namun bedanya website ini dapat diakses 24 jam. Begitu ide ini muncul, kemudian kepala tim yakni Bapak Muh Syarif membagi tugas kepada anggota timnya. Mereka diberi tugas untuk masingmasing mencari informasi dan data-data tentang aplikasi yang cocok digunakan, kemudian bagaimana cara membuat website sekolah ini dengan memasukkan
berbagai
pengetahuan
tentang
sekolah,
mata
pelajaran,
perkembangan IPTEK, dan lain-lain. Jadi pada pertemuan berikutnya adalah
76
mereka akan saling bertukar pengetahuan dan informasi sesuai dengan tugas yang diberikan, dan selanjutnya bersama-sama membuat website tersebut. 3. Pengetahuan mengenai aplikasi yang cocok untuk website PSB/sekolah ini adalah aplikasi moodle. Informasi ini diperoleh dari pelatihan yang diikuti oleh Pak Syarif dan Pak Taufik sebagai perwakilan dari SMAN 1 Marioriwawo. Pelatihan yang diikuti tersebut sejumlah memberikan informasi mengenai bagaimana menerapkan pembelajaran di sekolah berbasis TIK, namun untuk cara pembuatannya, tidak dijelaskan dalam pelatihan tersebut. Jadi setelah ikut pelatihan, maka tim tersebut mencari tau mengenai aplikasi moodle ini di internet hingga mencari informasi di sekolah lain yang sebelumnya sudah menggunakan moodle ini. 4. Dalam proses konseptualisasi ini juga terjadi proses transfer pengetahuan antara “si tau dan si ingin tau”. Karena tidak semua anggota tim memiliki pengetahuan dan skill yang sama, maka perlu untuk seseorang yang ahli di suatu bidang untuk mentransfer pengetahuannya kepada seluruh anggota tim agar pengetahuan tersebut tidak hanya dimiliki satu orang tapi bisa dimiliki oleh seluruh anggota tim, sekaligus untuk mengefektifkan proses penciptaan pengetahuan “website sekolah” ini. 5. Produk atau konsep yang dihasilkan melalui sharing/transfer knowledge dalam tim PSB/SIM di SMAN 1 Marioriwawo adalah berupa sistem pembelajaran online. Produk tersebut adalah website sekolah dan website PSB (Pusat Sumber Belajar) dan terbentuk dari hasil pemikiran anggota-anggota tim, melalui pengalaman serta informasi yang mereka masing-masing peroleh.
77
Kemudian ide atau gagasan mereka digabungkan, diorganisasi, disaring, dan dianalisis sebagai fungsi dari manajemen pengetahuan melalui dialog yang diadakan rutin untuk mencapai satu kesepakatan bersama. Setelah itu barulah konsep tadi dikristalisasikan ke dalam bentuk yang lebih konkrit yang nantinya akan digunakan oleh seluruh pihak yang berkepentingan. Kristalisasi ini merupakan bentuk pengubahan pengetahuan yang kegiatannya diistilahkan oleh Nonaka dan Takeuchi (1995) dalam Sangkala (2007) sebagai model konversi internalisasi. Semua dokumen data, informasi, dan knowledge yang sudah didokumentasikan dapat dibaca oleh orang lain. Pada proses inilah terjadi peningkatan pengetahuan SDM, bisa dengan cara pelatihan atau sosialisasi yang dapat mengubah pelajaran tertulis (explicit knowledge) menjadi tacit knowledge pada guru-guru atau TAS.
78
Tabel 5 Tahap Kristalisasi Website Sekolah/PSB SMAN 1 Untuk tahap kristalisasi konsep website sekolah di SMAN 1 Marioriwawo adalah dengan cara sebagai berikut:
1. Kepala sekolah serta beberapa perwakilan guru dan staf menguji realitas dan penerapan konsep yang diciptakan tim PSB/SIM, adapun konsep yang diuji adalah website sekolah.
2. Agar tidak terjadi simpang siur informasi, maka sebelumnya tim PSB/SIM ini mensosialisasikan terlebih dahulu mengenai konsep yang mereka ciptakan, mengenai fungsi, manfaat, serta cara pengisian pengetahuan-pengetahuan ke dalam website sekolah dan PSB nantinya.
3. Jika sudah dianggap pas dan memenuhi kriteria, maka selanjutnya tim akan menyempurnakan lagi konsep tersebut sekaligus menampung masukanmasukan yang diberikan oleh kelompok penguji tadi. Sumber: Hasil olah data sekunder, 2012 Gambar 8 Website Pusat Sumber Belajar (PSB) SMAN 1 Marioriwawo (Salah Satu Contoh Bentuk Undangan Pelatihan Penggunaan Website PSB)
Sumber: http://smansario/PSB
79
Pemaparan di atas juga didukung oleh pernyataan kepala tim PSB, bapak Muh Syarif (wakasek ketenagaan), bahwa proses konseptualisasi yang dilakukan adalah: “awalnya setelah ikut pelatihan mengenai cara membuat program yang berorientasi pada teknologi. Dari pelatihan diperoleh informasi mengenai aplikasi moodle. Kemudian saya mengadakan diskusi bersama tim saya dan kami bersama-sama mempelajari aplikasi moodle ini. Selanjutnya kami mempelajari cara mengaplikasikannya, maka jadilah website sekolah. Kemudian isi web tersebut adalah mengenai materi bahan ajar, buku-buku sekolah, tata cara mengajar, dan informasi-informasi lainnya yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat sekolah khususnya siswa-siswi SMAN 1 Marioriawo ini yang diisi oleh guru-guru yang bersangkutan, dan adminnya adalah pak Taufik.” (Hasil wawancara pada tanggal 4 april 2012) Selanjutnya untuk tahap kristalisasi di SMAN 1 Marioriwawo, beliau memaparkan bahwa: “apa yang sudah dikonsepkan oleh tim PSB/SIM selanjutnya dibuat kedalam suatu produk yaitu sistem belajar online “website sekolah”. Setelah itu, kami ajarkan kepada guru-guru mengenai penggunaan website sekolah tersebut.” (Hasil wawancara pada tanggal 4 april 2012) Kemudian
lebih
lanjut,
Bapak
Naharuddin
selaku
kepala
sekolah
menjelaskan bahwa: “dalam rangka menciptakan suatu konsep baru, kami telah membentuk sebuah tim perumus yang terdiri dari beberapa guru yang ahli khususnya dibidang TIK. Tim tersebut bertugas untuk mencari suatu solusi atas masalah yang sedang terjadi, merumuskan hal-hal yang bermanfaat untuk kemajuan sekolah sesuai dengan tuntutan masyarakat, kemudian hasilnya akan disosialisasikan kepada guru dan pegawai lainnya apakah konsep tersebut layak untuk dipakai sekolah. Contohnya adalah penciptaan website sekolah.” (Hasil wawancara pada tanggal 4 april 2012) Pernyataan di atas ikut ditambahkan oleh Bapak Musafir (Wakasek Kesiswaan).
80
“Dalam membuat inovasi, sekolah sudah membentuk tim perumus yang terdiri dari 10 orang yang berasal dari beberapa guru dan tenaga administrasi sekolah. Dalam rangka PSB, tim tersebut sudah menciptakan suatu produk yaitu website sekolah. Website sekolah merupakan model e-Learning jadi guru mengisi website sekolah dengan materi-materi pelajaran, dan lain-lain, kemudian siswa-siswi dapat mengunduh materi tersebut kapan saja.” (Hasil wawancara pada tanggal 2 April 2012) Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di SMAN 1 Marioriwawo dapat dianalisis bahwa untuk proses konseptualisasi kemudian proses kristalisasi yang dilakukan memang benar adanya, terlebih lagi dengan dibentuknya tim khusus yang menangani dan ada hasil yang diperoleh berupa pengetahuan eksplisit atau nyata serta dapat dirasakan atau dilihat keberadaannya. Adapun pengetahuan baru dalam rangka sekolah berbasis TIK adalah website sekolah/PSB. Dengan mengacu pada pendapat Nonaka bahwa proses konseptualisasi dan kristalisasi pengetahuan merupakan campuran pengalaman, imajinasi, data, dan pengetahuan yang dishare dan menghasilkan sebuah konsep baru. Dengan memperhatikan proses konseptualisasi dan kristalisasi yang terjadi di SMAN 1 Marioriwawo ini dapat disimpulkan bahwa kedua proses tersebut sudah terlaksana dengan baik.
81
Gambar 9 Website PSB SMAN 01 Marioriwawo terbaru
Sumber: http://smansario/PSB Tabel 6 Pelaksanaan Knowledge Creation “Creation Concept and Crystallization Knowledge”
Tahapan Penciptaan
Pelaksanaan di SMAN 1
Pengetahuan
Marioriwawo
Konseptualisasi dan
Ada tim khusus yang
Kristalisasi Pengetahuan
dibentuk,
(Creating Concept and
PSB
Crystallization Knowledge).
disebut
tim
Keterangan
Terlaksana dengan baik.
Yang melaksanakan uji coba hasil adalah seluruh pihak sekolah.
Sumber: Hasil olah data sekunder, 2012
82
3. Penilaian (Justifying) Justifying atau penilaian merupakan tahap terakhir menyatukan dan menyaring apakah konsep yang telah diciptakan akan bernilai bagi organisasi dan masyarakat sesuai dengan tuntutan sekolah model PSB yakni membuat program berbasis teknologi. Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis, untuk proses penilaian dalam hal ini “website sekolah/PSB” dan mengacu pada Nonaka dalam Sangkala (2007) dilakukan dengan cara: Tabel 7 Proses Penilaian Website Sekolah/PSB SMAN 01 Marioriwawo Tugas Tim Penilai (Kepala Sekolah,
Tugas Tim PSB
Guru, TAS)
1. Melakukan penilaian untuk menguji 1. Melakukan kualitas
dan
sekolah/PSB
manfaat ini
website
untuk
jangka
panjang.
mengenai
website
tersebut,
penggunaan bagaimana
agar
guru
dapat
memasukkan bahan ajarnya ke dalam
2. Melakukan uji coba atau praktek langsung
mengenai
cara
pengoperasian website sekolah/PSB. 3. Penilaian
para
website
ini
Banyak
manfaat
guru
adalah
mengenai
sangat
yang
diperoleh
4. Membuat janji bertemu kepada pihak tua
dengan
tujuan
website,
kemudian
memantau
untuk
mensosialisasikan manfaat IT dan
bagaimana
apakah
bersangkutan
guru
sudah
yang
memasukkan
bahan ajar ataukah belum.
baik. 2. Mengajarkan
dengan adanya website sekolah ini.
orang
sosialisasi
dan
pemahaman
memberikan
kepada
guru
cara
membuat
website
ini.
Setelah
sosialisasi,
seluruh
guru
langsung
mempraktekkan ajar,
dan
pengimputan
sebagainya
yang
bahan telah
83
website
sekolah/PSB
bagi
depan anak-anak mereka.
masa
diajarkan tadi. 3. Mensosialisasikan website sekolah/PSB ini kepada orang tua siswa dan siswa. Cara mensosialisasikan kepada orang tua siswa adalah dengan mengundang mereka ke sekolah untuk menerima penjelasan mengenai website sekolah, agar nantinya orang tua siswa akan mengerti
mengapa
anak
mereka
diwajibkan untuk memiliki laptop bagi yang
mampu.
sosialisasi
kepada
Kemudian siswa
untuk
dilakukan
dengan memasukkan materi website sekolah ke dalam mata pelajaran TIK sekolah.
Sumber: Data SMAN 01 Marioriwawo, 2012 Untuk proses penilaian produk dalam hal ini “website sekolah” sesuai dengan tabel di atas yang dilakukan di SMAN 1 Marioriwawo, dijelaskan oleh Bapak Muh Syarif selaku kepala tim PSB. Beliau mengatakan bahwa: “proses penilaian dilakukan oleh pihak sekolah sendiri, dalam hal ini kepala sekolah dan wakil-wakilnya, guru, TAS, dan komite sekolah SMAN 1 Marioriwawo. Mengenai hasil penciptaan website sekolah, semua pihak menilainya sudah sangat baik, karena dianggap efektif dan efisien bagi sekolah. Siswa-siswi maupun guru tidak perlu lagi bersusah-susah mencari bahan mata pelajaran di situs-situs seperti google atau yahoo yang belum tentu sumbernya dari mana. Dengan adanya website maka keperluan mengenai sekolah bisa langsung didapatkan dan lengkap dan tentu saja bersumber dari pengetahuan-pengetahuan guru SMAN 1 Mawioriwawo. Selain itu juga menjadikan teratur, maksudnya segala sesuatu mengenai tugas-tugas guru mudah dipantau dan dievaluasi, apakah guru tsb sudah memasukkan bahan ajarnya ke dalam website ini ataukah belum. Terlebih lagi dengan terciptanya website sekolah maka sekolah kami dinilai sangat
84
baik dari segi pusat sumber belajarnya (PSB) oleh pengelola Sekolah Model RSKM-PSB-PBKL.” (Hasil wawancara pada tanggal 4 april 2012) Pernyataan di atas juga ikut ditambahkan oleh Bapak Musafir (Wakasek Kesiswaan). “Pertama-tama saya ingin memberikan apresiasi sebesar-besarnya atas kinerja tim PSB/SIM ini. Mereka berhasil membuat metode belajar berbasis TIK di sekolah ini, dan penciptaan website sekolah ini benar-benar sangat membantu kami dalam proses belajar-mengajar. Jadi saya sendiri menilai bahwasanya penciptaan website sekolah ini sudah sangat baik. Mengapa saya katakan demikian, karena banyak sekali fungsi yang bisa kita manfaatkan dalam fasilitas website ini, misalnya saja saya dengan bebas mencari informasi dan data mengenai tata cara mengajar yang baik, kemudian saya juga memasukkan materi bahan ajar siswa sehingga siswa saya bisa lihat kapan pun dan siswa saya juga bisa tau lebih awal mengenai materi pelajaran yang akan saya bawakan nanti, bahkan siswa disini sangat bersemangat dalam melaksanakan ujian online di website sekolah/PSB ini. Mereka jadi “melek” teknologi khususnya dalam penggunaan laptop dan fasilitas internet. Selain itu masih banyak fungsi-fungsi lainnya, yang jelas website sekolah ini sangat membantu kami kelancaran belajar di sekolah.” (Hasil wawancara pada tanggal 2 April 2012) Dari hasil wawancara di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa untuk proses penilaian terhadap suatu produk yang dihasilkan oleh tim PSB/SIM tadi, telah terlaksana dengan baik. Dengan mengacu pada Nonaka dan Tekeuchi bahwa proses penilaian akan berpengaruh pada penentuan kualitas yang diciptakan dan mencakup kriteria serta standar penilaian, maka untuk penciptaan website sekolah/PSB ini sudah mencakup kriteria dan standar penilaian yang menurut Bapak Kepala Sekolah SMAN 1 Marioriwawo bahwa sekolah model PSB diwajibkan membuat program yang berorientasi teknologi, maka website ini sudah tergolong dalam ruang lingkup e-pendidikan yaitu WEB pages.
85
Tabel 8 Pelaksanaan Knowledge Creation “Justifying Knowledge”
Tahapan Penciptaan
Pelaksanaan di SMAN 1
Pengetahuan
Marioriwawo
Justifying (Penilaian)
Penilaian
produk
Terlaksana dengan
kepala
baik.
terhadap produk baru
dilakukan oleh
“website sekolah”
sekolah
dan
wakilnya,
guru,
TAS,
sekolah,
dan
komite
Keterangan
wakil-
siswa-siswi. Telah dinilai berhasil oleh pusat PSB. Sumber: Hasil olah data sekunder, 2012 Ketiga tahapan penciptaan suatu konsep baru, yang dimulai dari berbagi tacit knowledge melalui self organzing team, untuk kemudian dari pembentukan tim maka akan menghasilkan ide kreatif dan inovatif yang dikonseptualisasikan ke dalam bentuk gambar, kata-kata, atau simbol. Setelah itu dikristalisasikan melalui pengujian dan percobaan yang dilakukan oleh beberapa orang lalu menilai kualitasnya dan manfaatnya bagi sekolah. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa secara keseluruhan tahapan proses penciptaan pengetahuan yang dilakukan di SMAN 1 Mariorowawo sudah berjalan dengan baik, namun masih ada pula tahap yang pelaksanaannya belum maksimal.
86
IV.3. Pembahasan Perubahan kehidupan masyarakat dalam berbagai bidang yang disebabkan oleh perkembangan teknologi informasi yang semakin cepat dan memerlukan sikap adaptif
sekaligus antisipatif.
Mempersiapkan generasi muda bangsa yang
berkualitas dan kompetitif jelas merupakan suatu keharusan agar mereka dapat menghadapi berbagai tantangan yang terjadi sebagai dampak dari perubahan tersebut. Untuk itu pendidikan nampaknya dapat menjadi salah satu cara mempersiapkannya, dengan pendidikan kualitas SDM dapat ditingkatkan, dengan pendidikan pengetahuan masyarakat dapat dikembangkan sehingga mampu meningkatkan kapabilitas dirinya dalam menjalankan kehidupannya pada saat ini dan dimasa datang. Dengan demikian dapatlah dipahami bahwa upaya membangun pendidikan pada setiap negara menjadi perhatian penting dengan kapabilitasnya masing-masing, yang jelas pendidikan diyakini sebagai upaya yang strategis dalam menghadapi ketatnya persaingan di era global. Pada dasarnya Pendidikan merupakan investasi dalam modal manusia (human Capital), dan modal manusia bisa dibentuk dan ditingkatkan kualitasnya melalui pendidikan, tanpa pendidikan adalah tidak mungkin modal manusia dapat berkembang. Manajemen pengetahuan kalau dipahami secara mudah adalah suatu proses pengelolaan pengetahuan yang masih berada dalam benak manusia (berupa ide, gagasan, pengalaman, lesson learn, dll) atau tacit knowledge yang kemudian digali, dikategorisasi dan didokumentasi menjadi explicit knowledge. Sehingga tujuan dari manajemen pengetahuan tidak lain adalah menghasilkan suatu inovasi kreatif dari
87
berbagai pemikiran individu dan menjadi suatu produk yang akan meningkatkan kualitas kinerja suatu organisasi. Sekolah adalah institusi dimana knowledge (pengetahuan) banyak diciptakan dan digunakan secara terus menerus dan berkesinambungan. Disinilah pentingnya mengelola pengetahuan yang ada sebagai asset sekolah sehingga berbagai inovasi dapat dilakukan terus menerus untuk meningkatkan kualitas sekolah dan kualitas pembelajaran. Namun sangat disayangkan bahwa di SMAN 1 Marioriwawo ini masih kurang mengelola pengetahuan yang dimilikinya secara terencana dan terprogram untuk mendorong efisiensi, produktifitas serta kualitas maupun profitabilitas. Merupakan hal yang menjadi kebiasaan di banyak organisasi dimana knowledge atau pengetahuan yang mereka miliki umumnya terserak dan tersebar baik di personal komputer, laptop, filling cabinet atau di arsip dokumen bahkan masih tersimpan di dalam benak (Tacit Knowledge) masing-masing staf atau pengajar. Di SMAN 1 Marioriwawo sendiri, telah mempelajari dan menerapkan sistem manajemen pengetahuan sejak lama namun belum efektif, dan saat ini ketika SMAN 1 ini menjadi model PSB dan menuju sekolah bertaraf internasional maka Kepala Sekolah menganggap perlu mengembangkan potensi yang dimiliki guru ataupun staf di sekolahnya, potensi tersebut dilihat dari pengetahuan dan pengalaman yang memungkinkan untuk menciptakan program e-pendidikan dan karena itu maka harus ada cara yang tepat untuk mengelola beragam pengetahuan dan pengalaman tersebut.
Sedangkan
untuk
mengefektifkan
dan
memeprcepat
tumbuhnya
penciptaan pengetahuan maka Kepala Sekolah bersama wakil-wakilnya membentuk suatu tim yang khusus menangani masalah ini, dalam manajamen pengetahuan
88
disebut Chief Knowledge Officers (CKO) yang bertugas mengembangkan hubungan dengan infrastruktur, proses, dan budaya dari manajemen pengetahuan dalam organisasi. Akan tetapi meskipun organisasi berbasis pengetahuan mungkin tampaknya cocok dan lebih pas, namun manajemen pengetahuan yang efektif memang memerlukan perubahan yang signifikan dalam budaya dan nilai-nilai, struktur organisasi dan sistem imbalan. Karena itu dari sekian banyak guru maupun staf administrasi yang tergabung dalam tim, tidak semuanya ikut berpartisipasi aktif dalam proses penciptaan pengetahuan. Seperti pernyataan yang dikemukakan oleh Bapak Syarif (Wakasek Ketenagaan), bahwa: “manajemen pengetahuan yang saya pahami adalah bagaimana mengelola pengetahuan yang ada dalam diri seseorang dan dibagikan kepada orang lain sehingga pengetahuan yang kita miliki juga dapat berguna bagi orang lain. Namun, sekolah kami belum sepenuhnya memakai sistem MP ini, karena banyak tahapan di dalamnya dan kami saat ini sedang focus pada menciptakan pengetahuan baru dan menyebarkannya kepada seluruh pihak terkait. Sekolah sudah memberikan wadah untuk para pegawai, guru, dan orang tua siswa untuk dapat saling berbagi pengetahuan, pengalaman, dll. Dari situlah kadang-kadang muncul pendapat-pendapat yang kreatif dan tentu saja berguna bagi sekolah. Namun tentu saja tidak mudah untuk mengubah seluruh sistem yang ada menjadi berbasis pengetahuan. Apalagi banyak dari guru atau pegawai yang sudah nyaman dengan pekerjaan masing-masing. Karena itu menurut saya implementasi MP masih belum maksimal, dan diharapkan kepada tim khusus untuk menjadi acuan bagi terlaksananya MP khususnya penciptaan konsep.” Lebih lanjut beliau memaparkan bahwa: “Kami sadar bahwa untuk menciptakan ide pembelajaran baru berbasis tik itu tidak mudah apalagi jika cuma satu orang yang memikirkannya. Untung saja tim PSB ini terdiri dari guru dan pegawai yang berusaha untuk membiasakan proses manajemen pengetahuan sehingga kami dengan mudah saling menshare pengetahuan dan pengalaman kami untuk selanjutnya kami mencoba membuat program e-Learning baru yakni website sekolah. Dan juga kami sepenuhnya diberikan kepercayaan dalam membuat program baru
89
tersebut sehingga dalam hal sosialisasi kami tidak menemukan hambatan dari berbagai pihak. Malah dengan website sekolah ini, kami mampu meningkatkan mutu sekolah dari segi efisiensi dan efektifitas belajarmengajar di sekolah, memberi bekal kepada siswa-siswi SMAN 1 dalam menyerap ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang, dan sekaligus menjadi kategori sekolah model PSB sangat baik..” (Hasil wawancara pada tanggal 2 April 2012) Kemudian pernyataan senada di atas juga diungkapkan oleh bapak Naharuddin selaku Kepala Sekolah. Beliau mengatakan bahwa: “di era global sekarang ini memang sangat perlu untuk memahami bahwa sekolah harus menjadi wadah untuk mengembangkan pengetahuan yang dimiliki oleh individu-individu di sekolah khususnya di SMAN 1 ini. Untuk membuat siswa-siswi mampu mengelola pengetahuan, maka memang seharusnya dimulai dan dicontohkan oleh guru-guru sendiri. Beberapa dari kami juga mulai mempelajari sistem MP itu sendiri, namun memang untuk mengaplikasikannya dan memasukkannya ke dalam misi sekolah masih terbilang sulit. Saya sebagai kepala sekolah di bantu dengan wakil-wakil saya, akan berusaha membawa sekolah ke arah yang lebih baik. Apalagi sekarang SMAN 1 ini menjadi SMA model PSB sehingga sekolah kami harus menciptakan program-program tik secara berkesinambungan. Karena itu kami membentuk tim ahli PSB yang akan menanganin hal tersebut dan juga sebagai acuan kepada guru dan pegawai lain mengenai pentingnya mengelola pengetahuan.” (Hasil wawancara pada tanggal 4 april 2012) Dari hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa SMAN 1 Marioriwawo
belum
sepenuhnya
melaksanakan
tahap-tahap
manajemen
pengetahuan yang ideal. Kendalanya adalah pada tahap mentransfer atau berbagi pengetahuan dalam suatu forum yang terkadang tidak begitu ditanggapi oleh beberapa pihak. Karena itu, agar dapat terus berinovasi serta menciptakan lingkungan yang canggih untuk pendidikan, maka sekolah membentuk tim khusus yang berfungsi untuk menghasilkan ide kreatif dan program-program baru dalam rangka pencapaian mutu. Diharapkan nantinya pengetahuan baru yang dibentuk
90
akan memajukan mutu sekolah khususnya serta mengajarkan kepada para pendidik, peserta didik, tenaga administrasi, orang tua siswa, dan masyarakat, tentang bagaimana seharusnya memecahkan suatu masalah seputar pendidikan yang ada dilingkungan sekolah dan kemudian dicarikan solusinya dengan cara mengelola pengetahuan dan informasi, dan menghasilkan suatu ide dan atau pengetahuan baru yang dibutuhkan oleh masyarakat sekolah. Penciptaan pengetahuan yang terjadi di SMAN 1 telah melahirkan ide atau konsep baru yang inovatif bagi sekolahnya. Salah satunya adalah website sekolah/PSB yang berfungsi sebagai media belajar online, sekaligus pelaksanaan ujian akhir sekolah. Fungsi website sekolah sendiri sangat banyak, dan penciptaannya pun melalui proses atau tahapan dari mengelola pengetahuan masing-masing anggota tim. Ide ini dimulai dengan adanya keharusan untuk membuat program berbasis teknologi, selanjutnya memutuskan untuk memilih salah satu ruang lingkup e-pendidikan yakni WEB pages. Lalu ide penciptaan web ini berasal dari berbagi pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki dan masih berada dalam benak individu atau masih tersirat (pengetahuan tasit), misalnya pengetahuan mengenai cara membuat website, kemampuan berbahasa inggris, kemampuan desain website, dan lain-lain, lalu kemudian mengkonsepkannya ke dalam bentuk berupa gambar, symbol, atau kata-kata (pengetahuan eksplisit), lalu kemudian menguji coba konsep website sekolah tersebut dan diberi penilaian apakah manfaatnya dapat dirasakan dalam jangka panjang bagi sekolah ataukah tidak. Setelah itu, konsep tadi disebarkan ke seluruh pihak sekolah melalui sosialisasi
91
kemudian workshop untuk selanjutnya digunakan dan dimanfaatkan oleh seluruh pihak di SMAN 1 Marioriwawo. Jadi berdasarkan pada teori Nonaka (2000) dalam Sangkala (2007:104) bahwa pendekatan yang memungkinkan pengetahuan individual dapat diperbesar atau diperluas, dan dinilai di dalam organisasi dapat dilakukan dalam beberapa langkah. Proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 4, kerangka konsep. Untuk lebih jelasnya penulis akan memaparkan hubungan antara teori Nonaka dengan fakta di lapangan mengenai proses penciptaan pengetahuan. Tabel 9 Pelaksanaan penciptaan pengetahuan SMAN 1 Marioriwawo berdasarkan teori Nonaka (2000) Proses Penciptaan Pengetahuan
Pelaksanaan Penciptaan
(Nonaka,2000)
Pengetahuan di SMAN 1
Kriteria Penilaian
Marioriwawo Kab. Soppeng 1. Sharing tacit knowledge: - Membangun kepercayaan dan keterbukaan - Penggunaan fasilitas berbagi pengetahuan - Ada kerja sama tim
1. Sharing tacit knowledge
Terlaksana
- Telah terbangun kepercayaan dengan baik. serta keterbukaan dikalangan guru maupun TAS. - Penggunaan fasilitas berbagi pengetahuan:
belum
maksimal, masih kurang yang berpartisipasi dalam proses ini. - Kerja sama tim: ada tim yang dibentuk dan kerja samanya sudah sangat baik. Walaupun
92
beberapa dari anggota tim yang
belum
berkontribusi
penuh dalam proses sharing ini. 2. Konseptualisasi
(creating 2. Konseptualisasi
concept): - Proses
(creating Terlaksana
concept): eksternalisasi
yaitu
dengan baik.
- Proses
eksternalisasi
di
proses merubah tacit knowledge
SMAN 1 ini berupa MS office
menjadi
explicit
knowledge
word yaitu mencatat hasil-
dalam
bentuk
dokumen
hasil pertemuan dan diskusi
pertemuan, intranet, MS office,
dalam
dll.
disebarkan kepada seluruh
- Dialog yang berkesinambungan
komputer
kemudian
anggota tim untuk dipelajari. - Ada dialog yang rutin yang
dan Kristalisasi (crystallization): - Model
konversi
yaitu knowledge knowledge
internalisasi
merubah
explicit
menjadi melalui
dilakukan oleh tim PSB/SIM dan
Kristalisasi
(crystallization):
tacit
- model konversi internalisasi
intranet,
dilakukan melalui pelatihan,
media massa, SK, pelatihan,
sosialisasi,
pengumuman, dll.
fasilitas internet (chatting dan
- Menguji realitas dan penerapan konsep yang diciptakan tim
dan
melalui
blog). - Konsep yang diciptakan diuji kelayakannya sekolah, guru,
oleh
kepala
perwakilan guru-
TAS,
serta
komite
sekolah. Setelah dinyatakan layak, maka tim selanjutnya menyempurnakan konsep tadi untuk
selanjutnya
di
sosialisasikan kepada seluruh
93
pihak
sekolah
termasuk
masyarakat. 3. Penilaian (Justifying) - Penyaringan
dan
3. Penilaian (Justifying) penyatuan
Terlaksana
- Konsep yang telah melalui dengan baik.
konsep yang telah diciptakan,
tahap
terkait nilai dan manfaat bagi
konsep tersebut telah benar-
organisasi
benar jadi dan siap untuk
serta
masyarakat
kristalisasi
dalam peningkatan mutu dan
disosialisasikan
kualitas organisasi.
mendapat
feedback
berarti
untuk dan
penilaian manfaat dan fungsi bagi sekolah terhadap konsep baru tersebut.
Manfaat yang dirasakan dengan diciptakannya website sekolah juga sangat banyak, baik manfaat yang dirasakan oleh guru maupun siswa-siswinya. Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat kita lihat bahwa manfaat website sekolah ini adalah menjadikan teratur, memudahkan siswa mengakses bahan ajar, membantu guru-guru dalam penguasaan IPTEK, dan lain sebagainya. Dari sudut pandang siswa sendiri, menurut salah seorang siswi SMAN 1 Marioriwawo bernama Endang (X4 EC) mengemukakan manfaat yang didapatkannya melalui website sekolah ini. “Manfaatnya sangat banyak bagi diri saya, dengan adanya web sekolah ini saya tidak terlalu banyak membawa buku-buku, meski seharusnya bawa buku, tapi dengan web sekolah ini, saya tinggal mendowload bahan ajar yang sudah disiapkan, saya tinggal saji, dan teman-teman juga begitu. Dan bahan ajar itu sudah sangat lengkap, jadi saya dapat belajar melalui web tersebut, dan masih banyak yang lain. Seperti ulangan melalui PSB sekolah.
94
SMAN 1 selalu mengikuti globalisasi dan tidak pernah lupa sang pencipta dan juga disiplin.” (Hasil wawancara pada tanggal 2 April 2012) Hal senada juga diungkapkan oleh Nur Faidah (X1 IA 1), yang mengemukakan bahwa: “Manfaat web sekolah ini adalah dapat mengetahui informasi secara langsung, misalnya tentang osis, tentang sekolah, dan tentang bapak/ibu guru. Selain itu dapat mendownload pelajaran yang kurang di buku cetak, dan manfaat yang paling penting adalah belajar menjadi semakin mudah dan menyenangkan.” (Hasil wawancara pada tanggal 2 April 2012) Jadi dapat kita simpulkan bahwa website sekolah ini sudah memenuhi kriteria sekolah model PSB yaitu membuat program yang berbasis teknologi. Hal itu juga telah mendapat apresiasi dari pengelola Sekolah Model RSKM-PSB-PBKL, bahwa SMAN 1 Marioriwawo masuk dalam kategori sekolah model PSB sangat baik. Penghargaan tersebut tidak lepas dari kemampuan tim dalam mengelola pengetahuan yang dimiliki masing-masing anggota tim, sehingga jadilah website sekolah dengan beragam fungsi dan manfaat di dalamnya. Siswa SMAN 1 Marioriwawo juga diajarkan cara mengelola pengetahuan agar siswa mampu mengorganisasi, meringkas, atau mensintesiskan informasi yang diperolehnya dan siswa tidak lagi sembarangan dalam menangkap isi informasi tanpa diolah terlebih dahulu. Selain itu juga, SMAN 1 ini mengajarkan siswanya untuk selalu membagi pengetahuannya kepada teman-temanya dan kepada orang lain, membiasakan untuk menshare pengetahuannya ke dalam tulisan seperti blog agar pengetahuan dalam diri mereka nilainya akan bertambah jika dibagikan dan dipergunakan, karena jika tidak dipergunakan dalam jangka waktu yang lama maka nilai knowledge itu
95
akan berkurang bahkan hilang. Untuk itu dalam materi pelajaran tik, dimasukkan mengenai cara membuat blog atau tulisan di internet, serta cara mengaplikasikan dan membuat website sekolah/PSB.
96
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan Berdasarkan pada bab pembahasan dan serangkaian hasil analisis yang telah penulis lakukan mengenai proses penciptaan pengetahuan dalam rangka mendukung manajemen berbasis sekolah di SMAN 1 Marioriwawo dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: Proses penciptaan pengetahuan dengan contoh kasus website sekolah, pada dasarnya sudah berjalan dengan baik. Dimulai dengan berbagi (sharing) pengetahuan dan untuk itu sekolah membentuk tim khusus (tim PSB/SIM) sebagai media berbagi ide, pengalaman, informasi, dll yang dapat menumbuhkembangkan terjadinya pengetahuan baru. Lalu tahap selanjutnya adalah penciptaan konsep (conceptualization), dimana tahap ini merupakan eksternalisasi konsep yang ada melalui campuran pengalaman, imajinasi, dan pengetahuan yang telah ada. Kemudian pengetahuan yang terkonsep tadi dikristalisasikan menjadi sebuah bentuk pengetahuan yang berwujud atau tersurat untuk selanjutnya diujicobakan dan dinilai kualitasnya, mendapatkan feedback dari seluruh anggota organisasi sekolah, untuk dinyatakan kelayakan serta manfaat yang berkelanjutan dengan terciptanya suatu pengetahuan baru tersebut bagi sekolah. Pada proses sharing of knowledge, diperlukan sedikit perhatian dalam pelaksanaannya agar terlaksana dengan baik. Karena beberapa anggota tim PSB/SIM masih ragu untuk menyampaikan idenya dan belum terlalu
97
termotivasi memikirkan ide-ide kreatif untuk membuat inovasi e-pendidikan, dan sering absen pada saat diadakannya diskusi atau pertemuan, apalagi belum adanya penghargaan yang diberikan kepada guru yang berpartisipasi dari keefektifan mengelola dan mengembangkan penciptaan pengetahuan di SMAN 1 Marioriwawo ini sehingga dibutuhkan perhatian serius agar mereka yang belum termotivasi, dapat segera menyadari bahwa seluruh anggota tim memiliki peran dalam penciptaan pengetahuan dan akan sangat membantu diri mereka sendiri agar pengetahuan yang dimilikinya tidak hilang karena kurang dipergunakan. Adapun penciptaan pengetahuan yang dihasilkan dalam rangka pembelajaran berbasis TIK adalah website sekolah dan website PSB. Website sekolah/PSB tersebut tidak hanya berfungsi sebagai perpustakaan online, tapi juga sebagai tempat dilaksanakannya ujian akhir sekolah berbasis online. Sehingga terjadi proses pembelajaran dan evaluasi sekolah yang lebih efektif dan efisien, serta membiasakan guru maupun siswa untuk mahir dalam penguasaan TIK.
V.2. Saran
1. Untuk dapat menerapkan manajemen pengetahuan dengan baik, diawali dengan membudayakan proses sharing of knowledge dalam organisasi sekolah. Guru-guru dan seluruh pegawai, harus menyadari pentingnya berbagi pengetahuan dan membuang anggapan bahwa menghasilkan mutu yang bagus bukan hanya karena sarana dan prasarana yang lengkap ataupun
asset-aset
yang
bersifat
tangible
lainnya
karena
hanya
98
pengetahuanlah berbagai inovasi dapat dilakukan secara terus-menerus. Untuk itu tim yang dibentuk dapat mencari solusi cermat untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi pada fase berbagi pengetahuan (sharing of knowledge). 2. Satu-satunya perhatian adalah bahwa manajemen pengetahuan mungkin akan begitu baru untuk staf pengajar saat ini. Perubahan itu dapat membawa tidak nyaman untuk guru yang lebih suka menempel dengan metode pengajaran yang ada. Sangat penting bahwa sekolah khususnya pimpinan harus mendorong guru dan pegawai lebih dan lebih untuk mengambil bagian dalam berbagi informasi dengan hadiah atau penguat lainnya dalam bentuk serupa. Tanpa dukungan penuh dari pihak guru, gagasan KM tidak akan mampu muncul di seluruh sekolah. Mereka harus sadar dan paham bahwa munculnya orang-orang sukses dan kaya di dunia seperti Bill Gates, bukan berasal dari industri perminyakan atau tambang, tetapi dari industri pengetahuan. Dan disinilah peran pendidikan menjadi kunci kemajuan sumber daya manusia sehingga sekolah khususnya harus mampu menangkap esensi dari manajemen pengetahuan.
99
DAFTAR PUSTAKA
Buku Rujukan: Ellitan, Lena & Anatan, Lina. 2009. Manajemen Inovasi (Transformasi Menuju Organisasi Kelas Dunia). Bandung: Alfabeta. Fattah, Nanang. 2004. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah. Bandung: Pustaka Bani Quraisy. Firdanianty & Soleh, Alvin. 2011. Smart Knowledge Workeri. Jakarta: PT Gramedia. Mulyasa, E. 2011. Manajemen Berbasis Sekolah implementasi). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
(konsep,strategi,dan
Nugroho, Riant. 2008. Pendidikan Indonesia (Harapan, Visi, dan Strategi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sangkala. 2007. Knowledge Management. Jakarta: Rajawali Pers. Setiarso, Bambang, Triyono, Nazir Harjanto, dan Subagyo, Hendro. 2009. Penerapan Knowledge Management pada Organisasi. Yogyakarta: Graha Ilmu. Suderajat, Hari. 2005. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). Bandung: CV Cipta Cekas Grafika. Tobing, Paul L. 2007. Knowledge Managemen: Implementasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Konsep,
Arsitektur
dan
Widayana, Lendy. 2005. Knowledge Management Meningkatkan Daya Saing Bisnis. Jawa Timur: Bayumedia Publishing. Zuhal. 2008. Kekuatan Daya Saing Indonesia: Mempersiapkan Masyarakat Berbasis Pengetahuan. Jakarta: Buku Kompas.
Buku Metodologi: Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif. Surabaya: Airlangga University Press.
100
Hadari, Nawawi. 2007. Metode Penelitian bidang sosial. Yogyakarta: Gajahmada university press. Hal 33-34 . Miles dan Huberman. 1992. Analisa data Kualitatif. Jakarta: UI press. Yin. Robert K. 2000. Studi Kasus (Desain dan Metode). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Sugiono. 2011. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta: Bandung.
Peraturan Undang-Undang :
Kepmendiknas Nomor 087 tahun 2004 tentang Standar Akreditas Sekolah. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044 Tahun 2002 tentang Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 51 ayat (1). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program pembangunan Nasional tahun 2000-2004 pada Bab VII. Undang-undang Nomor 25 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Undang-undang Sisdiknas Pasal 51 Ayat 1 tentang Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah atau madrasah.
101
Rujukan Dari Internet : Diunduh dari internet, www.e-pendidikan.com, 08 November WITA, “Penerapan MBS di SLTPN 09 Jakarta”. Diunduh dari internet, www.pdf.com, 25 November “Penerapan Manajemen Pengetahuan”.
2011 Pukul 09.03
2011 Pukul 17.55 WITA,
Diunduh dari internet, www.google.com, 25 November 2010 Pukul 17.00 WITA, “ Definisi Manajemen Pengetahuan”. (widyana) Diunduh dari internet, www.google.com, 1 Januari 2012 Pukul 19.31 WITA, “Transfer Pengetahuan Tasit”. Diunduh dari internet, www.pdf.com, 3 Januari 2012 Pukul 12.56 WITA, “Sisdiknas”. Diunduh dari internet, www.smansario.sch.id, 16 Januari 2012 Pukul 12.51 WITA. Diunduh dari internet, http//smansario/PSB/, 31 Maret 2012 Pukul 16.11 WITA.
102