PENGARUH STANDAR AKUNTANSI BERBASIS PRINSIP DAN KEDUDUKAN REGULATOR KEUANGAN TERHADAP AKUNTABILITAS PROSES DAN MOTIVASI EPISTEMIK PERSEPSIAN AUDITOR – PENDEKATAN EKSPERIMEN
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang kontekstual, empiris, dan logis yang menjadi dasar pentingnya mengungkapkan pengaruh standar berbasis prinsip dan perubahan kedudukan regulator di bidang keuangan terhadap perilaku auditor. Sebagaimana diketahui bersama, penerapan Standar Akuntansi Keuangan yang berkonvergensi dengan IFRS di Indonesia telah dimulai sejak 2011. Selain itu, pada tahun 2013 pengawasan pasar modal di Indonesia beralih ke institusi yang lebih independen yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bagian ini juga akan menguraikan pertanyaan-pertanyaan penelitian dan tujuan yang akan dicapai melalui penelitian ini. I.1 Latar Belakang Upaya menuju tersedianya standar akuntansi dan penyusunan sebuah standar akuntansi berkualitas tinggi berbasis prinsip yang berlaku lintas negara telah mewujud di tahun-tahun terakhir. Securities and Exchange Commission (SEC) yang menjadi salah satu acuan dalam regulasi pelaporan keuangan di pasar modal telah mempelajari kos dan manfaat relatif pengalihan yang harus ditanggung oleh para pemangku kepentingan bila perusahaan-perusahaan publik di AS beralih ke International Financial Reporting Standards (IFRS). Gagasan SEC dimotivasi kekhawatiran bahwa standar akuntansi yang didasarkan pada aturan (rules-based) dan batasan yang jelas memungkinkan rekayasa keuangan dan strukturisasi transaksi untuk mengaburkan substansi ekonomi untuk mencapai tingkat laba tertentu atau tidak diakuinya sebuah kewajiban di neraca (SEC 2008).
2 Melihat adanya kebutuhan akan standar akuntansi secara global, Financial Accounting Standard Board (FASB) dan International Accounting Standard Board (IASB) terus bekerja sama untuk mengembangkan standar-standar bersifat umum yang berfokus pada prinsip yang luas (Segarra, 2011). Profesi audit tidak ketinggalan mengemukakan dukungan bagi sebuah standar akuntansi global yang berbasis prinsip karena standar demikian memberikan ruang gerak bagi penerapan pertimbangan (pertimbangan) profesional (DiPiazza, McDonnell, Samyin, Flynn, Quigley, dan Turley, 2008). AICPA merekomendasikan agar SEC mengijinkan pilihan adopsi IFRS oleh perusahaan publik di AS (AICPA, 2011). SEC menyampaikan dukungan bagi suatu konvergensi standar akuntansi global dan menyajikan rencana kerja berfokus pada faktor-faktor penting yang memengaruhi keputusan akhir mengenai IFRS (SEC, 2010). Sampai dengan awal tahun 2012, SEC masih mengevaluasi keputusannya terkait dengan manfaat relatif beberapa pendekatan yang akan dipilih untuk mencapai tujuan. Dua pendekatan yang sedang dipertimbangkan masing-masing adopsi IFRS secara penuh di AS pada satu tanggal yang pasti atau melalui periode transisi yang memungkinkan perusahaan memilih opsi adopsi IFRS atau pendekatan kondorsemen. Pendekatan terakhir merupakan kombinasi konvergensi dan endorsemen dalam hal FASB dan SEC akan tetap mempertahankan peranan mereka saat ini di AS sementara IFRS akan dimasukkan dalam US GAAP selama beberapa tahun. FASB tidak akan menginisiasi projek penting sebagaimana biasanya, melainkan akan disusun prioritas di mana FASB akan mengkonvergensikan US GAAP ke IFRS standar-standar yang belum masuk dalam agenda IASB atau sering disebut proses endorsement. Selanjutnya, perusahaan AS yang menyusun laporan keuangan berdasarkan GAAP juga akan melaksanakan IFRS (SEC, 2011). Sementara SEC masih menilai pendekatan-
3 pendekatan ini, badan ini mengulangi penekanannya akan pentingnya IFRS dan komitmen atas penerapan standar akuntansi berkualitas tinggi (Kroeker, 2011) 1. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) melalui Dewan Standar Akuntansi Keuangan adalah pihak yang memiliki kewenangan menyusun standar akuntansi di Indonesia. IAI mendukung standar berbasis prinsip dengan mengkonvergensikan standar akuntansi di Indonesia dengan IFRS. Dukungan ini tertuang dalam hasil kongres IAI 2006 di Jakarta yang memutuskan untuk mengadopsi secara penuh IFRS pada tahun 2008. Dalam perjalanannya, rencana ini mengalami banyak kendala dan tidak berjalan dengan mudah sehingga standar-standar penting yang berkonvergensi dengan IFRS baru diterbitkan tahun 2010 dan diterapkan oleh perusahaan tahun 2012. Pemerintah Republik Indonesia mendukung peralihan menuju standar akuntansi berbasis prinsip melalui Kementrian Keuangan, Bank Indonesia,
dan
Kementrian BUMN yang mensyaratkan perusahaan-perusahaan publik, Bank Umum dan Badan Usaha Milik Negara di Indonesia menyusun laporan keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikembangkan oleh IAI. Kementrian Keuangan
melalui
Bapepam
(sekarang
menjadi
Otoritas
Jasa
Keuangan)
mengeluarkan peraturan VIII.G.7 mengenai standar keuangan yang harus digunakan oleh perusahaan publik. Peraturan VIII.G.7 yang terakhir dikeluarkan pada 12 Juli 2012 ini tidak lain adalah PSAK yang telah diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI yang
berkonvengensi dengan IFRS dengan perbedaan
tertentu.2 Dukungan pemerintah ini adalah sejalan dengan kesepakatan pemimpin
1
Pada Feb 2014, SEC mengeluarkan dokumen yang berisi perubahan rencana strategis yang menyatakan satu saat perusahaan AS boleh menyampaikan laporan keuangan berbasis IFRS sampai 2018 dengan pertimbangan FASB membutuhkan waktu paling tidak satu dekade untuk menyatukan IFRS dalam US GAAP (Emily Chasan, CFO Journal, 4 Feb 2014). 2 Perusahaan publik misalnya diwajibkan menggunakan metoda langsung dalam laporan Arus Kas khususnya arus kas dari aktivitas operasi dan melakukan konsolidasi untuk perusahaan subsidiari, sementara perusahaan non publik yang menggunakan PSAK dapat memilih menggunakan metoda tidak langsung dalam laporan Arus Kas dan memilih untuk tidak melakukan konsolidasi.
4 negara-negara dalam kelompok G20 yang salah satu misinya adalah menciptakan satu set standar akuntansi berkualitas yang berlaku secara internasional (Wulandari, 2012). Perkembangan standar akuntansi di Indonesia telah melewati tiga tahapan penting sejak tahun 1970an. Tiga tahapan tersebut masing-masing penerbitan Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI), penerbitan Prinsip Akuntansi Indonesia 1984, dan Penerbitan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) tahun 1994 (Warsono-bin-Hardono, 2011). Standar Akuntansi Keuangan tahun 1994 adalah untuk pertama kali Dewan Standar menggunakan International Accounting Standards sebagai acuan dalam rangka harmonisasi dengan standar akuntansi internasional. Selama periode 1994 sampai dengan 2009 dilakukan enam kali revisi standar akuntansi masing-masing Oktober 1995, Juni 1996, Juni 1999, April 2002, Oktober 2004, dan September 2007 (Warsono-bin-Hardono, 2011). IAI mengeluarkan peta jalan (road map) proses konvergensi IFRS yaitu tahap adopsi (2008-2010), tahap persiapan akhir (2011), dan tahap implementasi (2012). Tahap adopsi ditandai dengan pengadopsian IFRS dalam PSAK, persiapan infrastruktur, evaluasi dan pengelolaan dampak adopsi terhadap PSAK yang berlaku. Tahap persiapan ditandai dengan penyelesaian infrastruktur yang dibutuhkan, dan penerapan beberapa standar berbasis IFRS. Salah satu agenda dalam peta jalan pada tahapan implementasi adalah evaluasi secara komprehensif dampak implementasi standar berbasis IFRS (IAI, 2010). Selain dampak bagi pihak manajemen yang telah banyak mendapat perhatian melalui riset empiris (Jamal dan Tan, 2011; Agoglia, Doupnik, dan Tsakumis, 2011), hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah dampak standar akuntansi berbasis prinsip terhadap cara kerja auditor. Belum banyak riset yang mengungkapkan secara spesifik dampak pengaruh standar akuntansi berbasis prinsip terhadap cara kerja auditor. Sebagaimana banyak diungkapkan bahwa laporan
5 keuangan auditan adalah hasil negosiasi antara manajemen dan auditor, sementara sumber dari kemampuan negosiasi adalah standar akuntansi walaupun selalu dikatakan auditor membuat keputusan akhir (Fiske dan Berdahl, 2007). Dalam pemahaman ini, sangat penting untuk memahami dampak standar berbasis prinsip terhadap cara kerja auditor. Kajian literatur mengenai karakteristik tugas auditor memperlihatkan bahwa auditor menjalankan dua peran penting bagi subjek pasar modal. Dua peran tersebut masing-masing peran informasi dan peran asurans (insurance) (Mansi, Maxwell, dan Miller, 2002).
Auditor melaksanakan pemeriksaan secara independen terhadap
laporan keuangan yang disusun oleh manajer dan diharapkan mengungkapkan pelanggaran dalam sistem akuntansi (Watts dan Zimmerman, 1981). Audit laporan keuangan meningkatkan kredibilitas pengungkapan laporan keuangan dan selanjutnya kontrak dengan perusahaan akan lebih murah dan kos modal juga akan lebih rendah (Ball, 2009). Peran ini disebut peran informasi dari auditor. Investor juga menggunakan laporan keuangan auditan sebagai basis untuk keputusan alokasi sumber daya. Dalam melaksanakan peran ini, sistem hukum memberi kesempatan bagi investor untuk melakukan tuntutan atas kerugian akibat laporan auditor yang menyesatkan (Stice, 1991; Dye, 1993). Peran kedua ini disebut peran asurans. Penjelasan ini menunjukkan terdapat peran sentral auditor dalam pembuatan keputusan oleh investor dan pemangku kepentingan lain. Riset empiris telah menguji pengaruh standar akuntansi berbasis prinsip versus berbasis aturan baik pada keputusan penyusun laporan keuangan maupun auditor. Hasil riset menunjukkan bahwa standar akuntansi berbasis prinsip memiliki peran dalam mengurangi agresivitas pelaporan keuangan namun hasil ini juga bergantung pada kecenderungan auditornya. Pada sisi penyusun laporan keuangan, riset
6 mengungkapkan bahwa standar akuntansi berbasis prinsip mengurangi kemungkinan pelaporan yang agresif (Agoglia et al., 2011). Namun, dampak standar berbasis prinsip untuk mengurangi agresivitas pelaporan keuangan akan berkurang pada kondisi di mana dengan komite audit yang kuat (Agoglia et al., 2011). Bila komite audit dianalogikan sebagai pengawas, maka peranan pengawas pasar modal yang lebih kuat akan kurang penting bila standar akuntansi berbasis prinsip telah diterapkan. Dalam riset lain, peranan standar akuntansi berbasis prinsip dalam mengurangi pelaporan keuangan yang agresif akan tercapai bila laporan keuangan ini diaudit oleh auditor yang berorientasi prinsip dan bukan oleh auditor yang berorientasi aturan. Kecenderungan seorang CFO untuk tidak melaporkan pinjaman pada laporan posisi keuangan paling rendah saat perusahaan mengadopsi standar berbasis prinsip ditambah dengan dorongan auditor untuk melaporkan substansi ekonomi suatu transaksi (Jamal dan Tan, 2011). Riset ini menunjukkan peran sentral auditor untuk mencapai tujuan penerapan standar akuntansi berbasis prinsip yaitu laporan keuangan yang lebih berkualitas. Akuntabilitas adalah unsur penting dalam profesi pengauditan. Hasil pekerjaan seorang auditor dalam bentuk laporan keuangan auditan kemungkinan digunakan oleh berbagai pihak dengan sudut pandang yang berbeda-beda dan seringkali bertentangan seperti investor, manajemen, komisaris, regulator, dan pengadilan. Sementara standar akuntansi berbasis prinsip yang memberikan pedoman secara umum memungkinkan adanya berbagai penafsiran tentang cara dan besaran nilai transaksi harus diakui. Dengan demikian auditor, dari tinjauan model kontinjensi sosial, harus mampu memberi penjelasan bagi berbagai pihak proses yang mereka lakukan dalam memberi kesimpulan terhadap kewajaran laporan keuangan tanpa melihat dampak atau akibat
7 dari keputusan mereka (Markman dan Tetlock, 2000; Libby, Salterio, dan Web, 2004). Bagaimanapun situasinya auditor harus siap menjelaskan keputusan yang mereka ambil. Proses akuntabilitas ini selanjutnya mendorong proses berpikir multidimensional dan terintegrasi berupa upaya kognisi pemrosesan informasi menyeluruh (Tetlock, Skitka, dan Boetger, 1989), berkurangnya rasa percaya diri berlebihan (Tetlock dan Kim, 1987), dan kalibrasi yang semakin meningkat (SiegelJacob dan Yates, 1996). Akuntabilitas proses oleh auditor akan semakin penting, terutama dalam hubungan dengan risiko tuntutan hukum oleh pihak yang dirugikan karena mengandalkan laporan audit3. Walaupun tuntutan hukum terhadap auditor atau akuntan publik di Indonesia belum pernah dilakukan, peluang tersebut sebenarnya terbuka melalui Undang-undang No. 8 tahun 1995 mengenai Pasar Modal maupun melalui Undang-undang No. 5 tahun 2011 mengenai Akuntan Publik. Salah satu pasal dalam Undang-undang Pasar Modal menyebutkan adanya tuntutan pidana bagi pihakpihak yang memberikan informasi yang menyesatkan dan merugikan pemodal. Risiko lain yang dihadapi oleh auditor adalah denda dan penalti atau pencabutan ijin yang dapat diterapkan oleh pihak regulator pasar modal yang sekarang dikenal sebagai Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebelum adanya proses penjatuhan sanksi, auditor atau akuntan publik tetap akan memberikan penjelasan mengapa ia mencapai suatu kesimpulan atau memilih prosedur tertentu yang selanjutnya menimbulkan kerugian pada pihak tertentu. Kecenderungan ini akan semakin meningkat dengan beralihnya regulator keuangan yang saat ini berada pada badan bernama OJK yang lebih independen berbeda dengan BAPEPAM.
3
Pada konteks AS, akuntabilitas juga menjadi lebih penting karena era self-regulated profesi telah berakhir. Sejak terjadinya mega skandal Enron dan lainnya akuntan publik yang memiliki klien publik akan ditelaah oleh PCAOB (Peecher, Solomon, dan Trotman, 2014)
8 Berbeda dengan pendahulunya, OJK tidak akan semata-mata meneliti laporan keuangan auditan emiten. OJK lebih dari itu akan memeriksa sistem pengendalian mutu dan sumber daya dari Kantor Akuntan Publik yang memiliki klien di bawah kewenangannya. Berdasarkan pemetaan terhadap sumber daya manusia di KAP, OJK akan membuat sebuah standar minimum pekerjaan yang harus dipenuhi pada saat menjalankan penugasan untuk klien-klien di bawah OJK. Tahapan berikutnya, OJK akan menelaah hasil kerja Kantor Akuntan Publik apakah telah sesuai dengan standar minimum yang telah ditetapkan. Berikut ini pernyataan Ketua Dewan Komisioner OJK: “Pendekatan kita akan berbeda. Intinya kegiatan pengawasan itu business is not usual. Bukan urusan sebagaimana biasanya (Hadad, 2013).”4 Peytcheva dan Wright (2011) menegaskan bahwa sebuah model proses kognisi pada lingkungan standar akuntansi berbasis prinsip menyebabkan auditor di Amerika Serikat (AS) memiliki persepsi bahwa mereka harus mampu bersikap menjelaskan (accountable) terhadap kualitas proses keputusan mereka. Dalam model ini, akuntabilitas proses yang meningkat menyebabkan standar berbasis prinsip meningkatkan motivasi epistemik di pihak auditor. Motivasi epistemik seperti dijelaskan dalam dual-process theory/DPT merupakan motivasi untuk memeroleh suatu pemahaman yang menyeluruh dan lebih kaya atas masalah yang sedang dihadapi (Kruglanski, 1990). Motivasi epistemik ini meningkatkan kebutuhan auditor terhadap
bukti-bukti
pendukung.
Standar
akuntansi
berbasis
prinsip
juga
menyebabkan auditor membuat keputusan yang lebih konservatif tanpa melihat rejim penegakan hukum di negara yang bersangkutan (Cohen, Krishnamoorty, Peytcheva, dan Wright, 2013).
4
Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliawan Hadad dalam konferensi pers tutup tahun 2013 – dimuat dalam Warta Konsumen OJK April 2014 hal. 36.
9 Penerapan hukum yang berbeda ditengarai berdampak terhadap kualitas dari hasil proses audit. Di samping bukti mengenai proses penilaian auditor yang disampaikan oleh Peytchova dan Wright (2011), pertanyaan yang masih mengemuka adalah apakah sistem hukum yang berbeda juga berdampak terhadap hasil yang disampaikan oleh periset ini. Dalam hal ini, apakah standar berbasis prinsip juga memberi pengaruh yang sama di negara selain AS. Para kritikus menyatakan bahwa rejim penegakan hukum, rejim hukum, dan budaya merupakan penentu yang lebih penting terhadap pertimbangan auditor dibanding dengan standar akuntansi (Holthausen, 2009; Ball, 2009). Kesimpulan ini didasarkan antara lain pada riset Daske, Hail, , Leuz, dan Verdi (2008) yang memberikan bukti bahwa manfaat adopsi wajib IFRS hanya berlaku di negara dengan pasar yang memberi insentif terhadap transparansi disertai dengan penegakan hukum yang kuat. Untuk itu ada kebutuhan untuk mengetahui pengaruh standar akuntansi berbasis prinsip yang disandingkan dengan kedudukan regulator pasar khususnya terhadap cara kerja auditor dalam menjalankan fungsi asuransnya. Pengaruh kebaruan (novelty) (Hoffman, 1997) yang dianggap menjelaskan adanya efek positif terhadap auditor dan bukan disebabkan pengaruh penerapan standar akuntansi berbasis prinsip. Riset oleh Peytchova dan Wright menggunakan subjek auditor AS yang mempersepsikan akuntabilitas dan motivasi epistemik lebih tinggi serta membutuhkan bukti-bukti yang lebih baik akibat mereka dihadapkan pada standar yang baru. Dengan sendirinya, pengaruh positif yang didapatkan dari standar berbasis prinsip yang baru akan berkurang dengan berjalannya waktu. Agar mengidentifkasi dampak dari sebenarnya standar akuntansi berbasis prinsip terhadap auditor, maka subjek yang digunakan hendaknya belum memiliki pengalaman di
10 bidang pengauditan khususnya pada lingkungan standar akuntansi berbasis prinsip maupun standar akuntansi berbasis keuangan. Pertanyaan lain yang muncul apakah pengaruh standar berbasis prinsip yang teramati di AS dapat digeneralisasi pada auditor di negara lain dengan sistem hukum, peraturan, dan budaya yang berbeda. Sebagaimana dikemukakan oleh LaPorta, Lopez-de-Silanes, Shleifer, dan Vishny (1997), aturan perlindungan investor dan kualitas pelaksanaan hukum di berbagai negara berbeda dan secara sistematis dipengaruhi oleh sistem hukumnya. Sistem hukum AS adalah common law Inggris yang dikembangkan di pengadilan selanjutnya diperlakukan sebagai undang-undang. Sebaliknya, sistem hukum di Indonesia diadopsi dari negara Belanda yang bersumber dari sistem staturory law Prancis. Dalam sistem hukum yang terakhir, hukum disusun oleh lembaga legislatif. Rejim hukum yang menganut sistem common law Inggris memberikan perlindungan investor paling baik, sebaliknya rejim hukum yang menganut sistem statutory law Prancis memberikan perlindungan investor paling rendah (LaPorta et al., 1997; Laporta,1998). Dengan demikian terdapat kebutuhan untuk menguji keberlakuan temuan Peytchova dan Wright (2011) dalam konteks yang berbeda. Secara spesifik apakah akuntabilitas proses dan motif epistemik di Indonesia disebabkan oleh pengaruh penerapan standar berbasis prinsip atau akibat kedudukan regulator di bidang keuangan yang berbeda atau semata-mata akibat pengaruh kebaruan (novelty) dari standar yang baru diterapkan. Standar akuntansi keuangan di Indonesia sejak 1994 telah sedikit banyak mengacu pada International Accounting Standards yang berbasis prinsip. Dengan demikian, permasalahan pokok yang muncul adalah apakah penerapan standar akuntansi keuangan yang berkonvergensi dengan IFRS akan meningkatkan akuntabilitas proses dan kebutuhan terhadap bukti-bukti
11 audit (epistemologi) atau peningkatan tersebut hanya merupakan pengaruh kondisi kedudukan regulator keuangan?
Dengan kalimat lain penelitian ini berusaha
mengidentifikasi pengaruh inkremental terhadap akuntabilitas proses dan motivasi epistemik auditor dalam proses audit laporan keuangan yang disusun dengan standar berbasis prinsip dibandingkan dengan laporan keuangan yang disusun dengan standar berbasis aturan. I.2 Perumusan Masalah Dalam menjalankan profesinya, auditor dituntut untuk mampu menjelaskan proses bagaimana ia mencapai suatu kesimpulan. Penerapan standar akuntansi berbasis prinsip yang hanya memberikan pedoman secara umum, semakin meningkatkan peluang bahwa hasil keputusan auditor dipertanyakan atau dibantah oleh para pihak yang menggunakan laporan. Ketiadaan pedoman yang rinci untuk mengukur dan mengakui sebuah transaksi menyebabkan pertimbangan profesional semakin penting. Pengukuran sangat ditentukan oleh pengalaman dan latar belakang dari pihak-pihak yang berinteraksi dengan laporan keuangan. Sebuah keputusan dalam pengukuran nilai misalnya oleh manajemen dan auditor sangat mungkin untuk mendapat tantangan dari pihak-pihak lain. Situasi ini mendorong auditor untuk lebih siap menjelaskan atau memberikan akuntabilitas proses keputusannya. Selanjutnya, kondisi yang semakin mensyaratkan adanya akuntabilitas proses mendorong auditor untuk mencari dan mengolah informasi secara lebih mendalam akan permasalahan yang dihadapi (motivasi epistemik). Penjelasan ini menunjukkan kemungkinan adanya suatu kaitan antara standar akuntansi berbasis prinsip dengan akuntabilitas proses dan motivasi epistemik persepsian. Pengaruh standar akuntansi berbasis prinsip terhadap cara kerja auditor belum banyak diteliti. Riset mengenai pengaruh penerapan standar akuntansi berbasis prinsip
12 oleh Peytcheva dan Wright (2011) menunjukkan bahwa adanya peningkatan akuntabilitas proses persepsian dan adanya peningkatan motivasi epistemik persepsian para auditor di AS. Riset ini mengungkap pengaruh standar akuntansi berbasis prinsip terhadap perilaku auditor dikaitkan dengan transaksi yang distrukturisasi dan tidak distrukturisasi. Hasil riset menunjukkan bahwa standar akuntansi berbasis prinsip meningkatkan akuntabilitas proses dan motivasi epistemik persepsian auditor. Riset eksperimen ini menggunakan subjek auditor AS yang memandang standar akuntansi berbasis prinsip adalah suatu hal yang baru. Karena standar akuntansi berbasis prinsip merupakan hal yang baru, maka hasil tersebut dapat saja merupakan efek kebaruan (novelty) bukan disebabkan oleh standar akuntansi itu sendiri. Bila hasil yang diperoleh disebabkan oleh efek kebaruan berarti sebenarnya standar akuntansi berbasis prinsip tidak mendorong meningkatnya akuntabilitas proses dan motivasi epistemik. Untuk menyelesaikan persoalan ini maka sebaiknya digunakan subjek yang sama sekali belum terekspos dengan bentuk-bentuk standar akuntansi berbasis prinsip maupun standar berbasis aturan. Permasalahan lain yang mengemuka adalah apakah hasil-hasil riset sebelumnya tersebut dapat digeneralisasi pada rejim penegakan hukum yang berbeda. Penelitian ini menguji kombinasi antara penerapan standar berbasis prinsip dan regulator yang lebih kuat sebagaimana yang akan dijalankan oleh Otoritas Jasa Keuangan dapat meningkatkan kualitas pelaporan keuangan melalui upaya audit yang lebih tinggi. Sebagaimana dikemukakan oleh Webster dan Thornton (2005) maupun Ball (2009) bahwa untuk menghasilkan pelaporan keuangan yang berkualitas standar akuntansi tidak dapat berjalan sendiri. Kombinasi standar akuntansi dan rejim penegakan hukum yang tinggi menentukan kualitas pelaporan keuangan.
Pada
13 lingkungan standar berbasis aturan, kualitas laporan keuangan akan meningkat bila terdapat regulator keuangan yang kuat. Sementara, standar berbasis prinsip tidak dipengaruhi oleh kehadiran rejim penegakan hukum pasar modal yang kuat (Webster dan Thornton, 2005). Indonesia mulai menerapkan standar akuntansi berbasis prinsip dan dalam waktu yang sama memperkuat rejim penegakan hukum pasar modal melalui pembentukan OJK, sementara hasil riset tersebut menyatakan bahwa standar berbasis prinsip tidak membutuhkan pengawasan yang kuat. Ada kebutuhan untuk melihat apakah standar akuntansi atau rejim penegakan hukum semata-mata dapat meningkatkan akuntabilitas proses persepsian ataukah keduanya harus bersama-sama berjalan agar dapat dihasilkan informasi keuangan dengan kualitas lebih tinggi melalui auditor. Dengan demikian, dapat dikemukakan pertanyaan penelitian berikut. a. Apakah penerapan standar akuntansi berbasis prinsip dan regulator keuangan yang lebih kuat meningkatkan akuntabilitas proses persepsian dalam proses pengauditan? b. Apakah penerapan standar akuntansi berbasis prinsip dan regulator keuangan yang lebih
kuat
meningkatkan
motivasi
epistemik
persepsian
dalam
proses
pengauditan? c. Apakah penerapan standar akuntansi berbasis prinsip dan regulator keuangan yang lebih kuat meningkatkan kebutuhan bukti bagi auditor dalam proses pengauditan? d. Apakah penerapan standar akuntansi berbasis prinsip dan regulator keuangan yang lebih kuat meningkatkan keakurasian keputusan auditor dalam menentukan jenis transaksi? e. Apakah penerapan standar berbasis prinsip dan regulator keuangan yang lebih kuat mengurangi keyakinan auditor dalam membuat keputusan dalam sebuah audit?
14 I.3. Kontribusi Penelitian Riset ini diharapkan memberikan manfaat pada tingkatan teoretis dan praktis. Pada tingkatan teoretis riset ini akan menguji keberlakuan model dan teori. Pada tingkatan praktis, riset ini memberikan masukan bagi pembuat keputusan khususnya pengembang standar audit serta bagi profesi auditor. Secara khusus manfaat riset berikut. Secara teoretis riset ini akan menguji keberlakukan model kontinjensi sosial dan keberlakuan dual-process theory psikologi sosial pada bidang akuntansi khususnya pengauditan. Secara metodologi penelitian ini menjawab permasalahan yang timbul dari riset sebelumnya yaitu adanya pengaruh kebaruan (novelty effect) standar akuntansi dan efek limpahan auditor melalui penggunaan subjek yang berbeda. Bagi penyusun standar audit, riset ini akan memberikan masukan apakah standar akuntansi yang baru diterapkan berpengaruh terhadap akuntabilitas proses dan proses pengumpulan bukti atau terdapat faktor lain yang menjelaskan hal ini. Bagi profesi audit (akuntan publik), riset ini memberi masukan mengenai strategi yang harus diambil sehubungan dengan penerapan standar akuntansi berbasis prinsip. Pene I.4 Sistematika Pembahasan Disertasi ini dibagi menjadi lima bagian. Bagian pertama berisi latar belakang dan motivasi penelitian yang membahas kondisi perkembangan standar akuntansi di Indonesia dan perubahan terhadap regulator keuangan disertai dengan pertanyaan dan motivasi penelitian. Bagian ke dua berisi landasan teoretis dan pengembangan hipotesis. Bagian ini menguraikan antara lain fenomena dalam standar akuntansi keuangan dan uraian mengenai model kontinjensi sosial dan teori yang mendasari model kontinjensi sosial yang digunakan untuk mengembangkan hipotesis mengenai akuntabilitas proses
15 persepsian. Bagian ini juga akan membahas teori yang menjelaskan aspek-aspek yang mendorong individu untuk mengembangkan pengetahuan melalui pencarian dan pengolahan informasi masing-masing teori dua proses (dual-process theory) dan teori epistemik awam (lay epistemic theory). Bagian tiga membahas metoda penelitian. Bagian metoda penelitian membahas subjek, pengembangan kasus eksperimen, definisi variabel, dan prosedur eksperimen. Bagian empat berisi pembahasan. Bagian ini menjelaskan hasil eksperimen yaitu keadaan demografi subjek dan pengujian hipotesis. Pada bagian empat juga dibahas hasil analisis tambahan. Bagian lima merupakan penutup. Bagian ini berisi simpulan, implikasi hasil penelitian, dan keterbatasan penelitian.