ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kata “pailit” telah sering kita dengar akhir-akhir ini. Banyak perusahaan maupun perorangan yang dinyatakan pailit oleh pengadilan karena tidak membayar utang-utangnya yang telah jatuh tempo, terakhir kita dengar bahwa ada anak perusahaan BUMN di bidang telekomunikasi yang diputus pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Kata pailit berasal dari bahasa Prancis; failite yang berarti kemacetan pembayaran. Secara tata bahasa, kepailitan berarti segala hal yang berhubungan dengan pailit. Istilah lain yang biasa digunakan ialah bangkrut. Hal tersebut mengacu istilah di negara-negara barat yaitu bankruptcy1, yang berarti ketidakmampuan membayar utang kepada kreditor. Kata “bankrut” yang dalam bahasa inggris disebut “bankrupt” berasal dari Undang-undang Itali yang disebut dengan “banca rupta”. Pada abad pertengahan di Eropapraktek kebangkrutan dilakukan dengan cara menghancurkan bangku-bangku atau kursi dari para banker atau pedagang yang melarikan diri secara diam-diam dengan membawa harta kreditornya.2 Dalam hukum Islam, kepailitan disebut At-Taflis. Secara etimologi, at-taflis berarti pailit, tekor atau jatuh miskin. Orang yang pailit disebut muflis, yaitu
1 Wikipedia mengartikan bankruptcy sebagai : “a legal status of an insolvent person or an organisation, that is, one who cannot repay the debts they owe to creditors.” http://en.wikipedia.org/wiki/Bankruptcy, dikunjungi pada 21 September 2012 2 Sunarmi, Perbandingan Sistem Hukum Kepailitan Antara Indonesia (Civil Law System) Dengan Amerika Serikat (Common Law System), Jurnal, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2004. h.10
1 TESIS
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2
seorang yang tekor, di mana hutangnya lebih besar dari assetnya. Dalam sebuah hadits, Nabi Saw pernah menggambarkan seorang yang muflis di akhirat, yaitu orang yang dosanya lebih besar dari pahalanya. Orang tersebut mengalami tekor, karena pahalanya dipindahkan kepada orang-orang yang digunjingnya, sehingga timbangan dosanya menjadi lebih besar dari pahalanya. Dalam konteks ekonomi, istilah taflis diartikan sebagai orang yang hutangnya lebih besar dari hartanya. At-Taflis (kepailitan) diambil dari kata al-fals jamaknya fulus. Al-fals adalah jenis uang yang paling sedikit (uang recehan) yang terbuat dari tembaga. Fulus biasanya dikesankan sebagai harta seseorang yang paling buruk dan mata uang yang paling kecil.3 Orang-orang miskin biasanya hanya memiliki mata uang fals atau fulus. Mereka tidak memiliki mata uang dinar dan dirham. Dari uraian tersebut terlihat hubungan taflis dengan pailit. Di Indonesia, kepailitan terjadi disebabkan Debitor memiliki lebih dari satu kreditor dan harta kekayaan Debitor tidak cukup untuk melunasi semua utang kepada para kreditor, jika demikian akan timbul persoalan dimana para kreditor akan berlomba-lomba dengan segala macam cara untuk mendapatkan pelunasan piutangnya terlebih dahulu. Kreditor yang belakangan datang kemungkinan sudah tidak mendapatkan lagi pembayaran karena harta Debitor sudah habis. Dengan dinyatakannya pailit seorang Debitor, Debitor pailit demi hukum kehilangan hak untuk melakukan perbuatan kepemilikan (daden van beschikking) dan hak untuk mengurus (daden van behooren) kekayaannya yang dimasukkan ke dalam kepailitan. Terhitung sejak tanggal putusan Pengadilan, Pengadilan 3
Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam., Syarah Bulughul Maram, Pustaka Azzam, Cetakan Pertama, Jakarta, 2006. H.504
TESIS
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3
melakukan penyitaan umum atas seluruh harta kekayaan Debitor Pailit, yang selanjutnya akan dilakukan pengurusan oleh Kurator yang diawasi Hakim Pengawas. Dari penjelasan singkat di atas tentunya dapat diketahui bahwa tujuan kepailitan pada dasarnya adalah untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditor dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitor dapat dibagikan kepada semua kreditor sesuai dengan hak masing-masing. Kepailitan kini menjadi tren penyelesaian sengketa utang piutang yang paling banyak diminati karena dirasa lebih cepat sehingga hak para kreditor lebih terjamin. Di Indonesia peraturan mengenai kepailitan diatur dalam UndangUndang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau lebih dikenal dengan Undang- Undang Kepailitan (selanjutnya disebut UUK). Dalam sejarah berlakunya kepailitan di Indonesia, maka dapat dibagi menjadi tiga masa, yakni: 1. Masa sebelum Faillisements Verordening berlaku Sebelum Faillisements Verordening berlaku, dulu hukum Kepailitan itu diatur dalam dua tempat yaitu dalam: a.
Wet Book Van Koophandel atau WvK buku ketiga yang berjudul Van de voorzieningen in geval van onvormogen van kooplieden atau peraturan tentang ketidakmampuan pedagang. Peraturan ini adalah peraturan kepailitan untuk pedagang.
TESIS
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4
b.
Reglement op de Rechtvoordering (RV) Stb 1847-52 jo 1849-63, buku ketiga bab ketujuh dengan judul Van de staat van kenneljk onvermogenatau tentang keadaan nyata-nyata tidak mampu. Peraturan ini adalah Peraturan Kepailitan bagi orang-orang bukan pedagang. Akan tetapi ternyata dalam pelaksanaanya, kedua aturan tersebut justru menimbulkan banyak kesulitan antara lain adalah: 1) Banyaknya formalitas sehingga sulit dalam pelaksanaannya, 2) Biaya tinggi, 3) Pengaruh kreditor terlalu sedikit terhadap jalannya kepailitan 4) Perlu waktu yang cukup lama.
Oleh karena itu maka dibuatlah aturan baru, yang sederhana dan tidak perlu banyak biaya, maka lahirlah Faillisements Verordening (Stb. 1905-217) untuk menggantikan 2 (dua) Peraturan Kepailitan tersebut.
2. Masa berlakunya Faillisements Verordening Selanjutnya mengenai kepailitan diatur dalam Faillisements Verordening (Stb. 1905-217 jo Stb. 1906-348). Peraturan kepailitan ini sebenarnya hanya berlaku bagi golongan Eropah, golongan Cina, dan golongan Timur Asing (Stb.1924-556). Bagi golongan Indonesia Asli (pribumi) dapat saja menggunakan Faillisements Verordening ini dengan cara melakukan penundukan diri. Dalam masa ini untuk kepalitan berlaku Faillisements Verordening
TESIS
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
1905-217 yang
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5
berlaku bagi semua orang yaitu bagi pedagang maupun bukan pedagang, baik perseorangan maupun badan hukum. Jalannya sejarah peraturan kepailitan di Indonesia ini adalah sejalan dengan apa yang terjadi di negara Belanda melalui asas konkordansi (Pasal 131 IS), yakni dimulai dengan berlakunya Code du Commerce (tahun 1811-1838) kemudian pada tahun 1893 diganti dengan Faillisementswet 1893 yang berlaku pada 1 Spetember 1896.
3. Masa Berlakunya Undang-Undang Kepailitan Produk Hukum Nasional Pada akhirnya setelah berlakunya Faillisements Verordening Stb. 1905-217 jo Stb. 1906-348, Republik Indonesia mampu membuat sendiri peraturan kepailitan, yakni sudah ada 3 (tiga) peraturan perundangan yang merupakan produk hukum nasional, dimulai dari terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No.1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU tentang Kepailitan yang kemudian diubah menjadi UU No.4 Tahun 1998 dan terakhir pada tanggal 18 November 2004 disempurnakan lagi dengan UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. a.
Masa Berlakunya Perpu No. 1 Tahun 1998 dan UU Kepailitan No. 4 Tahun 1998 Pengaruh gejolak moneter yang terjadi beberapa negara di Asia
termasuk di Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan kesulitan yang sangat besar terhadap perekonomian Nasional terutama kemampuan dunia usaha dalam mengembangkan usahanya. Terlebih lagi dalam rangka untuk memenuhi kewajiban pembayaran mereka pada para
TESIS
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
6
kreditor. Keadaan ini pada gilirannya telah melahirkan akibat yang berantai dan apabila tidak segera diselesaikan akan menimbulkan dampak yang lebih luas lagi. Penyelesaian masalah utang haruslah dilakukan secara cepat dan efektif. Selama ini masalah kepailitan dan penundaan kewajiban diatur dalam Faillisements Verordening Stb. 1905-217 jo Stb. 1906-348. Secara umum prosedur yang diatur dalam Faillisements Verordening masih baik. Namum sementara seiring dengan berjalannya waktu, kehidupan perekonomian berlangsung pesat maka wajarlah bahkan sudah semakin mendesak untuk menyediakan sarana hukum yang memadai yakni yang cepat, adil, terbuka dan efektif guna menyelesaikan utang piutang perusahaan yang besar penyelesaiannya terhadap kehidupan perekonomian Nasional. Kemudian dilaksanakanlah penyempurnaan atas peraturan kepailitan atau Faillisements Verordening melalui Perpu No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan UU tentang kepailitan pada tanggal 22 April 1998 Perpu ini diubah menjadi UU No. 4 Tahun 1998 yang disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 19 September 1998 yang tertuang dalam Lembaran Negara (LNRI) tahun 1998 No. 135.4
b. Masa Berlakunya UU Kepailitan No. 37 Tahun 2004 Pada 18 Oktober 2004 UU No. 4 Tahun 1998 diganti dengan disahkannya UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. UU No.37 Tahun 2004 ini mempunyai 4
TESIS
Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, UMM Press, Malang, 2008, h. 9-12.
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
7
cakupan yang luas karena adanya perkembangan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat untuk menyelesaikan utang piutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif. Adapun pokok materi baru dalam UU Kepailitan ini antara lain: 1.
Agar tidak menimbulkan berbagai penafsiran dalam UU ini pengertian utang diberikan batasan secara tegas. Demikian juga pengertian jatuh waktu.
2.
Mengenai syarat-syarat dan prosedur permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang termasuk di dalamnya pemberian kerangka waktu secara pasti bagi pengambilan putusan pernyataan pailit dan/atau penundaan kewajiban pembayaran utang.5
Selain itu di Indonesia pengaturan kepailitan juga terdapat dalam perundang-undangan di luar Undang-undang Kepailitan seperti antara lain :
Burgerlijk Wetboek (BW), misalnya Pasal 1139, 1149, 1134 dan lainlain;
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ;
Peraturan Perundang-undangan di bidang Pasar modal, Perbankan, Perusahaan BUMN dan lain-lain.
5
TESIS
Ibid, h.4
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
8
Dalam proses kepailtan, didalamnya terdapat pihak-pihak yang berperan dalam rangka pengurusan kepailitan. Yang terutama adalah Kreditor dan Debitor. Akan tetapi, disamping itu terdapat juga pihak-pihak lain yang memiliki peran yang penting dalam proses kepailitan, seperti Kurator dan Hakim Pengawas. Melalui peran / fungsi masing-masing, diharapkan kepailitan dapat memberikan solusi yang terbaik bagi kepentingan semua pihak yang terlibat didalamnya.
1. Kreditor Menurut
Undang-Undang
Kepailitan
Kreditor
adalah
orang
yang
mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka Pengadilan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak memakai istilah “Kreditor” melainkan si berpiutang (schuldeischer). Menurut Pasal 1235 KUH Perdata dihubungkan dengan Pasal 1234 KUH Perdata, dan Pasal 1239 KUH Perdata, si berutang (schuldenaar) adalah pihak yang wajib memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu berkenaan dengan perikatannya, baik perikatan itu timbul karena perjanjian maupun karena undang-undang. 2. Debitor Menurut Undang-Undang Kepailitan Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka Pengadilan. Sedangkan yang dimaksud dengan Debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit oleh pengadilan. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa
TESIS
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
9
debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya. 3. Kurator Tugas Kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. Pasal 98 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU mewajibkan Kurator untuk segera setalh menerima pemberitahuan tersebut dalam Pasal 15 ayat (4) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, dengan segala upaya yang perlu dan patut mengusahakan keselamatan harta pailit, antara lain dengan secara langsung mengambil dan meniympan segala surat-surat, uang-uang, barang-barang perhiasanm efek-efek dan lain-lain surat berharga dengan memberikan tanda penerimaan. Semua uang, barang-barang perhiasan, efekefek dan lain-lain surat berharga harus disimpan sendiri oleh kurator, kecuali apabila oleh Hakim Pengawas ditetapkan cara penyimpanan lain.
Pada dasarnya kepailitan merupakan ranah bisnis, menariknya ada beberapa peraturan-perundang-undangan di Indonesia yang sama sekali tidak berbau bisnis namun mencantumkan pailit dalam substansinya, sehingga mengharuskan kita merujuk pada Undang-undang kepailitan untuk memaknainya. Satu contoh misalnya untuk bisa mencalonkan sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah pada pilkada seseorang harus menyertakan surat keterangan tidak pailit. Hal itu tertuang dalam dalam Pasal 58 huruf k Undang-undang Nomor
TESIS
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
10
12 Tahun 2008 jo. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut “UU Pemda”).Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Cimahi misalnya menegaskan bahwa para bakal calon , baik dari parpol maupun perseorangan, wajib mengisi formulir pendaftaran sebanyak 25 lembar sesuai dengan Keputusan KPU Kota Cimahi Nomor 8 Tahun 2012 yang mengatur pedoman teknis pencalonan walikota Kabupaten Cimahi yang mencakup didalamnya termasuk surat keterangan tidak pailit, untuk maju ke kancah pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) Kota Cimahi 2012.6 Persyaratan serupa juga ditemukan dalam Pasal 5 Undang-undang No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (selanjutnya disebut UU Pilpres) yang mencantumkan syarat-syarat calon Persiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Hal ini dapat membuat kesimpulan bahwa seseorang yang dinyatakan pailit tidak dapat mencalonkan diri sebagai Presiden/Wakil Presiden, dan/atau sebagai Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. Dengan kata lain, si debitor pailit kehilangan hak untuk dipilih. Jika kita kembali pada pembahasan sebelumnya, Debitor pailit demi hukum kehilangan hak untuk melakukan perbuatan kepemilikan (daden van beschikking) dan hak untuk mengurus (daden van behooren) kekayaannya yang dimasukkan ke dalam kepailitan. Dari harta itupun, tidak seluruh hak debitor terhadap harta kekayaannya hilang. Ada harta-harta khusus yang masih bisa dikuasai dan diurus oleh Debitor Pailit, yang menurut Moch. Faisal Salam diantaranya :
6
Tribun Jabar Online, “Bakal Calon Harus Sertakan Surat Keterangan Tidak Pailit”, http://m.tribunjabar.co.id/, 11 Juni 2012, dikunjungi pada 22 September 2012.
TESIS
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
11
1.
Semua pendapatan debitor pailit selama kepailitan tersebut dari pekerjaan sendiri, gaji suatu jabatan atau jasa, upah, pension, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh hal itu ditetapkan oleh hakim pengawas.
2.
Uang yang diberikan kepada debitor pailit untuk memenuhi kewajiban pemberian nafkahnya menurut perundang-undangan (Pasal 213, 225, dan 321 BW)
3.
Sejumlah uang yang ditetapkan oleh hakim pengawas dari pendapatan hak nikmat hasil seperti dimaksud pasal 311 BW
4.
Tunjangan dan pendapatan anak-anaknya yang diterima debitor pailit berdasarkan Pasal 318 BW.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa : 1.
Kepailitan dimaksudkan untuk mencegah penyitaan dan eksekusi yang dimintakan oleh kreditor secara perseorangan
2.
Kepailitan hanya mengenai harta benda debitor, bukan pribadinya. Jadi ia tetap cakap untuk melakukan perbuatan hukum di luar hukum kekayaan. 7
Oleh karena itu perlu kajian lebih lanjut mengenai status hak politik seseorang setelah yang bersangkutan dinyatakan pailit, M. Hadi Subhan berpendapat8: “Kehilangan hak bebasnya tersebut hanya terbatas pada harta kekayaannya dan tidak terhadap status diri pribadinya. Debitor yang dalam status
7 Moch Faisal Salam., Penyelesaian Sengketa Bisnis Secara Nasional dan Internasional, Mandar Maju, Bandung, 2007, h. 121 8 M Hadi Subhan., Hukum Kepailitan : Prinsip, Norma dan Praktik di Peradilan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, h 165.
TESIS
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
12
pailit tidak hilang hak-hak keperdataan lainnya serta hak-hak lain selaku warga Negara seperti hak politik dan hak privat lainnya. “ Seperti kita ketahui hak memilih dan dipilih dalam pemilu adalah bentuk hak politik (asasi) universal seseorang. Memang dalam Kovenan hak sipil dan politik (yang diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005), hak memilih dan dipilih, yang tercantum dalam pasal 25 huruf b, bukanlah nonderogative right seperti disebutkan dalam pasal 4 dalam kovenan yang sama. Namun sebagai hak yang diamanatkan oleh Undang-undang Dasar, tentunya harus dijelaskan secara tegas hal-hal apa saja yang bisa menyebabkan terkuranginya hak politik seseorang itu. Termasuk salah satunya, apakah status pailit dapat mengurangi hak politik seseorang.
1.2
Rumusan Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1.
Apakah kepailitan itu dapat menyebabkan hilangnya hak-hak politik bagi debitor pailit;
2.
Apa relevansi ketentuan syarat tidak sedang dinyatakan pailit dalam pencalonan jabatan publik dengan kepailitan.
TESIS
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
13
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 2.1
Mengkaji akibat hukum kepailitan terhadap hak-hak debitor pailit, terutama berkaitan dengan hak politik debitor pailit, berdasarkan prinsip-prinsip dan filosofi hukum kepailitan;
2.2
Mengkaji, menganalisa, dan mencari dasar pertimbangan mengenai ketentuan jabatan politik yang berkaitan dengan syarat tidak sedang dinyatakan pailit.
1.4
Kerangka Teori A. Prinsip-prinsip Umum Dalam Hukum Kepailitan Indonesia. Bruggink menyitir pendapat Paul Scholten bahwa asas/prinsip hukum merupakan pikiran-pikiran dasar, yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum masing-masing dirumuskan dalam aturan perundangundangan dan putusan-putusan hakim.9 Dalam hukum kepailitan Indonesia, beberapa prinsip yang ditemukan antara lain : a.
Prinsip Paritas Creditorium Prinsip paritas creditorium mengandung makna bahwa semua
kekayaan debitor baik yang berupa barang bergerak ataupun barang tidak bergerak maupun harta yang sekarang telah dipunyai debitor dan barangbarang di kemudian hari akan dimiliki debitor terikat kepada penyelesaian 9
J.J.H Bruggink, Rechtsreflecties, diterjemahkan oleh Arif Sidharta dengan judul Refleksi tentang Hukum, Citra Aditya, Bandung, 1999, h.119
TESIS
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
14
kewajiban debitor.10 Adapun filosofi dari prinsip paritas creditorium adalah jaminan hukum kepada kreditor akan piutangnya dengan “mengikatkan” harta benda debitor sebagai jaminan. Dalam hukum kepailitan Indonesia prinsip ini terdapat dalam Pasal 1 ayat (1), Pasal 2 ayat (1), Pasal 21 Undang-undang Kepailitan, dan Pasal 1131 BW.
b.
Prinsip Pari Passu Prorata Parte Dari sisi gramatikal, prinsip ini terbagi menjadi dua bagian. Yaitu Pro
Passu yang artinya secara bersama-sama memperoleh pelunasan tanpa ada yang didahulukan, dan Prorata (proporsional) yang artinya dihitung berdasarkan pada besarnya piutang masing-masing dibandingkan terhadap piutang mereka secara keseluruhan, terhadap seluruh harta kekayaan debitor.11 Sehingga ketika dua pengertian di atas disatukan , maka Prinsip pari passu prorata parte berarti bahwa harta kekayaan tersebut merupakan jaminan bersama untuk para kreditor dan hasilnya harus dibagikan secara proporsional diantara mereka, kecuali jika antara para kreditor itu ada yang menurut undang-undang harus didahulukan dalam menerima pembayaran tagihannya. Dalam hukum kepailitan Indonesia prinsip ini terdapat pada Pasal 189 ayat (4), Pasal 189 ayat (5), dan penjelasan Pasal 176 huruf a Undangundang Kepailitan.
10
M. Hadi Subhan, op.cit., h. 27-28. Jono, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, h.3. Mengutip dari Kartini Muljadi, Prosiding Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah-Masalah Kepailitan dari Wawasan Hukum Bisnis Lainnya, Pusat Pengkajian Hukum, Jakarta, 2005, h.164 11
TESIS
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
15
c.
Prinsip Structured Prorata Prinsip structured prorata atau yang disebut juga dengan istilah
structured creditors merupakan salah satu prinsip di dalam hukum kepailitan yang memberikan jalan keluar/keadilan diantara kreditor. Prinsip ini adalah prinsip yang mengklasifikasikan dan mengelompokkan berbagai macam debitor sesuai dengan kelasnya masing-masing. Di dalam kepailitan, kreditor diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu kreditor separatis, kreditor preferen, dan kreditor konkuren.12 Menurut Jono pengertian kreditor konkuren, prefren dan separatis adalah :13 - kreditor konkuren adalah para kreditor dengan hak pari passu dan prorata artinya secara bersama-sama memperoleh pelunasan (tanpa ada yang didahulukan) secara proporsional. - kreditor Preferen adalah kreditor yang oleh undang-undang, semata-mata karena sifat piutangnya, mempunyai hak istimewa untuk mendapatkan pelunasan terlebih dahulu. - kreditor Separatis adalah kreditor yang memegang hak jaminan kebendaan in rem, yang dala BW disebut dengan nama gadai dan hipotek. Dalam hukum kepailitan Indonesia prinsip ini terdapat pada Pasal 1 angka 2, dan penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Kepailitan.
d.
Prinsip Debt Collection Prinsip ini adalah prinsip yang menekankan bahwa utang dari debitor
haus dibayar dengan harta yang dimiliki debitor sesegera mungkin untuk 12 13
TESIS
M. Hadi Subhan, op.cit., h. 32 Jono, op.cit., h.5-6
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
16
menghindari itikad buruk dari debitor dengan cara menyembunyikan dan menyelewngkan harta yang sebenarnya adalah sebagai jaminan umum bagi kreditornya.14 Dalam hukum kepailitan Indonesia prinsip ini terdapat pada Pasal 1 angka 1, Pasal 21, Pasal 65, Pasal 69 ayat (1), Pasal 91, Pasal 93 ayat (1), Pasal 8 ayat (7), dan Pasal 24 ayat (2) Undang-undang Kepailitan.
e.
Prinsip Universal Prinsip universal maksudnya adalah kepailitan akan berlaku terhadap
semua harta kekayaan debitor pailit, baik yang ada di dalam negeri maupun yang ada diluar negeri. Prinsip ini tidak dapat dijalankan tanpa ada kesepakatan antar Negara yang bersangkutan. Dalam hukum kepailitan Indonesia prinsip ini terdapat pada Pasal 212, Pasal 213, Pasal 214 Undangundang Kepailitan.
f.
Prinsip Teritorial Maksud dari prinsip ini adalah putusan pailit hanya berlaku di negara
dimana putusan pailit tersebut dijatuhkan & putusan pailit oleh pengadilan di negara asing tidak dapat diberlakukan di negara yg bersangkutan. Sekilas dapat dilihat adanya benturan antara prinsip universal dan prinsip territorial. Apabila ada benturan, maka yang akan dipakai adalah prinsip territorial, hal ini karena kedaulatan suatu negara akan berada di atas kekuatan hukum manapun dan pendekatan asli dari suatu cross border insolvency adalah
14
TESIS
M. Hadi Subhan, op.cit., h. 41
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
17
prinsip teritorial.15 Dalam hukum kepailitan Indonesia prinsip ini terdapat dalam Pasal 456 RV.
B.
Akibat Hukum Kepailitan Adapun akibat-akibat yuridis dari putusan pailit terhadap kekayaan
debitor maupun terhadap diri debitor itu antara lain :
a)
Putusan Pailit Dapat Dijalankan Serta-Merta Dalam Pasal 16 UUK disebutkan bahwa Kurator berwenang
melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Dengan kata lain, putusan pailit dilaksanakan secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad), meskipun putusan pengadilan belum berkekuatan hukum tetap. Ratio Legis dari pemberlakuan putusan pailit secara serta-merta adalah bahwa kepailitan pada dasarnya sebagai alat untuk mempercepat likuidasi terhadap harta-harta debitor untuk digunakan sebgai pembayaran utangutangnya.16
b)
Sitaan Umum Pasal 21 UUK menyebutkan bahwa kepailitan meliputi seluruh
kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala
15 16
TESIS
Ibid., h.49 Ibid, h.163
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
18
sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Hakikat dari sitaan umum terhadap harta kekayaan debitor adalah bahwa maksud adanya kepailitan itu untuk menghentikan aksi terhadap perebutan harta pailit oleh para kreditor, serta untuk menghindari adanya transaksi terhadap harta pailit oleh debitor yang dimungkinkan dapat merugikan para kreditor.17 Sementara itu Pasal 22 UUK mengecualikan yang tidak termasuk dalam harta pailit adalah : a. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitor sehubungan
dengan
pekerjaannya,
tempat
tidur
dan
perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitor dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 (tiga puluh) hari bagi debitor dan keluargnya, yang terdapat di tempat itu; b. Segala sesuatu yang diperoleh debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas; atau c. Uang yang diberikan kepada debitor untuk memenuhi kewajiban memberi nafkah menurut undang-undang.
c)
Kehilangan Wewenang Dalam Harta Kekayaan Pasal 24 Ayat (1) UUK menyebutkan bahwa debitor pailit demi
hukum kehilangan haknya untuk mengurus (daden van behooren) dan
17
TESIS
Ibid, h.164
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
19
menguasai (daden van beschikking) harta kekayaanya yang termasuk dalam kepailitan. Perlu diketahui bahwasanya putusan pailit tidak mengakibatkan debitor kehilangan kecakapannya untuk melakukan perbuatan hukum (volkomen handelingsbevoegd) pada umumnya, tetapi hanya sebatas harta kekayaannya saja.
d)
Perikatan Setelah Pailit Pasal 25 Undang-Undang Kepailitan menegaskan bahwa semua
perikatan debitor pailit yang dilakukan sesudah pernyataan pailit tidak dapat dibayar dari harta pailit kecuali bila perikatan-peikatan tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta kekayaan itu. Harta kekayaan debitor dimaksudkan untuk didistribusikan kepada para kreditor yang telah ada, bukan yang akan ada. Syarat permohonan pailit antara lain adanya minimal dua kreditor atau lebih yang telah ada, tidak berbicara yang akan ada, sehingga jika setelah pernyataan pailit masih ada kreditor lainnya dikemudian hari, maka relevansi kepailitan menjadi tidak ada.18
e)
Pembayaran Piutang Debitor Pailit Pembayaan piutang dari si pailit setelah adanya putusan pailit tidak
boleh dibayarkan pada si pailit, jika hal itu dilakukan maka tidaklah membebaskan utang tersebut. Semua transaksi hukum baik yang
18
TESIS
Ibid, h.166
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
20
memberikan nilai tambah maupun yang mengurangi, tidak dapat diajukan pada debitor pailit, tetapi kepada harta kekayaannya, dalam hal ini harta pailit.19
f)
Penetapan Putusan Pengadilan Sebelumnya Pasal 31 Ayat (2) UUK menyatakan bahwa putusan pernyataan pailit
juga berakibat bahwa segala penetapan pelaksanaan pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitor yang telah dimulai sebelum kepailitan, harus dihentikan seketika dan sejak itu tidak ada suatu putusan yang dapat dilaksanakan termasuk atau juga dengan menyandera debitor. Serta semua penyitaan yang telah dilakukan menjadi hapus dan jika diperlukan hakim pengawas harus memerintahkan pencoretannya.
g)
Hubungan Kerja dengan Para Pekerja Perusahaan Pailit Menurut Pasal 39 Ayat (1) UUK, pekerja yang bekerja pada debitor
dapat memutuskan hubungan kerja, dan sebaliknya kurator dapat memberhentikannya
dengan
mengindahkan
jangka
waktu
menurut
persetujuan atau ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dengan pengertian bahwa hubungan kerja tersebut dapat diputuskan dengan pemberitahuan paling singkat 45 (empat puluh lima) hari sebelumnya.
19
TESIS
Ibid.h.166-167
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
21
Ketentuan di atas agak kurang harmonis dengan ketentuan mengenai perburuhan yang berlaku saat ini, karena cenderung tidak membedakan konsep PHK demi hukum, PHK oleh pengusaha, dan PHK dari buruh20.
h)
Kreditor Separatis dan Penangguhan Hak Kreditor separatis dapat menjalankan hak eksekusinya seakan-akan
tidak terjadi kepailitan. Pelaksanaan hak preferensi dari kreditor separatis yang diatur dalam Pasal 55 Ayat(1) UUK di atas, pelaksanaannya harus memperhatikan ketentuan mengenai hak tangguh dalam Pasal 56 Ayat (2) UUK yang menentukan bahwa kreditor separatis ditangguhkan haknya selama 90 hari untuk mengeksekusi benda jaminan yang dipegangnya.
i)
Actio Pauliana dalam Kepailitan Actio pauliana adalah kewenangan untuk menuntut pembatalan
perbuatan-perbuatan hukum debitor yang merugikan kreditornya, misalnya hibah yang sengaja dilakukan debitor sebelum dirinya dinyatakan pailit yang mengurangi/membuat mustahil pemenuhan pembayaran utangutangnya. Kewenangan seperti ini diatur secara umum di dalam KUH Perdata. Penggunaan kewenangan tersebut dalam proses pasca putusan pailit diatur secara khusus di dalam UU No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan. Tuntutan pembatalan berdasarkan actio pauliana pada umumnya (sesuai KUH Perdata) harus memenuhi tiga syarat:
20
TESIS
Ibid ., h.169
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
22
Menyangkut perbuatan hukum yang tidak wajib dilakukan oleh debitor;
Perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian pada satu atau lebih kreditor;
Debitor bersangkutan, maupun pihak dengan atau untuk siapa perbuatan tersebut dilakukan, mengetahui bahwa akibat perbuatan tersebut merugikan kreditor.
Dalam proses kepailitan (pasca putusan pailit), ada beberapa varian dari actio pauliana, yaitu:
Pembatalan perbuatan hukum yang tidak wajib dilakukan;
Pembatalan hibah;
Pembatalan perbuatan hukum yang wajib dilakukan. Syarat-syarat yang berlaku untuk pembatalan perbuatan hukum yang
tidak wajib dilakukan, pada dasarnya serupa dengan syarat-syarat pembatalan berdasarkan actio pauliana pada umumnya. Perbedaannya, dimungkinkan berlakunya pembuktian terbalik, berdasarkan sangkaan bahwa pihak-pihak yang melakukan perbuatan hukum terkait mengetahui bahwa
tindakan
mereka
merugikan
kreditor-kreditor
dari
debitor
bersangkutan, apabila perbuatan hukum itu dilakukan satu tahun sebelum debitor dinyatakan pailit.21
j)
Organ-organ Perseroan Terbatas
21
Hukumpedia, “ Actio Pauliana”, http://hukumpedia.com/ , 8 Agustus 2008, dikunjungi pada 02 Dsember 2012
TESIS
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
23
Terhadap debitor pailit, direktur, dan komisaris dari suatu perseroan terbatas yang dinyatakan pailit tidak diperbolehkan menjadi direksi atau komisaris perusahaan lain, sebagaimana tercantum dalam Pasal 79 Ayat (3), serta dan Pasal 96 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Ketentuan ini perlu dikaji lebih mendalam mengingat pada hakikatnya, kepailitan hanya membatasi hak-hak debitor pailit terhadap hartanya saja, dan kepailitan seharusnya tidak berakibat pada hak subjektif lainnya.
k)
Paksa Badan (Gijzeling) Terhadap debitor pailit dapat dikenakan paksa badan. Lembaga paksa
badan ini terutama ditujukan apabila si debitor pailit tidak kooperatif dalam pemberesan kepailitan. Upaya hukum ini disediakan untuk memastikan bahwa debitor pailit benar-benar membantu tugas-tugas kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit.22
l)
Ketentuan Pidana Terhadap debitor pailit juga bisa dikenakan ketentuan pidana dalam
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Yakni Pasal 226, dan Pasal 396 sampai Pasal 403 KUHP, yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberesan harta pailit lebh lanjut dalam hal status pailit sudah diputuskan oleh hakim.
22
TESIS
M Hadi Subhan, op.cit.,h.179
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
24
m)
Hilangnya Sebagian Hak Politik Debitor Pailit Dengan
adanya
kepailitan,
seorang
debitor
pailit
dilarang
mencalonkan diri menjadi Presiden / Wakil Presiden atau kepala daerah / wakil kepala daerah. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan syarat pencalonan dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta ketentuan dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 jo Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
C.
Hak Politik Warga Negara Indonesia. Indonesia adalah salah satu Negara di dunia yang menerapkan sistem
politik demokrasi. Demokrasi di Indonesia ini, mempunyai sebuah slogan yang cukup singkat, akan tetapi mempunyai makna yang cukup dalam. Slogan yang dimaksud adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Bercermin dari slogan tersebut, dapatlah kita ketahui bahwa demokrasi yang diterapkan di Indonesia ini adalah demokrasi keterwakilan, yang mana salah satu contoh pengejawantahan daripada demokrasi ini adalah adanya pesta demokrasi, yaitu Pemilihan Umum (Pemilu). Salah satu pemilu yang krusial atau penting dalam katatanegaraan Indonesia adalah pemilu untuk memilih wakil rakyat yang akan duduk dalam parlemen, yang biasa kita kenal dengan sebutan Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD. Dalam pemilu ini, rakyat dapat mencalonkan dirinya untuk menjadi peserta pemilu
TESIS
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
25
tersebut sesuai dengan ketentuan yang ada. Kemudian daripada itu, yang berperan dalam hal memilih, juga rakyat. Rakyatlah yang memilih para wakilnya yang akan duduk dalam parlemen. Setelah terpilih menjadi anggota parlemen, para konstituen tersebut pada hakikatnya adalah bekerja untuk rakyat secara menyeluruh. Itulah yang dinamakan dengan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Selain sebagai Negara demokrasi, Indonesia juga merupakan Negara hukum, yang mana menempatkan hukum itu pada kedudukan yang paling tinggi, atau lebih akrab kita kenal dengan sebutan supremacy of law. Sebagai Negara hukum, Indonesia juga mempunyai ciri-ciri sehingga bisa disebut sebagai Negara hukum. Salah dua diantara ciri-ciri tersebut adalah, adanya pengakuan dan penegakkan Hak Asasi Manusia (HAM), dan equality before of law atau perlakuan yang sama dimuka hukum. Dengan adanya perlakuan yang sama dimuka hukum, maka setiap orang berhak untuk diperlakukan sama, adil dan tidak pandang bulu. HAM / Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya. Secara isilah hak asazi itu diartikan sebagai hak yang melekat pada martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, dan hak tersebut dibawa
TESIS
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
26
manusia sejak lahir ke muka bumi sehingga hak tersebut bersifat fitri (kodrati), bukan merupakan pemberian manusia atau negara. Dasar-dasar HAM tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada Pasal 27 ayat (1), Pasal 28, Pasal 29 ayat (2), Pasal 30 ayat (1), dan Pasal 31 ayat (1). Jenis hak asasi manusia (HAM) : a.
Hak untuk hidup.
b. Hak untuk memperoleh pendidikan. c.
Hak untuk hidup bersama-sama seperti orang lain.
d. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama. e.
Hak untuk mendapatkan pekerjaan.
Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia : 1.
Hak asasi pribadi / personal right -
Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
-
Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
-
Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
-
Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing
2.
TESIS
Hak asasi politik / Political Right -
Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
-
Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
27
-
Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
3.
Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
Hak asasi hukum / Legal Equality Right -
Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
4.
-
Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
-
Hak mendapat layanan dan perlindungan hokum
Hak asasi Ekonomi / Property Rigths -
Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
-
Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
-
Hak
kebebasan
menyelenggarakan
sewa-menyewa,
hutang-
piutang, dll
5.
-
Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
-
Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights -
Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
-
Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.
6.
TESIS
Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right -
Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
-
Hak mendapatkan pengajaran
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
28
-
Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat
Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa hak politik merupakan salah satu hak dasar warga negara dalam sebuah negara yang menganut paham demokrasi. Hak politik warga negara merupakan bagian hak konstitusi yang harus dilaksanakan, tanpa kecuali. Perwujudan hak politik warga negara Indonesia diamanatkan dalam Undang-undang Dasar 1945, salah satunya adalah 28D ayat (3) yang memberi setiap warga negara hak atas kesempatan sama dalam pemerintahan. Selanjutnya dalam kovenan hak sipil dan politik (yang diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005) perwujudan jaminan atas hak politik tercantum dalam Pasal 25 yang berbunyi :
“Setiap warga negara harus mempunyai hak dan kesempatan, tanpa pembedaan apapun sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 dan tanpa pembatasan yang tidak layak, untuk : a. Ikut serta dalam pelaksanaan urusan pemerintahan, baik secara langsung ataupun melalui wakil-wakil yang dipilih secara bebas; b. Memilih dan dipilih pada pemilihan umum berkala yang murni, dan dengan hak pilih yang universal dan sama, serta dilakukan melalui pemungutan suara secara rahasia untuk menjamin kebebasan menyatakan keinginan dari para pemilih; c. Memperoleh akses pada pelayanan umum di negaranya atas dasar persamaan dalam arti umum.”
TESIS
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
29
Frase “pembatasan yang layak” dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tidak dijelaskan secara terperinci, namun dapat kita temukan dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam Undang-undang HAM, dimana dalam Pasal 43 Undang-undang HAM disebutkan bahwa :
(1)
(2)
(3)
Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih da1am pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melaui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas,rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemeerintahan dengan langsung atau dengan perantaraan wakil yang dipilihnya dengan bebas, menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Setiap warga negara dapat diangkat dalam setiap jabatan pemerintahan.
Sementara pembatasannya terdapat dalam Pasal 73 yang berbunyi : Hak dan kebebasan yang diatur dalam Undang-undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa. Seperti diuraikan dalam pembahasan sebelumnya bahwa ada pembatasan hak-hak politik seseorang, dalam hal ini debitor pailit, yaitu pembatasan hak untuk dipilih dalam pemilu dengan adanya “tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan” sebagaimana tercantum dalam Dalam Pasal 5 huruf h UU Pilpres dan dalam Pasal 58 huruf k
TESIS
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
30
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 jo. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Filosofi adanya pengaturan ini, serta bagaimana seyogyanya perlindungan hak politik bagi debitor pailit akan digali dan dibahas lebih lanjut dalam bab-bab selanjutnya.
1.5
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum, karena ilmu hukum
merupakan
studi
tentang
hukum,
sehingga
ilmu
hukum
tidak
dapat
diklasifikasikan ke dalam ilmu sosial yang bidang kajiannya kebenaran empiris.23 Penelitian hukum bersifat preskriptif dan terapan, penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Penelitian hukum ini dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.24
1.5.1
Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan undangundang (statute approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach).
23 Peter Mahmud Marzuki, “Karakteristik Ilmu Hukum”, artikel dimuat dalam Yuridika, Volume 23, No.2, 2008, h.24 24 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007, h.35
TESIS
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
31
Statute approach digunakan untuk mengkaji secara mendalam ketentuan-ketentuan mengenai hukum kepailitan di Indonesia dan ketentuan-ketentuan hak politik warga Negara Indonesia. Kemudian mempelajari konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang lainnya, antara suatu undang-undang dengan Undangundang Dasar, atau antara regulasi dengan undang-undang25, yang berhubungan dengan topik di atas. Conceptual approach digunakan untuk mengkaji konsep “hak politik debitor pailit" yang mana belum ada aturan hukum mengenai masalah tersebut, sehingga harus beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrindoktrin yang berkembang dalam ilmu hukum. Menurut Peter Mahmud26 :
“Dengan mempelajari pendangan-pandangan dan doktrin-doktrin dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. Pemahaman akan pendangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi.
1.5.2 Sumber Penelitian Hukum Sumber-sumber penelitian ini berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yang digunakan adalah Undangundang Dasar 1945, Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
25 26
TESIS
Ibid., h 93 Ibid.
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
32
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta perubahannya yaitu Undang-undang Nomo3 12 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Undangundang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Burgerlijk Wetboek (BW), Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International
Covenant on
Civil
and
Political
Rights (Kovenan
Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, serta peraturan-peraturan lain yang berhubungan dengan kepailitan dan hak politik warga negara. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang sifatnya menjelaskan bahan hukum primer, dimana bahan hukum sekunder berupa buku literatur, hasil karya sarjana, artikel-artikel, yang berhubungan dengan topik penelitian.
1.6
Pertanggungjawaban Sistematika
Bab I, Pendahuluan. Bab ini merupakan pengantar tesis, sehingga di dalamnya diuraikan gambaran permasalahan secara umum. Sub bab pendahuluan terdiri atas Latar
Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Manfaat Penelitian,
Kerangka Terori, Metode Penelitian dan Pertanggungjawaban Sistematika. Bab II. Membahas rumusan masalah pertama, menjelaskan secara lengkap akibat hukum kepailitan terhadap hak-hak debitor pailit, termasuk juga hak politik
TESIS
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
33
di dalamnya. Konsep kepailitan akan dikaji secara mendalam guna menjawab apakah kepailitan dapat menyebabkan hilangnya hak-hak debitor pailit selain hakhaknya mengurus harta kekayaannya. Bab III. Menganalisa tepat atau tidaknya ketentuan-ketentuan dalam peraturan-perundang-undangan
di
luar
Undang-undang
Kepailitan
yang
mencantumkan kepailitan, dalam hal ini dikhususkan membahas ketentuan peraturan-perundang-undangan yang berhubungan dengan syarat tidak sedang pailit sebagai salah satu syarat pencalonan jabatan politik. Ketentuan-ketentuan di atas kemudian juga akan diuji kesesuaiannya, dicari ratio legisnya, serta akan ditarik relevansinya dengan semangat lahirnya Undang-undang Kepailitan sesungguhnya. Bab IV, adalah akhir rangkaian penulisan yang terdiri dari kesimpulan yang merupakan intisari pembahasan permasalahan dan saran bagaimana seyogyanya hubungan antara akibat hukum kepailitan dan hak politik debitor pailit.
TESIS
AKIBAT HUKUM KEPAILITAN ....
PAHLEVI WITANTRA