BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan kawasan yang memiliki potensi sumber daya alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan salah satu sistem ekologi yang produktif, beragam, dan kompleks (Suhendrata, 2001). Salah satu contoh ekosistem pesisir adalah hutan pantai. Hutan pantai dapat menyediakan sumberdaya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan, tambang mineral/energi, media komunikasi dan edukasi, maupun kawasan rekreasi atau pariwisata, serta penemuan produk biochemical (Tuheteru & Mahfudz, 2012). Saat ini perkembangan pembangunan di kawasan pesisir semakin berkembang pesat. Kondisi tersebut dapat terlihat dari semakin banyaknya wilayah pesisir yang dieksploitasi untuk berbagai tata guna, mulai dari pemanfaatan tradisional seperti pertanian dan perikanan sampai dengan yang paling kontemporer seperti kawasan pemukiman, kawasan industri, dan kawasan wisata (Delinom, 2007). Hal ini disebabkan oleh tuntutan kebutuhan penduduk setempat yang terus bertambah dan keinginan pemerintah untuk memperoleh pendapatan daerah (Senoaji, 2009). Banyaknya potensi sumber daya alam yang dapat diperoleh dari ekosistem tersebut merupakan faktor utama yang menyebabkan
terjadinya
peningkatan
1
aktivitas
pemanfaatan
khususnya
2
pemanfaatan yang berorientasi pada produksi (aktivitas ekonomi) di kawasan pesisir khususnya di ekosistem hutan pantai. Ekosistem hutan pantai di Petanahan merupakan salah satu bagian dari wilayah pesisir Kabupaten Kebumen yang saat ini telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Hutan pantai di kawasan tersebut termasuk dalam tipe pantai berpasir karena lahannya didominasi oleh hamparan pasir berwarna abu-abu sampai hitam. Pada kawasan tersebut terdapat hutan pantai yang didominasi oleh spesies cemara udang (Casuarina equisetifolia). Selain spesies tersebut, ditemukan pula spesies lainnya, misalnya waru (Hibiscus tiliaceus), nyamplung (Canophyllum inophyllum), serta spesies tanaman pescaprae. Jenis pemanfaatan utama yang dilakukan di kawasan tersebut adalah untuk pariwisata. Tercatat pada tahun 2012, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pantai Petanahan mencapai 85.657 orang (Kebumen Dalam Angka, 2013). Pada tahun 2013 dari bulan Januari sampai dengan Mei, jumlah wisatawan Pantai Petanahan mencapai 21.572 orang dan menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebanyak Rp 81.010.000 atau sebesar 23,83% (Anonim, 2013). Tingginya pendapatan daerah yang diperoleh dari obyek wisata Pantai Petanahan menyebabkan kawasan tersebut menjadi salah satu obyek wisata andalan Kabupaten Kebumen oleh pemerintah daerah setempat. Selain dimanfaatkan untuk wisata, kawasan pesisir Petanahan juga dimanfaatkan untuk aktivitas pertanian. Jenis tanaman pertanian yang ditanam di kawasan tersebut diantaranya yaitu pepaya, terong, jagung, dan lain sebagainya. Pertanian di daerah tersebut merupakan salah satu sumber pendapatan bagi
3
masyarakat setempat. Aktivitas pemanfaatan yang telah berkembang di kawasan pesisir Petanahan jika dilakukan secara tidak bijaksana maka akan dapat menurunkan fungsi ekologis dari ekosistem hutan pantai tersebut. Hal ini disebabkan, ekosistem di wilayah pesisir merupakan sistem lingkungan yang dinamik dan selalu berubah sehingga sangat rentan terhadap gangguan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia (Tuheteru & Mahfudz, 2012)). Penurunan fungsi ekologis tersebut tentu saja dapat menurunkan fungsi ekonomi dari kawasan tersebut. Akibatnya dapat mengancam kesejahteraan masyarakat di pesisir Petanahan. Aktivitas yang dilakukan pada suatu ruang di dalam ekosistem hutan pantai harus memperhatikan kesesuaian antara kebutuhan (demand) termasuk keinginan masyarakat setempat dengan kemampuan lingkungan dalam menyediakan sumber daya (carrying capacity/supply) (Delinom, 2007). Dengan memperhatikan keseimbangan antara supply dan demand maka akan dapat dicapai optimasi pemanfaatan ekosistem hutan pantai secara berkesinambungan dan dapat meminimalisir terjadinya konflik pemanfaatan ruang. Kesesuaian lahan dalam hal ini mengacu pada karakteristik ekosistem, ekonomi, dan sosial (Delinom, 2007). Dalam penempatan berbagai aktivitas pemanfaatan di lokasi yang sesuai secara ekologis, maka perlu dilakukan identifikasi kelayakan biofisik (biophysical suitability) di wilayah pesisir dengan cara, mendefinisikan persyaratan biofisik (biophysical requirements) setiap aktivitas yang akan dilakukan (Delinom, 2007). Dengan cara tersebut maka dapat ditentukan kesesuaian pemanfaatan yang dapat dilakukan di kawasan tersebut. Aktivitas pemanfaatan yang sesuai untuk
4
dikembangkan di kawasan tersebut dapat mencegah terjadinya penurunan fungsi ekologis pada ekosistem hutan pantai dan dapat menjamin keberhasilan ekonomi dari aktivitas yang dilakukan sehingga akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
1.2. Permasalahan Hutan pantai merupakan salah satu bagian dari ekosistem pesisir yang memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Fungsi dan manfaat dari ekosistem hutan pantai dapat dirasakan baik secara langsung maupun tidak langsung diantaranya yaitu meredam pukulan tsunami, sebagai habitat flora dan fauna, sebagai tempat budidaya pertanian, sebagai tempat wisata, dan lain sebagainya. Banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dari ekosistem hutan pantai tersebut menyebabkan semakin meningkatnya aktivitas pemanfaatan di kawasan tersebut. Pantai Petanahan merupakan salah satu ekosistem hutan pantai yang dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas. Aktivitas pemanfaatan yang paling menonjol yaitu pariwisata dan budidaya pertanian. Kedua aktivitas tersebut memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat setempat. Aktivitas pariwisata yang dikembangkan di kawasan tersebut telah menyumbang PAD yang cukup tinggi bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Kebumen sehingga kawasan tersebut menjadi salah satu obyek wisata andalan Kabupaten Kebumen. Hutan pantai merupakan ekosistem yang rentan mengalami kerusakan. Pengembangan aktivitas yang tidak sesuai dengan daya dukung lingkungan tentu
5
saja dapat menurunkan fungsi ekologis dari ekosistem tersebut sehingga dapat pula menurunkan nilai ekonomi dari kawasan hutan pantai Petanahan. Hal tersebut tentu dapat memengaruhi kesejahteraan masyarakat setempat. Oleh karena itu, diperlukan kajian kesesuaian fungsi ekosistem hutan pantai di wilayah pesisir Petanahan. Mengingat terdapat dua fungsi ekosistem yang paling menonjol dalam aktivitas pemanfaatan yang dilakukan di wilayah tersebut sehingga kajian ini dibatasi pada fungsi ekosistem sebagai tempat wisata dan budidaya pertanian. Dari kajian ini dapat diketahui apakah kedua aktivitas pemanfaatan tersebut telah sesuai untuk dikembangkan di dalam ekosistem hutan pantai Petanahan. Dengan diketahuinya kesesuaian fungsi ekosistem hutan pantai Petanahan maka akan dapat dijadikan sebagai dasar untuk menentukan strategi pengelolaan kawasan yang tepat dan terpadu sehingga pemanfaatan yang dilakukan dapat berjalan berkesinambungan tanpa merusak ekosistem tersebut.
1.3. Perumusan Masalah Beberapa rumusan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana kondisi ekologis hutan pantai di Kecamatan Petanahan? 2) Apakah pengembangan aktivitas wisata dan budidaya pertanian telah sesuai secara ekologis untuk dikembangkan di ekosistem hutan pantai di Kecamatan Petanahan?
6
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Mengetahui karakteristik ekologis hutan pantai di Kecamatan Petanahan. 2) Mengkaji kesesuaian ekologis hutan pantai di Petanahan untuk kegiatan wisata dan budidaya pertanian.
1.5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan arahan dan menjadi bahan pertimbangan dalam pengelolaan dan pengembangan ekosistem hutan pantai di Petanahan, Kabupaten Kebumen sesuai dengan fungsi ekologisnya sehingga pengelolaan sumber daya alam hutan pantai yang dilakukan dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkesinambungan.
7
1.6. Alur Penelitian Pemanfaatan hutan pantai
Orientasi ekologis
Faktor-faktor ekologis yang sesuai
Orientasi sosial
Orientasi ekonomi
- Struktur dan komposisi vegetasi - Kualitas fisik dan kimia habitat - Keanekaragaman jenis satwa
Metode Penelitian : 182,48 ha : untuk vegetasi sebagai berikut, a. Fase pohon : 0.0256 b. Fase tiang : 0.0064 c. Fase sapihan : 0.0016 d. Fase semai : 0.0003 - Metode pengambilan data : line plot sampling - Jumlah transek : 13 transek (117 petak ukur untuk vegetasi, 39 petak ukur untuk satwa) - Variabel yang diukur : a. Vegetasi : jenis, jumlah, tinggi, dan diameter b. Fisik dan kimia habitat : kualitas tanah dan air, kecepatan angin, suhu dan kelembaban udara, kelerengan, dan karakteristik pantai c. Satwa : jenis dan jumlah burung d. Sosial : interaksi masyarakat dengan kawasan dan harapan (keinginan) masyarakat dalam pemanfaatan kawasan
- Luas kawasan - Intensitas sampling
Analisis Data a. Kondisi ekologis hutan pantai: - Vegetasi : Indeks Shanon, Indeks Dominansi, dan kerapatan jenis - Satwa : Indeks Shanon dan status konservasi - Fisik dan kimia habitat : uji Anova dan analisis deskriptif b. Kesesuaian pemanfataan ekosistem: - Wisata : analisis kecocokkan (matching) dan Leopold - Pertanian : analisis kecocokan (matching) - Sosial : analisis deskriptif kualitatif Hasil dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran
Gambar 1. Alur Penelitian