BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia melalui peningkatan nilai tambah, ekspor, pengurangan kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja baru. Produk dari perkebunan kelapa sawit di tingkat kebun berbentuk TBS (Tandan Buah Segar) diolah menjadi produk setengah jadi berbentuk CPO (crude palm oil) dan minyak inti sawit. Kedua produk ini dapat diolah menjadi bermacam-macam produk lanjutan untuk industri makanan seperti minyak goreng, mentega, alkohol, metil serta untuk industri non pangan seperti deterjen, kosmetik, dan lainnya. Selain itu minyak kelapa sawit juga memiliki kandungan kalori, vitamin, asam lemak essensial dan dapat juga digunakan sebagai obat jantung koroner dan kanker (Pahan, 2005).
Agribisnis kelapa sawit memberi prospek yang cerah bagi perekonomian Indonesia. Oleh karena itu agribisnis kelapa sawit perlu dikembangkan. Pengembangan agribisnis ini akan meningkatan pendapatan petani, menyediakan kesempatan kerja bagi lebih dari 2 juta tenaga kerja dan menciptakan produk olahan yang memberi nilai tambah baik melalui penanam modal asing maupun skala perkebunan rakyat. Dari sisi upaya pelestarian lingkungan hidup, kelapa sawit yang merupakan tanaman tahunan berbentuk pohon (tree crops) dapat berperan dalam penyerapan efek gas rumah kaca seperti CO2 dan mampu menghasilkan O2 atau jasa lingkungan lainnya seperti konservasi biodiversity atau eko-wisata(Downey, W. 1992).
1 Universitas Sumatera Utara
Peluang pengembangan agribinis kelapa sawit cukup terbuka bagi Indonesia, terutama karena ketersediaan sumber daya alam/ lahan, tenaga kerja dan ahli serta iklim yang mendukung. Dengan alasan tersebut Direktorat Pengembangan Perkebunan
Departemen
Pertanian
mengembangkan
sebuah
visi
dalam
pengembangan kelapa sawit, yakni: “Pembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis Kelapa Sawit
yang
Berdaya Saing,
Berkerakyatan,
Berkelanjutan dan
Terdesentralisasi”. Pendekatan pengembangan kelapa sawit yang ditempuh adalah mekanisme pasar dimana alokasi
sumber daya diarahkan oleh mekanisme
suply dan demand (Anonimus b 2009).
Pengembangan yang mengarah pada mekanisme supply-demand harus dilakukan di seluruh ruang lingkup agribisnis. Ruang lingkup agribisnis sendiri mencakup up-stream, on-farm dan down-stream atau sering disebut bidang usaha dari hulu sampai hilir dan pendukungnya. Dengan memperhatikan berbagai potensinya, pengembangan agribisnis kelapa sawit juga mengarah pada pengembangan kawasan industri masyarakat perkebunan melalui pemberdayaan di hulu (upstream) dan penguatan di hilir (down-stream). Pengembangan ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat perkebunan dan memberi dukungan bagi setiap pelaku agribisnis agar produk yang dihasilkan dari agribisnis kelapa sawit semakin meningkat dan berkualitas. Dalam kaitan dengan pengembangan wilayah, pengembangan agribisnis kelapa sawit ke depan tetap berorientasi di sentra-sentra produksi kelapa sawit saat ini, yaitu Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi (Basar, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Agribisnis kelapa sawit berkembang secara berkelanjutan bila usaha perkebunan kelapa sawit (on-farm) didukung oleh industri hulunya (up-stream agribusiness) yang berupa pembibitan, usaha pupuk serta dukungan dari industri hilir (downstream agribusiness) seperti pengolahan CPO. Selain itu, berbagai kebijakankebijakan seperti pengamanan pasokan bahan baku minyak sawit, larangan ekspor minyak sawit berlebihan dan produk turunannya juga mendukung perkembangan agribisnis kelapa sawit. Agribisnis kelapa sawit juga akan semakin diminati oleh investor karena nilai ekonomi dan nilai jualnya yang cukup tinggi dari produkproduk turunan dari kelapa sawit(Anonimus,c. 2007).
Menurut Basar tahun 2009 semakin banyak produk turunan kelapa sawit menunjukkan tingginya nilai ekonomi agribisnis kelapa sawit. Prospek cerah ini menarik banyak perhatian para pengusaha lain untuk mengalihkan usahanya kepada agribisnis kelapa sawit. Mereka cenderung memproduksi dengan skala besar dan kurang memperhatikan resiko-resiko yang ada. Resiko yang muncul adalah resiko berupa teknis maupun non teknis. Resiko terlihat mulai dari downstream hingga up-stream yakni sejak pembukaan lahan hingga kepada pemasaran. Resiko-resiko ini perlu dimitigasi untuk memperkecil tingkat kerugian yang harus ditanggung oleh para pelaku usaha agribisnis kelapa sawit. Variasi aktivitas di sektor agribisnis seyogyanya bisa dilihat sebagai potensi munculnya resiko sehingga perlu dilakukan upaya meminimumkan resiko tersebut. Dengan demikian potensi- potensi resiko pada setiap kegiatan dapat dikelola dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
Para pelaku agribisnis harus dapat memahami dengan baik setiap tahapan dan akibat yang timbul dari agribisnis kelapa sawit. Pelaku agribisnis perkebunan kelapa sawit tersebut dibagi atas tiga kelompok, yakni perkebunan rakyat, perkebunan besar negara, dan perkebunan swasta sedangkan pelaku agribisnis diluar perkebunan mencakup penyedia sarana produksi, para peneliti dan pemasar. Untuk meningkatkan pemahaman pelaku agribisnis kelapa sawit diperlukan berbagai penyuluhan, serta perhatian pemerintah baik berupa adanya kebijakan pemasaran yang mendukung ataupun kebijakan perbankan. Disamping itu jasa penunjang (litbang, pendidikan, SDM, infrastruktur, dan lain-lain) juga memegang peranan penting dalam pengembangan komoditas tersebut (Anonimus a, 2009).
Selain para pelaku usaha agribisnis kelapa sawit, pemerintah juga memiliki peran sebagai pendorong terjadinya integrasi kegiatan on-farm dan off- farm serta mengembangkan sistem dan mekanisme untuk mengatasi resiko dan ketidak pastian. Pemerintah harus dapat membina, mengatur dan mengawasi operasi mekanisme sistem agribisnis kelapa sawit secara vertikal. Pembinaan dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya untuk memperkuat ikatan keterpaduan antar pelaku (Anonimus b, 2009)
Integrasi pihak- pihak ini dapat membangun agribisnis kelapa sawit sehingga dapat memitigasi resiko yang ada mulai dari pembukaan lahan hingga pemasaran dapat meningkatkan nilai tambah dan pendapatan serta memperkuat posisi Indonesia sebagai penghasil minyak kelapa sawit tersebesar di dunia. Dengan
Universitas Sumatera Utara
memanfaatkan potensi alam, berbagai peluang dan teknologi para pelaku usaha dan investor diharapkan dapat membangkitkan nilai ekonomi kelapa sawit. Untuk itu setiap kegiatan mulai dari pembibitan hingga pemasaran hendaklah dikoordinasikan dengan baik untuk memperkecil resiko sehingga meningkatkan produktifitas dan pendapatan. Alasan inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian mengenai tingkat resiko agribisnis kelapa sawit. Penelitian ini diharapkan memberikan informasi bagi para pelaku serta investor mengenai resiko agribisnis kelapa sawit sehingga mereka dapat mengambil keputusan yang baik untuk mengusahakan agribisnis kelapa sawit tersebut.
1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah- masalah yang akan diteliti, yaitu: 1) Resiko apa yang dihadapi pelaku agribisnis kelapa sawit baik Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat maupun Perkebunan Kelapa Sawit Negara? 2) Apa upaya yang perlu dilakukan oleh pelaku agribisnis kelapa sawit dalam memitigasi resiko?
1.3. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Untuk menganalisis resiko- resiko yang dihadapi pelaku agribisnis kelapa sawit baik Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat maupun Perkebunan Kelapa Sawit Negara. 2) Untuk mengidentifikasi upaya- upaya yang perlu dilakukan oleh pelaku agribisnis kelapa sawit dalam memitigasi resiko.
Universitas Sumatera Utara
1.4. Kegunaan Penelitian 1) Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan instansi terkait dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan produksi kelapa sawit. 2) Sebagai bahan pertimbangan bagi para investor dan petani kelapa sawit pemula dalam mengambil kebijaksanaan untuk mengembangkan sektor perkebunan kelapa sawit. 3) Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak yang membutuhkan.
Universitas Sumatera Utara