BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Komunikasi adalah inti semua hubungan sosial, apabila orang telah mengadakan hubungan tetap, maka sistem komunikasi yang telah mereka lakukan akan menentukan apakah sistem tersebut dapat mempererat atau mempersatukan
mereka,
mengurangi
ketegangan
atau
melenyapkan
persengketaan apabila muncul. Manusia sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial, memiliki dorongan ingin tahu, ingin maju dan berkembang, maka salah satu sarananya adalah komunikasi. Karenanya komunikasi merupakan kebutuhan yang mutlak bagi kehidupan manusia. Melalui komunikasi orang dapat merencanakan masa depannya, membentuk kelompok dan lain-lain. Dengan komunikasi, manusia dapat menyampaikan informasi, opini, ide, konsepsi, pengetahuan, perasaan, sikap, perbuatan dan sebagainya kepada sesamanya secara timbal balik, baik sebagai penyampai maupun penerima komunikasi. Sehingga dengan demikian, terbinalah perkembangan kepribadiannya baik sebagai pribadi maupun kemasakan sosial, serta tercapai pula kehidupan bersama dan bermasyarakat. Komunikasi menyentuh segala aspek kehidupan kita. Sebuah penelitian mengungkapkan
bahwa
70%
waktu
bangun
kita
digunakan
untuk
berkomunikasi. Komunikasi kita membentuk saling pengertian, menumbuhkan persahabatan, memelihara kasih sayang, menyebarkan pengetahuan, dan melestarikan peradaban. Tetapi dengan komunikasi kita juga menyuburkan
1
2
perpecahan, menghidupkan permusuhan, menanamkan kebencian, merintangi kemajuan, dan menghambat pemikiran. Begitu penting, begitu meluas, dan begitu akrab komunikasi dengan diri kita. Kualitas hidup kita, hubungan kita dengan sesama manusia dapat ditingkatkan dengan memahami dan memperbaiki komunikasi yang kita lakukan.1 Sudah menjadi keyakinan umum bahwa bila seseorang dapat memilih kata yang tepat, mempersiapkannya jauh sebelumnya, dan mengemukakannya dengan tepat pula, maka hasil komunikasi yang sempurna dapat dipastikan. Namun banyak orang menganggap bahwa komunikasi itu mudah dilakukan, semudah bernafas. Hanya bila orang memasuki suatu pengalaman di mana proses komunikasi yang biasa ia lakukan rusak atau macet, ia baru menyadari bahwa komunikasi itu tidak mudah. Sangat miris jika seorang yang berpredikat mahasiswa, namun masih kesulitan dalam berkomunikasi. Mahasiswa, merupakan bagian dari civitas akademika yang sedang menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi. Mahasiswa yang berada pada jenjang pendidikan ini memiliki otoritas yang lebih besar karena sebagai seorang mahasiswa, mereka dianggap telah mampu mengatur dan melaksanakan tanggung jawabnya sendiri. Golongan yang selama ini diunggulkan di dalam masyarakat, sehingga dituntut mampu dan mahir berkomunikasi untuk mencurahkan pemikirannya. Seorang mahasiswa memiliki kesempatan untuk dapat mengasah keterampilannya dalam berbagai aspek sesuai dengan keinginan dan kemampuan yang dimiliki selama berada di 1
vii.
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hlm.
3
Perguruan Tinggi. Mahasiswa Jurusan Tarbiyah PAI STAIN Pekalongan diharapkan dapat menjadi bagian dari “agent of change” yang berprestasi secara akademik maupun non-akademik, sehingga mahasiswa tidak hanya memiliki intelektualitas yang tinggi, tetapi juga mampu menerapkan ilmu pengetahuannya di masyarakat. Kemampuan berkomunikasi yang baik bagi mahasiswa memegang peranan penting, karena sebagai pribadi yang hidup di lingkungan pendidikan, mahasiswa perlu juga memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik untuk berbaur dengan teman, dosen, pegawai, dan masyarakat pada umumnya. Mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam berkomunikasi dan bekerjasama bagi mahasiswa adalah mutlak dilakukan, karena hal ini akan melatih
berkembangnya
kecerdasan
emosional
mahasiswa.
Mampu
berkomunikasi dan bekerjasama adalah tiket sebuah kesuksesan jangka panjang anda sebagai mahasiswa. Setiap orang yang berada dalam lingkungan akan saling berkomunikasi dan bekerjasama untuk mencapai sebuah tujuan bersama. Dalam hal belajar di kampus mahasiswa tidak mungkin sendiri, selalu ada orang lain yang anda butuhkan untuk meningkatkan kemampuan anda. Sebuah kerjasama yang baik akan terwujud jika setiap orang mampu berkomunikasi secara efektif dalam lingkungannya. Bentuk
komunikasi
dan
kerjasama
yang
paling
membantu
perkembangan mahasiswa adalah kerjasama dan komunikasi dengan teman satu kelas. Teman satu kelas ibarat sebuah keluarga yang duduk dalam satu
4
rumah, yang harus saling memotivasi dan mengingatkan, sehingga terbentuk suasana kelas yang menyenangkan. Tidak boleh ada mahasiswa egois yang merasa paling pintar diantara yang lain, saling bermusuhan dan saling menjatuhkan. Pahamilah masingmasing teman anda, jadikanlah mereka sebagai partner dalam kemajuan anda ke depan. Tidaklah dibenarkan ketika ada temannya presentasi di depan kelas, audiens malah tidak memperhatikan, mereka terkesan tidak peduli. Meskipun tidak dipungkiri bahwa terkadang ada teman yang memang tidak menarik ketika presentasi, namun jangan itu dijadikan alasan untuk tidak menghargai teman anda. Kasus lain juga sering terlihat ada mahasiswa yang selalu mendominasi kelas, seakan-akan ia tidak mau memberikan kesempatan kepada teman yang lain untuk berbicara hanya untuk mendapatkan penilaian yang baik di mata dosen. Tidak hanya itu sering kali mahasiswa yang menjadi aktivis di organisasi kampus terlihat lebih berani mengemukakan pendapat atau pemikirannya ketimbang mahasiswa yang bukan aktivis karena mereka sudah terbiasa berbicara di depan forum diskusi, mahasiswa yang bukan aktivis juga masih merasa malu untuk bertanya kepada dosen tentang materi kuliah yang belum bisa ia pahami, mereka seakan-akan acuh atau tidak mau tahu dan tidak mempermasalahkan hal itu. Sebuah perilaku-perilaku yang seharusnya tidak ditunjukkan oleh mahasiswa yang ingin membangun kesuksesan di masa yang akan datang. Dalam menciptakan suasana lingkungan kelas yang menyenangkan mulailah
5
dari cara berkomunikasi yaitu berkomunikasi yang berdasarkan etika komunikasi Islam. Melatih kemampuan berkomunikasi yang baik tentu juga terdapat tahapan atau proses pembelajarannya. Seorang mahasiswa mulai belajar cara berkomunikasi yang baik dimulai dari kelompok terkecil yaitu dimulai di dalam kelas. Dengan pembiasaan yang baik untuk berkomunikasi terutama etika berkomunikasi secara Islami, secara perlahan mahasiswa akan mahir tata bahasa dalam berkomunikasi yang baik. Selain itu, mental atau keberaniannya juga akan terbentuk dengan sendirinya. Bidang komunikasi mempunyai ruang lingkup sangat luas. Dilihat dari segi
bentuknya,
komunikasi
meliputi
bentuk;
Komunikasi
personal,
Komunikasi Kelompok, Komunikasi Massa, dan komunikasi Medio.2 Dalam berkomunikasi seseorang haruslah tunduk pada etika dan norma yang berlaku. Persoalan etika menjadi sangat penting diperhatikan. Bagi umat Islam etika yang dijadikan dasar adalah nilai-nilai moral yang terdapat dalam kitab suci Al-Quran dan Sunnah Rasul Allah. Al-Quran sebagai wahyu Allah telah memberikan prinsip dasar yang melandasi etika komunikasi. Tetapi sejauhmanakah dasar-dasar itu memberikan bimbingan, maka diperlukan penggalian ke dalam Al-Quran. Bagi seorang muslim, ketaatan kepada nilai-nilai moral dan etika merupakan suatu kewajiban, karena berasaskan tata nilai Islami. Tanpa memperhatikan tata nilai Islam dalam berkomunikasi, maka akan terjadi 2
Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam Cet. Ke-2 (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 12.
6
kekacauan dalam komunikasi seperti menebarkan dusta, kebohongan, dan pelecehan. Perilaku itu akan mengundang bahaya yang sangat besar seperti terjadinya kekacauan informasi. Berangkat dari sinilah peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh berdasarkan latar belakang di atas dengan judul “Perbedaan Kemampuan Komunikasi Islami Antara Mahasiswa Aktivis dengan Mahasiswa Bukan Aktivis (Studi Kasus Di HMPS PAI STAIN Pekalongan)”. Adapun alasannya sebagai berikut: 1. Komunikasi adalah bagian penting yang tidak pernah lepas dari kehidupan manusia. Karena itu kita perlu mengembangkan kemampuan kita dalam berkomunikasi. 2. Sebagai mahasiswa yang memegang peranan penting, dan juga sebagai pribadi yang hidup di lingkungan pendidikan, mahasiswa perlu juga memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik untuk berbaur dengan teman, dosen, pegawai, serta masyarakat luas pada umumnya. 3. Sebagai
mahasiswa
Tarbiyah
haruslah
memperhatikan
tata
cara
berkomunikasi yang baik yaitu dengan menggunakan prinsip atau etika komunikasi yang terdapat dalam alqur’an dan hadist (Komunikasi Islam). B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah yang berkaitan dengan judul penelitian ini, sebagai berikut:
7
1. Bagaimana kemampuan komunikasi Islami mahasiswa Tarbiyah PAI STAIN Pekalongan yang menjadi aktivis? 2. Bagaimana kemampuan komunikasi Islami mahasiswa Tarbiyah PAI STAIN Pekalongan yang bukan aktivis? 3. Bagaimana perbedaan kemampuan komunikasi Islami mahasiswa Tarbiyah PAI STAIN Pekalongan antara yang menjadi aktivis dengan yang bukan aktivis? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas maka peneliti mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kemampuan komunikasi Islami mahasiswa Tarbiyah PAI STAIN Pekalongan yang menjadi aktivis. 2. Untuk mengetahui kemampuan komunikasi Islami mahasiswa Tarbiyah PAI STAIN Pekalongan yang bukan aktivis. 3. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan komunikasi Islami mahasiswa Tarbiyah PAI STAIN Pekalongan antara yang menjadi aktivis dengan yang bukan aktivis. D. Kegunaan Penelitian Adapun yang ingin peneliti capai dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut: 1. Kegunaan Teoritis a) Memberikan informasi bagaimana kemampuan komunikasi Islami mahasiswa jurusan Tarbiyah PAI STAIN Pekalongan.
8
b) Memberikan kontribusi pemikiran tentang pentingnya peran organisasi mahasiswa dalam menunjang kemampuan komunikasi Islami. c) Sebagai dasar teoritis dalam pengembangan untuk penelitian lebih lanjut. 2. Kegunaan Praktis a) Menjadikan mahasiswa kependidikan supaya berusaha meningkatkan kemampuan komunikasi Islami. b) Memberikan sumbangan pemikiran bagi Jurusan Tarbiyah PAI mengenai pemecahan
masalah
dalam
hal
kemampuan
mahasiswa
dalam
berkomunikasi Islami. E. Tinjauan Pustaka 1. Kerangka Teori Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris
communication
sesungguhnya berasal dari bahasa Latin communicatio yang bersumber dari kata communis dengan arti sama. Kata sama yang dimaksud di sini ialah kesamaan makna. Jika dua orang terlibat dalam komunikasi, maka komunikasi tersebut berlangsung dengan baik, selama ada kesamaan makna antara satu sama lainnya.3 Manusia telah berkomunikasi selama puluhan ribu tahun. Sebagian besar waktu jaga manusia digunakan untuk berkomunikasi. Meskipun demikian, ketika manusia dilahirkan ia tidak dengan sendirinya dibekali dengan kemampuan untuk berkomunikasi yang baik. Kemampuan seperti itu bukan bawaan melainkan dipelajari. Seperti yang dikatakan Miller dan
3
Mafri Amir, op. cit., hlm. 19.
9
rekan-rekannya yang dikutip Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss dalam buku “HUMAN COMUNICATION” bahwa sedikit saja kita diajari oleh budaya kita bagaimana membina hubungan dengan sesama manusia sehingga kita dapat mewujudkan potensinya secara penuh.4 Seperti yang dikutip oleh Ludwig Suparmo, Habernas mengemukakan bahwa komunikasi bermaksud menciptakan saling pengertian, menciptakan konsensus, secara intelektual dan melalui kolaborasi yang sah. Secara sederhana, di dalam komunikasi keseharian empat pokok berikut dapat diterima, yaitu (1) komunikasi ada ketergantungannya dengan makna yang ingin disampaikan, (2) komunikasi didorong untuk saling menjawab, (3) komunikasi melibatkan cara berpikir, harus dapat dipercaya, disampaikan secara tulus, dan (4) komunikasi berlaku menurut sopan santun dan norma sosial.
Karena
berkomunikasi
itu
kompetensi
secara
efektif.
berkomunikasi Kompetensi
diperlukan
komunikasi
untuk
mencakup
pengetahuan menggunakan bahasa dan pembicaraan secara benar dan tepat agar mencapai sasaran.5 Komunikasi menurut Islam adalah komunikasi yang sesuai dengan AlQuran dan Sunah. Al-Quran dan Sunah mengatur kapan seorang muslim harus bicara dan kapan seorang muslim harus diam. Dasar komunikasi versi Islam berbeda 180 derajat dengan dasra komunikasi versi barat. Teori Islam mengajarkan untuk hifdzul lisan 4
Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, Human Communication Prinsip-prinsip Dasar Cet. Ke-2, alih bahasa Deddy Mulyana dan Gembirasari (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. ix. 5 Ludwig Suparmo, Aspek Ilmu Komunikasi Cet. Ke-2 (Jakarta: Indeks, 2011), hlm. 2324.
10
(menahan atau menjaga lisan), sedangkan teori Barat mengajarkan untuk banyak berbicara atau banyak menyampaikan pesan. Hifdzul lisan itu bukan diam, melainkan menahan dari berbicara yang tidak sesuai syariat (AlQuran dan Sunah) dan tidak diperlukan oleh orang yang mendengar sehingga menyebabkan orang berhati-hati dalam berbicara, tidak boleh semaunya.6 Dari Abu Hurairah ra., sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim) Imam Syafi’i rh. Berkata, “Kalau berkata tanpa Al-Quran dan Sunah pasti berasal dari setan”. Fondasi kebenaran pesan dalam Islam adalah syariat (Al-Quran dan Sunah), maslahat yang syar’i (kebaikan yang sesuai dengan Al-Quran dan Sunah), serta bermanfaat bagi diri sendiri dan orang yang mendengar. Seorang
ulama
tabi’in,
Atha
bin
Abi
Rabbah
rh.
Berkata,
“Sesungguhnya pada zaman dahulu (zaman para sahabat) tidak suka katakata sisa atau yang berlebih”. Kemudian ada yang bertanya, “Apa kata-kata yang sisa atau berlebih itu?”. Atha bin Abi Rabbah rh. Menjawab, “Dahulu mereka (para sahabat) menghitung segala ucapan-ucapan itu tidak bermanfaat kecuali: 1. Kitabullah (Al-Quran), bagaimana membaca dan memahaminya; 2. Hadis Rasulullah saw., bagaimana meriwayatkan dan memahaminya; 6
Thorik Gunara, Komunikasi Rasulullah Indahnya Berkomunikasi Ala Rasulullah (Bandung: Simbiosa Reka Tama, 2009), hlm. 3.
11
3. Memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran; 4. Ilmu yang dapat mendekatkan kepada Allah swt.; 5. Berbicara sesuai kebutuhanmu atau mau tidak mau harus dibicarakan.” POLA BICARA DALAM ISLAM
Keinginan Berbicara
Apakah sesuai dengan pondasi? 1. Syariat (Al-Quran dan Sunah) 2. Maslahat yang syar’i (kebaikan yang tidak menyelisihi Al-Quran dan Sunah) 3. Bermanfaat bagi diri sendiri dan orang yang mendengar
Diam
Bicara Ciri khas komunikasi Islam adalah menyebarkan (menyampaikan) informasi kepada pendengar, pemirsa atau pembaca tentang perintah dan larangan Allah Swt (Al-Qur’an dan Hadits Nabi). Secara umum semua macam komunikasi memiliki ciri-ciri yang sama atau serupa, misalnya proses, model, dan pengaruh pesannya. Yang membedakan komunikasi Islam dengan teori komunikasi umum adalah terutama latar belakang filosofinya, komunikasi Islam mempunyai filosofi Al-Qur’an dan Hadits Rasullulah, aspek-aspek komunikasi Islam juga didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadits. Etika komunikasi Islam secara umum hampir sama dengan
12
etika komunikasi umum,
isi perintah dan
larangannya sama yang
membedakan adalah sanksi dan pahala.7 Dalam proses komunikasi ada sesuatu yang sangat penting, yaitu etika. Etika komunikasi menentukan berbobot tidaknya alur komunikasi. Etika komunikasi membingkai komunikasi dengan adab, kepatuhan, dan keluhuran. Perihal etika komunikasi, dapat kita jumpai dalam Al-Quran. Beberapa istilah yang ditemui adalah qawlan ma’rufan, qawlan sadidan, qawlan balighan, qawlan karima, qawlan maisuran, dan qawlan layinan.8 2. Penelitian yang Relevan Skripsi karya Saudari Nurul Ilmi Jurusan Tarbiyah STAIN Pekalongan 2010, yang berjudul “Pengaruh Komunikasi Positif Menurut Islam Antara Pendidik dengan Peserta didik Terhadap Konsep Diri Peserta Didik (Studi Kasus Siswa Kelas VI SDN Ambukulon Kec. Comal)”. Penalitian ini adalah penelitian lapangan dan berbentuk penelitian kuantitatif. Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi positif yang sangat kuat antara komunikasi positif dan konsep diri. Skripsi karya Saudari Ulva Rizkillah Jurusan Tarbiyah STAIN Pekalongan 2014, yang berjudul “Pengaruh Interaksi Remaja Sebaya Terhadap Etika Komunikasi Islami Remaja Di Desa Kalisalak Kecamatan Limpung Kabupaten Batang”. Penalitian ini adalah penelitian lapangan dan berbentuk penelitian kuantitatif dengan menggunakan teknik analisis regresi. Berdasarkan penelitian diperoleh kesimpulan bahwa terdapat 7 8
digilib.uinsby.ac.id/9723/3/bab%202.pdf (Diakses tanggal 10 September 2015). Mafri Amir, op. cit., hlm. 85.
13
pengaruh yang signifikan interaksi teman sebaya terhadap etika komunikasi Islami remaja di desa Kalisalak Kecamatan Limpung Kabupaten Batang. Penelitian yang akan dilakukan peneliti ini berbeda dengan penelitian di atas. Penelitian ini memfokuskan penelitiannya pada perbandingan kemampuan komunikasi Islami antara mahasiswa aktivis dengan mahasiswa bukan aktivis dengan objek penelitian Mahasiswa Jurusan Tarbiyah PAI STAIN Pekalongan angkatan 2013 dan angkatan 2014 yang tergabung dalam organisasi HMPS PAI STAIN Pekalongan. 3. Kerangka Berfikir Mahasiswa diharapkan dapat menjadi bagian dari “agent of change” yang berprestasi secara akademik maupun non-akademik, sehingga mahasiswa tidak hanya memiliki intelektualitas yang tinggi, tetapi juga mampu menerapkan ilmu pengetahuannya dimasyarakat. Semua mahasiswa memiliki
hak
dan
kewajiban
yang
sama
yaitu
mengembangkan
kemampuannya, salah satunya yaitu kemampuan berkomunikasi yang baik. Tidak hanya mahasiswa yang aktif dalam organisasi, mahasiswa yang bukan aktivis
juga
memiliki
hak
yang
sama
untuk
mengembangkan
kemampuannya dalam berkomunikasi. Mahasiswa yang memiliki kemampuan intelektual yang tinggi tidaklah menjadi jaminan kesuksesan dalam karirnya. Karena percuma saja memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi namun tidak bisa berkomunikasi yang baik (komunikasi Islam).
14
Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Individu sulit mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga mengembangkan rasa percaya diri dalam bersosial dan akan sukses dalam bidang apapun. MAHASISWA
KOMUNIKASI ISLAMI
1. Teman
2. Dosen
3. Pegawai
4. Masyarakat
Keberhasilan Membina Hubungan
Percaya Diri dalam Mengembangkan Diri 4. Hipotesis Hipotesis adalah pernyataan atau dugaan yang bersifat sementara terhadap suatu penelitian yang kabenarannya masih lemah (belum tentu kebenarannya) sehingga harus diuji secara empiris.9 Dalam penelitian ini peneliti mengajukan hipotesis bahwa terdapat perbedaan kemampuan komunikasi Islami antara mahasiswa aktivis dengan mahasiswa bukan aktivis.
9
Erwan Agus Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti, Metode Penelitian Kuantitatif Untuk Administrasi Publik Dan Masalah-masalah Sosial (Jogjakarta: Gava Media, 2011), hlm. 137.
15
F. Metode Penelitian 1. Desain Penelitian a. Pendekatan Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. b. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan adalah penelitian yang dilakukan di tempat terjadinya gejala-gejala yang diselidiki.10 2. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitiam ini bersifat tunggal yaitu komunikasi Islami. Dengan indikator: a. Qawlan Sadidan yaitu perkataan yang benar dan baik secara redaksi b. Qawlan Balighan yaitu kata-kata yang efektif dan mengesankan c. Qawlan Ma’rufan yaitu perkataan yang baik dan pantas d. Qawlan Kariman yaitu perkataan yang dibarengi dengan rasa hormat e. Qawlan Layinan yaitu lemah lembut f. Qawlan Maysuran yaitu mudah dimengerti dan melegakan perasaan.11 3. Populasi dan Sampel a. Populasi Populasi penelitian adalah keseluruhan (universum) dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap hidup, dan sebagainya, sehingga objek-
10
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 71. 11 Mafri Amir, op. cit., hlm. 85.
16
objek ini dapat menjadi sumber data penelitian.12 Dalam hal ini yang menjadi populasi adalah mahasiswa reguler jurusan Tarbiyah PAI STAIN Pekalongan angkatan 2013 dan angkatan 2014. b. Sampel Sampel adalah suatu prosedur pengambilan data di mana hanya sebagian populasi saja yang diambil dan dipergunakan untuk menentukan sifat serta ciri yang dikehendaki dari suatu populasi.13 Dalam penelitian ini yang menjadi sampel penelitian adalah mahasiswa reguler jurusan Tarbiyah PAI angkatan 2013 dan angkatan 2014 yang tergabung dalam organisasi HMPS PAI. Penelitian ini bersifat perbandingan. Oleh karena itu, jumlah sampel yang diperbandingkan harus memiliki perbandingan yang sama. Adapun pembagian sampelnya adalah mahasiswa aktivis sebanyak 28 mahasiswa dan mahasiswa yang bukan aktivis sebanyak 28 mahasiswa. Dengan rincian mahasiswa angkatan 2013 sebanyak 10 mahasiswa aktivis dan 10 mahasiswa bukan aktivis. Mahasiswa angkatan 2014 sebanyak 18 mahasiswa aktivis dan 18 mahasiswa bukan aktivis. 4. Sumber dan Jenis Data Sumber primer dari penelitian ini adalah mahasiswa jurusan Tarbiyah PAI STAIN Pekalongan angkatan 2013 dan angkatan 2014.
12
M. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian kuantitatif, Cet. Ke-8 (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), hlm. 109. 13 Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif, Cet. Ke-2 (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), hlm. 30.
17
Adapun sumber sekunder dari penelitian ini adalah buku-buku teori tentang komunikasi Islami serta sumber-sumber lain yang mendukung penelitian ini. Adapun jenis adata yang dipergunakan yaitu: a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh dari jawaban responden melalui instrumen penelitian berupa angket, yakni angket tentang kemampuan berkomunikasi Islami mahasiswa. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data penunjang dari data primer yang meliputi data-data tentang kemampuan berkomunikasi Islami mahasiswa STAIN Pekalongan jurusan Tarbiyah angkatan 2013 dan angkatan 2014. 5. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah mahasiswa STAIN Pekalongan jurusan Tarbiyah PAI angkatan 2013 dan angkatan 2014. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Random sampling. Teknik tersebut di dalam pengambilan sampelnya, peneliti “mencampur” subjek-subjek di dalam populasi sehingga semua subjek dianggap sama. Dengan demikian peneliti memberi hak yang sama kepada setiap subjek untuk memperoleh kesempatan (chance) dipilih menjadi sampel.14
14
Suharsimi Arikunto, op. cit., hlm. 134.
18
Kriteria yang dijadikan responden adalah sebagai berikut: mahasiswa reguler jurusan Tarbiyah PAI STAIN Pekalongan angkatan 2013 dan angkatan 2014 yang tergabung dalam organisasi HMPS PAI STAIN Pekalongan. 6. Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang diperlukan, peneliti menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut: a. Metode Observasi Metode observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan
kulit.15
Metode
observasi
yang
peneliti
gunakan
untuk
mengumpulkan data yang berkenaan dengan keadaan organisasi HMPS PAI STAIN Pekalongan periode 2015-2016. b. Metode Wawancara Wawancara atau interviu adalah sebuah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman(guide) wawancara.16 Metode ini digunakan untuk mendapatkan informasi profil HMPS PAI STAIN Pekalongan dan data-data lain yang mendukung.
15
Burhan Bungin, Metodologi Peneliitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, Dan Keebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya,Cet.ke-3 (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), hlm. 134. 16 Ibid., hlm. 126.
19
c. Metode Angket Metode angket adalah daftar pertanyan yang dikirim kepada responden baik secara langsung atau tidak langsung (melalui pos atau perantara).17 Metode ini digunakan untuk menggali atau mengetahui tentang kemampuan komunikasi Islami antara mahasiswa aktifis dan bukan aktifis, angket ditujukan kepada responden, dalam hal ini adalah mahasiswa jurusan Tarbiyah PAI angkatan 2013 dan angkatan 2014 STAIN Pekalongan. 7. Metode Analisis Data Dalam penelitian ini penelliti menggunakan field research, sehingga data yang dihasilkan terdiri dari data kuantitatif. Untuk data yang bersifat kuantitatif, metode analisis data yang digunakan adalah analisis data statistik dan untuk rumus yang digunakan peneliti adalah rumus statistik “t”. Test t merupakan salah satu tes statistik yang digunakan pada analisis komparasi.18 Adapun langkah-langkah yang digunakan sebagai berikut: a. Mencari Mean X dengan rumus: M1 = b. Mencari Mean Y dengan rumus: M2 =
17
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metode Penelitian Sosial (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003), hlm. 60. 18 Salafuddin, statistik Terapan untuk Penelitian Sosial, (Pekalongan: STAIN Press, 2005), hlm.168.
20
c. Mencari Deviasi Standar Skor dengan rumus: SD1 = √ d. Mencari Deviasi Standar Skor Y dengan rumus: SD2 = √ e. Mencari Standar Skor Mean X dengan rumus: SEm1 =
√
f. Mencari Standar Skor Mean Y dengan rumus: SEm2 =
√
g. Mencari Standar Skor Mean perbedaan antara X dan Mean Y dengan rumus: SEm1- m2 = √ h. Mencari to dengan rumus: to = i. Analisis Lanjutan Untuk menguji kebenaran atau kepalsuan hipotesis tersebut di atas dengan membandingkan besarnya hasil perhitungan (to) dan t yang tercantum pada tabel “t” dengan telebih dahulu menetapkan degree of fredomnya atau derajat kebebasan dengan rumus: df atau db = (N1 + N2) – 2
21
N1 adalah jumlah mahasiswa Tarbiyah PAI yang menjadi aktifis di HMPS PAI STAIN Pekalongan, sedangkan N2 adalah jumlah mahasiswa Tarbiyah PAI yang bukan aktifis di HMPS PAI STAIN Pekalongan. Dengan diperolehnya df atau db, maka dapat dicari harga tt pada taraf signifikan 5% atau 1%. Jika to lebih besar dari pada tt maka Ho ditolak. Jika to lebih kecil dari pada tt maka Ho diterima. G. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pemahaman dan penelaahan pokok masalah yang akan dibahas, maka peneliti menyusun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut: Bab I: PENDAHULUAN: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab II Landasan Teori, berisi tentang: Komunikasi Islam, yang terdiri dari: Pengertian komunikasi, Pengertian komunikasi Islam, Pengertian komunikasi Islami, dan Ciri-ciri komunikasi Islam. Etika Komunikasi Islam, yang terdiri dari: Pengertian etika dan Prinsip-prinsip komunikasi Islam. Komunikasi Rasulullah, yang terdiri dari: Rasulullah berbicara sesuai dengan akal manusia dan Setiap berbicara, Rasulullah selalu memulainya dengan Bismillah. Bab
III:
KEMAMPUAN
KOMUNIKSAI
ISLAMI
ANTARA
MAHASISWA AKTIVIS DENGAN MAHASISWA BUKAN AKTIVIS, berisi dua bab. Pertama, melaporkan hasil studi di lapangan meliputi gambaran
22
umum, sejarah singkat, lokasi kantor pengurusan organisasi HMPS PAI STAIN Pekalongan, visi dan misi, struktur organisasi, sarana dan prasarana, serta keadaan kepengurusan HMPS PAI STAIN Pekalongan. Bagian kedua tentang kemampuan komunikasi Islami mahasiswa aktivis dan kemampuan komunikasi Islami mahasiswa bukan aktivis. Bab IV: Perbedaan Kemampuan Komunikasi Islami Antara Mahasiswa Aktivis
dengan
Mahasiswa
Bukan
Aktivis
meliputi:
Kemampuan
Berkomunikasi Islami Mahasiswa Aktivis dan Kemampuan Komunikasi Mahasiswa Bukan Aktivis. Bab V: Penutup meliputi: kesimpulan dan saran-saran. Daftar Pustaka Lampiran-lampiran