BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Konflik sosial terjadi di tengah-tengah masyarakat dengan penyebab
utama adalah disfungsi sosial. Artinya nilai-nilai dan norma-norma sosial yang ada di dalam sturuktur sosial tidak lagi di taati, pranata sosial atau lembaga sosial, dan sistem pengendaliannya tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka timbul konflik sosial. Salah satu titik tumpu dari konflik sosial adalah kesenjangan status sosial. Kesenjangan status sosial terjadi dalam masyarakat karena bekerjanya lembaga paksaan tersebut yang bertumpu pada cara-cara kekerasan, penipuan, dan penindasan.1 Dengan demikian, titik tumpu dari konflik sosial adalah kesenjangan status sosial yang terjadi karena adanya lembaga sosial yang tidak berjalan atau bekerja sebagaimana mestinya dan seharusnya berlaku adil tanpa melihat status sosialnya. Status sosial adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan orang-orang lain, di dalam lingkungan pergaulannya, prestise (harga diri) dan hak-hak serta kewajibannya.2 Menurut Max, Status sosial terbagi menjadi dua kelas yaitu kelas borjuis dan kelas proletar. Kelas borjuis adalah kelompok yang memiliki sarana dan alat produksi yang dalam hal ini adalah perusahaan sebagai modal usaha. Kelas proletar adalah kelas yang tidak memiliki 1
Elly M.Setiadi dan Usman Kolip. Pengantar Sosiologi Pemahan Fakta Dan Gejala Pemaham Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya Rosdakarya: Bandung, 2010. Hal. 365 2 Ibid. Hal. 45
1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
sarana dan alat produksi, mereka hanya menjual tenaga saja kepada perusahaan. Masyarakat terintegrasi karena adanya struktur kelas dimana kelas borjuis menggunakan negara dan hukum untuk mendominasi kelas proletar.3 Sehingga konflik kesenjangan status sosial semakin menjadi melalui proses produksi sebagai salah satu kegiatan ekonomi dimana dalam proses tersebut terjadi kegiatan pengeksploitasian dan imperialisme terhadap kelas proletar yang dilakukan oleh kelas borjuis. Kelas
borjuis
menganut
sistem
pemerintahan
kapitalis.4
Yang
memanfaatkan lembaga paksaan atau dalam wujud hukum di pandang sebagai faktor utama untuk memelihara lembaga-lembaga sosial, menjadi milik pribadi, lalu perbudakan, dan sistem pemerintahan kapitalis yang menimbulkan ketidaksamaan hak dan kesempatan. Kelas borjuis memperkaya diri dengan mengambil hak atau keadilan kelas proletar. Kelas borjuis atau kelompok kaya memiliki ciri dengan kawasan elite dengan rumah mewahnya yang di lengkapi dengan taman, kolam renang, memiliki mobil mewah, dan benda-benda berharga lainnya. Kelas proletar atau kelompok miskin memiliki ciri berada di kawasan marginal (pinggiran), hidup di pemukiman kumuh, tidak sehat, kotor dan sebagainya. Dari kesenjangan status sosial yang menciptakan dua struktur kelas oleh para sineas barat (movie maker) di jadikan sebuah cerita film yang cukup menarik. Film yang menarik minat penonton atau khalayak untuk menonton suatu film 3 4
Ibid. Hal. 365 Ibid
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
memang menawarkan cerita yang berbau konflik diantaranya adalah kesenjangan status sosial. Film yang berunsur konflik itulah yang mampu menarik minat khususnya khalayak remaja untuk menonton serta memaknai pesan dari konflik yang terjadi pada film tersebut. Khalayak remaja adalah fase dimana terjadinya perubahan biologis, kognitif, sosioemosional dan pengalaman atau budaya yang setidaknya berbeda-beda.5 Sehingga timbul rasa keingin tahuan penulis kepada khalayak remaja yang memiliki budaya serta pengalaman yang berbeda-beda dan mampu memaknai serta dapat menginterpretasikan sebuah konflik yang di sajikan dalam film. Menurut teori cultural studies di dalam teori analisis resepsi, khalayak khususnya remaja termasuk dalam kategori khalayak aktif. Karena salah satu aktivitas yang di lakukan oleh khalayak adalah memaknai dan menginterpretasi apa yang mereka terima dari media massa. Makna dari suatu pesan tidak tetap dan dikontruksikan oleh anggota khalayak. Kontruksi terjadi melalui tindakan rutin interpretasi terhadap media.6 Teori ini berdiri pada asumsi bahwasanya setiap khalayak memiliki budaya yang berbeda-beda dan mempunyai kemampuan untuk dapat menginterpretasikan berbagai hal yang mereka baca atau lihat di media massa.7 Jadi bisa dikatakan bahwa konflik yang ingin di sampaikan oleh film tidak memiliki makna sebelum ada interaksi dan dimaknai oleh khalayak. Penulis merujuk pada pemikiran interpretasi yang menekankan pada studi budaya serta pengalaman subyektif (meaning-contruction) seseorang dalam 5
Elvinaro, Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Remaja Rosdakarya: Bandung, 2015. Hal. 40. 6 Stuart Hall. Encoding /Decoding in culture media language. Hutchinson: London, 1973. Hal.38. 7 Straubhaar and LaRose. Media Now. Understanding media culture and technology. Nelson Education : Canada, 2002. Hal.56.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
memahami suatu konflik. Dalam konteks ini, melihat lebih dekat apa yang sebenarnya terjadi pada individu sebagai khalayak aktif dan bagaimana mereka memahami dan memaknai konflik tersebut setelah menonton film.8 Maka dapat di simpulkan bahwasanya khalayak remaja menginterpretasikan konflik yang terjadi di dalam sebuah film dengan pemikiran yang menekankan pada studi budaya serta pengalaman subyektif individu, untuk memahami dan memaknai konflik yang di sajikan dalam film. Dari sekian banyak film luar negeri yang mengandung unsur kesenjangan status sosial, penulis akan meneliti satu film yang berjudul “IN TIME” bergenre fiksi ilmiah, dan disutradarai oleh Andrew Niccol. Film ini mengandung lebih banyak cerita di dalam skenario yang di tampilkannya. Adanya sebuah jurang pemisah yang terbentuk karena dua status sosial yaitu status sosial kelas ekonomi kaya (kelas borjuis) dan status sosial kelas ekonomi miskin (kelas proletar). Dua status sosial kelas tersebut di pimpin oleh seseorang yang bernama Philipe yang menganut sistem kapitalis dan masuk dalam ketegori kelas status sosial ekonomi kaya (kelas borjuis). Semua di kemas di dalam sebuah kota yaitu kota New Greenwich untuk kelas kaya (kelas borjuis) serta kota Gheeto untuk kelas miskin (kelas proletar). Dengan demikian masyarakat terintegrasi untuk melakukan prilaku menyimpang demi mendapatkan hak dan keadilan, karena terjadinya pengeksploitasian dan imperialisme terhadap status kelas ekonomi miskin (kelas proletar) yang di lakukan oleh status kelas ekonomi kaya (kelas borjuis). 8
https://www.academia.edu/7689486/HUBUNGAN_ANTARA_PERILAKU_MENONTON_FIL M_KEKERASAN_DENGAN_PERILAKU_AGRESI_REMAJA_The_Behavior_of_Adolescents_ in_Watching_Violent_Films di akses pada tanggal 10 Maret 2016
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
Jadi di dalam film “IN TIME” memang mengandung unsur kesenjangan status sosial, adanya jurang pemisah dengan memeta-metakan status kelas ekonomi dengan di buatnya sebuah kota. Yaitu kota New Greenwich yang mayoritas masyarakatnya adalah status kelas ekonomi kaya (kelas borjuis) lalu kota Ghetoo untuk status kelas ekonomi miskin (kelas proletar). Serta terjadinya pengeksploitasian dan imperialisme terhadap status kelas ekonomi miskin (kelas proletar). Dan adanya disfungsi sosial yang menyebabkan konflik sosial terjadi yang bertumpu pada kesenjangan status sosial. Dengan demikian kaum miskin memberontak dan melakukan prilaku menyimpang untuk mendapatkan hak dan keadilan yang seharusnya mereka dapat. 1.2
Fokus Penelitian Bagaimana interpretasi khalayak remaja tentang kesenjangan status sosial
dalam film IN TIME ? 1.3
Identifikasi Masalah Kesenjangan status sosial di angkat menjadi konflik di dalam film In Time
dengan memeta-metakan masyarakat berdasarkan dari status sosial ekonominya. Untuk status sosial kelas kaya dibuat kota bernama New greenwich dan status sosial kelas miskin yaitu kota gheeto serta dibuat pula tembok besar menjadi pembatas antar kota tersebut. Ditambah dengan sesosok pemimpin yang menganut sebuah sistem pemerintahan kapitalisme dengan melakukan eksploitasi dan imperialisme terhadap kelas miskin. Sehingga kelas miskin terintegrasi untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
melakukan prilaku menyimpang dengan merampok, mencuri dan menculik anak dari seorang pemimpin pada kota new greenwich untuk mendapatkan hak dan keadilan mereka. 1.4
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui interpretasi khalayak remaja mengenai kesenjangan
status sosial dalam film IN TIME 1.5
Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat Akademis 1. Secara akademis, penelitian ini di harapkan dapat memberikan kontribusi yang positif kepada mahasiswa khususnya terhadap Ilmu Komunikasi Massa (Broadcasting). 2. Secara teoritis, penelitian ini berguna untuk memperluas pengetahuan peneliti serta mahasiswa tentang teori analisis resepsi dapat menginterpretasikan sebuah karya film.
1.4.2
Manfaat Praktis
Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan pengetahuan yang berkenaan dengan penelitian ini.
http://digilib.mercubuana.ac.id/