BAB I PENDAHULUAN
A. Latarbelakang Masalah
Sekolah merupakan tempat bergabung atau kumpulan orang-orang sebagai sumber daya manusia dalam satuan kerja masing-masing mempunyai hubungan atau terikat dalam kerja sama untuk mencapai tujuan (Fatah, 2010). Sumber daya manusia yang terlibat langsung dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah adalah kepala sekolah, guru, pegawai, orang tua murid dan siswa. Kerjasama mereka sangat menentukan pencapaian tujuan sekolah. Kebijakan pimpinan organisasi akan mempengaruhi perilaku kerja yang ditampilkan bawahan. Pada lingkup penelitian ini, organisasi yang dimaksud adalah sekolah, sedangkan yang dimaksud dengan bawahan dan pimpinan adalah guru dan kepala sekolah. Sekolah sebagai suatu organisasi dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang berwenang menerapkan kepemimpinan tertentu demi terwujudnya tujuan sekolah. Guru sebagai salah satu komponen utama di sekolah, memegang peranan yang sangat strategis terhadap pencapaian tujuan dari program-program yang telah ditetapkan oleh sekolah dan tujuan pendidikan nasional (Wardani, 1998). Sebagai tenaga profesional, guru dituntut tidak saja hanya sebatas memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang keahliannya, tetapi guru juga dituntut untuk mampu mengeksplorasikan segala 1
2
kemampuan
dan
kompetensi
yang
dimilikinya
tersebut
serta
mampu
mentransformasikan, mengembangkan dan meyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Di samping itu, guru juga dituntut untuk mampu membuat terobosan-terobosan atau inovasi baru dalam rangka pelaksanaan tugasnya tersebut, serta memiliki kepribadian dan kemampuan yang tinggi terhadap institusinya sebagai wujud kinerja yang tinggi sebagai seorang guru kelas yang professional. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan penyelenggaraan sekolah, termasuk diantaranya mengikutsertakan guru-guru dalam pendidikan latihan, seminar, pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, melalui beasiswa maupun dengan swadaya, sampai kepeningkatan penghasilan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, didapatkan bahwa pada dasarnya guru-guru di sekolah dasar di Metro memiliki kemampuan yang sesuai dengan bidangnya masing-masing. Namun, kebanyakan dari mereka mengalami krisis kepercayaan diri terhadap kemampuan yang dimiliki dan kecakapan dalam praktek belajar mengajar. Beberapa seringkali merasa takut salah di mata para guru yang lebih senior. Selain itu, para guru juga sangat mengharapkan rangkulan dan dorongan dari kepala sekolahnya. Kepala sekolah yang dirasa tidak terlalu peka dengan keadaan guru atau sekolah membuat motivasi para guru ini berkurang. Para guru menginginkan kepala sekolah itu dapat benar-benar hadir dan terlihat peranannya, sehingga guru-guru ini merasa nyaman dan lebih dihargai.
3
Berikut kutipan hasil wawancara peneliti dengan salah satu kepala sekolah. “guru-guru ya baik kerjanya. Bisa memenuhi jam mengajar dengan baik. Tidak ada hambatan yang repot banget gitu. Tapi beberapa guru disini kaya niat nggak niat kalau ngajar. Misalnya kaya suka terlambat, bolos jam mengajar, ngajar cuma sebentar atau namanya korupsi waktu, ngajar pakai metode yang itu-itu saja, nggak bikin inovasi lain, ya kaya-kaya gitu mas. Tapi saya pernah beberapa kali ngobrol sama guru-guru dari sekolah-sekolah lain juga, hal-hal itu terjadi kadang itu bukan karena mereka malas ngajar, tapi karena guru itu nggak nyaman. merasa kepala sekolahnya terlalu saklek, kaku, jadi guru malah jadi nggak nyaman. Ada juga yang merasa kepala sekolahnya itu ya baik, pinter, tapi kurang srawung, biasanya kepalakepala sekolah yang baru atau habis dipindah gitu, mungkin ya karena masih masa transisi juga. Tapi ya itu yang saya tahu. Dan hal ini memang menjadi bahasan kami para kepala sekolah untuk kedepannya bisa ngrangkul semua biar bisa semakin baik”.
Guru dengan semangat kerja yang rendah akan menunjukkan perilaku indisipliner, hanya terpaku pada satu metode mengajar, kurang kreatif, kurang berusaha , dan kurang motivasi (Masaong, 2004). Kurangnya kesediaan guru untuk bekerja secara optimal mengindikasikan kurangnya komitmen afektif terhadap organisasi. Komitmen afektif adalah Kesediaan individu untuk bertahan dalam organisasi yang ditandai dengan adanya kelekatan emosi dengan organisasi, identifikasi terhadap nilai dan tujuan organisasi, serta keterlibatan dalam organisasi (Allen & Meyer, 1990). Menurut Kartini Kartono (1998) setiap pemimpin harus memahami misi dan kondisi staf pengajarnya, mengadakan perencanaan secara hati-hati, mengupayakan pemecahan atas berbagai permasalahan, tetapi pemimpin juga harus menjangkau ke luar dan ke atas. Artinya pemimpin harus mampu membina relasi yang baik dengan lembaga yang kedudukannya lebih tinggi di sekolah. Pemimpin yang baik harus
4
meluangkan sebagian waktunya yang berharga itu untuk membangun sebanyak mungkin jembatan relasi yang baik dengan seorang guru yang ada disekitarnya yang penting atau bermanfaat bagi kinerja sekolah. Kartini Kartono (1998) menjelaskan bahwa fungsi kepemimpinan kepala sekolah adalah memandu, menuntun, membimbing, memberi atau membangun motivasi-motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan komunikasi yang lebih baik sehingga akan mampu membawa para pengikutnya kepada tujuan yang telah direncanakan. Oleh karena itu, keberhasilan kepala sekolah dalam menjalankan tugasnya dapat dilihat melalui kemampuannya dalam menciptakan iklim belajar mengajar, mempengaruhi dan mengajak serta mendorong guru, pegawai, dan peserta didik untuk menjalankan tugas masing-masing dengan sebaik-baiknya. Jadi, tugas kepala sekolah lebih banyak berhubungan dengan penanganan persoalan-persoalan yang bersifat teknis dan nonteknis.
Penanganan
yang bersifat
teknis
cenderung diupayakan
untuk
mempermudah, memelihara atau memperbaiki segala persoalan pembelajaran yang dihadapi sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Sedangkan penanganan persoalan yang bersifat nonteknis cenderung dilakukan sebagai upaya penyelesaian masalah yang berhubungan dengan konflik-konflik yang terjadi di sekolah. Kartini Kartono (1998) menegaskan bahwa, kepala sekolah sesungguhnya memiliki peran penting dalam menggerakkan aktivitas sekolah dalam mencapai tujuan. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan kunci keberhasilan berbagai kegiatan sekolah. Sikap kepemimpinan tersebut merujuk kepada sikap kepemimpinan
5
transformasional, dimana kepemimpinan transformasional adalah Pemimpin yang memberikan pertimbangan individu, stimulasi intelektual, dan mempunyai karisma sehingga dapat meningkatkan motivasi dan kinerja pengikutnya (Bass, 1985). Seorang guru harus memiliki keyakinan bahwa apa yang dilaksanakannya terkait
dengan
tugasnya
sebagai
pengajar,
pendidik,
dan
pelatih
dapat
dilaksanakannya dan memberi hasil yang baik pula. Hal tersebut sangat berkaitan dengan efikasi diri yang tercermin dari kemampuan yang dimiliki oleh guru dalam melaksanakan tugas untuk mampu: (1) mendidik; (2) mengajar; (3) melatih; dan (4) membimbing (Luthans, 2005). Menurut Bandura (1997) efikasi diri adalah bahwa manusia harus selalu berusaha untuk memiliki kontrol atas berbagai macam situasi yang dapat mempengaruhi dirinya sehingga mereka bisa menghindari dampak negatif dan mendapatkan dampak yang dianggap baik. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti mengajukan judul penelitian hubungan antara kepemimpinan transformasional dan efikasi diri dengan komitmen afektif di sekolah dasar negeri.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu apakah ada hubungan antara kepemimpinan transformasional dan efikasi diri dengan komitmen afektif pada guru SD Negeri?
6
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepemimpinan transformasional dan efikasi diri dengan komitmen afektif pada guru SD negeri.
D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap pengembangan ilmu di bidang psikologi, khususnya psikologi organisasi dan psikologi pendidikan, yang berhubungan dengan salah satu sikap kerja yaitu berdasarkan komitmen afektif guru terhadap sekolah serta sikap kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan efikasi diri guru.
2. Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi guru mengenai pentingnya meningkatkan sikap komitmen afektif terhadap organisasi sehingga berusaha meningkatkan komitmen afektifnya terhadap organisasi dan dengan diketahuinya komitmn afektif dan efikasi guru disekolah, kepala sekolah dapat memperbaiki sikap kepemimpinannya sehingga dapat meningkatkan komitmen afektif guru terhadap organisasi.