BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin majunya perkembangan teknologi di Indonesia, semakin terbuka luas juga peluang bagi seseorang untuk dapat menjangkau dan menggunakan teknologi tersebut. Beragam perusahaan saling bersaing untuk memberikan teknologi yang terbaik bagi para konsumernya. Perusahaan penyedia layanan jaringan saling bersaing untuk memberikan kualitas sinyal internet yang terbaik bagi pelanggannya. Bermacam-macam gadget, baik yang berbentuk telepon selular maupun komputer, mulai banyak dijual dengan bentuk yang berbeda, kualitas yang berbeda, dan keunggulan yang berbeda. Dengan banyaknya bentuk gadget yang diproduksi, serta ketersediaan internet yang semakin mudah dijangkau, bermacam-macam aplikasi yang menunjang komunikasi seseorang dengan orang lain atau aplikasi yang digunakan untuk mencari informasi pun banyak dibuat. Semua perkembangan teknologi ini, yang dulunya hanya dapat digunakan orang-orang tertentu, sekarang dapat dengan mudah dijangkau oleh siapa saja. Dari segi usia, yang dulunya teknologi hanya digunakan oleh orang dewasa, sekarang anak-anak pun dapat menggunakannya. Hal ini dibuktikan dengan adanya pembelajaran kemampuan menggunakan teknologi pada anak-anak di bangku SD. Jumlah pengguna internet yang semakin meningkat dapat dilihat berdasarkan data survei dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII & Puskakom, 2014). Jumlah pengguna internet di Indonesia pada akhir tahun 2014 telah mencapai sebanyak 88 juta orang. Jumlah ini meningkat dibandingkan data pengguna internet pada tahun 2013 yang berjumlah 71,19 juta orang. Survei pada tahun 2014 ini juga menemukan bahwa pengguna internet paling banyak berkisar pada usia 18-25 tahun. Dilihat dari domisilinya, pengguna internet paling banyak merupakan orang-orang yang tinggal di
1
2 daerah urban Indonesia. Pengguna internet juga paling banyak menggunakan telepon selular untuk mengakses internet. Dunia internet atau cyberspace merupakan dimensi baru yang muncul akibat perkembangan maju di dunia perteknologian dan jaringan online. Barak (2008) mengatakan bahwa secara psikologis, orang-orang sering merasa bahwa komputer dan dunia internet sebagai perluasan dari pikiran dan kepribadian mereka, dengan kata lain sebuah “dunia” untuk merefleksikan sikap mereka dan hal-hal yang mereka sukai. Dibandingkan buku, radio, atau TV, dunia internet lebih bersifat interaktif, yaitu dapat memberi kesempatan bagi seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain. Pembentukan makna dan tujuan yang bersifat kolektif ini mengangkat dunia internet menjadi sebuah dunia sosial yang secara psikologis melampaui media tradisional. Perkembangan teknologi, terutama dalam perkembangan internet memberikan dampak bagi kehidupan manusia, baik dalam hal positif maupun negatifnya. Keuntungan dari ketersediaannya internet adalah internet bersifat menyeluruh di dunia. Internet memudahkan orang untuk mencari informasi dan berkomunikasi baik dari negara sendiri maupun dari negara lain, selama daerah yang dituju mempunyai ketersediaan internet. Dulu untuk berhubungan dengan orang lain, orang perlu mengirim surat lewat pos dan memerlukan waktu lama, sementara kini orang dapat mengirim surat melalui e-mail, yang dalam hitungan detik bisa langsung sampai di alamat e-mail tujuan. Dalam hal informasi, orang pun dapat mengakses informasi dengan jangkauan yang lebih luas dibandingkan masa dulu. Saat ini, kehadiran internet sangat membantu dalam berbagai bidang, baik dalam bidang pendidikan, perekonomian, sosial, dan lain-lainnya. Dalam bidang pendidikan internet dapat membantu siswa dan mahasiswa dalam mencari informasi yang menunjang kemajuan pembelajarannya, misalnya untuk mencari informasi yang berkaitan dengan tugas sekolah atau untuk mencari jurnal yang biasanya dilakukan oleh
3 mahasiswa. Dalam bidang perekonomian, sekarang sedang menjadi tren untuk membuka online shop, yaitu belanja melalui internet. Sementara dalam bidang sosial, sekarang makin banyak adanya media sosial yang dapat membantu orang-orang untuk berkomunikasi lebih cepat dan dengan jangkauan yang lebih luas. Namun tentu saja selain mempunyai dampak positif bagi kehidupan manusia, internet pun mempunyai dampak negatif bagi penggunanya. Akibat makin cepatnya perkembangan teknologi di dunia, manusia semakin mudah terpapar oleh kenikmatan dan kemudahan yang diberikan oleh internet. Jika manusia tidak dapat memanfaatkan potensi-potensi yang dimiliki internet dengan baik, maka yang terjadi adalah internet dapat menjadi masalah bagi kehidupan manusia. Manusia akan menggunakan internet tidak sesuai dengan fungsi baik internet dikembangkan. Manusia akan semakin mudah terpapar kepada penggunaan-penggunaan internet yang bermasalah, seperti online gambling, online gaming, pornografi, cybersex relationship, serta penggunaan media sosial yang berlebihan dan tidak terkontrol. Penggunaan internet akan semakin bermasalah jika internet makin banyak digunakan untuk hiburan dibandingkan untuk mencari informasi atau penelitian (Hawi, 2012). Penggunaan internet yang bermasalah ini atau yang biasa disebut dengan internet addiction, dapat menimbulkan dampak negatif yang membuat manusia semakin kecanduan dalam menggunakan internet. Manusia akan susah melepaskan diri dari internet. Manusia dapat menghabiskan banyak waktu hanya untuk melakukan penggunaan internet yang bermasalah ini. Bukan hanya itu, internet addiction ini pun dapat mengganggu aktivitas keseharian dari orang tersebut (Pies, 2009). Bahkan dalam sebuah penelitian pun dapat ditemukan bahwa internet addiction dapat membuat seseorang menjadi kesepian (Yao dan Zhong, 2014). Permasalahan tentang internet addiction masih banyak menimbulkan kontroversi di antara beberapa ahli klinis. Sebagian ahli klinis menganggap internet addiction telah menjadi suatu gangguan klinis yang berbentuk kecanduan terhadap non-substansi. Hal tersebut dikarenakan adanya bukti-bukti bahwa seseorang yang mengalami internet
4 addiction menunjukkan gejala-gejala yang sama seperti orang yang mengalami kecanduan judi. Namun dalam DSM-V (American Psychiatric Association, 2013), satusatunya gangguan yang berhubungan terhadap internet dan telah dimasukkan pada section III dengan catatan perlu penelitian lebih lanjut, hanyalah gangguan kecanduan terhadap internet gaming. Walaupun begitu, penelitian tentang internet addiction ini masih banyak diminati dan dilakukan oleh ahli-ahli klinis untuk dipelajari lebih lanjut. Salah satu ahli klinis yang sedang meneliti tentang internet addiction di Indonesia adalah Dr. Neila Ramdhani, M.Si., M.Ed. Penelitian ini pun dilakukan untuk membantu penelitian payung Dr. Neila mengenai internet addiction. Penelitian payung ini dilakukan bersama beberapa mahasiswa skripsi lainnya, yaitu Indah Nugraini, Anisa Anendita, dan Harum Wulansari. Internet addiction dapat terjadi pada siapa saja. Namun internet addiction ini paling banyak terjadi pada remaja dan dewasa awal. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya penelitian yang mengambil subjek remaja dan dewasa awal, seperti mahasiswa. Net Generation adalah istilah yang diungkapkan oleh Tapscott (2009) pada generasi yang tumbuh bersama perkembangan teknologi internet, di mana internet sudah menjadi bagian dan kebutuhan sehari-hari. Remaja dan dewasa awal masa kini yang rentan terhadap internet addiction termasuk dalam Net Generation. Tapscott (2009) juga menjelaskan bahwa banyak kritikan negatif yang ditujukan pada Net Generation seperti Net Generation lebih bodoh dibanding generasi sebelumnya, net addicted, tidak punya malu, suka menindas orang lain melalui internet, dan sebagainya. Berdasarkan beberapa isu yang telah disebutkan, dapat diketahui bahwa salah satu penyebab kritikan-kritikan tersebut terjadi pada Net Generation adalah disebabkan oleh minimnya kemampuan mereka dalam menggunakan dan memanfaatkan internet dengan baik dan benar. Akibatnya, peluang untuk Net Generation mengalami internet addiction akan semakin besar. Untuk terhindar dari penggunaan internet bermasalah yang bersifat kompulsif dan merugikan, remaja perlu mengetahui etika atau cara menggunakan internet dengan baik dan benar, yang disebut dengan istilah literasi digital.
5 Literasi digital adalah kemampuan yang melibatkan lebih, tidak hanya kemampuan teknologis, yaitu kemampuan untuk mengoperasikan perangkat digital, baik perangkat keras maupun perangkat lunak, namun juga melibatkan kemampuan kognitif, motorik, sosiologis, dan emosional, yang perlu dimiliki oleh pengguna agar dapat berfungsi secara efektif dalam dunia teknologi atau digital (Eshet-Alkalai, 2004). Menurut Shapiro dan Hughes (1996), literasi digital dapat diidentifikasikan menjadi tujuh dimensi, yaitu tool literacy, resource literacy, social-structural literacy, research literacy, publishing literacy, emerging technology literacy, dan critical literacy. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Leung dan Lee pada remaja di Hong Kong (2012), menunjukkan bahwa remaja yang paham akan cara menggunakan perangkat digital, namun kemampuan dalam literasi struktur sosial mereka rendah, maka remaja lebih mudah terkena risiko untuk menunjukkan gejala internet addiction karena mereka tidak memahami bagaimana informasi itu dibuat atau ditempatkan. Kurangnya kemampuan dalam mengetahui latar belakang budaya dan sejarah sebuah informasi tersebut dibuat, dapat menyebabkan remaja tidak dapat menganalisa secara kritis tentang esensi dan kegunaan infomasi tersebut sehingga dapat memunculkan penggunaan internet yang bermasalah. Dalam penelitian Leung dan Lee (2012) juga ditemukan bahwa literasi digital terutama dalam keahlian tool literacy dan publishing literacy, justru meningkatkan risiko internet addiction. Sebuah kasus yang menunjukkan bahwa seseorang mempunyai literasi digital yang kurang baik, ditunjukkan oleh artis papan Indonesia bernama Sherina. Di akun twitternya pada bulan Juni 2015 lalu, Sherina menulis sebuah status yang mendukung legalisasi hubungan LGBT di Amerika dan mengharapkan negara-negara lain dapat mengikutinya. Sementara di negara Indonesia sendiri, yang mayoritas penduduknya adalah muslim tentu saja menentang keputusan tersebut. Akibatnya banyak masyarakat Indonesia yang kemudian mencerca Sherina dan membalas status twitter Sherina dengan kata-kata kasar. Hal ini terjadi disebabkan Sherina kurang memperhatikan latar belakang budaya audiens yang akan membaca statusnya (Putra, 2015).
6 Dalam kaitannya dengan penggunaan internet yang bermasalah, salah satu faktor lain yang juga sangat penting pengaruhnya adalah kontrol diri. Seseorang yang kontrol dirinya bagus, baik dalam hal regulasi emosinya, aspek kongnisinya, dan aspek perilakunya, akan lebih terhindar dari perilaku maladaptif. Dalam penelitiannya Li, dkk, (2014), ditemukan bahwa remaja yang mempunyai kontrol diri rendah akan menunjukkan sikap impulsif dan tidak bisa menolak godaan akan keberadaan internet sehingga kemudian dapat menghabiskan banyak waktu untuk menggunakan internet tersebut sampai mengalami kecanduan. Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Ozdemir, dkk, (2014), juga menemukan bahwa orang dengan kontrol diri yang rendah akan cenderung menunjukkan sikap impulsif yang lebih tinggi, yang merupakan prediktor dari internet addiction. B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran literasi digital dan kontrol diri sebagai prediktor terhadap internet addiction.
C. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis a.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai literasi digital dan kontrol diri sebagai prediktor terhadap internet addiction.
b.
Menambah pengetahuan terutama di bidang psikologi klinis, yaitu mengenai internet addiction dan psikologi teknologi, yaitu mengenai literasi digital.
2.
Manfaat Praktis a.
Bagi Praktisi Akademis Hasil ini dapat digunakan untuk menunjukkan pentingnya pengetahuan tentang literasi digital dalam penggunaan internet, terutama untuk generasi
7 muda sehingga dapat mengembangkan program akademik yang mengajarkan literasi digital. b.
Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam melakukan penelitian yang lebih lanjut.