BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita masyarakat Indonesia adalah karies gigi (Anitasari dan Endang, 2005). Karies gigi disebabkan oleh faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung yaitu faktor host, agen, substrat, dan waktu. Substrat yang menjadi penyebab karies adalah karbohidrat terutama sukrosa (Kidd dan Bechal, 1992). Salah satu kebiasaan anak yang dapat memicu terjadinya karies gigi adalah mengkonsumsi makanan kariogenik seperti cokelat, permen, dan kue-kue manis. Hal ini disebabkan karena makanan tersebut bentuknya menarik dan rasanya yang enak sangat disukai oleh anak-anak (Decker dan Loveren, 2003). Makanan manis dan lengket sangat berpengaruh terhadap kesehatan gigi dan mulut, terutama menjadi penyebab terjadinya karies gigi. Di dalam cokelat terdapat sukrosa yang merupakan salah satu jenis karbohidrat yang menjadi substrat dan media pertumbuhan bakteri sehingga dapat meningkatkan proses terjadinya karies (Riani, 2005). Makanan manis atau makanan kariogenik bila bertahan lebih dari 30 menit akan bersifat asam dan gigi akan mengalami kerusakan lebih cepat (Kid dan Bechal, 1992). Sukrosa merupakan gula yang sering digunakan untuk makanan dan minuman (Prasetya, 2008). Sukrosa yang terdapat pada makanan dimetabolisme dengan cepat sehingga menghasilkan asam. Terjadinya penurunan pH saliva
1
dalam waktu tertentu akan menyebabkan demineralisasi permukaan gigi dan dapat menyebabkan karies gigi (Decker dan Loveren, 2003). Cokelat telah dikenal dan dikonsumsi secara luas di masyarakat, baik dalam bentuk minuman maupun produk olahan lain seperti permen dan cokelat batangan. Efek mengkonsumsi cokelat dapat meningkatkan terjadinya karies gigi, tetapi pada penelitian lain ternyata cokelat memberikan efek antikariogenik. Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa konsumsi cokelat dapat memberikan efek kariogenik dengan disertai diet sukrosa yang tinggi atau kadar cokelat yang lebih rendah dari sukrosanya. Menurut Wei (1995), berdasarkan studi Vipeholm menyatakan bahwa konsentrasi yang tinggi pada gula dapat memperlama retensinya pada permukaan gigi yang akan menyebabkan karies. Pada penelitian lainnya menyebutkan bahwa terjadi penurunan karies saat bubuk cokelat dikonsumsi oleh hamster dan pada penelitian in vivo menunjukkan adanya potensi terjadinya karies pada gigi dengan konsentrasi cokelat yang kurang dari 40% daripada sukrosa yang diberikan (Ferrazzano dkk., 2009). Pada penelitian Koswanto dkk., (2009), menyebutkan bahwa peningkatan konsentrasi sukrosa hingga 43% dapat menyebabkan penurunan yang signifikann kadar kalsium pada gigi. Penelitian menurut Cury dkk., (2001), mengenai peningkatan sukrosa pada diet hingga 40% dapat mengakibatkan email kehilangan mineral. Menurut Gaikwad (2012), komposisi dari pembuatan cokelat terdiri dari bahan pasta kakao, gula, lemak kakao, dan lesitin. Lemak kakao merupakan campuran dari beberapa jenis trigliserida. Menurut Wahyudi (2008), lemak kakao mengandung asam oleat, palmitat dan stearat. Lemak kakao yang mengandung
2
senyawa asam karboksilat ini akan bereaksi dengan sukrosa maupun xylitol yang memiliki gugus OH membentuk suatu senyawa ester. Kandungan lemak yang terdapat pada cokelat mampu membersihkan mulut lebih cepat dari permen, sehingga mengurangi jumlah waktu terjadinya kontak langsung antara gula dengan permukaan gigi. Hal ini disebabkan lemak kakao yang bersifat nonpolar dan sifat dari hidroksiapatit yang polar sehingga memudahkan cokelat tersebut lepas dari gigi (Riyanto, 2013). Pasta cokelat dan lesitin yang ada pada cokelat akan berinteraksi dengan atom yang ada pada sukrosa maupun xylitol melalu ikatan hidrogen, gaya dipoldipol, dan gaya van der waals. Ikatan hidrogen terjadi saat atom hidrogen (H+) dari sukrosa maupun xylitol berikteraksi dengan atom oksigen (O2-) pada pasta kakao dan lesitin yang memiliki sifat elektronegatif yang tinggi sehingga terjadi interaksi yang kuat (Sunarya dan Agus, 2007). Pada gaya dipol-dipol terjadi interaksi antara atom bermuatan positif pada gigi dengan atom bermuatan negatif pada gula atau sebaliknya sehingga terjadi gaya tarik menarik yang kuat antara keduanya (Muchtaridi dan Sandri, 2002). Pada ikatan van der waals elektronelektron akan tersebar secara acak sehingga menyebabkan terbentuknya dwikutub yang akan menimbulkan interaksi tarik menarik yang lemah antara keduanya (Yuwono Tribowo, 2010). Sukrosa maupun xylitol bersifat polar karena memiliki gugus OH sehingga akan mudah melekat pada gigi yang juga bersifat polar, tetapi dilihat dari struktur kimianya sukrosa merupakan makromolekul yang memmilki gugus OH yang lebih sedikit daripada xylitol sehingga sifat keelektronegatifannya lebih rendah daripada xylitol. Oleh karena itu interaksinya dengan gigi sangat
3
lemah dibandingakan dengan xylitol, selain itu juga struktur kimia dari sukrosa yang berbentuk haworth berupa ikatan glikosilik yang terdiri dari glukosa yang berbentuk segi enam dan dan fruktosa yang berbentuk segi lima mengakibatkan sukrosa lebih lemah untuk melekat pada gigi dibandingakan dengan xylitol yang struktur kimianya berbentuk fisher (Poedjiadi, 2006). Sukrosa yang memilki 6 karbon dapat diferementasi oleh bakteri plak gigi menjadi asam dan menyebabkan proses demineralisasi gigi. Sukrosa memiliki fungsi yang unik dalam perombakan yang dilakukan oleh Streptococcus mutans yaitu bakteri tersebut mengubah sukrosa menjadi dekstran yang dapat berfungsi sebagai perekat pada permukaan gigi. Desktran juga bertindak sebagai cadangan pasokan makanan bagi bakteri (Cury dkk., 2001). Oleh karena itu, karakteristik makanan seperti kelengketan, kelarutan, tekstur dan kekerasan sangat penting karena dapat mempengaruhi kelengketan gula dalam rongga mulut (Kandelman, 1997). Menurut Papas dkk., (1995), konsumsi karbohidrat, konsentrasi gula, bentuk fisik karbohidrat, frekuensi makan makanan dan snack, selang waktu antara makan dan waktu tidur merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan insidensi karies gigi. Salah satu upaya dalam mengontrol karies gigi adalah dengan mengganti asupan gula terfermentasi (terutama sukrosa) dengan gula pengganti yang tidak terfermentasi. Gula pengganti yang sering digunakan adalah xylitol karena efeknya terhadap kesehatan gigi dan rasanya yang manis, hampir sama dengan sukrosa. Xylitol merupakan gula alkohol dan terdapat secara alamiah di alam dan tidak dapat difermentasi oleh bakteri kariogenik (Lynch dan Milgrom, 2003).
4
Xylitol merupakan gula kurang reaktif secara kimiawi daripada gula yang mempunyai ikatan aldosa dan ketosa sehingga kurang berpartisipasi dalam pembentukan asam pada plak gigi (Assev dan Rola, 1994). Untuk memfermentasi substrat dan menghasilkan asam, normalnya terdapat keseimbangan jumlah atomatom karbon, oksigen, dan hidrogen. Gula alkohol mempunyai dua tambahan atom hidrogen sehingga strukturnya menjadi (CH2O)n.2H. Sedangkan struktur kimia karbohidrat pada umumnya adalah (CH2O)n. Terdapat ujung diol (bagian atas dan bawah rumus kimia xylitol ditutup oleh ion OH-). Adanya tambahan dua atom hidrogen dan ujung diol tersebut, maka sulit bagi enzim glukosiltransferase yang terdapat pada dinding sel Streptococcus mutans memecah rantai gula alkohol menjadi asam laktat, asam asetat (Soesilo dkk., 2005).
B. Perumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang tersebut, maka timbul suatu permasalahan, yaitu : 1. Bagaimana pengaruh konsentrasi sukrosa dalam cokelat terhadap perlekatan cokelat pada permukaan gigi? 2. Bagaimana pengaruh konsentrasi xylitol dalam cokelat terhadap perlekatan cokelat pada permukaan gigi? 3. Bagaimana perbedaan perlekatan cokelat dengan sukrosa dan cokelat dengan xylitol pada permukaan gigi?
5
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi sukrosa yang diberikan dalam cokelat terhadap perlekatan cokelat pada permukaan gigi. 2. Untuk mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi xylitol yang diberikan dalam cokelat terhadap perlekatan cokelat pada permukaan gigi. 3. Untuk mengetahui perbedaan perlekatan cokelat dengan sukrosa dan cokelat dengan xylitol terhadap permukaan gigi.
D. Keaslian Penelitian Penelitian menurut Cury dkk (2001), mengenai peningkatan sukrosa pada diet hingga 40% dapat mengakibatkan email kehilangan mineral. Penelitian Ferrazzano dkk (2009), menyebutkan bahwa terjadi penurunan karies saat bubuk cokelat dikonsumsi oleh hamster dan pada penelitian in vivo menunjukkan adanya potensi terjadinya karies pada cokelat dengan konsentrasi yang kurang dari 40% daripada sukrosa yang diberikan. Pada penelitian Koswanto dkk (2009), menyebutkan bahawa peningkatan konsentrasi sukrosa hingga 43% dapat menyebabkan penurunan yang signifikan kadar kalsium pada gigi. Pada penelitian Menenghel dkk (2010), menunjukkan bahwa terdapat perlekatan cokelat yang lebih banyak pada gigi molar mandibula daripada gigi molar maksila.
6
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Ilmu Penegtahuan Memberi informasi di bidang kedokteran gigi anak tentang pengaruh konsentrasi sukrosa dan xylitol dalam cokelat terhadap perlekatan cokelat pada permukaan gigi (kajian in vitro). 2. Bagi Masyarakat Sebagai pertimbangan bagi masyarakat dalam memilih cokelat dengan gula tambahan yang tepat untuk mengurangi karies gigi pada anak. 3. Bagi Industri Makanan Sebagai pertimbangan bahan pemanis yang dipakai bersama dengan cokelat yang bebas dari karies.
7