BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pola asuh adalah suatu keseluruhan interaksi orang tua dan anak, di mana orang tua yang memberikan dorongan bagi anak dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan, dan nilai nilai yang dianggap paling tepat bagi orang tua agar anak bisa mandiri, tumbuh, serta berkembang secara sehat dan optimal, memiliki rasa percaya diri, memiliki sifat rasa ingin tahu, bersahabat, dan berorientasi untuk sukses (Tridhonanto. A dan Agency. B, 2014). Pola asuh makan orang tua kepada anak atau parental feeding style merupakan perilaku orang tua yang menunjukan bahwa mereka memberikan makan pada anaknya baik dengan pertimbangan atau tanpa pertimbangan (Boucher, 2014). Pola asuh makan sesuai denga tipe pola asuh menurut Baumrind (1967) dibagi menjadi 4 tipe pola asuh yaitu permisif, otoriter, demokratis, dan pengabaian. Tipe ini merupakan hasil kombinasi dari dua dimensi demaindingness (tuntutan) dan responssiveness (pengasuhan). Orang tua dengan tipe pola asuh yang demokratis selalu mendorong anaknya untuk makan tanpa menggunakan perintah dan memberikan dukungan pada anak. Orang tua yang otoriter mendorong anaknya untuk makan dengan menuntut, selalu memerintah tetapi tidak melakukan pendampingan atau dukungan kepada anaknya. Berbeda pula dengan orang tua yang memiliki tipe pola asuh permisif, orang tua hanya sedikit memberikan tuntutan tetapi tuntutan itu juga tidak dalam bentuk perintah dan orang tua selalu memberikan dukungan untuk anaknya. Paling akhir adalah tipe 1
orang tua yang mengabaikan anaknya, orang tua ini hanya membuat sedikit tuntutan pada anaknya untuk makan dan tidak mendukung anaknya. Pola asuh makan oleh Wardle (2002) dikelompokan menjadi 4 bagian yaitu pertama emotional feeding (memberikan makanan agar anaknya tenang) dengan memberikan makanan ringan kepada anaknya saat anaknya marah, cemas, dll. Kedua adalah Instrumental feeding (memberikan penghargaan lewat makanan), orang tua memberikan penghargaan kepada anaknya jika berprilaku baik atau menurut perintah orang tua akan diberikan makanan ringan sebagai hadiah. Ketiga adalah prompting or encouragement to eat (mendorong makan dan memuji), orang tua akan mendukung atau meminta anaknya untuk makan serta memastikan anaknya memakan makanan yang sudah disediakan. Keempat adalah control over eating (keluarga memutuskan apa yang anaknya makan), orang tua menentukan makanan untuk anaknya, kapan anak tersebut harus makan dan berhenti makan, serta orang tua yang meregulasi jumlah dan jenis makanannya. Dampak dari pola asuh makan yang salah adalah anak menjadi manja, gizi buruk, anak tidak bisa menentukan makanan yang terbaik untuk dirinya, dan terganggunya perkembangan anak. Sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan bahwa pola asuh makan yang salah mengakibatkan anak mempunyai perilaku makan yang salah (Georgy, 2010). Orang tua yang salah dalam memberikan pola asuh yang baik akan mengakibatkan anak obeitas (Hughes, 2008). Orang tua yang memberikan pola asuh makan yang salah maka akan menyebabkan gizi kurang pada anak(Adriani dan Kartika, 2011).
2
Faktor faktor yang memengaruhi pola asuh makan adalah berat badan anak dan pola makan ibu tersebut (Wardle, 2002). Faktor yang memengaruhi praktik pola asuh makan adalah perilaku anak memakan makanan yang salah, pola makan, status berat badan, suku, dan tingkat pengetahuan orang tua (Haszard, 2013). Status gizi adalah gambaran kondisi fisik seseorang sebagai refleksi dari keseimbangan energi yang masuk dan yang dikeluarkan oleh tubuh. Menurut Depkes (2013) terdapat 5 pembagian status gizi yaitu gizi normal, gemuk, obesitas, kurus, dan sangat kurus. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi status gizi, antara lain kondisi fisik, penyakit atau infeksi, obat obatan, asupan nutrisi, aktivitas fisik, dan pola asuh pemberian makan oleh orang tua. Orang tua mempunyai peran penting dalam pemberian asupan nutrisi untuk anaknya. Penelitian dengan metode sistematik review menunjukan bahwa pola asuh makan akan memengaruhi konsumsi buah atau sayuran pada anak, konsumsi makanan tinggi lemak dan gula, dan aktivitas fisik pada anak (Vollmer, 2013). Orang tua dengan tipe demokratis memperhatikan konsumsi buah atau sayuran sedangkan orang tua yang otoriter berperan dalam konsumsi gula dan lemak anak. Pola asuh orang tua yang permisif menggunakan makanan sebagai cara untuk memberikan apresiasi pada anak akan meningkatkan konsumsi gula dan lemak. (Sleddents, 2010). Setiap tipe pola asuh mempunyai dampak tersendiri terhadap anak. Tipe orang tua indulgent atau permisif mempunyai resiko anak obesitas lebih tinggi. 3
Hal ini disebabkan karena orang tua yang sangat permisif, menuruti semua kemauan anaknya (Vollmer, 2013). Tipe pola asuh yang sering digunakan adalah tipe demokratis (Sinaga, 2000). Ibu yang berkarir biasanya lebih memberikan kebebasan kepada anaknya dalam hal makanan yang akan dimakan. Biasanya seorang ibu seperti ini akan menyerahkan pengasuhan makan anaknya kepada seorang pengasuh yang sudah dipercayakan (nenek, saudara, pembantu, atau orang lain) atau dengan memberikan uang saku kepada anaknya untuk dikelola sendiri. Kasus obesitas pada usia 5 – 12 tahun di Indonesia yaitu 18,8 % dengan komposisi gemuk 10,8 % dan sangat gemuk (obesitas) 8,8%. Sedangkan jumlah anak usia 5-13 tahun yang mempunyai status gizi kurang dan adalah 11.2 persen, terdiri dari 4,0 persen sangat kurus dan 7,2 persen kurus (Riskesdas, 2013). Banyaknya anak usia sekolah di Yogyakarta yang mengalami obesitas lebih banyak dibandingkan dengan kelompok umur lainnya (Riskesdas, 2013). Hasil penelitian tahun 2014 di Kota Yogyakarta pada SD Tarakanita menunjukan bahwa 343 anak kelas 4 dan 5 SD terdapat 60 anak yang mengalami obesitas atau 17% anak mengalami obesitas. Kota Yogyakarta dengan pembangunan yang cepat akan berdampak juga dengan angka kejadian obesitas yang terus meningkat. Banyaknya makanan cepat saji yang dijual dilingkungan sekolah maupun yang diiklankan di televisi. Peran orang tua-lah yang dapat membatasi asupan makanan yang tidak sehat.
4
Anak dengan gizi buruk juga harus bukan hanya faktor kemiskinan, namun juga kurang tepat dalam memberikan pola asuh makan yang baik pada anak. Orang tua kurang pengetahuan tentang nutrisi yang dibutuhkan anak, serta orang tua yang kurang peduli dengan asupan nutrisi anaknya. Hal ini dimungkinkan karena memang latar belakang pendidikan yang masih rendah atau kurangnya rasa ingin tahu atau orang tua terlalu sibuk untuk memperhatikan konsumsi makanan sehari hari untuk anaknya. Latar belakang budaya Jogja dalam mengasuh anak adalah dengan membentuk rasa malu pada anak, sopan santun pada orang tua, dan tidak semaunya sendiri. Namun orang tua sangat menyayangi anaknya. Orang tua akan mendahulukan kebutuhan anak. Ini akan membentuk pada perilaku pola asuh orang tua dalam pemberian makan. Rata rata orang tua di Jawa akan menerapkan pola otoriter dan demokratis dalam memberikan makan (Astuti, 2014) Anak usia sekolah menurut Erisckson sesuai masa tumbuh kembangnya berada dalam masa industri. Anak sudah dikenalkan bagiamana menyusun atau membuat sesuatu. Selain itu anak juga sudah mengenal banyak teman sehingga dalam perilaku mengkonsumsi makanan juga bisa terpengaruh oleh teman, ditambah anak semakin dimanjakan dengan gadget atau televisi yang bisa menayangkan iklan makanan di televisi yang menarik. Apabila anak gagal melewati masa ini anak akan mengalami harga diri rendah (Wong, 2009) Di Indonesia, penelitian terkait tentang pola asuh makan terhadap anak sekolah masih terbatas pada usia balita (Erlina, 2002). Sedangkan penelitian di luar negeri sudah banyak yang membahas masalah ini. Padahal usia sekolah 5
merupakan masa di mana anak anak dapat membangun dirinya atau merasa rendah diri jika gagal dalam masa ini. Data jumlah siswa sekolah dasar di wilayah Yogyakarta ada sebanyak kurang lebih 28.000 siswa dari 1.998 sekolah dasar (Dikpora, 2014). Jumlah yang banyak dan perlu diperhatikan status kesehatannya. Salah pengasuhan dalam pemberian makan menyebabkan anak obesitas dan gizi buruk seperti yang dijelaskan diatas. Sedangkan dampak dari obesitas berpengaruh terhadap konsep diri anak dan perkembangan anak serta timbunan penyakit kronis lainnya. Sehingga perlu bagi peneliti untuk mengadakan penelitian terkait dengan pola asuh orang tua dalam memberikan makan pada anaknya yang dikaitkan dengan status gizi anak terutama di daerah kota Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut diatas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: “Apakah ada perbedaan pola asuh makan pada orang tua yang mempunyai anak status gizi obesitas, normal, dan kurus pada anak usia sekolah di Yogyakarta?” C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah: Mengetahui perbedaan pola asuh makan pada orang tua berdasarkan status gizi pada anak usia sekolah di Yogyakarta.
2.
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: a. Mengetahui pola asuh makan orang tua yang mempunyai anak obesitas b. Mengetahui pola asuh makan orang tua yang mempunyai anak kurus.
6
c. Mengetahui pola asuh makan orang tua yang mempunyai status gizi normal. D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya bidang kesehatan anak.
2. a.
Manfaat Praktis Bagi Perawat 1. Perawat dapat mengetahui tipe pola asuh orang tua seperti apa yang mempunyai anak obes dan kurus. 2. Perawat dapat mengetahui tipe pola asuh yang baik agar anak mempunyai gizi normal. 3. Sebagai tentang
landasan edukasi
dalam bentuk
melakukan pola
asuh
tindakan
makan
orang
keperawatan tua
yang
baik pada anak. b.
Bagi Orang tua Orang tua dapat mengetahui tipe pola asuh yang dimilikinya dan mengetahui status gizi anaknya.
c.
Bagi Peneliti Penelitian ini menjadi pengalaman yang sangat berharga yang melatih peneliti dalam melakukan penelitian ilmiah. Penelitian ini menjadi kesadaran peneliti untuk memberikan pola asuh yang baik kepada anak anak agar tidak terjadi status gizi buruk.
7
E. Keaslian Penelitian 1.
Terdapat penelitian sistimatik review yang membahas tentang ini yaitu Parenting styles. Feeding styles. And their influence on child obesogenic behaviour and body weight. A review oleh Vollmer pada tahun 2013. Peneliti mengumpulkan dari berbagai negara yang membahas tentang bentuk pola asuh orang tua dan pola asuh makan dihubungkan dengan bagaimana perilaku anak dan berat badan anak. Hasil dari penelitian ini adalah pola asuh orang tua yang demokratis sangat menjaga pola makan anaknya, sedangkan pada pola asuh orang tua yang permisif mempunyai risiko anak mempunyai berat badan lebih. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan diteliti adalah pada metode penelitiannya dan tempat yang diteliti.
2.
Penelitian dengan judul “Relationship between parental feeding style and eating behaviours of Dutch children aged 6-7” oleh Sledden tahun 2010. Penelitian ini sama sama menggunakan cross sectional, namun berbeda subjeknya yaitu usia yang menjadi responden adalah 6-7 tahun. Selain itu, di penelitian ini kuesioner yang digunakan mengalami modifikasi dan tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perilaku makan anak dengan tipe pola asuh orang tua berbeda dengan yang akan dilakukan peneliti yang bertujuan untuk mengetahui tipe pola asuh pada anak yang obesitas dan non obesitas.
3.
Permissive Parental Feeding Behavior is associated with an increase in intake of law-nutrient-dense foods among American children living in rural communities. Penelitian ini dengan model cross sectional yang ditujukan
8
pada anak usia 6-11 tahun. Hasil dari penelitian ini adalah status gizi lebih di daerah desa tinggi dengan pola asuh permisif. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan adalah pada tipe pola asuhnya, tidak hanya orang tua yang permisif saja tetapi 4 tipe pola asuh dan dilakukan di kota dan di desa. 4.
“Hubungan pola asuh makan dengan status gizi anak balita 2-5 tahun di desa Banjarmangu kecamatan banjarmangu kabupaten Banjarnegara” oleh Erlina (2002). Perbedaan dengan penelitian ini adalah subjek umur pada penelitian ini yang berbeda yaitu usia balita dan kuesioner yang digunakan juga berbeda, namun sama sama dengan metode cross sectional yang bertujuan mengetahui pola asuh makan dan dampaknya pada anak.
5.
Hubungan pola asuh makan oleh ibu bukan bekerja dengan status gizi baduta (bayi usia dua tahun) di kecamatan Tangkuno Selatan kabupaten Mina oleh Renni Meliahsari pada tahun 2013. Penelitian ini pengukuran pola asuh makan berdasarkan baik, cukup baik, dan kurang baik, berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti yang melihat dari 4 komponen pola asuh makan. Subjek penelitian yang berbeda juga yaitu pada usia 2 tahun. Hasil penelitian ini adalah tidak adanya hubungan yang signifikan antara ibu yang tidak bekerja dengan status gizi anak.
6.
Hubungan pola asuh pemberian makan dan perilaku makan anak dengan kejadian obesitas di kota Magelang oleh Astuti (2014). Penelitian ini dilakukan pada anak usia pra sekolah. Hasil penelitian ini menunjukan adanya hasil yang signifikan adanya perbedaan pola asuh anak yang obesitas dan non obesitas. Pola asuh pengabaian yang menjadi mayoritas dalam penelitian ini.
9
10