BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan kesejahteraan sosial di era globalisasi saat ini, memungkinkan berbagai perubahan pola hidup pada masyarakat. Adanya layanan makanan cepat saji yang tinggi lemak dan rendah serat, serta penggunaan fasilitas seperti lift, remote control, dan kendaraan bermotor, menyebabkan masyarakat kurang meluangkan waktunya untuk berolahraga dan memperhatikan pola makan sehat. Hal-hal seperti ini dapat menyebabkan masalah kesehatan yang cukup serius, seperti hiperlipidemia, sindrom metabolik, bahkan gangguan kardiovaskular (Hardhani, 2008). Hiperlipidemia merupakan keadaan meningkatnya kadar lemak darah (LDL, kolesterol total, dan trigliserida) dalam lipoprotein yang berkaitan dengan intake lemak dan karbohidrat dalam jumlah berlebihan pada tubuh. Peningkatan kadar LDL dan kolesterol total darah disebabkan oleh peningkatan konsumsi lemak jenuh dan kolesterol yang tinggi dalam makanan. Sedangkan peningkatan trigliserida darah dipengaruhi oleh faktor gen dan konsumsi makanan seperti karbohidrat, lemak, dan alkohol. Terjadinya peningkatan kadar lemak darah dan obesitas merupakan suatu sindroma metabolik yang memiliki kaitan erat dengan timbulnya aterosklerosis (Tsalissavrina, et al.,2006). Sehingga perlu adanya upaya pencegahan maupun pengobatan terhadap kondisi tersebut.
1
2
Pengobatan hiperlipidemia dengan menggunakan obat-obatan sintetik memiliki resiko tinggi karena dilakukan dalam jangka panjang, sehingga memungkinkan terjadinya efek samping obat. Sehingga, pengobatan dari bahanbahan alam (herbal) menjadi pilihan alternatif pengobatan yang dipercaya lebih aman dan memiliki resiko efek samping relatif lebih kecil dari pada obat-obatan sintetik. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dan sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.) adalah tanaman obat Indonesia, yang sering dimanfaatkan masyarakat sebagai obat tradisional. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Septiana et al (2006), ekstrak air temulawak (C.xanthorrhiza) mampu menghambat oksidasi LDL sebesar 44,27% dan memiliki kencenderungan menurunkan akumulasi kolesterol pada makrofag. Sehingga, ekstrak temulawak dapat dijadikan sumber antioksidan alami penghambat aterosklerosis. Berdasarkan penelitian oleh Zhang & Tan (2000), ekstrak etanolik daun sambung nyawa dosis 150 mg/kgBB mampu menurunkan kadar lipid darah tikus yang diinduksi streptozotosin secara signifikan. Penelitian mengenai kombinasi keduanya pernah dilakukan oleh Setiawan (2008) dengan perbandingan ekstrak temulawak (C.xanthorrhiza) rendah minyak atsiri dan sambung nyawa (G.procumbens) sebesar 75:25. Kombinasi ekstrak dibuat dengan menggunakan metode destilasi uap air dan maserasi menggunakan pelarut etanol, yang kemudian diberikan kepada hewan uji selama 30 hari. Didapatkan hasil bahwa terjadi penurunan kadar LDL sebesar 63,6% dan peningkatan kadar HDL sebesar 11,49%.
3
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian kombinasi ekstrak temulawak dan sambung nyawa sebelumnya adalah pada penelitian ini digunakan ekstrak temulawak dan sambung nyawa yang sudah terkuantifikasi. Proporsi ekstrak yang digunakan pada penelitian ini juga berbeda dengan penelitian sebelumnya, yaitu proporsi dari kombinasi ekstrak temulawak dan sambung nyawa terkuantifikasi yang dipejankan pada hewan uji adalah sebesar 1:4. Proporsi ini dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa kurkumin memiliki kelarutan yang rendah dalam air. Sehingga ingin diketahui apakah dengan proporsi sambung nyawa pada formula yang lebih besar daripada proporsi temulawak, dapat berpengaruh terhadap kelarutan kombinasi ekstrak serta tetap memberikan efek penurunan kadar kolesterol seperti pada penelitian yang sebelumnya. Bekerjasama dengan PT Phapros Tbk. Semarang, penelitian ini akan mengembangkan kombinasi herbal ekstrak temulawak dan sambung nyawa terkuantifikasi dengan proporsi 1:4 yang nantinya direncanakan akan diproduksi dalam bentuk minuman herbal. Keberhasilan penelitian ini diharapkan dapat berperan serta dalam menjaga kualitas kesehatan masyarakat.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yakni apakah kombinasi ekstrak temulawak dan sambung nyawa terkuantifikasi dengan proporsi 1:4 mampu menurunkan nilai trigliserida dan LDL darah pada tikus wistar jantan?
4
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pemberian kombinasi ekstrak temulawak dan sambung nyawa terkuantifikasi dengan proporsi 1:4 mampu menurunkan nilai trigliserida dan LDL darah pada tikus wistar jantan.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ilmiah berupa informasi
potensi
kombinasi
ekstrak
temulawak
dan
sambung
nyawa
terkuantifikasi dalam menurunkan kadar trigliserida dan LDL darah pada penderita hiperlipidemia. E. Tinjauan Pustaka 1. Hiperlipidemia Hiperlipidemia merupakan keadaan dimana tingginya kadar lipid darah (LDL, Kolesterol, dan Trigliserida) melebihi batas normalnya. Lipid (disebut juga lemak) adalah zat kaya energi yang berfungsi sebagai sumber energi utama untuk proses metabolisme tubuh. Lemak diperoleh dari makanan atau dibentuk dalam tubuh, terutama di hati dan disimpan dalam sel-sel lemak (LIPI, 2009). Selain sebagai sumber atau cadangan energi, lemak dalam tubuh juga berfungsi untuk melapisi dan melindungi organ tubuh serta komponen dinding sel tubuh. Kolesterol adalah suatu bentuk atau fraksi lemak yang dalam tubuh berfungsi sebagai bahan pembuatan garam empedu yang membantu usus menyerap lemak,
5
hormone reproduksi, vitamin D, dan beberapa mediator kimia lainnya (Anonim, 1997) Terdapat 2 lemak utama dalam darah, yaitu kolesterol dan trigliserida. Lemak mengikat dirinya pada protein tertentu sehingga bisa mengikuti aliran darah. Gabungan antara lemak dan protein ini disebut lipoprotein. Lipoprotein terdiri dari : Kilomikron, VLDL (Very Low Density Lipoproteins), LDL (Low Density Lipoprotein), dan HDL (High Density Lipoprotein). Setiap jenisnya memiliki fungsi berbeda dan akan dipecah dengan cara yang berbeda (LIPI, 2009) Kilomikron merupakan bentuk partikel besar lipoprotein yang mengemas trigliserida dan kolesterol dari makanan di dalam usus. Melalui jalur eksogen, kilomikron ini akan membawa trigliserida dan kolesterol ke dalam aliran darah. Trigliserida dalam kilomikron kemudian mengalami penguraian oleh enzim lipoprotein lipase, sehingga terbentuk asam lemak bebas dan kilomikron remnant. Asam lemak bebas akan menembus jaringan lemak atau sel otot untuk diubah menjadi trigliserida kembali sebagai cadangan energi, sedangkan kilomikron remnant akan dimetabolisme dalam hati sehingga menghasilkan kolesterol bebas. Sebagian kolesterol yang mencapai organ hati diubah menjadi asam empedu yang akan dikeluarkan ke dalam usus, berfungsi membantu proses penyerapan lemak dari makanan. Sebagian lagi dari kolesterol akan dikeluarkan melalui saluran empedu tanpa dimetabolisme menjadi asam empedu, kemudian organ hati akan mendistribusikan kolesterol ke jaringan tubuh lainnya melalui jalur endogen. Pada akhirnya kilomikron yang tersisa, dibuang dari aliran darah oleh hati. Kolesterol
6
juga dapat diproduksi oleh hati dengan bantuan enzim HMG-KoA reduktase, kemudian dikirimkan ke dalam aliran darah (Anonim, 1997). Sedangkan pada jalur endogen, hati akan mengubah karbohidrat berlebih dari makanan menjadi asam lemak, kemudian membentuk trigliserida. Trigliserida ini dibawa melalui aliran darah dalam bentuk VLDL, kemudian akan dimetabolisme oleh enzim lipoprotein lipase menjadi IDL (Intermediate Dencity Lipoprotein). IDL melalui serangkaian proses akan berubah menjadi LDL yang kaya akan kolesterol. LDL ini bertugas menghantarkan kolesterol ke sel-sel tubuh yang membutuhkan (sel otot, sel jantung, sel otak, dll). Kolesterol yang tidak diperlukan akan dilepaskan ke dalam darah, dimana akan berikatan dengan HDL yang bertugas membuang kelebihan kolesterol dari dalam tubuh (Anonim, 1997). Berdasarkan uraian diatas, maka LDL dan HDL dapat diklasifikasikan sesuai Tabel 1 berikut. Tabel 1. Klasifikasi HDL & LDL Kolesterol, Total Kolesterol, dan Trigliserida (satuan dalam mg/L)
LDL (Kolesterol Jahat) Kurang dari 100 100-129 130-159 160-189 Lebih dari 190 HDL (Kolesterol Baik) Kurang dari 40 Lebih dari 60 Total Cholesterol (TC) Kurang dari 200 200-239 Lebih dari 240 Trigliserida Kurang dari 150 150-199 200-499 Sama dengan atau lebih dari 500
Optimal Mendekati optimal Batas normal tertinggi Tinggi Sangat tinggi Rendah Tinggi Yang diperlukan Batas normal tertinggi Tinggi Normal Batas normal tertinggi Tinggi Sangat tinggi
Sumber : Yayasan Jantung Indonesia, 2003
7
LDL mengandung lebih banyak lemak daripada HDL sehingga LDL akan mengambang di dalam darah. LDL dianggap sebagai lemak yang “jahat” karena apabila jumlahnya tersebut melebihi batas aman yang dapat ditoleransi tubuh, maka ada kemungkinan kolesterol tertinggal di dinding pembuluh darah membentuk plak yang lama-kelamaan dapat menyumbat pembuluh darah (aterosklerosis). Sebaliknya, HDL disebut sebagai lemak yang “baik” karena dalam operasinya ia akan membersihkan kelebihan kolesterol dari dinding pembuluh darah dengan mengangkutnya kembali ke hati. HDL mempunyai kandungan lemak lebih sedikit dan mempunyai kepadatan tinggi atau lebih berat (Nuansa, et al.,2010). Sehingga bila terjadi ketidakseimbangan kadar-kadar lemak darah tersebut karena adanya peningkatan kolesterol total, LDL, trigliserida serta penurunan HDL, maka keadaan ini yang dikenal dengan kondisi hiperlipidemia.
2. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Temulawak secara historis mempunyai kegunaan tradisional dan sosial yang cukup luas di kalangan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, banyak kalangan yang mempromosikan temulawak sebagai tanaman obat khas Indonesia (Rukmana, 2012). Bagian tanaman yang digunakan untuk pengobatan adalah rimpangnya, dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Rimpang temulawak
8
a. Sistematika tumbuhan (Badan POM, 2010) Divisi
:
Magnoliophyta
Kelas
:
Liliopsida
Anak kelas
:
Zingiberidae
Bangsa
:
Zingiberales
Suku
:
Zingiberaceae
Marga
:
Curcuma
Jenis
:
Curcuma xanthorrhiza Roxb.
b. Nama daerah Sumatera: temulawak (Melayu). Jawa: koneng gede (Sunda), temulawak (Jawa), temu raya, temu besar, aci koneng, koneng tegel. Madura: temolabak. Bali: tommo. Sulawesi selatan: tommon. Ternate: karbanga (Dalimartha, 2006). c. Kandungan kimia Dari hasil analisis rimpang temulawak secara kuantitatif didapat bahwa kadar pati merupakan kandungan tertingginya yaitu sebesar 41,45%. Dengan kandungan komponen aktif kurkuminnya sebesar 2,29%, kadar minyak atsiri sebesar 3,81%, serat sebesar 12,62%, sari dalam alkohol sebesar 9,48%, serta sari dalam air sebesar 10,90%. Sedangkan dari hasil analisis rimpang secara kualitatif, pada temulawak lebih dominan terkandung alkaloid, fenolik, flavonoid, triterpenoid, dan glikosida daripada kandungan tannin, saponin, dan steroidnya. (Hayani, 2006)
9
d. Efek farmakologi dan hasil penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol rimpang temulawak memiliki aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dengan nilai IC50 berkisar 17,70-55,22 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak tersebut mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat. Efek antioksidan terutama disebabkan oleh adanya senyawa fenolat seperti flavonoid dan asam fenolat. (Kuntorini, et al., 2011) Aktivitas antioksidan dan total phenolic content (TPC) ekstrak etanol temulawak lebih menonjol dibandingkan dengan ekstrak air temulawak (Qader, et al., 2011)
3. Sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.) Sambung nyawa yang di beberapa daerah sering disebut ngokilo, mempunyai helaian daun berwarna hijau, berbentuk bulat telur memanjang, ujung daun runcing, pangkal daun membulat, dan tepi daun rata atau agak bergelombang. Dalam pengobatan, bagian tanaman yang digunakan adalah daunnya, dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Daun sambung nyawa
10
a. Sistematika tumbuhan (Suharmiati & Maryani, 2003) Divisi
:
Spermatophyta
Sub Divisi
:
Angiospermae
Kelas
:
Dicotyledonae
Bangsa
:
Asterales
Suku
:
Compositae/asteraceae
Marga
:
Gynura
Jenis
:
Gynura procumbens (Lour.) Merr.
Nama Umum :
Sambung Nyawa
b. Nama daerah (Badan POM, 2010) Sumatera: beluntas cina, daun dewa. Jawa: kalingsir (sunda). c. Kandungan Kimia Hasil penapisan fitokimia daun dewa menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloid, flavonoid, tanin, steroid dan triterpenoid (3). Penelitian lain menemukan bahwa daun dewa mengandung senyawa flavonoid kuersetin 3,7-Odiglikosida (4), empat macam alkaloid senesionina, senesifilina, senesifilinina dan (E)- senesifilina (5, 6, 7), enzim peroksidase dan enzim isoperoksidase (8, 9). (Rivai et al., 2011) d. Efek farmakologi dan hasil penelitian Berdasarkan penelitian Setiawan (2012), Fraksi air ekstrak etanolik daun sambung nyawa (FAES) memiliki kandungan polifenol dan flavonoid. Pemberian FAES selama 15 hari pada hewan uji tikus yang diinduksi diet lemak tinggi
11
selama 30 hari, mampu menurunkan kadar kolesterol total, kadar trigliserida darah, dan aktivitas enzim lipase. Adanya penurunan aktivitas enzim lipase mengindikasikan
bahwa
mekanisme
antihiperlipidemia
FAES
melalui
penghambatan aktivitas enzim lipase berperan dalam absorpsi lipid. Hasil pengamatan histopatologi menunjukkan bahwa pemberian diet selama 30 hari belum mampu membuat tikus mengalami perlemakan pada hati dan aorta. Ekstrak etanolik daun sambung nyawa menunjukkan aktivitas antioksidan. Aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun sambung nyawa memberikan nilai EC50 sebesar 379,21 µg/ml. (Widyaningsih, 2010)
4. Obat Bahan Alam Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, obat bahan alam dikelompokkan menjadi jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Jamu merupakan kelompok obat bahan alam yang penggunaannya dipercaya secara turun temurun berdasarkan peninggalan leluhur. Jamu tidak memiliki pembuktian secara ilmiah dan klinis, hanya memiliki bukti empiris. Fitofarmaka merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam yang dapat disejajarkan dengan obat modern. Hal ini dikarenakan proses pembuatannya yang telah terstandar, serta ditunjang oleh bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia. (BPOM, 2004) Obat herbal terstandar (OHT) disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan alam yang berupa tanaman obat, hewan, maupun mineral. Berdasarkan keputusan kepala BPOM Nomor: HK.00.05.4.2411 tahun 2004, suatu OHT harus memenuhi
12
kriteria berikut ini, yaitu aman sesuai persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/pra klinik, memenuhi persyaratan mutu yang berlaku, serta telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi. Standardisasi merupakan serangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi standar (kimia, biologi dan farmasi), termasuk jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk kefarmasian umumnya. Proses standardisasi menjamin bahwa produk akhir (obat, ekstrak atau produk ekstrak) mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan (dirancang dalam formula) terlebih dahulu. (Depkes, 2000) Parameter standardisasi yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI (2000) meliputi parameter spesifik dan non spesifik. Parameter spesifik meliputi identitas (nama ekstrak, nama tumbuhan, bagian yang digunakan, nama Indonesia tumbuhan), organoleptis, senyawa terlarut dalam pelarut tertentu, serta kadar kandungan kimia tertentu. Sedangkan parameter non spesifik meliputi susut pengeringan, kadar air, kadar abu, sisa pelarut, residu pestisida, cemaran logam berat, dan cemaran mikroba.
F. Landasan Teori Khasiat temulawak terutama disebabkan oleh kandungan kimianya yaitu kurkuminoid dan minyak atsiri. Kandungan kurkumin dalam ekstrak etanolik rimpang temulawak memiliki efek meningkatkan kadar HDL pada keadaan hewan uji diet lemak tinggi (kondisi hiperlipidemi). Ekstrak ini dapat meningkatkan
13
kadar HDL dengan dosis 100 mg/KgBB dan 400 mg/KgBB. Dosis efektif dalam meningkatkan kadar HDL adalah ekstrak etanol temulawak 100 mg/KgBB (Karima, 2010). Peneltian oleh Chunlei et al (2006) menunjukkan bahwa kurkumin dari rimpang temulawak mampu meningkatkan penyerapan LDL hingga 1372%. Kurkumin mengaktifkan penyerapan LDL secara signifikan dan aksinya seperti sebuah sinyal yang membuka sistem ekspresi dari reseptor LDL. Sehingga, temulawak dengan kandungan kurkuminnya merupakan obat alam yang potensial pada terapi hiperkolesterolemia dan aterosklerosis dengan resiko efek samping yang rendah atau bahkan tidak ada. Ekstrak etanolik daun sambung nyawa pada dosis 50, 150, dan 300 mg/KgBB yang diberikan pada hewan uji secara peroral, secara signifikan mampu mengurangi kadar serum kolesterol dan trigliserida pada tikus. Dosis 150 mg/KgBB merupakan dosis optimumnya. Dosis optimum diberikan kepada tikus diabetes selama 7 hari (Zhang & Tan, 2000). Sambung nyawa memiliki kandungan polifenol yang dapat menghambat enzim-enzim dalam proses metabolisme lemak, yakni enzim lipase dan gliserofosfat dehidrogenase (Yoshikawa et al., 2002). Kuersetin dalam sambung nyawa berfungsi sebagai antioksidan yang mencegah oksidasi LDL dan ekspresi dari meraloprotein sehingga akan menghancurkan plak-plak aterosklerosis (Bakova dan Kolesárová, 2012). Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut membuktikan bahwa secara tunggal, kedua tanaman ini memberikan aktivitas yang sama terhadap penurunan kadar kolesterol darah walaupun dengan mekanisme yang berbeda. Penelitian
14
kombinasi keduanya yang dilakukan oleh Setiawan (2008) memberikan hasil bahwa kombinasi ekstrak temulawak rendah minyak atsiri dan sambung nyawa dengan perbandingan 75:25, mampu menurunkan kadar LDL sebesar 63,6% dan meningkatkan kadal HDL sebesar 11,49%. Berdasarkan hal tersebut, kombinasi temulawak dan sambung nyawa dinilai memberikan efek yang sinergis dalam pengobatan kondisi hiperlipidemia. Penelitian ini menggunakan ekstrak yang terkuantifikasi serta proporsi yang berbeda dengan penelitian sebelumnya, yakni temulawak dan sambung nyawa sebesar 1:4. Hal ini didasari dari sifat kurkumin yang sukar larut air, sehingga ingin diketahui apakah dengan proporsi ekstrak sambung nyawa yang lebih besar akan berpengaruh terhadap aspek kelarutan serta tetap memberikan efek penurunan LDL seperti penelitian sebelumnya. Kombinasi ekstak ini direncanakan akan diproduksi dalam bentuk minuman herbal yang bekerja sama dengan PT Phapros Tbk. Semarang.
G. Hipotesis Hipotesis pada penelitian ini adalah kombinasi ekstrak temulawak dan sambung nyawa terkuantifikasi dengan proporsi 1:4 mampu menurunkan kadar trigliserida
dan
LDL
dalam
darah
pada
tikus
wistar
jantan
15