BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pembangunan tidak akan dapat berjalan dengan baik tanpa partisipasi aktif masyarakat, terutama sektor swasta dalam kaitannya dengan program pembangunan sarana dan prasarana umum. Oleh karena itu hasil-hasil pembangunan sudah seharusnya dapat dinikmati seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan merata. Dalam mensukseskan pembangunan di segala bidang perlu adanya partisipasi dari seluruh lapisan masyarakat Indonesia agar terciptanya tujuan dari Pembangunan nasional tersebut. 1 Perjanjian Pengadaan Barang dan Jasa merupakan perjanjian yang kompleks karena mengatur banyak aspek baik secara legal maupun teknis tentang proses pengadaan barang dan jasa, yang membutuhkan kajian lebih lanjut guna ditemukannya format kontrak perjanjian pengadaan barang dan jasa yang ideal sesuai dengan kebutuhan dan mampu memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi para pihak yang membuatnya. Sehubungan dengan perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata memberikan definisi: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Dalam hukum perjanjian
1
Djumialdji, Hukum Bangunan Dasar-Dasar Hukum Dalam Proyek dan Sumber Daya Manusia, ( Jakarta: PT Rhineka Cipta, 1996) Hal 1
1
Universitas Sumatera Utara
2
dikenal asas kebebasan berkontrak, maksudnya adalah setiap orang bebas mengadakan suatu perjanjian berupa apa saja, baik bentuknya, isinya dan pada siapa perjanjian itu ditujukan. Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi: “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undangundang bagi mereka yang membuatnya”. Tujuan dari pasal ini bahwa pada umumnya suatu perjanjian itu dapat dibuat secara bebas untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas untuk mengadakan perjanjian dengan siapapun, bebas untuk menentukan bentuknya maupun syarat-syarat, dan bebas untuk menentukan bentuknya, yaitu tertulis atau tidak tertulis dan seterusnya.2 Berdasarkan Pasal 1338 dapat disimpulkan bahwa masyarakat diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi segala sesuatu hal yang sah diperjanjikan dan perjanjian itu mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu undang-undang. Kebebasan berkontrak dari para pihak untuk membuat perjanjian itu meliputi perjanjian yang telah diatur oleh undang-undang dan perjanjian-perjanjian baru atau campuran yang belum diatur dalam undang-undang.3 Ketentuan hukum itu dapat dikatakan sebagai aturan
yang dapat
mengakomodir kebutuhan masyarakat sehingga aturan hukum tersebut mempunyai manfaat bagi masyarakat untuk tercapainya suatu pembangunan nasional dan mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata secara material dan spiritual 2
Salim H. S, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika), 2003, hal. 21. 3 Ibid/
Universitas Sumatera Utara
3
yang pada hakekatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia yang menekankan pada keseimbangan pembangunan, kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah dalam suatu masyarakat Indonesia yang maju dan berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila sebagai asas idiilnya. Hukum kontrak atau perjanjian telah tumbuh dan berkembang dengan pesat mengikuti perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Perjanjian-perjanjian baru yang belum diatur dalam undang-undang khususnya KUHPerdata tumbuh dan hidup dalam lalu lintas hukum. Perjanjian-perjanjian ini disebut dengan perjanjian tidak bernama inilah yang sering muncul dalam hubungan-hubungan hukum dewasa ini, salah satunya adalah Perjanjian Pengadaan Barang dan Jasa. Perjanjian barang dan jasa merupakan bagian dari perjanjian antara pemerintah dengan pihak pemborong untuk memenuhi kebutuhan akan barang dan atau jasa pemerintah yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Metoda pengadaan barang dan jasa yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media massa, sekurang-kurangnya 1 (satu) media cetak dan pada papan pengumuman resmi Kantor Pusat dan/atau Unit Bisnis sehingga masyarakat luas dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya. Pada prinsipnya, semua pengadaan barang dan jasa agar diusahakan melalui metoda pelelangan umum dengan tujuan supaya terjadi pelelangan yang kompetitif, sehingga
Universitas Sumatera Utara
4
diharapkan akan diperoleh harga barang dan/atau jasa yang paling menguntungkan bagi para pihak yang terlibat dalam pekerjaan pengadaan barang dan jasa tersebut. Pengadaan barang/jasa didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/D), dan dari tahun ke tahun umumnya selalu meningkat. Demikian juga halnya komponen dari belanja APBN/D berupa belanja modal (investasi)/belanja langsung, yang pelaksanaannya dilakukan melalui pengadaan barang/jasa. Untuk merealisasikan belanja modal/langsung dilakukan melalui pengadaan barang dan jasa yang melibatkan berbagai pihak, yaitu pengguna, adalah pihak yang membutuhkan barang/jasa, dan penyedia barang/jasa, adalah pihak yang melaksanakan pekerjaan atau layanan jasa, yang dilakukan berdasarkan permintaan atau perintah resmi atau kontrak dari pihak pengguna.4 Pengadaan barang/jasa pada hakikatnya merupakan upaya pihak pengguna untuk mendapatkan atau mewujudkan barang/jasa yang diinginkannya, maka masingmasing pihak harus tunduk pada etika serta norma/peraturan yang berlaku terkait proses pengadaan barang/jasa.5 Penentuan untuk memilih penyedia barang/jasa dilakukan dengan cara Pelelangan Umum, Pelelangan Terbatas, Pemilihan Langsung, dan Penunjukan Langsung. Dari keempat metode tersebut, ditentukan bahwa metode Pelelangan Umum merupakan prinsip utama dalam pelaksanaan pengadaan
4
Agus Kartasasmita. “Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Menurut Pelaku Usaha.”Makalah Seminar Nasional Seminar Nasional dengan Tema “Upaya Perbaikan Sistim Penyelenggaraan Barang / Jasa Pemerintah. Jakarta: 2006. Hal. 4. 5 Abu Samman Lubis. “Aspek Hukum dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah” makalah.http://www.bppk.depkeu.go.id/bdk/pontianak/index.php?option=com_content&view =article &id=60:aspek-hukum-, diakses tanggal 10 Agustus 2011
Universitas Sumatera Utara
5
barang/jasa. Dari keempat metode tersebut pada umumnya yang banyak dilaksanakan oleh instansi pemerintah, adalah menggunakan cara penunjukan langsung dan dengan cara pelelangan umum. Suatu
peraturan
akan
memiliki
nilai
apabila
dalam
implementasi
pelaksanaannya berjalan sesuai dengan yang ditetapkan. Sebaliknya sebaik-baiknya peraturan tidak akan memiliki nilai apapun apabila dalam pelaksanaannya masyarakat tidak menjalankannya terlebih-lebih lagi jika jajaran instansi pemerintah sendiri bahkan yang tidak memberi contoh melaksanakannya dengan benar dan sungguhsungguh yang pada gilirannya membuat peraturan tidak “berdaya” dan tidak ada gunanya. Pasal 1 (satu) angka 1 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menyebutkan bahwa Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa. Biro Perlengkapan dan Pengelolaan Asset Sekretariat Daerah merupakan pihak yang sangat berperan penting dalam proses pengadaan barang dan jasa pada tingkat Provinsi Sumatera Utara, baik itu pada tahap awal dimana penyelenggara lelang pekerjaan hingga tahap akhir dari pelaksanaan pengadaan barang dan jasa tersebut.
Universitas Sumatera Utara
6
Keberadaan Perjanjian Pengadaan Barang dan Jasa muncul sebagai bagian dari proses pembangunan yang merupakan program kerja pemerintah yang sangat signifikan, untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan potensi nasional. Pembangunan identik dengan pembangunan sarana dan prasarana umum oleh pemerintah yang diperuntukkan bagi kepentingan publik maupun penyelenggaran pemerintahan. Pada dasarnya pembangunan merupakan proses yang berlangsung secara berkesinambungan menyebabkan perubahan bertahap yang meliputi seluruh aspek kehidupan menuju peningkatan taraf hidup masyarakat. Hal-hal yang berhubungan dengan perjanjian jual beli pada dasarnya meliputi kewajiban pihak penjual maupun pihak pembeli. Tentang kewajiban penjual ini, pengaturannya dimulai dari Pasal 1427 KUHPerdata yaitu “Jika pada saat penjualan, barang yang dijual sama sekali telah musnah maka pembelian batal.” Pasal 1474 KUH perdata pada pokoknya kewajiban penjual menurut pasal tersebut terdiri dari dua, yaitu: 1.
Menyerahkan barang yang dijual pada pembeli,
2.
Memberi pertanggungan atau jaminan (vrijwaring), bahwa barang yang dijual tidak mempunyai sangkutan apapun, baik yang berupa tuntutan maupun perbendaan Adapun kewajiban pembeli adalah membayar harga. Pasal 1513 KUHPerdata
berbunyi “kewajiban utama pembeli ialah membayar harga pembelian, padawaktu dan tempat sebagaimana ditetapkan menurut persetujuan”. Kewajiban membayar harga merupakan kewajiban yang paling utama bagi pihak pembeli. Pembeli harus
Universitas Sumatera Utara
7
menyelesaikan pelunasan harga bersamaan dengan penyerahan barang. Jual beli tidak akan ada artinya tanpa pembayaran harga Apabila unsur hak dan kewajiban penjual dan pembeli tersebut diterapkan pada perjanjian pengadaan barang/jasa maka dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Pihak Pejabat Pembuat Komitmen (Pembeli) berkewajiban membayar sejumlah harga atas barang/jasa yang dibelinya kepada pihak Penyedia Barang/Jasa (Penjual), dan berhak menerima barang/jasa dari pihak Penyedia Barang/Jasa. 2) Pihak Penyedia Barang/Jasa berkewajiban menyerahkan barang/jasa (hasil pekerjaan) kepada pihak Pejabat Pembuat Komitmen, serta berhak menerima sejumlah harga/uang dari Pejabat Pembuat Komitmen. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa Perjanjian Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dapat dikualifikasikan sebagai Perjanjian Jual Beli sebagaimana diatur dalam Buku III Bagian V KUHPerdata, dan dengan
demikian
pula
dapat
digolongkan
sebagai
Perjanjian
Bernama/Khusus/Nominat.6 Perjanjian pengadaan barang/jasa pemerintah dapat disebut pula sebagai Perjanjian Jual Beli Standard. Selain itu juga bercirikan sebagai perjanjian timbal balik, karena masing-masing mempunyai hak dan kewajiban. Juga sebagai perjanjian konsensuil karena lahir dengan adanya kata sepakat. Sebagai perjanjian atas beban
6
Caryos. “Tinjauan Perjanjian Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah Dalam Hukum Perjanjian Indonesia”. http://caryos.blogspot.com/2008/03/tinjauan-perjanjian-pengadaan-barang.html, diakses tanggal 20 Oktober 2011.
Universitas Sumatera Utara
8
karena memberikan beban kepada masing-masing pihak berupa memberi atau berbuat sesuatu. Dan juga sebagai perjanjian formil, karena terjadinya perjanjian apabila telah memenuhi formalitas tertentu maupun bentuk tertentu yang ditentukan oleh undang-undang. Perjanjian Pengadaan Barang dan Jasa sering dibuat dalam bentuk kontrak standar, dimana suatu kontrak telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh salah satu pihak dan pihak yang lainnya hanya dihadapkan pada pilihan untuk menerima atau menolak perjanjian tersebut. Perjanjian baku atau standar lahir sebagai bentuk dari perkembangan dan tuntutan dunia usaha. Kontrak standar telah banyak diterapkan dalam dunia usaha seperti perbankan, lembaga pembiayaan konsumen, dan berbagai bentuk usaha lainya. Kontrak standar atau baku dipandang lebih efisien dari sisi waktu dan biaya.7 Perjanjian standar memberikan kekuasaan kepada pihak penyusun untuk menentukan syarat-syarat yang cukup memberatkan apalagi kontrak tersebut disajikan dalam bentuk kontrak standard, karena ketentuan-ketentuan dalam perjanjian dapat dipakai untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kerugian pada pihak yang membuat perjanjian. Dalam hal demikian salah satu pihak hanya punya pilihan untuk menerima atau menolak perjanjian tersebut. Permasalahannya
adalah
di
dalam
membuat
perjanjian
sudah
dicantumkan hak dan kewajiban antara pengguna dan penyedia barang/jasa. Tapi ada
7
Shidarta. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia Terbitan Pertama. (Jakarta: Grasindo) 2000. Halaman 29.
Universitas Sumatera Utara
9
hal-hal yang tidak dimasukkan dalam klausul perjanjian pengadaan barang/jasa, yaitu apabila pengguna barang/jasa terlambat di dalam melakukan pembayaran, padahal ini diatur besarnya ganti rugi yang dibayarkan oleh pengguna barang/jasa atas keterlambatan pembayaran. Sebaliknya denda kepada penyedia barang/jasa atas keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Dalam Keppres Nomor 80 Tahun 2003 sebagaimana diubah dengan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sudah dicantumkan sanksi kedua belah pihak apabila ingkar janji (wanprestasi). Pasal 1 angka 23 Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menyatakan Pelelangan Umum adalah metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya untuk semua pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memenuhi syarat. Pelelangan umum adalah metode pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya. Seringkali kontrak dibuat tidak sesuai dengan prosedur dan masing-masing pihak tidak begitu memperhatikan sampai sejauh mana kontrak yang akan disepakatinya tersebut akan mempengaruhi keberhasilan atau malah sebaliknya justru menimbulkan kegagalan ataupun kerugian bagi kedua pihak. Semuanya itu memberikan gambaran yang kuat bahwa banyak permasalahan-permasalahan bisnis di lapangan ternyata sebagian besar dipicu oleh kekurang pahaman para pelaku
Universitas Sumatera Utara
10
terhadap pengertian dari kontrak yang pada umumnya menjadi dasar dari perjanjian pengadaan barang dan jasa. Pengalaman ini harus membuat para perancang kontrak harus lebih hati-hati dalam membuat kontrak bisnis. Pengguna barang dan jasa sebagai konsumen, dan penyedia barang dan jasa sebagai produsen harus mendapatkan perlindungan
yang seimbang dalam
kontrak. Kesepakatan, hanya akan tercapai jika para pihak telah berada dalam posisi yang serasi dan seimbang. Pengaturan pengadaan barang dan jasa pemerintah melalui Perpres 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, adalah bentuk campur
tangan
negara
untuk
menjamin
terciptanya
keseimbangan
dalam
kontrak/perjanjian. Apabila isi perjanjian diserahkan secara penuh kepada para pihak terkait dengan pengadaan barang dan jasa pemerintah (instansi dengan penyedia barang/jasa), maka dimungkinkan banyak terjadi penyimpangan dan pelanggaran hak dan kewajiban. Berdasarkan alasan di atas, maka dilakukan penelitian yang berjudul: Perjanjian Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (Studi di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara).
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana
bentuk
perjanjian
pengadaan
barang/jasa
pemerintah
pada
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara?
Universitas Sumatera Utara
11
2.
Bagaimana kedudukan pemerintah dalam perjanjian pengadaan barang/jasa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara?
3.
Mengapa tidak pernah terjadi ganti rugi sebagaimana yang dituangkan dalam perjanjian pengadaan barang/jasa Provinsi Sumatera Utara?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang sudah dikemukakan, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penulisan tesis ini adalah: 1.
Untuk mengetahui bentuk perjanjian pengadaan barang/jasa pemerintah pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
2.
Untuk mengetahui
kedudukan pemerintah
dalam perjanjian pengadaan
barang/jasa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. 3.
Untuk mengetahui tidak pernah terjadi ganti rugi sebagaimana yang dituangkan dalam perjanjian pengadaan barang/jasa Provinsi Sumatera Utara.
D. Manfaat Penelitian Secara teoretis penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan khususnya hukum perjanjian di Indonesia. Secara praktis penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi para pembuat kebijakan, agar dapat menciptakan sistem hukum yang lebih aspiratif yang terkait dalam pengadaan barang dan jasa.
Universitas Sumatera Utara
12
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan dari perumusan masalah dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai Perjanjian Pengadaan Barang Dan Jasa ini sudah pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan-permasalahan yang sama, yaitu yang dibuat oleh: 1. Ahmad Feri Tanjung, 2009, dengan judul “Tanggung Jawab Hukum Kuasa Pengguna Anggaran Atas Perubahan teknis Pekerjaan Pasca Penandatanganan Surat Perjanjian Kontak Pelelangan Pengadaan Barang dan Jasa” dengan perumusan masalah: a) Bagaimana ketentuan pengadaan barang dan jasa pemerintah dalam bidang kontrak konstruksi? b) Bagaimana prosedur dan teknis perubahan pekerjaan setelah kontrak ditandatangani ? c) Bagaimana tanggung jawab hukum Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atas perubahan
teknis
pekerjaan
yang
dilaksanakan
setelah
kontrak
ditandatangani ? 2. KFM. Marpaung, 2010. Dengan judul Analisis Hukum Terhadap Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara dengan perumusan masalah: a. Apakah yang menjadi permasalahan dalam kontrak pengadaan barang dan jasa di Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara?
Universitas Sumatera Utara
13
b. Apakah kontrak pengadaan barang dan jasa Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara sudah memenuhi Perpres No. 95 tahun 2007? c. Bagaimana Penyelesaian sengketa Terhadap kontrak yang Bermasalah? 3. Mangaratua Naibaho, Persekongkolan Tender Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintahan di Dinas Kesehatan Siantar dengan perumusan masalah: a. Apa yang menjadi sustansi dan dasar pertimbangan perubahan Kepres No. 80 Tahun 2003 dengan pedoman pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang telah dirubah beberapa kali terakhir dengan yang terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 95 Tahun 2007 ? b. Bagaimana adanya terjadi persekongkolan tender dalam barang dan jasa pemerintah ditinjau dari UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ? c. Apakah KPPU telah benar menerapkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam putusannya No. 06/KPPU-/2006 tentang Pelelangan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Perbaikan Bangsal di Unit Kerja RSU Kota Pematang Siantar Tahun 2005 ? F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1.
Kerangka Teori Hukum pada hakikatnya adalah sesuatu yang abstrak, tetapi dalam
manifestasinya bisa berwujud konkrit. Suatu ketentuan hukum baru dapat dinilai baik
Universitas Sumatera Utara
14
jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan berkurangnya penderitaan.8 Menurut teori konvensional, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan (rechtsgerechtigheid),
kemanfaatan
(rechtsutiliteit)
dan
kepastian
hukum
(rechtszekerheid).9 Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith (1723-1790), Guru Besar dalam bidang filosofi moral dan sebagai ahli teori hukum dari Glasgow University pada Tahun 1750,10 telah melahirkan ajaran mengenai keadilan (justice). Smith mengatakan bahwa: “tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari kerugian” (the end of justice is to secure from injury).11 Menurut Satjipto Raharjo, “Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak. Tetapi tidak di setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut
8
Lili Rasjidi dan I. B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), hal. 79. 9 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), (Jakarta: PT. Gunung Agung Tbk, 2002), hal. 85. 10 Bismar Nasution, Mengkaji Ulang sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato pada Pengukuhan sebagai Guru Besar, USU – Medan, 17 April 2004, hal. 4-5. Sebagaimana dikutip dari Neil Mac Cormick, “Adam Smith On Law”, Valvaraiso University Law Review, Vol. 15, 1981, hal. 244. 11 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
15
sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada seseorang.12 Sebagai objek ilmu hukum, hukum senantiasa dilihat dan dipahami berdasarkan metode dan cara pandang seseorang. Seperti halnya bahwa hukum selalu dipandang memiliki nilai-nilai moral yang idealis yang memiliki pandangan keadilan bisa didapat melalui penerapan hukum secara konsisten. Sehingga dengan menerapkan hukum maka akan terbentuk di masyarakat nilai-nilai yang diinginkan oleh hukum tersebut. Pandangan lain berpendapat bahwa hukum dipergunakan kepada usaha untuk mencapai tujuan-tujuan serta memenuhi kebutuhan yang konkrit dalam masyarakat. Pandangan ini memahami hukum sebagai alat untuk mengatur masyarakat.13 Hukum yang hidup di masyarakat, tidak dapat dipandang sebagai serangkaian kaidah atau norma, akan tetapi lebih dari itu, yaitu lebih memandang hukum sebagai suatu sistem. Struktur hukum memiliki pola, bentuk dan gaya yang yang substansinya adalah menetapkan bagaimana orang-orang harus dan boleh berprilaku. Sedangkan budaya hukum yang dimaksud adalah ide-ide, gagasan-gagasan, harapan dan pendapat umum. Hukum maupun berbagai organisasi dan lembaga hukum yang ada, seperti DPR, Kepolisian, Kejaksaan, Badan-badan Pengadilan maupun berbagai departemen yang secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap kinerja pelaku
12
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, Cetakan ke – V, 2000), hal. 53.
13
Ibid, hal. 6.
Universitas Sumatera Utara
16
ekonomi Indonesia dan/atau asing yang beroperasi di Indonesia, dapat berpengaruh positif terhadap kehidupan dan pembangunan ekonomi yang sudah lama dicitacitakan.14 Perjanjian
pengadaan
barang
dan
jasa
termasuk
dalam
perjanjian
pemborongan yang terdapat dalam KUHPerdata dan Pasal 1601, Pasal 1601b dan Pasal 1604 dan sampai dengan Pasal 1616 bahwa agar pengadaan barang dan jasa pemerintah dapat dilaksanakan dengan efektif, efisien, dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka dan perlakuan yang adil dan layak bagi semua pihak, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan Ketentuan mengenai pengadaan barang dan jasa yang diatur dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintahan yang bertujuan untuk meletakkan dasar-dasar bagi pelaksanaan pengadaan barang dan jasa yang akan merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan
14
C. F. G Sunaryati Hartono, “Upaya Menyusun Hukum Ekonomi Indonesia Pasca Tahun 2003”, makalah. Untuk itu tentu saja diperlukan beberapa, hal sebagai berikut: 1. Adanya kesepakatan secara nasional tentang paradigma sistem ekonomi nasional seperti apa yang harus di bangun, sesuai dengan ketentuan konstitusi-konstitusi kita, khususnya Pembukaan dan pasal 33 dan 34 juncto pasal 27 dan 28 UUD 1045 yang telah 4 (empat) kali di amandemen; 2. Adanya interaksi, pengertian (understanding) dan kerjasama yang baik antara para ahli di bidang ekonomi, termasuk para pengusaha dan pengambil keputusan di bidang hukum (eksekutif, legislatif dan yudikatif); 3. Adanya kesadaran bahwa bukan saja hukum yang harus tunduk pada tuntutan-tuntutan ekonomi, seperti di masa Orde Baru, ekonomi, maka langkah-langkah di bidang ekonomi itu sendiri memerlukan kepastian hukum dan jalur (channel) hukum, sehingga terjalin sinergi antara bidang hukum dan ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
17
bagi negara sebagai pengguna dan kontraktor sebagai pelaksana pengadaan barang dan jasa dalam perwujudan masyarakat adil dan makmur. Dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah maka Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak tanggal 1 Januari 2011. Berbeda dengan jenis-jenis kontrak yang diatur dalam Keppres No. 80 Tahun 2003, yang hanya membuat klasifikasi jenis kontrak berdasarkan jenis imbalannya, jangka waktu pelaksanaannya dan jumlah pengguna barang dan jasanya, dalam Pasal 50 Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, jenisjenis kontrak dibedakan berdasarkan: 1. Imbalannya (cara pembayarannya) yaitu: a) Kontrak lumpsum; kontrak yang sudah pasti objeknya b) Kontrak harga satuan; kontrak yang tidak bisa dihitung secara pasti. c) Kontrak gabungan lump sum dan harga satuan d) Kontrak terima jadi (turn key); kontrak yang sesuai dengan harga keseluruhan e) Kontrak presentase; kontrak Pengadaan Jasa Konsultansi/ Jasa lainnya 2. Jangka waktu pelaksanaannya yaitu: a) Kontrak tahun tunggal; kontrak yang mengikat 1 tahun anggaran. b) Kontrak tahun jamak; kontrak yang mengikat lebih dari 1 tahun anggaran 3. Sumber pendanaan yaitu:
Universitas Sumatera Utara
18
a) Kontrak Pengadaan Tunggal b) Kontrak Pengadaan Bersama c) Kontrak Payung (framework contract) 4. Jenis pekerjaan a) Kontrak Pengadaan Pekerjaan Tunggal b) Kontrak Pengadaan Pekerjaan terintegrasi Terkait proses pemilihan penyedia barang/jasa melalui keempat metode tersebut ditentukan melalui prakualifikasi maupun pasca kualifikasi lebih dahulu. Pengertian prakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari penyedia barang/jasa sebelum memasukkan penawaran. Sedangkan pascakualifikasi intinya adalah penilaian terhadap penyedia barang/jasa dilakukan setelah memasukkan penawaran. 15 Metode Penunjukan Langsung adalah metode yang dapat dilakukan dengan syarat memenuhi kriteria keadaan tertentu dan keadaan khusus, selanjutnya menunjuk langsung satu penyedia barang/jasa dengan cara melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan kerangka dan isi kontrak pengadaan barang/jasa seperti ditentukan oleh Perpres Nomor 54 Tahun 2010, serta melihat dokumen-dokumen sebenarnya atas kontrak pengadaan barang/jasa selanjutnya dihubungkan dengan 15
Khalid Mustafa. Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintahan (Bagian II: Jenis dan Metode). http://www.khalidmustafa.info/2008/02/11/pengadaan-barang-dan-jasa-di-pemerintahan-bagian-iijenis-dan-metode.php, diakses tanggal 20 Oktober 2011.
Universitas Sumatera Utara
19
syarat-syarat sahnya perjanjian seperti diatur oleh Pasal 1320 KUHPerdata, maka dapat disimpulkan bahwa dalam kontrak/perjanjian pengadaan barang/jasa telah memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian, karena di dalamnya secara jelas telah mengandung unsur adanya kesepakatan para pihak, yaitu antara pihak Pejabat Pembuat Komitmen (sebagai yang mewakili instansi dan yang memiliki pekerjaan) dan pihak Penyedia Barang/Jasa, dimana para pihak tersebut jelas mempunyai kapasitas untuk melakukan perbuatan hukum karena telah memenuhi kualifikasi sebagaimana ditentukan undang-undang (untuk syarat kecakapan untuk membuat perjanjian). Sedangkan untuk syarat obyektifpun telah memenuhi, dimana mengenai obyek perjanjiannya secara jelas dan tegas dinyatakan dalam judul setiap dokumen pengadaan, juga dalam pencantuman nama maupun lingkup pekerjaan, serta isi perjanjiannyapun telah ditentukan oleh undang-undang, sehingga dalam hal ini jelas tidak ada pelanggaran undang-undang, ketertiban umum, mapun kesusilaan sebagaimana disyaratkan dalam syarat adanya suatu sebab (causa) yang halal. Memperhatikan konsep tujuan hukum, dimana tujuan dibentuknya hukum adalah untuk mewujudkan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Maka, jika kontrak (pengadaan barang dan jasa) dianggap setara dengan undang-undang (pacta sunc servanda), sudah tentu kontrak dibentuk untuk memberikan rasa keadilan, kemanfaatan dari kontrak tersebut dan kepastian hukum bila terjadi perselisihan antara para pihak, dan juga masyarakat secara luas.
Universitas Sumatera Utara
20
Pengadaan barang dan jasa untuk kepentingan pemerintah merupakan salah satu alat untuk menggerakkan roda perekonomian, oleh karenanya penyerapan anggaran melalui pengadaan barang dan jasa ini menjadi sangat penting. Penyerapan anggaran pada umumnya merupakan belanja barang dan belanja modal yang diklasifikasikan sebagai pengadaan barang/jasa, di samping belanja pegawai. Pemanfaatan anggaran sesuai dengan rencana strategis dan dilaksanakan secara profesional dan berintegritas. Dengan demikian, barang/jasa yang dihasilkan tepat guna mendukung pelaksanaan tugas pemerintah. Namun, tidak kalah penting dari itu adalah urgensi pelaksanaan pengadaan yang efektif dan efisien serta ekonomis untuk mendapatkan manfaat maksimal dari penggunaan anggaran. 2.
Konsepsi Konsepsi yang akan diajukan adalah: 1. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa 2. Barang menurut Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Barang, adalah benda dalam berbagai bentuk dan uraian, yang meliputi bahan baku, bahan setengah jadi, barang jadi/peralatan yang spesifikasinya ditetapkan oleh pengguna barang/jasa. 3. Jasa menurut Perpres No. 54 Tahun 2010 terbagi atas 2 (dua) bagian, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
21
a. Jasa konsultasi menurut Pasal 1 angka 16 Perpres No. 54 Tahun 2010 adalah jasa layanan profesional yang membutuhkan keahlian tertentu diberbagai bidang keilmuan yang mengutamakan adanya olah pikir (brainware). b. Jasa Lainnya adalah jasa yang membutuhkan kemampuan tertentu yang mengutamakan keterampilan (skillware) dalam suatu sistem tata kelola yang telah dikenal luas di dunia usaha untuk menyelesaikan suatu pekerjaan atau segala pekerjaan dan/atau penyediaan jasa selain Jasa Konsultansi, pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi dan pengadaan Barang. 4. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
G. Metode Penelitian 1.
Spesifikasi penelitian Sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini
bersifat deskriptif analisis, artinya hanya akan dilakukan analisis terhadap kebijakankebijakan yang dibuat pemerintah dalam pengadaan barang dan jasa. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mengacu kepada normanorma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan
Universitas Sumatera Utara
22
pengadilan. Mengutip istilah Ronald Dworkin, penelitian seperti ini juga disebut sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law as it is decided by the judge through judicial process).16 Sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh dari perpustakaan. Penelitian lapangan juga dilakukan untuk mendapatkan bahan-bahan guna melengkapi dan menunjang bahan-bahan kepustakaan dan dokumen.
2.
Sumber Data Sumber data kepustakaan dan dokumen diperoleh dari: a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan merupakan landasan utama untuk dipakai dalam rangka penelitian ini, di antaranya adalah: Undang-Undang Dasar 1945, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan
16
Bismar Nasution, “Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum”, makalah disampaikan pada Dialog Interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Penelitian Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, tanggal 18 Februari 2003, hal 1. Bandingkan dengan Bagir Manan, yang mengatakan Penelitian hukum normatif adalah penelitian terhadap kaidah/hukumnya itu sendiri (peraturan perundang-undangan, yurisfrudensi, hukum adat atau hukum tidak tertulis lainnya) dan asas-asas hukum. Bagir Manan, “Penelitian Dibidang Hukum”, dalam Jurnal Hukum Puslitbangkum, Diterbitkan oleh Pusat Penelitian Perkembangan Hukum Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Bandung, Nomor Perdana: 1-1999), hal. 4
Universitas Sumatera Utara
23
pemerintahan daerah kabupaten/kota, dan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintahan. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang relevan dengan penelitian ini. c. Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang, yaitu bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, berupa kamus, ensiklopedia, jurnal-jurnal ilmiah, majalah, surat kabar dan sebagainya yang dipergunakan untuk melengkapi ataupun menunjang data penelitian.17
3. Alat Pengumpul Data Alat pengumpul data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah a. Studi kepustakaan (library research),
yaitu dengan cara membaca,
mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis literatur-literatur, laporan penelitian, dokumen-dokumen resmi, serta sumber-sumber bacaan lainnya. b. Wawancara, dengan menggunakan alat pedoman wawancara dengan Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Provinsi Sumatera Utara dalam hal ini adalah Kepala
Biro
Perlengkapan
Dan
Pengelolaan
Asset
yang
dianggap
berkompeten dengan masalah penelitian.
17
Lihat Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 194-195, dan Soerjono Soekanto, “et.al”., Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 13.
Universitas Sumatera Utara
24
4.
Analisis Data Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan
data ke dalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. 18 Mengingat sifat penelitian maupun objek penelitian, maka semua data yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif, dengan cara data yang telah terkumpul dipisah-pisahkan menurut katagori masing-masing dan kemudian dideskripsikan dalam uraian yang mendalam sehingga diperoleh jawaban terhadap masalahan dalam penelitian. Kemudian ditarik suatu kesimpulan dari data yang telah diolah dengan menggunakan metode deduktif.
18
Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 13-14.
Universitas Sumatera Utara