BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni media rekam atau film merupakan cabang kesenian yang bentuk akhirnya dicapai setelah lebih dahulu mengalami proses perekaman. Adapun perekaman gambar mulai dari fotografi, dan kemudian berlanjut dengan penemuan teknologi Gambar Idoep atau disebut juga citra bergerak atau lebih popular dengan sebutan film. Dalam hal gambar idoep ini terjadi pula perkembangan dalam penggunaan medianya, yaitu dari film celluloid ke pita elektronik. Dari perkembangan media itulah orang kemudian membedakan hasil akhirnya ke dalam film dalam arti ketat, yang berarti menggunakan celluloid, dan sinetron yang berarti sinema elektronik yang menggunakan pita elektronik.16 Sejarah film pertama terjadi di Prancis, tepatnya pada 28 Desember 1895 ketika Lumière bersaudara telah membuat dunia terkejut. Mereka telah melakukan pemutaran film pertama kalinya di depan publik, yakni di Café de Paris.17 Penayangan-penayangan rutin yang kemudian dilakukan Lumiere bersaudara itu menjadi dasar bagi bisnis film yang sangat menguntungkan. Penayangan film ke layar dalam sebuah ruangan yang gelap kemudian menyebar ke seluruh dunia.18 Film pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1900, lima tahun setelah film dan bioskop pertama lahir di Perancis. Pada penghujung 1900, masyarakat Hindia Belanda sudah bisa menyaksikan pertunjukan yang sangat unik, 16
Edi Sedyawati (ed.)., Sejarah Kebudayaan Indonesia: Seni Pertunjukan dan Seni Media, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 105. 17 Misbach Yusa Biran., Sejarah Film 1900-1950 Bikin Film di Jawa, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2009), hlm. XV. 18 Marselli Sumarno., Dasar-Dasar Apreasiasi Film, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana, 1996), hlm. 4. 1
2
gambar hidup, sehingga hanya dalam tempo lima tahun, setelah para penemu jenius di Amerika, Prancis, dan Inggris hampir secara bersamaan berhasil menemukan teknologi yang bisa memproyeksikan gambar-gambar hidup bergerak ke atas layar.19 Pada awal permulaan ini, pertunjukan bioskop belum memiliki tempat tetap, sehingga harus menyewa tempat-tempat tertentu seperti lapangan. Pertunjukan yang diselenggarakan di ruang terbuka biasanya karcisnya lebih murah daripada pertunjukan yang diselenggarakan di dalam gedung-gedung. Seiring dengan berkembangnya zaman, maka sangat berpengaruh dengan perkembangan dari film itu sendiri, mulai dari gambar hidup tanpa suara berkembang gambar hidup dengan suara.20 Kemudian berkembangnya isi cerita dalam film tersebut seperti fiksi dan non-fiksi, juga berdasarkan orientasi pembuatannya yaitu film komersial yang berorientasi dalam hal bisnis dan mengejar keuntungan dan juga film non-komersial yang bukan berorientasi pada bisnis. Tetapi film ini dibuat murni sebagai seni dalam menyampaikan suatu pesan dan sarat akan tujuan. Selain itu, beberapa film dibuat dengan tujuan untuk meraih penghargaan tertentu di bidang perfilman dan sinematografi. Film yang diputar tidak lain adalah film yang berasal dari luar negeri dengan kata lain yaitu film asing. Masuknya film asing ke negeri jajahan Belanda ini amat lancar. Film-film baru buatan Hollywood sudah bisa diputar di bioskopbioskop besar untuk orang Eropa. Bahkan bisa lebih awal dari pemutaran di
19 20
Ibid., hlm. 27. Ibid., hlm. 28.
3
Negeri Belanda sendiri.21 Masuknya film-film asing buatan Hollywood dengan lancar karena ditangani langsung oleh usaha orang Amerika. Film hadir ditengah masyarakat yang rindu eskapisme setelah seharian bekerja.22 Mereka sangat membutuhkan hiburan, melihat, dan mendengar hal-hal yang tidak biasa, lalu pilihannya jatuh kepada jenis-jenis pertunjukan yang bersifat menghibur seperti tontonan film yang dapat memenuhi selera masyarakat. Melalui film masyarakat dapat menikmati sebuah pertunjukan modern, sebuah tontonan yang bersifat baru. Memasuki tahun 1950-an, ketika transportasi masih sangat kurang memadai, ada kecenderungan bahwa pengunjung utama dari tontonan film adalah masyarakat sekitar yang tinggalnya tidak jauh dari bioskop itu.23 Maka, tidak jarang penonton seperti sudah menjadi langganan dari bioskop tertentu disetiap daerahnya. Maka, tidak jarang penonton seperti sudah menjadi langganan dari bioskop tertentu. Pihak manager bioskop juga akan mencarikan film-film yang cocok untuk penonton langganannya. Memasuki tahun 1955 nasib perfilman nasional cukup mengkhawatirkan, dimana yang pertama menghadapi persaingan dari film Malaysia. Kemudian, digantikan dengan film-film yang berasal dari India yang mendominasi menyedot penonton
Ibid., hlm. 34. Eskapisme merupakan kehendak atau kecenderungan untuk menghindar dari kenyataan dengan mencari hiburan dan ketenteraman di dalam khayal atau situasi rekaan, lihat Ibid., hlm. xvii. 23 Misbach Yusa Biran., op.cit., hlm. 30. 21 22
4
kelas menengah ke bawah. Sementara itu, bioskop-bioskop kelas satu menolak memutar film-film nasional dan memonopoli film-film dari Amerika.24 Pada mulanya, usaha pemutaran film hanya dilakukan oleh orang-orang Belanda. Orang Cina hanya menyewakan gedungnya. Usaha bioskop adalah bisnis menengah yang memang merupakan bidang mereka pada saat itu. Akan tetapi, usaha bioskop ini merupakan usaha yang banyak sekali dengan persaingan.25 Film yang laku di Bioskop A belum tentu akan laku di Bioskop B, meskipun samasama bioskop dengan kelas III. Sesama bioskop hampir selalu bersaingan dalam memasang film. Hal ini dilakukan agar bisa lebih banyak menarik minat penonton, bahkan agar bioskop sainganya mati. Ketika bioskop A memutar film baru yang bagus, maka bioskop B, yang letaknya tidak begitu jauh dari bioskop A, sengaja mendatangkan film yang lebih baru dan bagus meski sewanya mahal. Penonton bioskop A akan tertarik sekian hari sehingga bioskop A akan mengalami kerugian. Di samping itu, meski bioskop B tidak ada saingan, namun kalau hari hujan bioskop juga menjadi sepi. Memasuki tahun 60-an, kedekatan Indonesia dengan Blok Kiri yang ketika itu dihuni oleh Rusia dan Uni Soviet mengakibatkan pemutaran film-film asing asal Amerika semakin berkurang. Hal ini adalah akibat politik zaman Orde Lama yang memusuhi semua yang berbau Barat karena tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Hingga tahun 1965 film-film asing Amerika diboikot dan digantikan
24
Garin Nugroho & Dyna Herlina S, “Krisis dan Paradoks Film Indonesia”, (Jakarta: Kompas, 2015), hlm. 114. 25 Ibid., hlm. 31.
5
dengan film-film asing dari negara sosialis, yakni Rusia, Uni Soviet, Jepang, Cina, dan film nasional. 26 Pasca meletusnya G30 S/PKI dan pergantian pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto membawa pengaruh bagi perfilman di Indonesia. Kedekatan Soeharto terhadap pihak Barat dalam hal ini Amerika dan Inggris berdampak pula terhadap bangkitnya distribusi film asing Amerika dan Inggris di Indonesia. Perkembangan ini juga berdampak terhadap kota Surakarta. Pada tahun-tahun tersebut bioskopbioskop di Surakarta pun ramai diisi film-film asing yang mengalahkan dominasi film lokal. Hal ini dianggap mengakibatkan perubahan gaya hidup masyarakat kota Surakarta akibat dominasi film asing. Ini yang menjadi sesuatu yang sangat penting untuk diteliti terlebih mengenai perkembangan film asing yang ada di Surakarta hingga kemundurannya film asing tersebut. Pentingnya mengangkat tema Film Asing di Surakarta 1970-1980 menjadi sebuah tulisan adalah masih banyaknya hal-hal yang belum diketahui dan bahkan belum banyak penelitian yang lebih mendalam mengenai film asing di Surakarta pada periode tersebut, terutama mengenai perkembangan film yang ada di Surakarta hingga proses kemundurannya. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana perkembangan film asing di Surakarta 1970-1980 ? 2. Bagaimana proses kemunduran film asing di Surakarta ? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai arah dan tujuan yang telah ditetapkan agar mendapatkan gambaran secara jelas yang bermanfaat bagi masyarakat ataupun 26
Firman Lubis., Jakarta 1960-an Kenangan Semasa Mahasiswa, (Jakarta: Masup Jakarta, 2008), hlm. 192.
6
akademisi. Adapun tujuan yang akan dicapai penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui perkembangan film asing di Surakarta 1970-1980 2. Untuk mengetahui bagaimana kemunduran film asing di Surakarta. D. Manfaat Penelitian Dari kajian tentang film asing di Surakarta, maka penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Secara Akademis Penulisan yang berasaskan Ilmu Sejarah ini dapat memberikan sumbangan untuk memperkaya penulisan sejarah di Indonesia. Khusunya penulisan ini jarang dijumpai untuk para sejarawan muda di Indonesia. 2. Secara Praktis Adanya penulisan dari penelitian ini akan diperoleh diskripsi dari perkembangan film asing di Surakarta, sehingga seluruh jajaran yang terkait baik sejarawan, budayawan, instansi pemerintah maupun masyarakat umum lebih mengetahui secara dalam setiap peristiwa, dan dinamika kehidupan di Surakarta. E. Tinjauan Pustaka Untuk mendukung serta melengkapi sumber-sumber data yang tersedia sebagai bahan penulisan terkait dengan masalah penelitian “Film Asing di Surakarta 1970-1980“ ini, maka dipergunakan beberapa pustaka yang mendukung. Di antaranya sebagai berikut:
7
Misbach Yusa Biran dalam bukunya yang berjudul Sejarah Film 19001950 Bikin Film di Jawa.27 Mengulas tentang awal mula film dibuat dan sejarah perkembangan film di Indonesia yang semula awalnya hanya ada hiburan tontonan panggung di tengah pemerintahan Kolonial, hingga terus berkembang menuju dunia perfilman. Sampai akhirnya film diproduksi di Indonesia dengan mengadopsi cerita film asing. Hal tersebut berpengaruh terhadap sejarah perkembangan film di Indonesia dan animo masyarakat tentang film tersebut. Namun buku ini belum membahas tentang perkembangan film asing khususnya di Surakarta. M. Sarier Arief dalam bukunya yang berjudul Politik Film di Hindia Belanda.28 Membahas tentang perpolitikan terhadap film di Indonesia. Buku ini memberikan fakta-fakta menarik bagaimana Pemerintah Hindia Belanda menjalankan politik filmnya, dan juga kebijakan pemerintah mengenai perfilman tersebut. Buku ini membantu penulis dalam memahami tentang kebijakan pemerintah mengenai perfilman khususnya film asing. Ulwa Humairok Gandes Luwes dalam skripsinya yang menulis tentang Sejarah Perkembangan Bioskop di Surakarta 1950-1979. Skripsi ini mengulas tentang perkembangan bioskop-bioskop di Surakarta dimana bioskop menjadi sarana atau wadah penting tentang berkembangnya film-film di Surakarta, tidak terkecuali film asing. Kaitannya dengan distribusi film asing dalam skripsi tersebut menyatakan bioskop di tahun 1970-an sangat ramai dikunjungi oleh masyarakat yang diakibatkan film bioskop yang semakin beragam, dan di tahun Misbach Yusa Biran., Sejarah Film 1900-1950 Bikin Film di Jawa, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2009). 28 M. Sarier Arief., Politik Film di Hindia Belanda, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2010). 27
8
itu pula dapat dikatakan merupakan tahun-tahun kejayaan bioskop di Surakarta. Namun skripsi
ini belum membahas detil tentang film asing yang ada di
Surakarta itu sendiri. Dwi Aris Subakti dalam skripsinya dengan judul Pemboikotan Film Amerika Oleh PAPFIAS Dalam Rangka Propaganda Politik “Kepribadian Nasional” Tahun 1964. Skripsi ini mengulas tentang pemboikotan film-film asal barat yakni film dari Amerika pada tahun 1964. Aksi boikot film Amerika oleh PAPFIAS dilandasi adanya dominasi film Amerika yang merugikan perfilman nasional, merugikan ekonomi Indonesia dan menyebarkan kepribadian yang buruk. Berkaitan dengan hal tersebut, tidak menjelaskan bagaimana film Impor pada tahun 1970-an masih tetap mendominasi di Indonesia, namun dengan pembaharuan kebijakan-kebijakan agar film nasional dapat berkembang. Skripsi ini belum membahas hal tersebut. Widiatmoko dalam skripsinya Film sebagai media propaganda politik di Jawa pada masa pendudukan Jepang 1942-1945. Dalam skripsi ini menulis tentang bagaimana Jepang pada tahun tersebut melakukan propaganda melalui media film, untuk mempengaruhi penduduk yang tidak berpendidikan dan buta huruf serta haus hiburan. Skripsi ini belum menjelaskan bagaimana perkembangan film-film terutama film asing pasca kemerdekaan Republik Indonesia. Sari Wulan dalam skripsinya Sejarah Industri Perfilman di Batavia Tahun 1900-1942. Skripsi ini mengulas mengenai bagaimana impor film begitu pesat berkembang pada awal-awal perkembangan film di Indonesia, hingga film nasional dapat berkembang seiring dengan mulainya film local pertama dengan judul Loetoeng Kasaroeng yang merupakan tonggak bagi lahirnya film-film lokal
9
lainnya. Dalam skripsi ini membantu penulis bagaimana perbandingan industri film pada awal industri perfilman masuk ke Indonesia dan pertama kali film lokal tercipta dengan perkembangan film khususnya film asing pada tahun 1970-an. F. Metode Penelitian Penelitian mengenai Film Asing di Surakarta 1970-1980 ini menggunakan metode sejarah, yaitu suatu metode yang digunakan untuk mengkaji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lalu dan merekontruksi secara imajinatif masa lalu tersebut berdasarkan data yang diperoleh.29 Pendapat lain menyebutkan bahwa metode sejarah adalah proses pengumpulkan sumber, menguji dan menganalisis secara kritis rekaman-rekaman peninggalan masa lalu serta usaha untuk melakukan sintesa dari data-data yang terkumpul sehingga menjadi kajian yang dapat dipercaya.30 Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam metode penelitian sejarah terdiri dari empat langkah, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.
1. Heuristik Heuristik adalah proses mencari untuk menemukan sumber-sumber. Adapun penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data atau sumber dengan studi dokumen, studi pustaka dan sumber lisan. a. Studi Dokumen Dalam melaksanakan pengumpulan data untuk penulisan penelitian ini menggunakan studi dokumen. Baik itu berupa surat-surat resmi dan suratsurat negara. Studi dokumen bertujuan untuk memperoleh dokumen yang 29
Sartono Kartodirdjo., Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), hlm. 2. 30 Louis Gottschalk., Mengerti Sejarah, (Edisi terjemahan oleh Nugroho Notosusanto), (Jakarta: UI Press, 1983), hlm. 32.
10
benar-benar berkaitan dengan penelitian. Studi dokumen ini untuk memperoleh data primer berupa arsip, foto-foto, dan surat kabar sejaman mengenai kondisi perkembangan film asing di Surakarta 1970-1980, aktivitas yang berkaitan dengan film asing yang ada di Surakarta dan arsip arsip yang berkaitan lainnya. Surat kabar sejaman tersebut meliputi Kedaulatan Rakyat 1 Agustus 1975, Kompas 1 Maret 1977, Suara Merdeka 1 April 1978, dan lainnya. b.
Studi Pustaka Untuk menunjang penelitian ini juga menggunakan studi pustaka
dalam mengumpulkan data. Studi pustaka ini sangat berguna dalam menggunakan dalam mendukung, melengkapi data-data penelitian dan juga sebagai referensi, artikel, laporan penelitian dan karya ilmiah lainnya yang sesuai dengan tema dan permasalahan yang akan dibahas. Studi pustaka ini sendiri diperoleh dari Perpustakaan Arsip Nasional Republik Indonesia, Monumen Pers Surakarta, Perpustakaan Jurusan Ilmu Sejarah UNS, dan Perpustakaan Pusat UNS. c. Sumber Lisan Selain dengan melalu Studi Dokumen dan Studi Pustaka juga mengumpulkan sumber-sumber melalui wawancara dengan beberapa penikmat film pada saat itu guna untuk mendapatkan data-data ataupun sumber-sumber yang lebih mendalam. 2. Kritik Sumber Kritik sumber adalah proses mengkritik sumber baik secara interen maupun ekstern. Kritik interen digunakan untuk mengetahui kedibilitas
11
informasi yang diperoleh. Sedangkan kritik ekstern dipergunakan untuk mengetahui orentasi informasi yang diperoleh. 3. Interpretasi Interpretasi yaitu penafsiran terhadap data-data yang dimunculkan dari data-data yang sudah terseleksi. Tujuan dari interpretasi adalah menyatukan sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber atau data sejarah. Bersama teori disusunlah fakta tersebut ke dalam interpretasi yang menyeluruh. Ini sama halnya dengan melakukan analisis data yang diperoleh. Data yang telah diperoleh kemudian mencoba mengaitkannya dengan fenomena sosial-ekonomi yang terjadi pada periode tema dengan menggunakan beberapa teori yang serupa. 4. Historiografi Historiografi yaitu menyajikan hasil penelitian berupa penyusunan fakta-fakta dalam suatu sintesa kisah yang bulat sehingga harus disusun menurut teknik penulisan sejarah.
G. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini dibagi dalam lima bab. Uraian akan diawali dengan Bab I yang diberi Judul Pendahuluan. Bab ini akan mengutarakan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II, Tentang keadaan Surakarta 1970-1980. Berisi tiga sub bab yakni kondisi geografis 1970-1980, keadaan stratifikasi Sosial, Perfilman di Surakarta 1970-1980.
12
Bab III, Perkembangan Film Asing di Surakarta 1970-1980. Berisi tiga sub bab yakni Film Asing di Surakarta 1970-1980, Kejayaan film asing, dan kemunduran film asing. Bab IV, Kemunduran Film Asing di Surakarta 1970-1980. Berisi dua sub bab yakni faktor-faktor penyebab kemunduran film asing di Surakarta 1975-1980, dan Persepsi masyarakat terhadap perubahan film asing. Bab V, berisi kesimpulan yang merupakan hasil temuan penelitian dan merupakan jawaban dari permasalahan yang ada.