1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat, akses internet menjadi semakin mudah dan murah. Hal tersebut memberikan kesempatan bagi masyarakat Indonesia dari berbagai status sosial untuk dapat mengakses internet dimana saja dan kapan saja. Dampaknya, jumlah pengguna internet di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat bahwa, hingga akhir tahun 2014 pengguna internet di Indonesia mencapai 88,1 juta jiwa, yaitu naik sekitar 6% dari tahun 2013 dengan 71,9 juta pengguna. APJII bekerjasama dengan Pusat Kajian Komunikasi Departemen Komunikasi Universitas Indonesia (Pusakakom UI) dalam melakukan survai pada 7.000 pengguna internet dari berbagai provinsi di Indonesia untuk mengetahui aktivitas apa saja yang dilakukan dengan internet, dan hasilnya adalah sebanyak 87,4% dari total responden mengaku gemar mengakses situs jejaring sosial (CNN Indonesia, 2015). Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) menyatakan bahwa, situs jejaring sosial yang paling banyak diakses di Indonesia adalah facebook dan twitter (Kemenkominfo RI, 2013). The Wall Street Journal mencatat jumlah pengguna facebook di Indonesia sampai dengan bulan Juni 2014 telah mencapai angka 69 juta anggota. Sementara itu, jumlah pengguna twitter di Indonesia
1
2
mencapai 50 juta anggota (CNN Indonesia, 2015). Pada tahun 2015, Indonesia menempati peringkat ketiga pengguna facebook terbanyak di dunia, di belakang Amerika dan India (Tech in Asia, 2015). Pertumbuhan jumlah pengguna facebook di Indonesia pada tahun 2015 terbilang cukup cepat, yaitu kini mencapai angka 72 juta anggota (Detikinet, 2015). Keunikan pengguna facebook di Indonesia dibandingkan dengan negara lain adalah keaktifannya dalam mengakses lewat telepon seluler atau mobile phone. Seiring kenyataan bahwa penggunaan telepon seluler jenis smartphone di Indonesia semakin meningkat, situs jejaring sosial facebook juga mengalami peningkatan dalam akses mobile di Indonesia. Indonesia memiliki penetrasi pengguna facebook melalui mobile phone tertinggi di dunia, yakni mencapai 88,1% dari total pengguna facebook di Indonesia pada tahun 2014 (Tech in Asia, 2015). Hasil riset Crowd DNA pada tahun 2015 menyatakan bahwa, 69% dari pemuda di Indonesia lebih memilih tidak menonton TV daripada melepaskan mobile phone (InfoKomputer, 2015). Hal itu sejalan dengan yang diungkapkan oleh Kementerian Kominfo pada tahun 2014 bahwa, 80% dari jumlah pengguna internet di Indonesia, didominasi oleh para remaja berusia 15-19 tahun (Okezone Techno, 2014). Fakta tersebut menunjukkan bahwa, remaja Indonesia memiliki kecenderungan untuk aktif menggunakan internet khususnya situs jejaring sosial melalui mobile phone. Internet secara umum dan situs jejaring sosial secara khusus sepertinya telah menyedot perhatian dan menyita banyak waktu para remaja. Santrock (2012) mengatakan bahwa, remaja di seluruh dunia semakin bergantung pada internet.
3
Jumlah remaja yang menghabiskan waktunya untuk online semakin meningkat (Santrock, 2012). Kehidupan online atau kehidupan di dunia maya dipandang remaja sebagai sesuatu yang sama pentingnya dengan kehidupan di dunia nyata. Lembaga penelitian Pew Research (2015) menyatakan bahwa, setidaknya 71% remaja dengan rentang usia 13 hingga 17 tahun menggunakan situs jejaring sosial Facebook, bahkan, 41% di antaranya mengaku bahwa, facebook adalah situs yang paling sering dikunjungi. Jumlah remaja pengguna facebook lebih banyak daripada jumlah remaja pengguna twitter yang hanya mencapai angka 33%. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa facebook masih menjadi situs jejaring sosial yang paling populer dan yang paling sering digunakan di kalangan remaja pada tahun 2015. Penelitian yang dilakukan oleh Pew Research (2015) melaporkan bahwa, remaja dengan usia 15 sampai 17 tahun sebagai yang paling sering menggunakan situs jejaring sosial facebook dibandingkan dengan remaja yang berusia lebih muda. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa, remaja perempuan lebih mendominasi penggunaan jejaring sosial dibandingkan dengan remaja laki-laki. Situs jejaring sosial facebook menawarkan berbagai macam fitur, antara lain profile, news feed, wall, photo, group, notes, video, events, marketplace, post, gift, dan lain-lain. Melalui facebook, para penggunanya tidak perlu bertatap muka untuk berkomunikasi dengan orang lain. Keinginan menampilkan diri juga semakin mudah tersalurkan melalui facebook karena facebook dapat diakses lewat mobile phone (Restuwati, 2010). Kemudahan dalam mengakses facebook dan lengkapnya fitur yang disajikan oleh facebook, memungkinkan para pengguna
4
untuk cenderung meningkatkan intensitas penggunaan internet guna membuka akun facebook miliknya. Meningkatnya intensitas penggunaan internet untuk mengakses situs jejaring sosial facebook, mengakibatkan potensi penggunaan internet secara berlebihan. Penelitian yang dilakukan Restuwati (2010) pada mahasiswa pengguna facebook menyatakan bahwa, subjek penelitian rata-rata terakhir kali mengecek akun facebook dalam waktu kurang dari 12 jam dengan intensitas mengecek akun facebook dan intensitas memposting status sebanyak 1 hingga 5 kali dalam sehari. Griffiths (2000) mengungkapkan bahwa, internet terutama situs-situs yang ada di dalamnya, dapat memberikan kenyamanan tersendiri bagi para penggunanya, dan kenyamanan dalam penggunaannya tersebut dapat menyebabkan adiksi atau kecanduan. Kecanduan dapat diartikan sebagai perilaku yang digunakan dalam upaya untuk melarikan diri dari keadaan yang tidak nyaman ke keadaan yang nyaman atau untuk bersenang-senang. Kecanduan dalam penggunaan internet dan situssitus di dalamnya terlihat dari intensitas waktu yang digunakan individu untuk terpaku di depan alat elektronik berkoneksi internet untuk mengakses situs-situs tersebut, yang berakibat pada banyaknya waktu yang dihabiskan individu yang bersangkutan untuk online. Kandell (1998) mendefinisikan kecanduan dalam penggunaan internet sebagai ketergantungan psikologis terhadap internet yang ditandai dengan meningkatnya keinginan untuk beraktivitas dengan internet, meningkatnya toleransi untuk selalu menggunakan internet, dan mengingkari bahwa, itu adalah perilaku yang bermasalah. Salah satu bentuk kecanduan dalam penggunaan internet adalah cyber-relational addiction, yaitu kecanduan terhadap
5
situs pertemanan di dunia maya (Young, dkk., 1999). Facebook merupakan situs pertemanan di dunia maya sehingga kecanduan facebook termasuk dalam kecanduan internet. Beberapa ciri individu yang kecanduan internet antara lain menggunakan internet secara berlebihan, gelisah ketika tidak mengakses internet dalam interval waktu tertentu, meningkatkan toleransi terhadap kecanduan internet itu sendiri, dan dimungkinkan timbulnya dampak negatif dari kecanduan tersebut dalam diri individu, seperti terjadi isolasi sosial pada kehidupan nyata individu tersebut (Block, 2008). Selain dari segi sosial, dampak negatif kecanduan internet khususnya situs jejaring sosial facebook adalah menjadi sering lupa waktu, mengabaikan kewajiban, pekerjaan, atau sekolah. Moran, dkk. (2011) menemukan bahwa, lebih dari separuh jumlah seluruh siswa pengguna facebook yang terlibat dalam penelitiannya, menggunakan situs jejaring sosial tersebut di dalam kelas. Hal ini dapat berpengaruh pada kegiatan belajar siswa di sekolah. Penelitian lain terkait situs jejaring sosial facebook dan remaja sebagai pelajar, juga telah dilakukan oleh Kirschner dan Karpinski. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa, pengguna facebook dilaporkan memiliki Indeks Prestasi Kumulatif lebih rendah dan menghabiskan waktu lebih sedikit per minggunya untuk belajar daripada yang bukan pengguna. Studi yang mengambil sampel 219 mahasiswa tersebut juga menemukan bahwa, makin sering mahasiswa menggunakan facebook, makin sedikit waktu mahasiswa belajar (Kirschner & Karpinski, 2010). Sejalan dengan hasil penelitian tersebut, Junco (2011) juga menemukan bahwa, terlalu banyak
6
waktu yang dihabiskan untuk menggunakan facebook berdampak negatif terhadap indeks prestasi belajar siswa. Banyak ditemui penelitian tentang situs jejaring sosial yang berfokus pada pelajar usia remaja. Hal itu disebabkan remaja menempati proporsi paling besar sebagai pengguna situs-situs di internet seperti situs jejaring sosial online (Subrahmanyam & Greenfield, 2008). Internet dan situs jejaring sosial sebagai media yang sangat dekat dengan remaja masa kini, memegang peranan penting dalam perkembangan remaja yang masih dalam proses pencarian jati diri, seperti yang diungkapkan oleh Livingstone (2002), yaitu masa remaja dianggap sebagai masa-masa yang rawan karena remaja masih berupaya untuk membentuk identitas dirinya dan media memiliki efek yang besar dalam proses pembentukan identitas diri tersebut. Menurut Desmita (2012), batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu: 12 – 15 tahun (masa remaja awal), 15 – 18 tahun (masa remaja pertengahan), dan 18 – 21 tahun (masa remaja akhir). Masa remaja merupakan periode transisi dalam rentang kehidupan manusia, yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa (Santrock, 2012). Remaja dihadapkan pada perubahan biologis yang dramatis, pengalaman-pengalaman baru, tugas perkembangan baru, serta kebutuhan-kebutuhan yang baru. Selama masa remaja, Sullivan (dalam Santrock, 2012) berpendapat bahwa, mempunyai banyak teman atau sahabat menjadi sangat penting untuk memenuhi kebutuhan sosial. Secara khusus, Sullivan menyatakan bahwa, kebutuhan akan
7
intimasi meningkat di masa remaja awal, dan memotivasi remaja untuk mencari sahabat. Jika remaja gagal untuk menjalin persahabatan yang akrab, mereka akan mengalami kesepian (Santrock, 2012). Terkait dengan hal itu, Desmita (2012) juga mengungkapkan bahwa, akan muncul perasaan kesepian pada diri remaja yang merasa ditolak atau diabaikan oleh teman sebayanya. Kesepian diartikan oleh Peplau dan Perlman (dalam Baron & Byrne, 2005) sebagai suatu reaksi emosional dan kognitif individu terhadap dimilikinya hubungan yang lebih sedikit dan lebih tidak memuaskan daripada yang diinginkan oleh individu tersebut. Beberapa penelitian membuktikan bahwa kesepian memiliki korelasi dengan aktivitas online dan penggunaan facebook sebagai media sosial online. Leung (2011) menyampaikan bahwa, individu yang kesepian cenderung lebih senang melakukan eksperimen identitas secara online dibandingkan dengan individu yang kurang kesepian atau yang tidak kesepian. Hasil dari penelitian Leung (2011) menyatakan bahwa, kesepian adalah prediktor signifikan dari eksperimen identitas yang berarti bahwa remaja yang secara psikososial tertekan, terutama mereka yang kesepian, cenderung menikmati kesempatan untuk bereksperimen dengan identitas atau fantasi online. Kenikmatan yang dirasakan tersebut mendorong individu yang kesepian untuk cenderung mengakses media sosial online secara berlebihan. Penelitian lain terkait dengan kesepian dan penggunaan media sosial online, yaitu facebook, dilakukan oleh Ryan dan Xenos (2011). Penelitian yang dilakukan pada mahasiswa tersebut bertujuan untuk mengetahui bagaimana kepribadian mempengaruhi penggunaan facebook. Dalam penelitian tersebut, sampel terdiri dari 1324 pengguna Internet di
8
Australia, yaitu 1.158 pengguna facebook dan 166 non pengguna facebook. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pengguna facebook cenderung lebih ekstrovert, narsis, dan kurang cermat, serta secara sosial kesepian, dibandingkan dengan non pengguna.
Selanjutnya,
frekuensi
penggunaan
facebook
dan
preferensi
penggunaan fitur spesifiknya juga terbukti bervariasi sebagai akibat dari karakteristik tertentu, seperti kesepian, neurotisisme, rasa malu, dan narsisme (Ryan & Xenos, 2011). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kesepian yang dirasakan individu dapat menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap frekuensi penggunaan facebook individu tersebut. Schwartz (2010) melakukan penelitian tentang hubungan antara kesepian dan penggunaan facebook, dan menyimpulkan bahwa kesepiaan berkorelasi positif dengan penggunaan aktif facebook. Morahan-Martin dan Schumacher (2003) juga menyatakan bahwa, individu-individu yang kesepian cenderung aktif secara online pada situs jejaring sosial karena terdapat kemungkinan terbentuknya hubungan pertemanan atau persahabatan melalui situs jejaring sosial. Lebih lanjut, dijelaskan bahwa individu yang merasa kesepian akan meningkatkan intensitasnya dalam menggunakan situs jejaring sosial, karena individu yang merasa kesepian tersebut dapat mencari teman baru dan mencari kepuasan dengan teman-temannya dalam situs jejaring sosial (Morahan-Martin & Schumacher, 2003). Penelitian lain tentang kesepian dan penggunaan situs jejaring sosial online maupun internet dilakukan oleh Kraut, dkk. (1998), yang menunjukkan bahwa, individu yang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menggunakan internet merupakan individu yang seringkali merasakan kesepian dan depresi. Terkait dengan penelitian-
9
penelitian tersebut, Pratarelli, dkk. (1999) mengungkapkan bahwa, penggunaan internet secara berlebihan dapat disebut sebagai kecanduan internet dan situs-situs di dalamnya, sehingga penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa, kesepian merupakan prediktor dalam penggunaan aktif facebook hingga penggunaan berlebih atau kecanduan terhadap facebook. Penelitian lain tentang kesepian dan penggunaan facebook dilakukan oleh Jin (2013). Penelitian tersebut dilakukan untuk menguji hubungan antara kesepian dan berbagai aspek penggunaan facebook. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa, individu-individu yang kesepian cenderung melihat facebook sebagai media untuk mengkoneksikan diri dengan lingkungan sosial (Jin, 2013). Remaja sering menggunakan facebook dalam kehidupan sosialnya, sebagai tempat menyalurkan suasana hati dan pikiran, serta mengembangkan jaringan sosial (Selwyn, 2007). Berbagai aktivitas yang dapat dilakukan individu dalam menggunakan facebook antara lain: membaca dan merespon pesan/catatan; membaca komentar pada profile page; membuka wall milik teman; menulis komentar; meminta izin pertemanan da menambah teman baru; mengecek wall; mengubah profile; melakukan update status; menggunakan fitur poked, winked, dan gift; mencari musik atau band; melakukan upload dan mengomentari foto, mengganti profile picture; dan bergabung dalam grup (Subrahmanyam & Greenfield, 2008). Aktivitas-aktivitas tersebut cenderung menuntut individu untuk membagikan berbagai informasi mengenai diri sendiri pada orang lain, yang berartinya bahwa individu diberikan fasilitas untuk membuka diri saat mengakses facebook.
10
Keterbukaan diri yang dapat pula disebut pengungkapan diri atau self disclosure, diartikan oleh Johnson (dalam Supratiknya, 1995) sebagai kegiatan individu dalam membagikan perasaaannya kepada orang lain tentang sesuatu yang telah dikatakan atau dilakukannya, atau perasaan terhadap kejadian-kejadian yang baru saja disaksikannya. Self disclosure dinyatakan memiliki hubungan yang signifikan dengan intensitas remaja dalam mengakses situs jejaring sosial (Kilamanca, 2010). Davis, dkk. (2002) menyebutkan bahwa semakin tinggi intensitas seseorang mengungkapkan informasi pribadi secara online, yang dicirikan dari penggunaan situs jejaring sosial yang berlebihan, maka semakin tinggi pula penggunaan internet bermasalah yang mereka alami. Salah satu bentuk penggunaan internet bermasalah tersebut yaitu kecanduan terhadap internet khususnya situs jejaring sosial yang ada di dalamnya. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Pratarelli, dkk. (1999) juga mengungkapkan bahwa penggunaan internet secara berlebihan dapat disebut sebagai kecanduan internet dan situs-situs di dalamnya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tedapat hubungan antara self disclosure dengan perilaku kecanduan situs jejaring sosial facebook. Dengan kata lain, tingkat self disclosure individu yang tinggi, berkorelasi positif dengan kemungkinan individu tersebut teradiksi atau kecanduan situs jejaring sosial Facebook. Penelitian tentang self disclosure, kesepian, dan penggunaan facebook dilakukan oleh Skues, dkk. (2012). Penelitian pada mahasiswa tersebut bertujuan untuk menguji hubungan antara tiga dari Big Five Personality (neurotisisme, extraversion, dan pengungkapan diri / self disclosure), harga diri, kesepian,
11
narsisme, dengan penggunaan facebook. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa, subjek dengan tingkat self disclosure yang tinggi dilaporkan memiliki lebih banyak teman di facebook dibanding dengan subjek yang tingkat self disclosure atau pengungkapan dirinya rendah. Hasil yang sama juga ditemukan pada subjek dengan tingkat kesepian yang tinggi, yaitu subjek dengan tingkat kesepian yang tinggi dilaporkan memiliki lebih banyak teman facebook dibanding dengan subjek yang tingkat kesepiannya rendah. Kesimpulan dari penelitian tersebut yaitu subjek dengan tingkat self disclosure yang tinggi dilaporkan menghabiskan lebih banyak waktu di facebook. Sementara untuk subjek dengan tingkat kesepian yang tinggi dinyatakan bahwa, mereka menggunakan situs jejaring sosial online facebook untuk mengkompensasi kurangnya hubungan offline atau kebutuhan sosial di dunia nyata. Sedangkan neurotisisme, ekstraversion, harga diri, dan narsisisme, tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan penggunaan facebook (Skues, dkk., 2012). Berdasarkan pemaparan masalah di atas, penelitian ini berusaha melihat hubungan antara kesepian dan self disclosure dengan perilaku kecanduan situs jejaring sosial facebook pada remaja. Subjek dalam penelitian ini adalah siswisiswi SMK, karena hasil penelitian Pew Research (2015) mengungkapkan bahwa, remaja perempuan lebih mendominasi penggunaan media sosial dibandingkan dengan remaja laki-laki. Selain itu, hasil penelitian dari Buntaran dan Helmi (2015) menyatakan bahwa, subjek penelitian perempuan lebih tinggi intensitas penggunaan jejaring sosial online dibandingkan dengan subjek laki-laki. Studi yang meneliti tentang kesepian dan penggunaan situs jejaring sosial online pada
12
siswa SMA ini juga mengungkapkan bahwa, subjek perempuan lebih tinggi tingkat kesepiannya dibandingkan subjek laki-laki. Terkait dengan self disclosure yang dimiliki oleh perempuan, Cozby (dalam Sears, dkk., 1994) mengatakan bahwa, pada umumnya perempuan lebih banyak mengungkapkan dirinya daripada laki-laki, dan perempuan sangat mementingkan pertukaran informasi pribadi. Crabtree
(dalam
Myers,
2012)
juga
menyatakan
bahwa,
perempuan
mengekspresikan lebih banyak emosi saat berkirim e-mail dan menghabiskan waktu untuk melakukan hal tersebut. Oleh karena itu, dipilihlah SMK yang didominasi oleh siswi sebagai tempat penelitian. Pemilihan jenjang pendidikan SMK disesuaikan dengan hasil penelitian Pew Research (2015) yang menyatakan bahwa, remaja dengan usia 15 sampai 17 tahun sebagai yang paling sering menggunakan situs jejaring sosial facebook dibandingkan dengan remaja yang berusia lebih muda. Penulis melakukan survai awal untuk menentukan SMK yang akan dijadikan tempat penelitian. Survai awal dilakukan pada empat SMK yang didominasi oleh siswi, yang ada di Kabupaten Klaten, yaitu dua SMK yang terletak di tengah Kabupaten, dan dua SMK yang letaknya di pinggir Kabupaten Klaten. Survai awal tersebut dilakukan terhadap 80 responden dengan menggunakan angket tentang intensitas penggunaan situs jejaring sosial facebook. Tiap-tiap SMK diambil 20 siswinya untuk dijadikan responden. Siswi yang dijadikan responden adalah siswi yang penulis temui secara kebetulan/insidental saat jam istirahat dan jam pulang sekolah di wilayah SMK-nya.
13
Berdasarkan survai awal yang telah dilakukan, terpilih SMK PGRI Pedan Klaten sebagai tempat penelitian, karena responden dari SMK ini menunjukkan intensitas yang paling tinggi dalam penggunaan situs jejaring sosial facebook jika dibandingkan dengan responden dari ketiga SMK lainnya. Hasil dari survai awal yang dilakukan di SMK PGRI Pedan Klaten yaitu, 100% responden memiliki akun jejaring sosial faceebook dan responden rata-rata telah memiliki akun facebook selama kurun waktu empat tahun terakhir. Lebih lanjut, sebanyak 30% responden mengaku mengakses facebook setiap hari, dan 85% responden menghabiskan waktu minimal satu jam untuk sekali akses facebook. Terkait dengan jumlah status yang diposting setiap harinya, sebanyak 25% responden mengaku memposting status lebih dari dua kali setiap harinya. Hasil survai awal juga mengungkapkan bahwa 75% responden menggunakan tablet atau smartphone / handphone milik sendiri untuk mengakses facebook. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: “Hubungan antara Kesepian dan Self Disclosure dengan Perilaku Kecanduan Situs Jejaring Sosial Facebook pada Siswi SMK PGRI Pedan Klaten”. Penelitian ini meneliti hubungan yang terjadi antar variabel, apakah kesepian dan self disclosure berhubungan dengan perilaku kecanduan situs jejaring sosial facebook pada remaja, khususnya pada siswi SMK PGRI Pedan Klaten.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
14
1. Apakah terdapat hubungan antara kesepian dan self disclosure dengan perilaku kecanduan situs jejaring sosial facebook pada siswi SMK PGRI Pedan Klaten? 2. Apakah terdapat hubungan antara kesepian dengan perilaku kecanduan situs jejaring sosial facebook pada siswi SMK PGRI Pedan Klaten? 3. Apakah terdapat hubungan antara self disclosure dengan perilaku kecanduan situs jejaring sosial facebook pada siswi SMK PGRI Pedan Klaten?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Mengetahui hubungan antara kesepian dan self disclosure dengan perilaku kecanduan situs jejaring sosial facebook pada siswi SMK PGRI Pedan Klaten. b. Mengetahui hubungan antara kesepian dengan perilaku kecanduan situs jejaring sosial facebook pada siswi SMK PGRI Pedan Klaten. c. Mengetahui hubungan antara self disclosure dengan perilaku kecanduan situs jejaring sosial facebook pada siswi SMK PGRI Pedan Klaten. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis 1) Memberikan informasi teoritik dalam kajian ilmu psikologi khususnya psikologi perkembangan remaja, psikologi pendidikan, psikologi sosial, psikologi komunikasi terkait komunikasi pada media baru (new media) yaitu internet dan situs jejaring sosial.
15
2) Menambah wawasan keilmuwan bagi masyarakat pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya terkait dengan kecanduan situs jejaring sosial facebook dalam kehidupan sosial remaja di era globalisasi. b. Manfaat Praktis 1) Bagi remaja (siswi), diharapkan penelitian ini dapat memberi gambaran mengenai keterkaitan antara kesepian dan self disclosure dengan kecanduan situs jejaring sosial facebook, sehingga remaja mampu mengembangkan hubungan pertemanan di dunia nyata (secara offline) dengan lebih baik agar tidak merasa kesepian, mampu melakukan pengungkapan diri (self disclosure) dengan tepat, positif, dan tidak berlebihan, serta mampu menggunakan situs jejaring sosial facebook dengan bijak. 2) Bagi orang tua dan tenaga pendidik (pihak sekolah), diharapkan penelitian ini dapat menjadi wacana dalam mendidik dan memperhatikan kegiatan beserta perilaku remaja sehari-hari, serta dalam mengawasi remaja terkait dengan penggunaan situs jejaring sosial, self disclosure, dan kondisi kesepian yang dialami remaja. 3) Bagi kalangan akademisi, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan mengenai studi tentang situs jejaring sosial dan menjadi kajian lebih lanjut terkait topik penelitian yang sama.