BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Prestasi akademik merupakan salah satu hasil yang dimunculkan oleh adanya kegiatan yang dilaksanakan dalam proses pendidikan. Prestasi akademik merupakan salah satu gambaran tingkat pencapaian pemahaman ilmu pengetahuan yang diajarkan selama proses belajar. Pencapaian prestasi akademik siswa yang optimal menjadi pendukung kemajuan bangsa. Prestasi akademik yang optimal menjadi sangat penting karena secara pribadi merupakan tujuan utama para siswa dan para guru. Sekolah dasar merupakan pondasi bagi jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Peningkatan prestasi akademik, khususnya di tingkat sekolah dasar, penting untuk digalakkan karena akan menjadi dasar pijakan atas tuntutan yang diberikan guna meningkatkan kualitas pendidikan yang semakin lama semakin tinggi. Salah satu tuntutan yang harus dipenuhi adalah penetapan standar kelulusan sekolah yang ditentukan dengan adanya ujian nasional (http://krjogja.com/read/146377/ujiannasional-tetap-digelar-tahun-depan.kr). Hal itu merupakan wujud adanya dorongan untuk memotivasi siswa dan pihak sekolah agar terus bergerak lebih maju. Siswa perlu berusaha lebih keras agar dapat mencapai standar kelulusan dan melampauinya agar memperoleh prestasi yang maksimal dan optimal. Prestasi akademik merupakan hasil yang diperoleh siswa atas usaha belajarnya. Strategi-strategi yang efektif dan efisien perlu dibangun untuk
1
2
menunjang kesuksesan prestasi akademis. Prestasi akademik yang optimal dapat dicapai dengan perencanaan yang komperehensif terhadap aspek-aspek yang berkaitan dengan tercapainya prestasi tersebut (Seo, 2012). Siswa melakukan beragam cara untuk bisa lulus ujian nasional dan mendapatkan prestasi akademis yang maksimal. Kesuksesan siswa dalam mencapai prestasi yang unggul harus dilalui dengan cara yang jujur yaitu menghindari cara curang seperti mencontek, mencari bocoran soal UN, dan cara-cara lain yang sedang marak serta kurang sesuai dengan aturan etika dan moral. Pihak sekolah pun turut berperan serta dalam upaya untuk mendukung kesuksesan siswa dalam menghadapi ujian nasional dengan mengadakan
tambahan pelajaran,
memberi pengayaan materi pelajaran,
melaksanakan kegiatan doa bersama, kerjasama dengan lembaga bimbingan belajar, dan menyelenggarakan try out. Berdasarkan wawancara kepada salah seorang guru di SD N Sidorejo, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, diketahui bahwa semua guru (termasuk guru-guru di SD N Sidorejo) selalu mengharapkan agar siswanya memiliki prestasi belajar yang baik. Orang tua dan guru selalu berusaha agar anak atau siswanya memiliki prestasi belajar yang tinggi. Sekolah juga berusaha agar siswanya dapat mencapai NEM yang tinggi. Namun, harapan agar siswanya memiliki prestasi belajar yang baik tidak selalu terpenuhi. Kenyataan menunjukkan bahwa di SD N Sidorejo, beberapa siswa ada yang memiliki prestasi belajar yang rendah. Menurut pendapat guru prestasi belajar rendah disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu siswa
3
yang malas, tidak pernah belajar atau tidak menjalankan tugas yang diberikan guru dan kurangnya perhatian dari orang tua. Guru di SD N Sidorejo juga memaparkan bahwa harapan terhadap tingginya prestasi belajar diakui masih menempati kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan harapan terhadap berkembangnya sisi kepribadian anak didik. Sekolah kurang mempunyai usaha yang nyata mengenai bagaimana mengatasi rasa rendah diri pada siswa, rasa kurang percaya diri dan karakteristik negatif yang lain yang berhubungan dengan masalah kepribadian yang dapat mempengaruhi prestasi akademik. Masalah kepribadian tersebut tidak dapat diatasi sepenuhnya oleh wali kelas secara tuntas dan lebih mendalam, mengingat tanggung jawab wali kelas tidak hanya memfokuskan perhatian pada satu-dua orang murid namun harus memperhatikan puluhan siswa dalam satu kelas. Kerjasama antara sekolah, guru, dan orang tua siswa kadang masih cukup terasa kurang terjalin dengan baik, seperti ketika SD N Sidorejo pernah didatangi psikolog Puskesmas kecamatan Kalasan. Psikolog meminta data anak yang mengalami kesulitan belajar kepada Kepala Sekolah. Kepala Sekolah kemudian memberikan laporan data kepada psikolog, dan psikolog tersebut memberikan fasilitas untuk konsultasi bagi siswa yang membutuhkan layanan konsultasi psikologi, di puskesmas Kalasan. Namun tawaran tersebut kurang mendapat respon dari para orang tua siswa yang mendapat tawaran untuk berkonsultasi. Para orang tua kurang memiliki kesadaran untuk membantu anak menangani permasalahannya di sekolah dengan menggunakan jasa psikolog.
4
Hasil wawancara menunjukkan bahwa prestasi akademik yang optimal adalah hal yang penting bagi anak, guru, orang tua dan juga sekolah, namun upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak guru, orang tua, sekolah dan anak yang bersangkutan untuk meraihnya, masih kurang optimal. Penelitian Gunadi dkk. (2012) menyimpulkan bahwa inteligensi dan motivasi berprestasi baik secara terpisah maupun bersama-sama mempunyai hubungan terhadap prestasi akademik taruna Jurusan Nautika di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Jakarta. Besarnya sumbangan yang diberikan oleh inteligensi pada prestasi akademik sebesar 54,5%, dari motivasi berprestasi pada prestasi akademik sebesar 48,1%, dan sumbangan inteligensi dan motivasi berprestasi pada prestasi akademik sebesar 69,4%. Sobur (2006) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi akademik adalah inteligensi. Azwar (2004b) juga menyebutkan bahwa faktor-faktor non fisik yang mempengaruhi prestasi akademik, salah satunya adalah inteligensi. Kesuksesan prestasi akademik siswa tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelektual yang dimiliki oleh siswa namun juga ditentukan oleh faktor lain. Penelitian Goleman (1995) menyimpulkan bahwa kontribusi kecerdasan intelektual terhadap prestasi siswa adalah 20% sedangkan kecerdasan emosional dan spiritual berkontribusi 80%. Hal tersebut juga dijelaskan oleh Nggermanto (2002) bahwa kecerdasan emosional (Emotional intelligence) bukan berarti mengungguli IQ atau kecerdasan
intelektual,
begitupun
sebaliknya,
namun
keduanya
bersifat
komplementer atau saling melengkapi. Apabila IQ dan EI diikuti dengan kecerdasan spiritual (SQ), ketiga komponen tersebut merupakan sebuah metode
5
yang lengkap untuk membangun tiga dimensi kecerdasan manusia sekaligus. Selain itu skripsi Wahyuningsih (2004) juga membuktikan bahwa kecerdasan emosional memiliki hubungan dengan prestasi akademik pada siswa kelas II SMU Lab School Jakarta Timur. Kecerdasan emosi merupakan sekumpulan kemampuan yaitu kemampuan memotivasi diri sendiri dan bertahan dalam menghadapi frustrasi, mengendalikan dorongan hati agar tidak berlebihan, mengatur suasana hati dan menjaga agar tetap berfikir jernih, berempati serta berdoa (Goleman, 1995). Rendahnya kecerdasan emosi dapat menghambat pertimbangan intelektual dan menghancurkan karier. Anak-anak dapat terjerumus dalam resiko terserang depresi, gangguan makan dan kehamilan yang tak diinginkan, agresivitas serta kejahatan dengan kekerasan (Goleman, 1995). Pencapaian optimal hasil dari pendidikan banyak diteliti untuk mencari cara atau metode yang paling efektif dan efisien agar dapat mencapai hasil pendidikan yang semakin sempurna. Banyak penelitian yang mengaitkan hasil dari pendidikan yang kasat mata yakni prestasi akademik dengan salah satu aspek kepribadian. Prestasi akademik yang baik dapat dicapai dengan pengaturan diri siswa dalam belajar yang diwujudkan dalam kegiatan belajar yang rutin, rajin membaca dan aktif bertanya pada guru maupun teman sebaya bila mengalami kesulitan. Kedisiplinan dan keteraturan dalam belajar menjadi salah satu faktor penting dalam proses pencapaian kesuksesan akademik. Sedangkan belajar dengan sistem kebut semalam akan memiliki dampak yang negatif pada prestasi belajar. Hal ini sesuai dengan penelitian Seo (2010) yang menjelaskan bahwa memadatkan waktu belajar
6
dengan materi pelajaran yang banyak dapat membuat otak mudah lelah sehingga tidak dapat menyerap materi pelajaran dengan optimal. Siswa yang memiliki perencanaan yang kurang komperehensif dalam meraih prestasi akademik cenderung merasa sangat terbebani dengan nilai standar kelulusan. Siswa merasa takut tidak lulus ujian nasional, sehingga cenderung merasa resah, dan tertekan. Hal tersebut apabila dibiarkan dapat menyebabkan siswa yang bersangkutan benar-benar mengalami kegagalan dalam menghadapi ujian nasional. Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda pada penelitian Wandini (2008) diperoleh bukti bahwa prestasi akademik dipengaruhi oleh faktor gaya pengasuhan dan lingkungan pembelajaran sebesar 59,8 persen. Oleh karena itu, berdasarkan hasil penelitiannya Wandini (2008) menyarankan pada orang tua untuk menerapkan gaya pengasuhan yang memperhatikan dan menghargai kebebasan anak, namun tidak dengan memberikan kebebasan yang mutlak dan tetap memberikan bimbingan yang penuh pengertian. Selain itu, karena sekolah pun turut berpengaruh terhadap prestasi akademik, sehingga pihak sekolah juga perlu menciptakan situasi belajar yang dapat merangsang minat siswa untuk giat belajar. Guru juga diharapkan dapat menerapkan cara mengajar yang memungkinkan siswa untuk mudah memahami materi pelajaran dan melakukan aktivitas belajar dengan penuh percaya diri. Dwija (2008) menyatakan bahwa konsep diri berkontribusi terhadap pencapaian hasil belajar Sosiologi, dan dapat dijadikan salah satu prediktor dalam meramalkan hasil belajar Sosiologi. Motivasi berprestasi juga patut diperhitungkan
7
sebagai salah satu faktor penting untuk meramalkan hasil belajar. Di samping itu dapat diindikasikan bahwa motivasi berprestasi telah berfungsi sebagai prinsip belajar. Selain itu perhatian orang tua dapat dijadikan prediktor dalam meramalkan hasil belajar Sosiologi. Penelitian Safura dan Supriyantini (2006) mengenai penyesuaian diri siswa di sekolah membuktikan adanya hubungan yang positif antara penyesuaian diri siswa di sekolah dengan prestasi belajarnya. Penelitian tersebut dilakukan pada siswa kelas 1 SMP Gajah Mada, Medan. Tesis Saputra (2010) membuktikan bahwa terdapat hubungan antara resiliensi belajar berdasar regulasi diri dengan prestasi akademik Sekolah Menengah Atas. Jufri (2010) membuktikan adanya hubungan antara resiliensi dan hardiness mahasiswa dengan prestasi akademik mahasiswa. Penelitian Andriani (2005) menemukan adanya hubungan antara minat profesi pendeta dan konsep diri dengan prestasi akademik mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi HKBP Pematang Siantar. Skripsi Sahputra (2009) juga menemukan konsep diri memiliki hubungan dengan prestasi akademik pada mahasiswa S1 Keperawatan Semester III pada kelas ekstensi. Zakaria (2004) menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kompetensi sosial dengan prestasi akademik mahasiswa. Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penyesuaian diri, motivasi, resiliensi, hardiness, minat, konsep diri, regulasi diri dalam belajar, kecerdasan emosional dan kompetensi sosial merupakan aspek-aspek dari kepribadian yang mempunyai hubungan dengan prestasi akademik. Hal-hal tersebut menjadi perlu diperhatikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, atau secara
8
khusus untuk meningkatkan prestasi akademik, bila dilihat dari sisi siswa yang menjadi subjek pendidikan. Prestasi akademik siswa, salah satunya dipengaruhi oleh seberapa jauh kemampuan siswa dalam mengelola dan melaksanakan tugas-tugas akademiknya. Selain itu prestasi akademik siswa juga dipengaruhi oleh faktor yang ada pada diri siswa dan kondisi lingkungan sekitar siswa. Interaksi antara pengaruh faktor-faktor dari dalam diri siswa dan faktor-faktor dari lingkungan dapat membentuk suatu pola tingkah laku yang mencerminkan kepribadian siswa tersebut dan merupakan sisi pendukung prestasi seseorang. Untuk mencapai prestasi akademik yang optimal diperlukan sinergi antara potensi kemampuan yang dimiliki, stimulasi dan dukungan dari lingkungan serta kondisi kepribadian yang dimiliki siswa. Peneliti ingin meneliti prestasi akademik, dengan faktor dari dalam diri siswa yaitu kepribadian. Sisi kepribadian yang diteliti adalah kepribadian berdasarkan ajaran kawruh jiwa Suryomentaram, terkait dengan catatan-catatan kawruh jiwa. Tyaskyesti (2012) membuktikan bahwa ekspresi sebelas catatan kawruh jiwa berdasarkan kawruh jiwa dari Suryomentaram pada anak sekolah dasar berkesesuaian dengan hasil tes kepribadian projektif CSCT (Child’s Sentence Completion Test) pada anak tersebut. Anak-anak dalam hidupnya mengalami peristiwa yang dimaknai secara berbeda-beda. Ada pengalaman yang membuat anak merasa senang dan ada pula pengalaman yang membuat anak merasa sedih. Hasil penelitian tersebut senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Ihsaniah (2012).
9
Anak-anak sebagai individu perkembangan kepribadiannya masih belum sempurna, masih berlangsung terus sesuai dengan pengalaman-pengalaman yang dimilikinya. Sepanjang kehidupannya, anak mendapat berbagai pengalaman yang satu sama lain mungkin berbeda namun masing-masing pengalaman akan berpengaruh dan memberi warna bagi hidupnya. Setiap anak akan memiliki cara yang berbeda ketika dia menginginkan suatu hal yang sama. Hal itu dikarenakan setiap anak memiliki rekaman peristiwa yang berbeda satu dengan yang lain. Pengalaman-pengalaman tersebut akan membentuk kepribadian pada anak, karena perilaku dan kepribadian adalah suatu hal yang terbentuk, dan salah satunya terbentuk dan dibentuk oleh pengalaman-pengalaman seseorang (Ihsaniah, 2012). Goncangan psikologis yang dialami siswa juga dapat menimbulkan penyesuaian yang negatif dalam diri siswa. Konflik yang dihadapi siswa disebabkan oleh adanya tuntutan-tuntutan dari dalam maupun luar dirinya. Tuntutan terbesar yang dialami oleh siswa adalah berkaitan dengan kesuksesannya di bidang akademik. Keberhasilan siswa dalam mengatasi kesulitan yang berhubungan dengan tuntutan-tuntutan dari dalam maupun dari luar dirinya sangat dipengaruhi oleh kematangan pribadi individu. Pembentukan kepribadian siswa dimulai sejak dini di lingkungan keluarga. Siswa yang hidup di dalam keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologis, psikologis, maupun sosialnya akan tumbuh dan berkembang dengan lebih baik, dapat mengaktualisasikan potensipotensi yang dimilikinya, dan dapat belajar untuk menyelesaikan masalah serta tugas-tugas yang dihadapinya, termasuk tugas-tugas yang berkaitan dengan bidang akademik.
10
Suryomentaram (1985) menyatakan bahwa pembentukan kepribadian akan terkait
dengan
catatan-catatan
kawruh
jiwa
yang
dimiliki
seseorang.
Suryomentaram menyatakan bahwa perkembangan seseorang diawali dengan proses mencatat `dalam ingatan` segala sesuatu yang dialami dan dihadapi. Hasil proses `mencatat` tersebut akan menghasilkan sejumlah catatan kawruh jiwa. Suryomentaram (1985) memaparkan bahwa catatan-catatan kawruh jiwa tersebut akan mengelompok menjadi sebelas kelompok catatan kawruh jiwa. Catatancatatan kawruh jiwa ini merupakan unsur pembentuk kepribadian/kramadangsa dan digunakan sebagai dasar dalam melakukan tindakan (Prihartanti, 2003). Hal-hal yang terkait dengan catatan harta benda, kehormatan, kekuasaan, keluarga, golongan, kebangsaan, jenis, kepandaian, kebatinan, ilmu pengetahuan dan rasa hidup merupakan isi dari kramadangsa yang dimiliki seseorang. Proses pendisiplinan orang tua kepada anaknya, pengenalan nilai-nilai kehidupan, kemandirian, ketrampilan, hasrat berprestasi dan hal-hal lain akan menjadi bagian dari sebelas kelompok catatan kawruh jiwa di atas. Sebagai contoh orang tua yang memberikan pemahaman pada anak mengenai berbagai prinsip yang ada dalam kehidupan; misal: cara menghormati orang lain, menghormati diri sendiri, mengendalikan keinginan yang dimiliki, tata cara belajar di sekolah, bagaimana bersikap terhadap guru, dan sebagainya. Pengertian tentang proses belajar, pemahaman bahwa prestasi akademik diperoleh dari usaha belajar, dan pemahaman-pemahaman lainnya. Pemahaman-pemahaman tersebut akan menjadi bagian dan isi dari catatan kawruh jiwa anak.
11
Orang tua dapat mengenalkan kepada anak, melalui proses pendampingan, bahwa apabila anak ingin mendapatkan nilai (prestasi akademik) yang bagus maka harus belajar dan berusaha dahulu, bersusah-susah dahulu membagi waktu bermainnya dengan waktu belajarnya. Setelah itu anak akan memetik buah yang manis dari usaha belajarnya yaitu mendapat nilai yang bagus. Selanjutnya meskipun telah memperoleh nilai yang bagus misalnya 100 pada sebuah ujian, maka anak dibiasakan untuk tetap harus kembali belajar untuk mendapatkan nilai 100 pada ujian berikutnya. Apabila tidak belajar lagi dikhawatirkan, pada ujian berikutnya tidak bisa mengerjakan ujian dan nilainya pun menjadi jelek. Anak diajarkan untuk tidak larut dalam rasa bangga dan senang, sehingga berpuas diri setelah merasa senang dengan perolehan nilai yang bagus. Hal itu akan memberi gambaran pada anak bahwa kesenangan itu sifatnya tidak bertahan lama sehingga kemudian dapat menanamkan kebiasaan/catatan kawruh jiwa untuk tidak berbuat seenaknya sendiri dengan tidak rutin dalam belajar, meskipun sudah mendapatkan nilai yang baik. Hal tersebut akan masuk menjadi catatan kawruh jiwanya. Hal-hal tersebut akan menjadi catatan-catatan kawruh jiwa yang memiliki hubungan dengan pencapaian prestasi akademik. Suryomentaram (1989) menjelaskan tentang salah satu keterkaitan antara orang tua dengan prestasi akademik anaknya. Suryomentaram (1989) menyatakan bahwa anak sering diharapkan dan dianggap sebagai garan moncer dan tandhon pensiun. Anak dijadikan pengharapan dan sumber kemuliaan orang tua di masa tua/masa pensiunnya. Anak menjadi kebanggaan orang tua, dan menjadi tumpuannya dimasa pensiun yang mampu menjamin kesejahterannya di masa tua.
12
Karena itu, orang tua akan memarahi anak saat prestasi akademiknya rendah. Hal itu dilakukan dengan tujuan agar anaknya menjadi rajin dan mempunyai prestasi yang baik. Semakin besar harapan orang tua terhadap anak maka tuntutan terhadap anak untuk berprestasi semakin besar. Tuntutan orang tua agar anaknya berprestasi memiliki peran dalam membantu anak meningkatkan prestasi akademik. Pandangan Suryomentaram mengenai tuntutan orang tua memiliki dampak yang positif yakni memunculkan motivasi mencapai prestasi akademik bagi anak. Tuntutan orang tua yang terlalu kuat dan berlebihan juga memiliki dampak yang negatif yaitu dapat memunculkan rasa stres pada anak. Orang tua yang kurang bisa
mengkomunikasikan
harapannya
yang
sesungguhnya
cenderung
mengekspresikan dukungannya dengan nada yang tinggi atau kata-kata yang kasar yang tidak enak didengar oleh anak. Sehingga dalam hal ini, anak “mencatat” dalam catatan kawruh jiwanya sebagai ekspresi kemarahan dari orang tua (anak merasa dimarahi). Hal itu dapat membuat anak merasa tertekan dan dapat menurun semangat belajarnya. Seorang siswa sekolah dasar dengan inisial S menyatakan bahwa ayahnya galak karena sering memarahinya agar belajar ketika dirinya sedang bermain dengan temannya. S mencatat dalam catatan kawruh jiwanya, setiap membuka buku pelajaran selalu teringat kemarahan orang tuanya sehingga membuatnya sulit memahami pelajaran dan akhirnya menjadi malas belajar. Terkadang S hanya sekedar membuka buku ketika ada orang tuanya, namun ketika orang tuanya tidak ada S lebih memilih untuk bermain. S hanya berpura pura belajar agar tidak dimarahi oleh orang tuanya.
13
Prestasi akademik adalah hal yang penting dalam dunia pendidikan. Peningkatan prestasi akademik penting untuk diteliti, salah satunya dengan meneliti kaitan prestasi akademik dengan faktor dari dalam diri siswa yaitu kepribadiannya. Hal tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian ini. Dan secara khusus berusaha meneliti tentang hubungan antara catatan kawruh jiwa anak berdasarkan kawruh jiwa dari Suryomentaram dengan prestasi akademik. Penelitian ini mendasarkan pemahaman sisi kepribadian berdasarkan pandangan yang dijabarkan dalam perspektif Kawruh Jiwa Suryomentaram.
B. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara masing-masing catatan yang ada dalam sebelas catatan kawruh jiwa anak berdasarkan kawruh jiwa Suryomentaram dengan prestasi akademik anak sekolah dasar.
C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu: 1. Manfaat Teoritis Menambah informasi mengenai hubungan antara masing-masing catatan yang ada dalam sebelas catatan kawruh jiwa anak berdasarkan kawruh jiwa Suryomentaram dengan prestasi akademik anak di sekolah dasar. Hal tersebut diharapkan dapat menambah kekayaan wawasan dan pengetahuan yang terkait dengan psikologi pendidikan dan kepribadian.
14
2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi yang dapat digunakan untuk memberikan pendampingan kepada siswa dalam rangka meningkatkan prestasi akademik, sehingga sekolah dapat merencanakan langkah pemberdayaan dan optimalisasi prestasi akademik siswa.