BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang kedokteran gigi. Indikasi pencabutan gigi bervariasi seperti pernyakit periodontal, karies, infeksi periapikal, erosi, abrasi, atrisi, hipoplasia, trauma, atau kelainan pulpa (Howe, 1999). Berdasarkan data Puskesmas di Indonesia, dari 2.332 orang penerima pelayanan kesehatan gigi dan mulut, ternyata 2.226 di antaranya adalah kasus dengan indikasi ekstraksi gigi (Abdurachman, 2007). Ekstraksi gigi atau pencabutan gigi merupakan tindakan pembedahan dengan tujuan penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk., 2003). Ekstraksi gigi dapat mengakibatkan terganggunya kontinuitas jaringan dan kerusakan jaringan yang disebut dengan luka. Penyembuhan luka pasca ekstraksi gigi melibatkan proses penyembuhan pada jaringan lunak yaitu jaringan ikat dan epitel gingiva serta pada jaringan keras yaitu tulang alveolar (Lawler dkk., 1992). Terdapat 3 fase dalam proses penyembuhan pasca ekstraksi gigi, yaitu fase inflamasi, proliferasi dan remodeling. Fase inflamasi akan terjadi 24-48 jam setelah perlukaan. Pada fase ini soket akan terisi oleh gumpalan darah yang berasal dari pembuluh darah pada ligamen periodontal dan foramen apikal yang rusak saat proses pencabutan (Brandao dkk., 2002). Netrofil, makrofag dan limfosit akan bermigrasi ke daerah luka. Fase inflamasi bertujuan untuk membersihkan benda asing dan mikroba pada daerah luka (Andersson dkk.,
1
2
2010). Pada fase proliferasi akan terjadi proliferasi dan migrasi fibroblas dan sel endotel ke daerah luka. Fibroblas akan menghasilkan kolagen dan komponen matriks ekstraseluler, sehingga gumpalan darah akan mulai digantikan oleh jaringan granulasi (Brandao dkk., 2002). Osteoklas berada sepanjang tulang alveolar dan mulai terjadi resorpsi korteks tulang alveolar. Osteoid mulai terdeposisi dan trabekula mulai meluas mengisi soket (Andersson dkk., 2010). Fase remodeling merupakan fase yang membutuhkan waktu lama pada penyembuhan luka. Pada fase ini kolagen sudah terorganisasi dengan baik, jaringan granulasi mulai digantikan dengan matriks sementara dan trabekula mulai memenuhi soket. Epitelisasi pada permukaan luka sudah sempurna pada fase ini (Saraf, 2006). Pada proses
penyembuhan luka, kolagen sangat
dibutuhkan
untuk
memperbaiki kerusakan serta mengembalikan struktur anatomi dan fungsi jaringan (Diegelmman, 2004). Kolagen merupakan komponen organik utama pada jaringan tulang yang termineralisasi. Elastisitas kolagen memberikan ketahanan dan menjaga jaringan dari terjadinya fraktur. Kolagen yang terdapat pada soket adalah kolagen tipe I, III, V dan XII. Kolagen tipe III dan V disintesis oleh fibroblas untuk membentuk ligamen periodontal. Kolagen tipe I, V dan XII disintesis oleh osteoblas (Kumar, 2007). Hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2) merupakan komponen utama pada jaringan keras yaitu tulang dan gigi. Hidroksiapatit banyak digunakan sebagai bahan untuk memacu regenerasi tulang karena memiliki biokompabilitas, sifat osteokonduksi dan bioafinitas yang baik (Kim dkk., 2013). Menurut Narulkar (2007),
3
hidroksiapatit dapat digunakan dalam aplikasi medis sebagai biokeramik untuk memperbaiki atau mengganti jaringan tulang. Penggunaan hidroksiapatit sebagai implant karena mempunyai kandungan mineral yang mirip dengan kandungan mineral pada tulang (Zhang, 2013). Hidroksiapatit akan menyerap protein dari cairan tubuh dan darah sehingga menginisiasi pergerakan platelet ke daerah luka. Faktor pertumbuhan yang dilepaskan platelet akan menstimulasi pergerakan makrofag dan fibroblas ke daerah perlukaan (Tommila dkk., 2008; Xie dkk., 2004). Kalsium yang dilepaskan oleh hidroksiapatit berperan dalam proliferasi dan diferensiasi osteoblas (Jung dkk., 2010), serta motilitas fibroblas (Goldfine dkk., 1981). Makrofag akan melepaskan faktor pertumbuhan maupun sitokin seperti Fibroblast Growth Factor (FGF) dan Transforming Growth Factor β (TGF-β) yang akan menstimulasi fibroblas untuk menghasilkan kolagen (Diegelmann dkk., 2004). Osteoblas adalah sel pembentuk matriks organik tulang yang terdiri atas 90% kolagen dan 10% non kolagen seperti osteoklasin, matriks GIa, sialoprotein, osteopoetin, dan fibronektin (Aubin dan Liu, 1996). Proses diferensiasi osteoblas dapat dibagi dalam tahap-tahap: proliferasi, sintesis matriks ekstraseluler, pematangan dan mineralisasi. Beberapa hasil diferensiasi osteoblas adalah alkali fosfatase (ALP), kolagen tipe 1 (Col1), osteopontin (OPN), sialoprotein tulang (BSP). Osteoblas juga dapat mensekresikan leptin yang dapat meningkatkan proliferasi, sintesis kolagen, matriks deposisi dan mineralisasi (Gordeladze dkk., 2002).
4
Keong sawah merupakan hewan moluska yang banyak ditemui dan biasa hidup dan berkembang biak di air tawar seperti danau dan sawah. Tubuh keong yang lunak dilindungi oleh cangkang keras yang berbentuk spiral. Keong biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat hanya bagian isinya sebagai bahan pangan yang bernilai gizi tinggi. Bagian cangkang yang mencakup sekitar 83-85% dari bobot utuh keong sawah umumnya dibuang tanpa dimanfaatkan (Khalil, 2003). Cangkang keong sawah memiliki kandungan mineral berupa kalsium, fosfor, natrium, besi dan kalium (Baby dkk., 2010). Menurut Winata (2012) kalsium pada cangkang keong sawah mencapai 52% dalam bentuk Ca(OH)2 sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk mensintesis hidroksiapatit. B. Perumusan Masalah Bagaimana pengaruh implantasi hidroksiapatit cangkang keong sawah terhadap kepadatan kolagen tulang alveolar mandibula pada luka pasca ekstraksi gigi incisivus marmut. C. Keaslian Penelitian Winata (2012) menyatakan bahwa hidroksiapatit dapat disintesis dari keong sawah dan memberikan hasil kandungan hidroksiapatit yang maksimal dengan proses sintering pada suhu 900°C. Asami dkk. (2008) melaporkan bahwa suhu yang digunakan pada proses sintering akan mempengaruhi konsentrasi ion Ca yang dilepaskan. Sejauh penulis ketahui kepadatan serabut kolagen tulang alveolar pada proses penyembuhan luka pasca ekstraksi gigi incisivus pada marmut (Cavia cobaya) setelah pemberian hidroksiapatit cangkang keong sawah (Pilla ampullacea) belum pernah dilakukan.
5
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh implantasi hidroksiapatit cangkang keong sawah terhadap kepadatan kolagen tulang alveolar mandibula pada luka pasca ekstraksi gigi incisivus marmut. E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan mengenai khasiat cangkang keong sawah sebagai bahan dasar hidroksiapatit. 2. Memberikan
pengetahuan
tambahan
mengenai
pengaruh
implantasi
hidroksiapatit berbasis cangkang keong sawah pada soket pasca ekstraksi gigi incisivus marmut terhadap kepadatan kolagen.