1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang dapat dialami oleh siapa saja baik tua maupun muda. Bayi baru lahir dapat merasakan nyeri karena jalur transmisi nyeri telah berfungsi mulai usia gestasi 20-22 minggu. Bayi akan mengkomunikasikan nyeri melalui perubahan tingkah laku dan perubahan fisiologis misalnya ekspresi wajah, gerakan ekstremitas secara reflek, perubahan posisi tubuh dan menangis dengan nada yang tinggi dan keras. Respon yang hampir sama juga ditunjukkan oleh bayi pada saat merasakan ketidaknyamanan lain karena lapar, haus, basah maupun dingin. Kesulitan mengenali tangisan dan ekspresi wajah sebagai tanda nyeri menyebabkan kesulitan menentukan kapan sebaiknya memberi analgesia pada bayi sehingga seringkali nyeri pada bayi tidak tertangani dengan baik (Triani dan Lubis, 2006). Nyeri yang tidak ditanggulangi dengan baik dapat mempengaruhi respon afektif pada tindakan yang menimbulkan nyeri selanjutnya. Beberapa efek segera dari nyeri yaitu bayi akan marah, takut, tidur terganggu, peningkatan konsumsi oksigen, perubahan ventilasi perfusi, peningkatan keasaman lambung, dan berkurang atau hilangnya asupan gizi (Mathew dan Mathew, 2003). Bayi yang berusia 11 bulan menunjukkan peningkatan kemarahan pada saat dilakukan imunisasi dibandingkan bayi yang lebih muda (Axia dan Bonichini, 1998). Studi
1
2
menemukan setelah pelaksanaan sirkumsisi, siklus tidur bayi menjadi terganggu (Emde et al., 1971). Setelah sirkumsisi, bayi menjadi menarik diri, mengubah interaksi sosial dengan ibu mereka, dan memodifikasi perilaku motorik mereka (Dixon et al., 1984). Menurut Viitanen dan Annila (2001), efek jangka pendek nyeri
dapat
meningkatkan
katabolisme,
perubahan
fungsi
imunologi,
penyembuhan yang tertunda maupun gangguan emosional bonding. Nyeri memiliki konsekuensi pada fungsi jantung dan dapat menyebabkan perubahan metabolisme dan peningkatan tekanan intrakranial (Eriksson et al., 1999). Konsekuensi nyeri jangka panjang dapat menyebabkan perubahan yang permanen pada fungsional dan struktural yang meliputi sindrom kecemasan dan sensitivitas berlebihan terhadap rasa sakit (Akcam, 2004). Efek jangka panjang nyeri mengakibatkan memori nyeri yang memanjang yang akan dibawa sampai usia dewasa, gangguan perkembangan dan adanya perubahan dalam menanggapi pengalaman yang menyakitkan berikutnya (Mathew dan Mathew, 2003). Perubahan ambang nyeri, hiperinervasi pada daerah nyeri, somatisasi dan gangguan perilaku dapat dijumpai pada bayi yang mengalami nyeri berulang (Triani dan Lubis, 2006). Berdasarkan argumentasi ini maka pertimbangan etis dan kemanusiaan, selalu dianjurkan untuk mengurangi rasa nyeri bila mungkin (Abad et al., 2001). Prosedur imunisasi yang diberikan lewat injeksi dapat menimbulkan rasa nyeri. Anak umur 4-6 tahun menunjukkan ekspresi nyeri pada saat diberikan imunisasi rutin dan ekspresi lebih nyeri ketika vaksin dimasukkan dibandingkan pada saat jarum ditusukkan (Goodenough, 2000). Johnson dan Strada (1986) bayi
3
menunjukkan ekspresi wajah nyeri segera setelah penetrasi jarum saat imunisasi, dengan menangis bernada tinggi, adanya kekakuan tubuh dan anggota badan. Pada usia satu tahun pertama, kurang lebih sembilan kali bayi mendapatkan injeksi imunisasi, hal ini akan menimbulkan rasa nyeri (Astuti, 2011). Katherina Colcaba dalam teori Comfort menyatakan bahwa intervensi keperawatan harus dilakukan agar klien menjadi relief (bebas/lega), ease (ringan) sampai dengan trancendence (melewati dari gangguan/nyeri) (Tomey dan Alligood, 2010). Oleh karena itu untuk mengatasi nyeri pada bayi diperlukan adanya pendekatan teknik non farmakologis yang aman dan mudah pelaksanaannya. Teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri bayi antara lain adalah pemberian glukosa oral. Penggunaan pemanis oral untuk prosedur menyakitkan dikenal dan direkomendasikan oleh pedoman internasional (Committee on Fetus and Newborn, 2000). Sukrosa dan glukosa merupakan larutan manis yang paling umum, mudah digunakan dengan sedikit efek samping (Akcam, 2004). Namun terdapat satu studi yang melaporkan efek samping pemberian glukosa oral seperti desaturasi dan tersedak pada bayi baru lahir prematur (Henry et al., 2004). Berdasarkan data di lapangan baik larutan glukosa maupun sukrosa oral belum digunakan untuk menurunkan nyeri pada bayi. Hal ini disebabkan karena kurangnya waktu petugas dalam proses penyediaan larutan gula, sedangkan di apotik tidak tersedia larutan glukosa siap pakai dengan prosentase yang direkomendasikan untuk menurunkan nyeri (Astuti, 2011). Pada saat studi pendahuluan di Puskesmas Baki Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah, sebanyak 7 bayi berespon menangis keras dengan mengangkat kaki pada saat dilakukan
4
imunisasi DPT-HB-HiB (Dipteri Pertusis Tetanus-Hepatitis B-Haemophylus Influenzae type B) dan 5 bayi berespon yang sama pada saat dilakukan imunisasi campak, 3 bayi mulai menangis pada saat petugas memegang bayi sebelum imunisasi campak dilakukan. Menurut petugas, berdasarkan pengalaman di klinik dibandingkan imunisasi rutin yang lain maka imunisasi dengan vaksin DPT-HBHiB memiliki respon nyeri yang paling tinggi pada bayi. Respon yang ditunjukkan bayi adalah dengan menangis keras dan durasi menangis lebih panjang. Posisi bayi berada pada pangkuan ibu ketika pemberian imunisasi. Posisi tersebut menurut petugas merupakan posisi yang paling nyaman dan aman, sedangkan bayi tidak disusui pada saat imunisasi karena petugas khawatir bayi dapat tersedak pada saat menangis. Sebelum tindakan imunisasi bayi tidak diberikan larutan gula atau glukosa dan tidak ada intervensi tambahan lain yang dilakukan untuk mengurangi nyeri. Distraksi pada anak dibutuhkan ketika anak dilakukan prosedur yang menyebabkan nyeri untuk mengatasi ketakutan mereka dan mengurangi nyeri yang dirasakannya (D’Arcy, 2007). Penggunaan musik dianjurkan sebagai media distraksi maupun terapi non farmakologis yang mudah dan murah, tanpa efek samping (Matsota et al., 2013). Jenis musik yang sering dipakai dalam penelitian adalah jenis musik lullabies dan Mozart (Megel et al., 1998; Lai et al., 2006; Liu et al., 2007, Attanasio et al., 2012). Belum banyak digunakan gamelan misalnya gending Jawa dalam penelitian untuk memberikan ketenangan dan mengurangi nyeri pada bayi. Musik gending merupakan musik karawitan yang dapat
5
memberikan efek laras yaitu rileks dan alunan yang bisa memberikan ketenangan (Sumarsan, 2003). Penggunaan musik mungkin bisa menjadi pilihan terapi non farmakologis yang murah dan aman untuk mengurangi nyeri pada bayi. Walaupun efek musik terhadap nyeri masih menjadi kontroversial apakah musik hanya sebagai pelengkap dalam mengatasi nyeri saja ataukah musik memang bisa menurunkan nyeri (Matsota et al., 2013). Mungkin gamelan dapat digunakan untuk mengurangi rasa nyeri atau sebagai pelengkap untuk mengurangi rasa nyeri pada bayi. Tetapi bukti penelitian yang mendukung terhadap gamelan ini masih kurang.
B. Rumusan Masalah Penelitian Rumusan masalah penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana pengaruh pemberian intervensi gamelan terhadap respon nyeri pada bayi saat dilakukan imunisasi?
2.
Bagaimana pengaruh pemberian larutan glukosa oral terhadap respon nyeri pada bayi saat dilakukan imunisasi?
3.
Bagaimana pengaruh pemberian intervensi gamelan dan larutan glukosa oral terhadap respon nyeri pada bayi saat dilakukan imunisasi?
4.
Apakah pemberian intervensi gamelan dan larutan glukosa secara bersamaan lebih berpengaruh terhadap respon nyeri bila dibandingkan dengan pemberian intervensi gamelan saja, atau dengan pemberian glukosa oral saja, atau pada kelompok kontrol?
6
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1.
Untuk mengidentifikasi pengaruh pemberian intervensi gamelan terhadap respon nyeri pada bayi yang dilakukan imunisasi.
2.
Untuk mengidentifikasi pengaruh pemberian larutan glukosa oral terhadap respon nyeri pada bayi yang dilakukan imunisasi.
3.
Untuk mengidentifikasi pengaruh pemberian intervensi gamelan dan larutan glukosa oral terhadap respon nyeri pada bayi yang dilakukan imunisasi.
4.
Untuk mengidentifikasi pengaruh pemberian intervensi gamelan dan larutan glukosa oral dibandingkan dengan pemberian intervensi gamelan saja, pemberian glukosa oral saja, dan dengan kelompok kontrol.
D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan evidence based tentang manfaat gamelan dan larutan glukosa oral dalam mempengaruhi respon nyeri pada bayi sehingga dapat mendukung dan memperkuat hasil penelitian sebelumnya.
2.
Manfaat Praktis a.
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pengelola pelayanan kesehatan tentang tindakan non farmakologis yang bermanfaat untuk mengurangi respon nyeri pada bayi.
7
b.
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan untuk membuat perencanaan intervensi keperawatan yang mendukung prinsip atraumatic care pada bayi.
c.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan tentang intervensi dalam pemenuhan kenyamanan pada bayi.
E. Keaslian Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang baru dan dilaksanakan oleh penulis, belum pernah dilakukan oleh peneliti yang lain. Penelitian sejenis tentang intervensi pemberian intervensi gamelan dan glukosa oral terhadap nyeri bayi pada saat imunisasi, dengan hasil di bawah ini: 1.
Devaera, dkk. (2007): Larutan Glukosa Oral sebagai Analgesik pada Pengambilan Darah Tumit Bayi Baru Lahir: Uji Klinik Acak Tersamar Ganda. Desain penelitian adalah eksperimen dengan randomized controlled trial. Sampel sebanyak tujuh puluh tiga bayi yang terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok intervensi (n=37) dan kelompok kontrol (n=35). Instrumen penilaian menggunakan skala PIPP (Premature Infant Pain Profile), dan dinilai efek samping jangka pendek pemberian larutan glukosa 30% 0,5 ml per oral. Hasil penelitian bahwa rerata nilai skala PIPP kelompok intervensi lebih rendah dibanding kelompok kontrol oleh kedua penilai, yaitu berturut-turut (4,5±3,1) dan (6,3±4) dibanding (6±3,1) dan (8,4±4,5) (p<0,05). Koefisien Kappa antar dua penilai ialah 0,726. Kesimpulannya,
8
pemberian 0,5 ml larutan glukosa 30% per oral 2 menit sebelum pengambilan darah pada bayi baru lahir dapat mengurangi nyeri. 2.
Astuti (2011): Studi Komparasi Pemberian ASI dan Larutan Gula Terhadap Respon Nyeri Saat Immunisasi pada Bayi di Puskesmas Ngesrep Semarang. Desain penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan pos test kelompok kontrol non ekuivalen. Sampel sebanyak 105 responden bayi dengan imunisasi dasar, terbagi kedalam tiga kelompok, yaitu kelompok pertama diberikan intervensi ASI, kelompok kedua diberikan larutan gula 24% dan ketiga sebagai kontrol. Intervensi diberikan dua menit sebelum sampai lima menit setelah tindakan imunisasi. Pengukuran respon nyeri dilakukan dengan menggunakan skala perilaku FLACC (Face, Leg, Activity, Cry and Consolability). Hasil penelitian bahwa terdapat perbedaan respon nyeri yang bermakna antara ketiga kelompok tersebut, respon nyeri pada kelompok ASI dan gukosa oral 24% 2 ml yang diberikan 2 menit sebelum imunisasi secara signifikan lebih rendah dibanding dengan kelompok kontrol.
3.
Dilen dan Elseviers (2010): Oral Glucose Solution as Pain Relief in Newborns: Results of a Clinical Trial. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi glukosa yang paling efektif dalam mengurangi nyeri untuk venapuncture pada bayi baru lahir. Metode: uji klinis double blind, sampel sebanyak 304 bayi baru lahir, yang terbagi dalam empat kelompok, yaitu kelompok pertama dengan glukosa 10%, kelompok kedua dengan glukosa 20%, kelompok ketiga dengan glukosa 30% dan kelompok keempat dengan plasebo, diberikan secara oral dalam 2 menit sebelum dilakukan
9
venapuncture. Nyeri diukur dengan Pain Scale Leuven. Hasil: pemberian 2 ml glukosa 30% pada 2 menit sebelum tindakan venapuncture memberikan pengurangan nyeri yang paling efektif pada bayi baru lahir. 4.
Priambodo, et al. (2008): Effect of Oral Sugar Solution for Reducing Pain in Infants Underwent Diphtheria, Pertussis, Tetanus (DPT) Immunization: A Randomized, Double-blind Controlled Trial. Desain penelitian adalah eksperimen dengan randomized doble-blind controlled trial. Sampel sebanyak delapan puluh enam bayi berusia 4-6 bulan yang mendapatkan imunisasi DPT ketiga, yang terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok intervensi (n=42) dengan pemberian larutan gula pasir 75% sebanyak 2 ml yang diberikan 2 menit sebelum imunisasi dan kelompok kontrol (n=44) dengan diberikan placebo air steril 2 ml 2 menit sebelum imunisasi. Instrumen penilaian dengan mengukur waktu menangis yang dicatat sejak sebelum injeksi sampai dengan 3 menit setelah imunisasi. Hasil: larutan gula 75% menurunkan median durasi menangis pertama sebesar 38 detik atau 32% (p=0,03) dan penurunan median durasi total menangis sebesar 35 detik atau 24% (p=0,02).
5.
Nilsson et al. (2009): School-aged Children’s Experiences of Post Operative Music Medicine on Pain, Distress, and Anxiety. Tujuan penelitian untuk menguji apakah mendengarkan musik pasca operasi mengurangi konsumsi morfin dan berpengaruh pada nyeri, disstres, dan kecemasan setelah operasi dan untuk menggambarkan pengalaman mendengarkan musik pasca operasi pada anak usia sekolah. Desain penelitian dengan mixed kuantitatif dan
10
kualitatif, responden sebanyak 80 anak berusia 7-16 tahun yang dilakukan operasi gigi dan THT, diambil secara acak, dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok terapi musik (n=40) dan kelompok kontrol (n=40). Instrumen penilaian nyeri dengan menggunakan FLACC, Coloured Analog Scale (CAS), dan Facial Affective Scale (FAS), kecemasan diukur dengan State Trait Anxiety Inventory (STAI) sebelum dan setelah pembedahan, selanjutnya diikuti dengan wawancara kualitatif semi terstruktur. Hasil penelitian, kelompok musik kurang membutuhkan morfin pasca operasi, 1/40 dibandingkan dengan 9/40 kelompok kontrol, terapi musik mengurangi kebutuhan morfin dan menurunkan disstres setelah operasi kecil tetapi tidak mempengaruhi perawatan pascaoperasi. Penelitian yang akan dilakukan adalah pengaruh pemberian intervensi gamelan dan larutan glukosa oral terhadap respon nyeri pada bayi saat dilakukan imunisasi DPT-HB-HiB secara intramuskuler, penelitian dilakukan di Puskesmas Baki Kabupaten Sukoharjo. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian merupakan randomized controlled trial dengan menggunakan pos tes saja (post test only design), terbagi dalam empat kelompok yaitu kelompok I adalah kelompok dengan intervensi gamelan, kelompok II adalah kelompok dengan intervensi larutan glukosa oral, kelompok III dengan intervensi gamelan dan larutan glukosa oral serta kelompok IV adalah kelompok kontrol, respon nyeri pada bayi dinilai dengan menggunakan instrumen perilaku FLACC (Face, Leg, Activity, Cry and Consolability) oleh dua orang penilai independen.