BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Anak mengalami periode kritis pada usia perkembangan di bawah 5 tahun, berbagai bentuk penyakit, kekurangan gizi, serta kekurangan kasih sayang maupun kekurangan stimulasi pada usia ini akan membawa dampak negatif yang menetap sampai masa dewasa bahkan sampai usia lanjut (Depkes, 2013). World Health Organization (WHO, 2013) mencatat bahwa setiap tahun lebih dari 200 juta anak memiliki gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Di Asia dan Sub-Sahara Afrika terdapat 200 juta anak usia kurang dari 5 tahun yang kurang beruntung mendapatkan pengasuhan dan pendidikan yang buruk (Cheung et al. 2007). Anak-anak membutuhkan dukungan kesehatan, nutrisi, dan stimulasi. Dukungan sangat penting bagi anak seperti yang diungkapkan oleh WHO (2013) bahwa dukungan yang optimal tidak hanya memungkinkan anak untuk bertahan hidup tetapi juga bermanfaat
bagi
pembentukan
modal
dalam
menjalani
pertumbuhan
dan
perkembangan. Stimulasi
yang dilakukan
orangtua
atau
pengasuh
secara
signifikan
berhubungan dengan perkembangan anak. Page et al. (2010) menyatakan bahwa stimulasi dapat meningkatkan fungsi kognitif anak, sehingga setiap orangtua wajib memfasilitasi anak untuk meningkatkan kemampuan anak pada tahapan pertumbuhan 1
2
dan perkembangan. Orangtua atau pengasuh merupakan mediator antara kesehatan, kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan perkembangan anak (WHO, 2013). Albers et al. (2010) menyimpulkan bahwa peningkatan stimulasi perkembangan oleh pengasuh di tempat penitipan anak berpengaruh terhadap perkembangan kognitif anak pada tahun pertama. Pencapai kualitas asuhan antara anak dengan ibu dapat memprediksi pertumbuhan dan perkembangan anak (Richter et al (1990) dalam WHO (2004). Kualitas asuhan ini dapat dipengaruhi oleh pengetahuan pengasuh (Nicholson et al. 2006) dan sosioekonomi keluarga (Rindermann & Baumeister, 2015). Peningkatan kualitas atau kemampuan dasar terhadap sensitivitas dan responsibilitas menggambarkan cara seorang pengasuh mampu mempraktikkan pengasuhan yang spesifik, seperti pemberian makan, peka terhadap anak sakit, dan mampu merangsang perkembangan bahasa dan kognitif anak (WHO, 2004). WHO (2004) juga menyatakan bahwa kualitas interaksi yang buruk antara pengasuh dengan anak dapat menyebabkan malnutrisi pada anak. Hasil penelitian Shobirin di Kabupaten Sukoharjo tahun 2013 menunjukkan bahwa anak usia kurang dari 3 tahun yang mengalami malnutrisi cenderung mengalami gangguan perkembangan. Menurut data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta tahun 2014, masih cukup banyak anak balita di Kota Yogyakarta yang mengalami gizi kurang dan gangguan pertumbuhan. Sekitar 7,26% balita di Kota Yogyakarta mengalami gizi kurang. Hasil studi pendahuluan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Kota didapat jumlah gizi kurang di Kecamatan Mantrijeron masih banyak, yakni
3
59 anak. Hasil disertasi Huriah (2015) menemukan bahwa 8,35% balita yang mengalami gizi kurang di Kecamatan Matrijeron dan sebesar 5,34% di Puskesmas Kotagede II yakni sebesar 5,34%. Melihat kondisi balita yang masih memprihatinkan maka perlu strategi untuk mengatasinya. World Health Organization (WHO) bersama dengan United Nations Children’s Fund (UNICEF) menyediakan panduan tentang care for child development (CCD) untuk memberikan konseling pada keluarga atau pengasuh tentang perawatan pada balita (WHO, 2012b). Konseling pada pengasuh ini akan diberikan oleh kader posyandu yang sebelumnya telah mengikuti pelatihan CCD tentang cara pemberian makan yang tepat, berinteraksi dengan anak, berespon efektif jika anak sakit, menstimulasi pertumbuhan, dan perkembangan melalui kegiatan bermain dan komunikasi serta menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan perawatan pada anak (WHO, 2012c). Kader sebagai perwakilan dari petugas kesehatan memiliki peran yang penting dalam mempengaruhi perilaku masyarakat sebagai upaya untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat. Kader adalah seseorang yang dipilih oleh masyarakat dan bertugas meningkatkan kesehatan masyarakat dengan sukarela. Menurut Zulkifli (2003), salah satu tugas kader adalah memberikan konseling kesehatan pada saat posyandu berlangsung. Konseling kesehatan yang diberikan ini berkaitan dengan masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh masyarakat saat ini.
Menurut Burk dan Stefflre (1979 yang dikutip Latipun
2001), konseling mengindikasikan hubungan profesional antara konselor terlatih
4
dengan klien. Hubungan yang terbentuk biasanya bersifat individu ke individu, kadang-kadang juga melibatkan lebih dari satu orang, misalnya keluarga klien. Kualitas pengetahuan kader dalam perawatan dan perkembangan anak dapat ditingkatkan melalui intervensi yang tepat, salah satu intervensi yang tepat adalah dengan menyertakan kader dalam pelatihan CCD. Pelatihan dan penerapan CCD sudah dilakukan di beberapa negara, seperti Kazakhstan, Tajikistan, Kyrgyztan, Moldova, Pakistan, dan Mali. Penerapan program CCD ini terbukti efektif dan efisien dalam meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak serta berdampak positif terhadap orangtua, lingkungan, dan petugas kesehatan (WHO& UNICEF, 2013). Pelatihan CCD merupakan pelatihan yang diberikan pada kader untuk meningkatkan keterampilan, bermain dan aktivitas komunikasi pada keluarga untuk belajar memberikan rangsangan kepada anak mereka. Intervensi ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas dasar atau sensitivitas keterampilan dan respon dalam praktik pengasuhan termasuk dalam pemberian makan, merawat anak yang sakit, merangsang bahasa, dan kemampuan kognitif anak, sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan kualitas hidup anak.
B. Rumusan Masalah Anak harus mampu melewati proses tumbuh kembang yang optimal pada usia awal, terutama pada golden period. Ibu adalah faktor utama yang berperan dalam pemenuhan kebutuhan dasar anak, khususnya pada pola asuh anak. Dukungan pengasuh dan keluarga dapat dilakukan melalui bermain dan
5
komunikasi, sehingga kualitas rangsangan, akan mempengaruhi perkembangan otak di dalam kehidupan seorang anak. Intervensi yang tepat dalam mengatasi masalah tersebut adalah dengan melibatkan keluarga untuk ikut merangsang belajar anak melalui bermain dan komunikasi yang tepat. WHO mempunyai program pelatihan tentang perawatan perkembangan anak. Untuk itu, penulis ingin mencoba mengaplikasikan program pelatihan perawatan perkembangan anak di Indonesia. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah penelitiannya adalah: Bagaimanakah pengaruh pelatihan Care for Child Development (CCD) pada kader kesehatan terhadap peningkatan kualitas asuhan ibu?
C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan utama Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan care for child development (CCD) pada kader terhadap kualitas asuhan ibu. 2. Tujuan sekunder Tujuan sekunder dari penelitian ini untuk: a. Membandingkan kualitas asuhan ibu antara sebelum dengan sesudah dilakukan konseling kader yang telah mengikuti pelatihan CCD b. Mengidentifikasi perbedaan kualitas asuhan ibu antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol
6
c. Mengetahui hubungan antara: pelatihan CCD pada kader, usia ibu, pendidikan ibu dan pekerjaan ibu dengan kualitas asuhan ibu.
D. Manfaat Penulisan 1. Manfaat teoritis a. Membuktikan hipotesis bahwa pelatihan Care for Child Development (CCD) pada tenaga kesehatan, khususnya kader kesehatan, dapat meningkatkan kualitas asuhan ibu secara berkelanjutan. b. Menjadi bahan informasi ilmiah bagi pengembangan teori tentang Care for Child Development. 2. Manfaat praktis a. Bagi pendidikan Dapat menambah data dan kepustakaan, khususnya yang berkaitan dengan kualitas asuhan. b. Bagi ibu bayi dan balita Adanya pelatihan terkait dengan pengasuhan perkembangan anak yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dan kader kesehatan kepada ibu, dapat meningkatkan hubungan dan kualitas asuhan ibu terhadap anak-anak mereka, sehingga ibu dapat melihat perkembangan anak mereka melalui tahap perkembangan yang dilalui anak.
7
c. Bagi masyarakat Menambah
wawasan
tentang
cara
melakukan
pengasuhan
perkembangan anak, terutama anak usia muda, atau pada tahapan golden period anak, sehingga dapat melalui proses tumbuh kembang yang optimal. d. Bagi tenaga kesehatan dan kader kesehatan Sebagai pengalaman yang berharga untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang pola asuh anak.
E. Keaslian Penelitian Penelitian ini membahas program parenting, terutama dalam merawat dan monitor perkembangan anak. Beberapa penelitian terdahulu yang terkait bisa dilihat pada Tabel 1.1 di bawah ini: Tabel 1.1 Keaslian penelitian tentang program parenting No
1
Peneliti Aboud et al. (2013)
Judul Effectiveness of a parenting program in Bangladesh to address early childhood health, growth and development
Metode penelitian Disain penelitian menggunakan stratified cluster field trial. dengan variabel intervensi parenting atau standart perawatan. Alat ukur menggunakan Scales of Infant and Child Development
Persamaan Variabel yang diteliti adalah intervensi parenting
Perbedaan Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada: tujuan penelitian, desain penelitian, lama penelitian, subjek penelitian & jumlah sampel.
8
No 2
Peneliti Ajilchi et al. (2011)
Judul The impact of a parenting skills training program on stresed mothers and their children's SelfEsteem Level
Metode Peelitian Disain penelitian eksperimen dengan kontrol group. Alat ukur untuk ibu menggunakan Parenting Stres index (PSI) sedangkan untuk anak menggunakan Coopersmith SelfEsteem inventory (CESI)
Persamaan Metode pelatihan dengan cara role play
3
Yousafzai et al. (2014)
Disain penelitian randomized cluster trial Alat ukur yang digunakan Bayley scales of infant and toddler development,
Metode pelatihan dengan cara diskusi kelompok
4
Lane (2012)
Effect of integrated responsive stimulation and nutrition interventions in the Lady Health Worker programme in Pakistan on child development, growth, and health outcomes: a cluster randomised faktorial effectiveness trial The influences of Parent-Child Interactions and Temperament on Cortisol Concentrations of Toddlers in FullDay Childcare
Disain penelitian menggunakan studi eksplorasi Alat ukur yang digunakan untuk interaksi pengasuh dan temperamen anak adalah Early Childhood Behavior Questionnaire (ECBQ), sedangkan untuk mengevaluasi anak usia toddler menggunakan Classroom Assessment Scoring System (CLASS) an adapted version of the Engagement Check II.
Follow up dilakukan setelah 2-3 minggu
Perbedaan Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada: tujuan penelitian, variabel penelitian, subjek penelitian & jumlah sampel., tempat penelitian Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada: tujuan penelitian, disain penelitian, variabel penelitian, subjek penelitian & jumlah sampel. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada: tujuan penelitian, disain penelitian, variabel penelitian, subjek penelitian & jumlah sampel, tempat penelitian
Tabel 1.1 menerangkan beberapa penelitian terkait dengan program pelatihan salah satu diantaranya adalah Aboud et al. (2013), meneliti program
9
parenting di Bangladesh untuk menilai pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel yang diteliti dan metode yang digunakan. Variabel yang diteliti adalah intervensi parenting dengan menggunakan alat Scales of Infant and Child Development. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terletak pada lamanya pelatihan tentang intervensi parenting yang diberikan kepada ibu. Pelatihan dilakukan selama 10 bulan, dan
pada akhir program ibu dan anak dinilai kembali untuk melihat
perbandingan intervensi dan kontrol anak-anak yang berada di bawah 12 bulan dan anak-anak di atas 12 bulan, tentang perkembangan motorik kasarnya. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Ajilchi et al. (2011), menggunakan 2 alat ukur, ibu dinilai dengan menggunakan Parenting Stres Index (PSI), sedangkan untuk anak menggunakan Coopersmith Self-Esteem Inventory (CESI). Intervensi menggunakan format interaksi kelompok, alat peraga tertulis dan bergambar, setiap peserta mempunyai buku kerja tentang konsep program bersama ketua kelompok, ditambah dengan latihan, kegiatan motivasi, dan contoh kasus dengan menggambarkan pengalaman peserta. Berbeda dengan Yousafzai et al. (2014), yang melakukan penelitian tentang efek stimulasi pemberian makan pada anak. Subjek penelitian Yousafzai et al. adalah pekerja kesehatan, khususnya yang perempuan, yang diberi pelatihan dengan materi kesehatan anak, kebersihan, pendidikan dasar nutrisi pada anak. Kemudian, dilakukan evaluasi 1 bulan sekali dengan cara home visit dan diskusi kelompok. Alat ukur yang digunakan adalah Bayley scales of infant and toddler development.
10
Lane (2012) mengeksplorasi pengaruh interaksi antara pengasuh dan anak terutama temperamen pada konsentrasi kortisol anak usia toddler dalam 1 hari penuh. Alat ukur yang digunakan untuk interaksi pengasuh dan temperamen anak adalah Early Childhood Behavior Questionnaire (ECBQ), sedangkan untuk mengevaluasi anak usia toddler menggunakan Classroom Assessment Scoring System (CLASS) dan adaptasi dari The Engagement Check II. Persamaan dengan penelitian ini adalah mengukur kualitas pengasuh, yaitu interaksi orangtua dan anak dan interaksi antara guru dan anak ketika di kelas. Follow up dilakukan melalui telepon dengan orangtua setelah 2-3 minggu intervensi dilakukan. Penelitian tersebut tidak hanya mengukur kualitas asuhan orangtua dan pengasuh anak ketika di kelas, tetapi mengukur kadar kortisol dan temperamen anak. Ternyata interaksi guru dan anak pada saat di kelas dapat meningkatkan perkembangan anak toddler. Dapat disimpulkan bahwa peningkatan kualitas atau kemampuan dasar terhadap sensitivitas dan responsibilitas adalah cara seorang pengasuh mampu mempraktikkan pengasuhan yang spesifik seperti pemberian makan, peka terhadap anak sakit, dan mampu merangsang perkembangan bahasa dan kognitif anak. Selain itu, peranan pengasuh dalam berkomunikasi dan bermain bersama anak sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, terutama pada perkembangan bahasa dan kognitif anak.