1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan ekspresi pandangan, ide-ide, perasaan, pemikiran dan semua kegiatan mental manusia yang diungkapkan dalam bahasa sastra juga berupa bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif oleh manusia pada kehidupannya mengunakan bahasa serta ekspresi yang bisa dituangkan dalam karya sastra. Saini (1994:15) menyatakan bahwa karya sastra dari hasil daya cipta manusia, terlahir dari proses perenungan yang mendalam
atas cerminan
kehidupan masyarakat. Pentingnya penciptaan sebuah karya sastra, tidak sematamata hanya ditunjukan sebagai media hiburan, tetapi lebih daripada itu, karya sastra merupakan sarana pengajaran bagi penikmatnya. Melalui karya yang diciptakan, seorang pengarang bermaksud memperluas, memperdalam dan menjernihkan penghayatan pembaca terhadap salah satu sisi kehidupan yang disajikannya, dan disadari atau tidak jika karya tersebut akan mempunyai kedudukan dalam kehidupan. Karya sastra berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi secara nyata atau hanya berupa pikiran atau ide dari pengarang. Menurut Semi (1993: 813) sastra merupakan suatu bentuk hasil pekerjaan kreatif yang objeknya berupa manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Setiap individu berbeda dengan individu lainnya, mereka mempunyai watak, temperamen, pengalaman, pandangan, dan perasaan sendiri yang berbeda dengan yang lainnya. Pertemuan antara manusia dengan manusia lainnya tak 1
2
jarang menimbulkan konflik. Manusia juga sering mengalami konflik dengan dirinya sendiri atau batin dengan hadapan persoalan-persoalan hidup. Bagaimana manusia menghadapinya tidak terlepas dari ilmu jiwa. Ilmu jiwa yang meliputi segala pemikiran, pengetahuan, tanggapan, khayalan, dan spekulasi mengenai jiwa itu (Walgito, 2004:2). Membaca sebuah karya fiksi berarti ikut menikmati cerita, untuk menghibur diri agar memperoleh kepuasan batin. Karya fiksi meliputi cerkak, geguritan, cerbung,novel yang berbahasa Jawa, naskah drama dan sebagainya. Pada setiap karya sastra yang diciptakan oleh pengarang merupakan cerminan sosial budaya masyarakat. Salah satunya cerbung (cerita bersambung) dengan bahasa Jawa baru modern dan menjadi genre sastra dalam khasanah kesusastraan Jawa baru. Pengarang menghayati permasalahan dalam setiap karya yang diciptakan dengan penuh kesungguhan dan kemudian diungkapkan kembali melalui sarana fiksi sesuai dengan sudut pandang (Nurgiyantoro, 2010:2). Cerbung yang berjudul Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo dimuat dalam majalah Jaya Baya edisi 06 minggu II Oktober 2014 sampai edisi 28 minggu III Maret 2015, yang terdiri dari 23 episode cerita yang digambarkan sangat menarik oleh Al Aris Purnomo, mulai dari masalah penemuan-penemuan aneh yang berbentuk benda pusaka, serta kejadian yang membuat karena tidak bisa diterima dengan akal sehat manusia dan sebagainya. Cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo yang menggambarkan kehidupan dari lingkup kelas sosial yang berbeda, tetapi dari kelas sosial yang berbeda itu tidaklah mengurangi ide seorang pengarang dalam pembatasan imajinasi untuk jalannya cerita yang dapat menghasilkan karya sastra untuk
3
membawa pembaca pada angan-angan agar ikut berimajinasi. bisa memikat pembacanya untuk selalu mengetahui kelanjutan cerita-ceritanya pada episode bersambung, serta mampu membangkitklan rasa ingin tahu, dan mampu membangkitkan suspence (suatu hal yang amat penting dalam cerita). Cerbung Mburu Pusaka ini menggambarkan watak-watak khas seorang manusia yang sangat cerdik dan selalu melakukan tindakan yang menggunakan cara negatif. Perjalanan batin atau kejiwaan untuk mengetahui lebih jauh tentang seluk-beluk manusia yang unik dan kompleks ini merupakan suatu larangan yang merangsang, untuk mengenal manusia lebih dalam serta lebih jauh perlu psikologi. Psikologi sastra merupakan kajian sastra yang memandang karya sastra sebagai aktivitas kejiwaan (Endraswara 2011:96). Menurut Endraswara penelitian psikologi sastra memiliki peranan penting dalam pemahaman sastra karena adanya beberapa kelebihan seperti : pentingnya psikologi sastra untuk mengkaji lebih mendalam aspek perwatakan; kedua, dengan pendekatan ini dapat memberikan umpan balik kepada peneliti tentang masalah perwatakan yang dikembangkan dan yang terakhir, penelitian semacam ini sangat membantu untuk menganalisis karya sastra yang kental dengan masalah-masalah psikologi (Minderop, 2010:2). Psikologi sendiri bersal dari kata Yunani psyche, yang berarti jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia (Atkinson, 1996:7). Individu yang memiliki karekteristik kepribadian atau pembawaan yang mencakup dalam pikiran, perasaan, dan tingkah laku merupakan karakteristik seseorang yang menampilkan cara ia beradaptasi dan berkompromi dalam kehidupan itulah yang
4
disebut kepribadian. Berdasarkan dari kejiwaan pada tokoh-tokoh yang ada dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo ini sangatlah bagus untuk dikaji secara psikologi, sehingga dari pola karakteristik perilaku dan pola pikir yang menentukan penilaian seseorang terhadap lingkungan. Psikologi, khususnya psikologi analitik diharapkan mampu menemukan aspek-aspek ketaksadaran yang diduga merupakan sumber-sumber penyimpangan psikologis sekaligus. Selain itu, teknologi dengan berbagai dampak negatifnya dan lingkungan hidup merupakan salah satu sebab utama terjadinya gangguan psikologis (Ratna, 2013:342). Psikologi sastra digunakan untuk memahami aspekaspek kejiwaan yang terkandung di dalam cerita cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo. Bentuk-bentuk regulasi emosi tersebut tercermin dalam diri tokoh utama Nurcahya pada cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo, sehingga menarik untuk diteliti. Tokoh utama merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian (Nurgiyantoro, 2010:177). Oleh sebab itu maka tokoh utama sangat menonjol dan menarik perhatian pembaca maupun penikmat sastra. Tokoh utama yang bisa dikatakan sebagai nyawa dari karya itu sendiri dari semua tokoh dalam karya sastra memiliki karakter yang berbeda-beda yang digambarkan secara menarik oleh pengarang. Alasan dalam melakukan penelitian terhadap cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo yaitu Pertama, pada cerbung ini sangat menarik dan mengandung nilai-nilai estetik yang tercermin dari unsur-unsur struktural. Kedua, cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo menampilkan regulasi emosi pada tokoh Nurcahya dan proses kejiwaan tokoh sentral dalam cerbung. Ketiga,
5
penelitian yang mengungkapkan regulasi emosi pada cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo ini sebelumnya belum pernah dibahas oleh penelitianpenelitian sebelumnya. Keempat, Al Aris Purnomo merupakan pengarang baru dalam dunia sastra khususnya sastra Jawa, akan tetapi sudah banyak karyakaryanya yang dimuat diberbagai majalah, koran dan media massa lainya. Karyakarya Al Aris Purnomo banyak yang dijadikan objek kajian para peneliti khususnya mahasiswa. Pendekatan aspek-aspek kejiwaan pada manusia dalam cerbung dilakukan dengan pendekatan psikologi sastra guna menganalisis regulasi emosi pada tokoh Nurcahya serta tokoh pembantu dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo. Bagaimana tokoh-tokoh mengalami perubahan atau perkembangan karakter, seberapa jauh lingkungan berpengaruh terhadap merupakan kajian utama penelitian ini. Oleh sebab itu psikoanalisis Sigmund Freud adalah pilihan utama dalam menganalisis cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo. Sigmund Freud mengambil yang mendasarkan teori pada aspek dasar kepribadian atau psikis manusia, yaitu id, ego, dan super ego (Sumadi, 2003:124-128). Dinamika ketiga itu dapat mendasari tingkah laku dan kepribadian manusia. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan alasan untuk meneliti cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo, yaitu pada cerbung ini dapat menggambarkan kondisi psikologis tokoh-tokohnya serta dapat menggambarkan watak dan perilaku maupun regulasi emosi yang tercermin dalam setiap tokohnya. Penelitian ini diberi judul Regulasi Emosi Tokoh Nurcahya dalam Cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo dengan menggunakan pendekatan
6
psikologi sastra. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sesuatu yang bisa dirasakan dan dilaksanakan, terdiri atas manfaat yang bersifat teoretis dan manfaat yang bersifat praktis. Manfaat yang dimaksud adalah 1. Secara Teoretis Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memperkaya khasanah pengetahuan dalam perkembangan penggunaan teori-teori sastra khususnya di bidang psikologi sastra. 2. Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pembaca sebagai pelajaran pengendalian emosi. Selain itu penelitian ini dapat dipakai data bagi peneliti lain dengan pendekatan yang berbeda. B. Perumusan Masalah Masalah merupakan hal penting yang menjadi pijakan dilakukannya kerja penelitian, maka tanpa adanya masalah yang dihadapi oleh peneliti, kegiatan peneliti tidak dapat dilakukan serta perumusan masalah juga diperlukan agar sebuah penelitian tidak meluas dari apa yang diteliti untuk mencari pemecahan permasalahan. Perumusan masalah tersebut adalah : 1. Bagaimana unsur struktur yang membangun cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo berdasarkan teori Robert Stanton yang meliputi fakta-fakta cerita (penokohan, alur, latar), tema dan sarana-sarana sastra (judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolis dan ironi)? 2. Bagaimanakah regulasi emosi tokoh Nurcahya serta proses kejiwaan tokoh utama lain dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo?
7
3. Apa makna dan nilai yang diperoleh dari analisis psikologi sastra dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo? C. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mendeskripsikan unsur-unsur struktural yang terdapat dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo berdasarkan teori Robert Stanton yang meliputi fakta-fakta cerita (penokohan, alur, latar), tema dan sarana-sarana sastra (judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolis dan ironi). 2. Mendeskripsikan regulasi emosi tokoh Nurcahya dan potret gejala kejiwaan tokoh yang ada di dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo. 3. Mengungkapkan makna dan nilai yang terkandung dari analisis psikologi sastra dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo. D. Batasan Masalah Sebuah penelitian bertujuan untuk meneliti dan memecahkan suatu masalah dari sebuah obyek yang menjadi kajian penelitian, agar mampu mengarah pada inti permasalahan, maka penelitian ini memerluhkan pembatasan masalah. Pembatasan masalah bertujuan mengarahkan pada pokok persoalan dan tidak meluas dari apa yang seharusnya dibicarakan. Penelitian ini membatasi masalah struktur yang membangun cerita dan regulasi emosi tokoh Nurcahya
dalam
cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo berdasarkan analisis psikologi sastra.
8
E. Landasan Teori Landasan teori dalam suatu penelitian akan lebih membantu peneliti dalam menganalisis permasalahan yang ada di dalam penelitian tersebut. Mengingat hal tersebut maka dalam suatu penelitian sebaiknya berpegang pada suatu paham atau teori tertentu, sehingga arah atau tujuan penelitian lebih jelas dan mudah untuk dikaji. 1. Pendekatan Struktural Pendekatan struktural dinamakan juga dengan pendekatan obyektif. Menurut Teeuw (dalam Ratna, 2013:88) khususnya dalam ilmu sastra, strukturalisme berkembang melalui tradisi formalisme, artinya hasil-hasil yang dicapai melalui tradisi formalis sebagian besar dilanjutkan dalam strukturalis. Analisis struktural karya sastra dalam hal ini adalah fiksi, dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2010: 37). Teeuw mengemukakan metode analisis struktural karya sastra bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, sedetail, dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur karya sastra yang secara sastra yang terdiri dari (judul, sudut pandang (point of view), gaya dan tone) serta keterkaitan antarunsur. 1. Fakta-fakta cerita Fakta-fakta cerita merupakan struktur faktual atau tingkatan faktual cerita, yang dirangkum menjadi satu dari tiga komponen yaitu karakter, alur, dan latar. Elemen tersebut berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Struktur faktual adalah suatu aspek cerita yang disorot dari satu sudut
9
pandang serta struktur faktual bukanlah bagian terpisahkan dari sebuah cerita (Stanton, 2012:22). A. Karakter Terma penokohan (karakter) merupakan biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita, konteks yang kedua yaitu karakter yang merujuk pada percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individuindividu tersebut. Karakter dibagi menjadi tiga konteks yang pertama klasifikasi yang meliputi karakter utama atau mayor dan karakter bawahan atau minor, kedua otivasi meliputi motivasi spesifik dan motivasi dasar, yang ketiga karakterisasi yang dapat dilihat dalam bukti-bukti penafsifan nama, deskripsi ekspresif, komentar pengarang dan komentar tokoh lain. Cerita dapat ditemukan satu karakter utama yaitu karakter yang terkait dengan semua peristiwa yang berlangsung dalam cerita. Biasanya, peristiwaperistiwa ini menimbulkan perubahan pada diri sang karakter atau pada sikap kita terhadap karakter tersebut. Alasan bahwa seorang mempunyai karakter untuk bertindak sebagaimana yang ia lakukan dapat dikatakan dengan motivasi. Motivasi spesifik seorang yang mempunyai karakter adalah merupakan reaksi spontan, yang mungkin juga tidak disadari, yang ditunjukan oleh adegan atau dialog tertentu. Motivasi dasar merupakan suatu aspek imim dari satu karakter atau dengan katalain hasrat dan dimaksud yang memandu sang karakter dalam
10
melewati keseluruhan cerita. Arah yang dituju oleh motivasi dasar adalah arah tempat seluruh motivasi spesifik bermuara (Stanton, 2012:33). Penokohan menurut Edward H. Jones (dalam Kasnadi dan Sutejo, 2010:12) merupakan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita, penokohan atau karakter adalah sesuatu cara pengarang untuk menggambarkan dan mengembangkan watak tokoh-tokoh dalam cerita rekaanya. Menurut Stanton (dalam Kasnadi dan Sutejo, 2010:13) perwatakan (caracter) mengarah pada dua konsep yang berbeda : (a) pertama, sebagai tokoh yang ditampilkan dan (b) kedua, sebagai sikap, ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip-prinsip moral yang dimiliki para tokohnya. Penokohan adalah gambaran yang ditampilkan pengarang tentang tokoh yang bermain di dalam cerita yang ditinjau dari segi fisik, psikis maupun lingkungannya. Penggambaran ini dapat secara langsung atau tidak langsung diuraikan oleh pengarang dalam sebuah cerita. B. Alur Alur merupakan sebuah rangkaian-rangkaian dalam cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa dalam peristiwa yang terhubung secara kausal saja. Peristiwa kausal tersebut merulkan peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena akan sangat berpengaruh pada keseluruhan karya. Peristiwa tidak terbatas pada hal-hal fisik seperti halnya ujaran dan tindakan tetapi juga mencakup perubahan sikap karakter, kilasan-kilasan pandangannya, keputusan-keputusannya dan segala yang menjadi pengubah
11
dirinya. Karakter yang semakin sedikit dalam sebuah cerita maka semakin rekat dan padat alur yang mengalir di dalamnya. Plot merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa yang menjadi bagian dari alur utama namun memiliki ciri khas yang berbeda satu plot bisa memiliki bentuk yang paralel dengan subplot lain. Alur merupakan tulang punggung cerita. Berbeda dengan elemen-elemen lain, alur dapat membuktikan dirinya sendiri meskipun jarang diulas panjang lebar dalam sebuah analisis. Sebuah cerita tidak akan pernah seutuhnya dimengerti tanpa adanya pemahaman terhadap peristiwaperistiwa yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan kepengaruhannya. Sama halnya dengan elemen-elemen lain, alur memiliki hukum-hukum sendiri, alur hendaknya memiliki memiliki bagian awal, tengah, dan akhir yang nyata, meyakinkan dan logis, dapat menciptakan bermacam kejutan, dan memunculkan sekaligus mengakhiri ketegangan-ketegangan (Stanton, 2012: 26-28). Dua elemen dasar yang membangun alur adalah konflik dan klimaks. Setiap karya fiksi setidak-tidaknya memiliki konflik internal (yang tampak jelas) yang hadir melalui hasrat dua orang karakter atau hasrat seorang karakter dengan lingkungannya. Klimaks adalah saat konflik terasa sangat intens sehingga ending tidak dapat dihindari lagi. Klimaks merupakan titik yang mempertemukan kekuatankekuatan konflik dan menentukan bagaimana oposisi tersebut dapat terselesaikan terselesaikan bukan ditentukan. Klimaks utama sering berwujud satu peristiwa yang tidak terlalu spektakuler (Stanton, 2012: 31-32). Menurut Hudson alur merupakan rangkaian kejadian dan perbuatan, rangkaian hal yang dikerjakan atau diderita oleh tokoh dalam fiksi. Zainuddin
12
(dalam Kasnadi dan Sutejo, 2010 :17) berpendapat bahwa alur dapat dipahami sebagai keseluruhan rangkaian peristiwa yang terdapat dalam cerita. Jadi alur adalah peristiwa-peristiwa yang saling berkaitan satu sama lain dengan adanya hubungan saling melengkapi. Alur terbatas pada suatu peristiwa yang terhubung secara klausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya. C. Latar (setting) Latar adalah lingkungan yang melingkupi peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar juga berwujud waktu-waktu tertentu (hari, bulan, tahun) cuaca atau satu periode sejarah (Stanton, 2012:35). Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010:216) Latar atau setting disebut juga dengan landasan tumpu, menyarankan pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Setting merujuk pada pengertiang yang berartikan tempat, berhubungan dengan waktu lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa yang diciptakan. Latar (setting) merupakan tempat dan waktu (dimana dan kapan) suatu cerita terjadi. Latar suatu cerita yang merupakan landas tumpu melatari dari unsur-unsur instrinsik dan menyaran kepada pengertian tempat, waktu dan lingkungan sosial (Kasnadi dan Sutejo, 2010:21). 1.
Tema Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam
pengalaman manusia, sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman menjadi
13
diingat. Ada banyak cerita yang menggambarkan dan menelaah kejadian atau emosi yang dialami oleh manusia seperti cinta, derita, rasa takut, kedewasaan, keyakinan, penghianatan manusia terhadap diri sendiri, disilusi, atau bahkan usia tua (Stanton, 2012:36-37). Tema menyorot dan mengacu pada aspek-aspek kehidupan sehingga nantinya akan ada nilai-nilai yang melingkupi cerita. Sekali lagi, sama seperti makna pengalaman manusia, tema membuat cerita lebih terfokus, menyatu, mengerucut, dan berdampak. Bagian awal dan akhir cerita akan menjadi pas, sesuai, dan memuaskan berkat keberadaan tema. Tema paling efektif dalam mengenah tema sebuah karya sastra adalah dengan mengamati secara teliti setiap konflik yang ada didalamnya kedua hal ini sangat berhubungan erat dan konflik utama biasanya konflik utama biasanya mengandung sesuatu yang sangat berguna jika benar-benar dirunut (Stanton, 2012:42). Tema merupakan ide dasar yang bertindak sebagai titik tolak keberangkatan pengarang dalam menyusun sebuah cerita (Tjahjono, 1988:158). Menurut Stanton (dalam Kasnadi dan Sutejo, 2010:7) tema dapat diformulasikan, dan sebagai makna yang terkandung dalam sebuah cerita. Tema adalah intisari atau gagasan dasar yang telah ditentukan oleh pengarang sebelumnya yang dapat dipandang sebagai dasar cerita yang mendalam. 2. Sarana-sarana Sastra Sarana-sarana sastra dapat diartikan sebagai metode (pengarang) memilih dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna. Metode semacam ini perlu karena dengannya pembaca dapat melihat berbagai
14
fakta melalui kacamata pengarang, memahami apa maksud fakta-fakta tersebut sehingga pengalaman pun dapat dibagi. Metode untuk mengendalikan reaksi para pembaca yang dinamakan sarana-sarana sastra. Pengarang fiksi biasanya berpatokan pada dua tendensi dasar manusia. Pertama, mengenal terlebih dahulu berbagai pola yang ada seperti kontras, repetisi, similaritas, urutan klimaks, simentri dan ritme. Kedua, memahami dan mengingat-ingat setiap asosiasi diantara benda-benda yang ditampilakan secara bersamaan, terutama ketika emosi kita turut terlibat didalamnya. Sarana-sarana paling signifikan diantara berbagai sarana yang kita kenal adalah karakter utama, konflik utama, dan tema utama. ketiga sarana ini merupakan kesatuan organis cerita. Istilah kesatuan organis berarti bahwa setiap bagian cerita sifatnya setiap karakter, konflik, dan tema sampingan, setiap peristiwa dan pola menjadi elemen penyusun tiga hal (Stanton, 2012: 46-51) a. Judul Judul merupakan sesuatu yang relevan terhadap karya yang diampunya sehingga keduanya membentuk satu kesatuan. Pendapat ini dapat diterima ketika judul mengacu pada sang karakter utama atau satu latar tertentu. Sebuah judul selalu memiliki beberapa tingkatan makna (Stanton, 2012: 51-52). Penentuan sebuah judul dalam suatu karya saastra sangatlah penting dan merupakan hal pokok untuk sebagai awal sebelum mengulas isi cerita. b. Sudut Pandang Sudut pandang adalah pusat kesadaran tempat kita dapat memahami setiap peristiwa dalam cerita. Posisi ini memiliki hubungan yang berbeda dengan
15
tiap peristiwa dalam tiap cerita, di dalam atau di luar satu karakter, menyatu atau terpisah secara emosional. Menurut Stanton (2012: 53), dari sisi tujuan, sudut pandang dibagi menjadi empat tipe utama. Meski demikian, perlu diingat bahwa kombinasi dan variasi dari keempat tipe tersebut bias sangat tidak terbatas. Sudut pandang (point of view), view of point, merupakan salah satu unsur fiksi yang oleh Stanton digolongkan sebagai sarana cerita, literarty device. Sudut pandang dalam karya fiksi mempersoalkan siapa yang menceritakan atau dari posisi mana (siapa) peristiwa dan tindakan itu dilihat (Nurgiyantoro, 2010:246). Sudut pandang point of view menyarankan pada cara sebuah cerita dikisahkan, yang merupakan cara dan pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi pembaca. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010:248) sudut pandang ialah sebuah cara cerita itu dikisahkan, cara yang digunakan pandangan yang diperunakan pengarang sebagai sarana menyajikan tokoh, tindakan, lata, dan berbagai peristiwa yang membentuk sebuah karya fiksi. Sudut pandang terbagi menjadi empat tipe utama seperti : 1) Sudut pandang orang pertama-utama, pada karakter utama bercerita dengan kata-kata sendiri. 2) Sudut pandang orang pertama-sampingan, ceritanya dituturkan oleh satu karakter bukan utama (sampingan). 3) Sudut pandang orang ketiga-terbatas, pengarang mengacu pada semua karakter dan memposisikannya sebagai orang ketiga tetapi hanya mengambarkan apa yang dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu orang karakter saja.
16
4) Sudut pandang orang ketiga tak-terbatas, lebih mengacu kepada setiap karakter dan memposisikannya sebagai orang keiga. Pengarang juga dapat membuat beberapa karakter melihat mendengar atau berpikir atau saat ketika tidak satu karakter pun hadir (Stanton, 2012:52) Sudut pandang orang ketiga tak-terbatas memberi arti bahwa pengarang memiliki kebiasaan yang memungkinkan untuk tahu apa yang ada dalam pikiran pengarang secara simultan. Pengarang menempatkan diri dalam posisi superior yang serba tahu sehingga pengalaman setiap karakter dapat menghadirkan efekefek tertentu sesuai keinginannya. c. Gaya dan (Tone) Gaya adalah cara pengarang menggunakan bahasa. Campuran dari berbagai aspek seperti kerumitan, ritme, panjang pendek, kalimat, detail, humor, kekonkretan, dan banyaknya imaji dan metafora (dengan kadar tertentu) akan menghasilkan gaya. Satu elemen yang amat dengan gaya adalah tone. Tone merupakan sikap emosional pengarang yang dtampilakan dalam cerita. Tone bisa menampak dalam berbagai wujud, baik yang ringan, romantic, ironis, misterius, senyap, bagai mimpi atau penuh perasaan (Stanton, 2012: 61-63). Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010:276)
Stile (style, gaya
bahasa) adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seseorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan. Stile ditandai dengan ciri-ciri formal kebahasaan seperti pilihan kata, struktur kalimat, bentukbentuk bahasa figuratif, pengunaan kohesi dan lain-lain.
17
d. Simbolisme Simbolisme berwujud detail-detail kongkrit atau faktual dan memiliki kemampuan untuk memunculkan gagasan dan emosi dalam pikiran pembaca agar nampak nyata. Simbolisme dapat memunculkan tiga efek yang masing-masing bergantung pada bagaimana simbol yang bersangkutan digunakan. (1) semua simbol yang muncul pada suatu kejadian penting dalam menunjukan cerita menunjukan makna peristiwa tersebut. (2) satu simbol yang ditampilkan berulang-ulang mengingatkan kita akan beberapa elemen konstan dalam cerita. (3) simbol yang muncul pada konteks yang berbeda-beda akan membantu kita menemukan tema. Pengarang dapat juga menonjolkan satu detail dengan menggambarkan secara berlebihan daripada keperluhan faktual, membuatnya tampak tidak bisa tanpa satu alasan dan menjadikan judul dan sebagainya. Sebuah detail ditonjolkan secara berlebihan melampaui kepentingan dalam alur cerita, detail tersebut kemungkinan besar merupakan simbol (Stanton, 2012: 64-66). e. Ironi Ironi secara umum dimaksudkan sebagai cara untuk menunjukan bahwa sesuatu berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya. Ironi dapat ditemukan dalam hampir semua cerita (terutama yang dikatagorikan bagus). Bila dimanfaatkan
dengan
benar,
ironi
dapat
memperkaya
cerita
seperti
menjadikannya menarik, menghadirkan efek-efek tertentu, humor atau pathos, memperdalam karakter, merekat struktur alur, menggambarkan sikap pengarang dan menguatkan tema. Ada dua jenis ironi yang dikenal luas, yaitu ironi dramatis dan tone ironis. Ironi dramatis atau alur dan situasi biasanya muncul melalui
18
kontras diametric antara penampilan dan realitas, antara maksud dan tujuan seorang karakter dengan hasilnya, atau antara harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi. Pasangan elemen-elemen di atas terhubung satu sama lain secara logis (biasanya melalui hubungan kausal atau sebab-akibat). Tone ironis atau ironi verba, digunakan untuk menyebut cara berekspresi yang mengungkapkan makna dengan cara berkebalikan (Stanton, 2012:71-72). C.Pendekatan Psikologi Sastra Istilah psikologi sastra memiliki beberapa pengertian (Wellek, 1990:90) yaitu pertama, studi psikologi pengarang sebagai tipe atau pribadi . kedua, studi proses kreatif. Ketiga, studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Keempat,studi yang mempelajari dampak sastra bagi pembaca (psikologi pembaca). Berdasarkan keempat pengertian tersebut bahwa yang berkaitan dengan studi sastra adalah pengertian yang ketiga.Kajian psikologi sastra sesuai dengan pengertian tersebut, dinyatakan sebagai pendekatan tekstual yang mengkaji aspek psikologis tokoh dalam karya sastra (Endraswara, 2002:97). Penelitian psikologi sastra berdasarkan aspek tekstual tidak bisa lepas dari psinsip-prinsip psikoanalisa dari Sigmund Freud, yaitu pada psikologi dalam. Berdasarkan keterkaitan ini peneliti ingin mengungkapkan teks sastra, yakni melalui pelaku-pelakunya dapat merefleksikan unsur-unsur kejiawaan atau tidak. Melalui
cara
demikian
dimungkinkan
munculnya
hal-hal
yang
dapat
menyebabkan faktor kejiwaan yang dominan dalam sebuah teks sastra (Endraswara, 2002:98).
19
Penerapan teori psikologi sastra yang demikian itulah yang dimaksudkan guna mengkaji aspek kejiwaan para tokoh cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo. Selanjutnya dengan jalan penempatan demikian itu maka unsur-unsur kejiwaan yang mengerakan tokoh-tokoh sentral dalam cerita tersebut dapat dianalisis secara obyektif dan dideskripsikan sejelas mungkin. D. Psikoanalisis Psikoanalisis diungkapkan oleh seorang dokter muda bernama Sigmund Freud, dalam makalah yang disampaikan pada tanggal 30 Maret 1896, dengan mendasarkan paradigma awalnya berupa upaya mempengaruhi proses psikologis dengan cara psikologis. Teori yang dikemukakan Freud merupakan pandangan baru tentang manusia, ketaksadaran dianggap memainkan perasaaan sentral dalam proses psikis seseorang. Selain itu dalam teori tersebut dinyatakan bahwa kejiwaan manusia dipandang sebagai ekspresi dari adanya dorongan yang menimbulkan konflik (Bertens, 1987:xii). Psikologis pada determinasi psikologi Freud menurut gejala yang bersifat mental tak sadar tertutup oleh alam kesadaran schellenberg (Endraswara, 2008:119). Adanya tidak keseimbangan maka ketaksadaran menimbulkan dorongandorongan yang pada gilirannya memelukan kenikmatan, yang disebut libido. Oleh karena itu proses kreatif adalah kenikmatan dan memerluhkan pemuasan, maka proses tersebut dianggap sejajar dengan libido. Teori kepribadian menurut Freud pada umumnya dibagi menjadi tiga, yaitu (a) Id atau Das Es (b) Ego atau Das Ich dan (c) Super Ego atau Das Iber Ich. Id adalah dorongan-dorongan primitif yang harus dipuaskan, salah satunya adalah libido di atas. Id dengan demikian merupakan kenyataan subjektif
20
primer, dunia batin sebelum individu memiliki pegalaman dari luar Ego bertugas mengontrol Id, sedangkan Super Ego berisi kata hati. Das Es atau id adalah sistem kepribadian manusia yang paling dasar. Id adalah sistem kepribadian yang gelap dalam bawah sadar manusia yang berisi insting-insting dan nafsu-nafsu tak kenal nilai dan agaknya berupa energi buta. Das Ich atau Ego merupakan sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengaruh individu kepada dunia objek dari kenyataan dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan. Ego merupakan kepribadian implementatif yaitu berupa kontak dengan dunia luar (Endraswara, 2008: 101). Super Ego adalah aspek sosiologi kepribadian, merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana yang ditafsirkan orang tua kepada anaknya lewat perintah-perintah atau larangan-larangan. Super Ego dapat pula dianggap sebagai aspek moral kepribadian, fungsinya menentukan apakah sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah, pantas atau tidak, sesuai dengan moralitas yang berlaku di masyarakat. Jadi Super Ego cenderung untuk menentang Id maupun Ego dan membuat konsepsi yang ideal (Suryabrata, 2003:148). Salah satu penemuan besar psikoanalisis adalah adanya kehidupan tidak sadar pada manusia. Selama ini diyakini para ilmuwan bahwa manusia adalah makhluk rasional yang sepenuhnya sadar akan perilakunya. Menurut Freud (dalam Hartono 2003: 3) ketidaksadaran ini adalah segi pengalaman yang tidak pernah kita sadari atau kita tekan. Bagi Freud ketidaksadaran merupakan salah satu inti pokok atau tiang pasak teorinya. Segi-segi terpenting perilaku manusia justru ditentukan oleh alam tidak sadarnya. Dia membayangkan kesadaran
21
manusia sebagai gunung es, dimana hanya sebagian kecil saja yaitu puncak teratasnya yang tampak terapung di laut. Sebagian besar badan gunung es tersebut terendam di bawah permukaan laut. Bagian yang terendam ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu: bagian pra-sadar yang dengan usaha dapat kita angkat ke kesadaran dan bagian tidak sadar yang hanya muncul dalam perbuatan-perbuatan tidak sengaja, fantasi, khayalan, mimpi, mitos, dongeng dan sebagainya. Freud secara tegas mengemukakan pandangannya mengenai struktur kepribadian manusia, yaitu terdiri dari tiga bagian yang tumbuh secara kronologis: Id, Ego dan Superego pendapat Hartono (dalam Anggadewi, 2003:3). Ketiga aspek ini sangat berpengaruh pada tingkah laku manusia. Oleh karena itu, setiap individu yang sehat ketiga sistem ini merupakan satu jaringan kerja yang padu dan harmonis. Namun sebaliknya, jika ketiga sistem ini bekerja saling menimbulkan pertentangan yang terus-menerus, maka individu tersebut dinamakan tidak mampu menyesuaikan diri. Penjelasan tentang ketiga sistem kepribadian yang ada pada manusia atau individu diuraikan di bawah ini. a) Id ‘Aspek Biologis’ Id adalah bagian dari struktur kepribadian yang merupakan reservoir persediaan energi psikis atau energi rohaniah dan tempat berkumpulnya instinct naluri-naluri. Sistem yang langsung berkaitan dengan dorongan-dorongan biologis manusia dan merupakan sumber atau cadangan energi manusia, sehingga oleh Freud dikatakan sebagai jembatan antara segi biologis dan psikis manusia. Id bekerja berdasarkan prinsip-prinsip yang amat primitif sehingga bersifat kaotik (kacau, tanpa aturan), tidak mengenal moral, tidak memiliki rasa benar-salah. Satu-satunya yang diketahui Id adalah perasaan senang-tidak senang,
22
sehingga dikatakan bahwa Id bekerja berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principle). Dia selalu mengejar kesenangan dan selalu menghindar dari ketegangan.Teori Freud sebagai keseluruhan juga dikenal sebagai teori penurunan ketegangan (drive reductiontheory). Menjalankan fungsinya, Id memiliki dua mekanisme dasar, yaitu:gerakan-gerakan refleks dan proses primer. Id merupakan tempat kedudukan nafsu-nafsu – libido atau nafsu kelamin dan nafsu agresif – yang selalu berusaha menyembul ke permukaan tingkat kesadaran, sehingga dapat terjilma. Nafsu-nafsu tersebut bersifat menggebu-gebu, tidak runtut dan saling bertentangan. Seandainya semuanya terjilma dan dapat dipuaskan, akan menyebabkan seseorang senantiasa berada dalam kesulitan bersosialisasi dalam masyarakat, bahkan diri sendiri (Kattsoff, 1992:308). b) Ego Aspek Psikologis Ego adalah segi kepribadian yang harus tunduk pada Id dan harus mencari dalamrealitas apa yang dibutuhkan Id sebagai pemuas kebutuhan dan pereda ketegangan. Berlawanan dengan Id yang bekerja berdasarkan prinsip kesenangan, Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas (reality principle). Tugas Ego menjalankan proses sekunder, artinya dia menggunakan kemampuan berpikir secara rasional dalam mencari pemecahan masalah terbaik pendapat Hartono (dalam Anggadewi, 2003:4). Ego ini meliputi hampir segenap kesadaran manusia dan bertugas melakukanpenyaringan terhadap nafsu-nafsu yang diijinkan muncul dari Id, dan juga bertugas menekan kembali nafsu-nafsu yang bersifat merusak. Mudahnya, dapat dikatakan bahwa Ego tersebut merupakan semacam perantara yang terdapat
23
diantara nafsu-nafsu di dalam Id dengan dunia luar yang terdiri dari kenyataan material serta kemasyarakatan. c) Superego Aspek Sosiologis Superego merupakan perwakilan dari berbagai nilai dan norma yang ada dalam masyarakat dimana individu itu hidup. Superego lebih mewakili alam ideal dari pada alam nyata. Anak mengembangkan Superegonya melalui berbagai perintah dan larangan dari orang tua. Superego berkembang dari Ego sebagai hasil dari perpaduan pengalaman masa kanak-kanak yang berupa norma atau etika orang tua, mengenai hal yang baik dan saleh, atau hal yang buruk dan batil. Freud membagi Superego dalam dua subsistem yaitu hati nurani dan Ego ideal. Hati nurani diperoleh melalui penghukuman berbagai perilaku anak yang dinilai jelek oleh orang tua dan menjadi dasar bagi rasa bersalah. Ego ideal adalah hasil pujian dan penghadiahan atas berbagai perilaku yang dinilai baik oleh orang tua. Anak mengejar keunggulan dan kebaikan dan bila berhasil akan memiliki nilai diri dan kebanggaan diri. Berbeda dengan Ego yang berpegang prinsip realitas, Superego yang memungkinkan manusia memiliki pengendalian diri, selalu menuntut akan menuntut
kesempurnaan
manusia dalam
pikiran, perkataan dan perbuatan
pendapat Hartono (dalam Anggadewi, 2003:4-5). E. Pengertian Emosi Emosi berasal dari bahasa Prancis emotion, kata emouvoir, yang berarti kegembiraan, selain itu emosi berasal dari bahasa latin emovere yang berarti luar dan movere yang berarti bergerak yang menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (dalam
24
Ahmadi, 2003:410) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi juga merupakan suatu keadaan budi rohani yang menampakan dirinya dengan suatu perubahan yang jelas pada tubuh menurut dari pendapat Willian James (dalam Khodijah, 2006:10). Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak, biasanya emosi merupakan reaksi rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Menurut pendapat Daniel Goleman (dalam Ahmadi, 2003:411) mengemukakan beberapa macam emosi yaitu : 1. Amarah : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati. 2. Kesediahan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa. 3. Rasa takut : cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, ngeri. 4. Kenikmatan : bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga. 5. Cinta : peneriamaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, dan kemesraan. 6. Terkejut : terkesiap, terkejut. 7. Jengkel : hina, jijik, tidak suka. 8. Malu : malu hati, kesal. Klasifikasi emosi merupakan kegembiraan, kemarahan, ketakutan dan kesedihan kerap kali dianggap sebagai emosi yang paling mendasar (primary
25
emotions). Secara garis besar emosi manusia dibedakan menjadi dua bagian : emosi positif merupakan emosi yang menyenangkan dan menimbulkan perasaan positif pada orang yang mengalaminya, diantaranya adalah cinta, sayang, senang, gembnira, kagum, dan sebagainya. Apabila emosi negatif yang merupakan emosi yang tidak menyenangkan yang menimbulkan perasaan negatif pada orang yang mengalaminya, diantaranya adalah sedih, marah, benci, takut, dan sebagainya. Situasi yang membangkitkan perasaan-perasaan tersebut sangat terkait dengan tindakan yang ditimbulkannya dan mengakibatkan meningkat ketegangan (Minderop, 2011:40). Selain itu kebencian atau perasaan benci (hate) berhubungan erat dengan perasaan marah, cemburu, dan iri hati. Emosi tidak hanya berfungsi untuk mempertahankan diri atau sekedar mempertahankan hidup, tetapi emosi yang ada dalam diri seseorang memberikan rangsangan terhadap pemikiran, khayalan baru dan tingkah laku yang baru. F. Regulasi Emosi Regulasi emosi merupakan proses intrinsik dan ekstriksik yang bertanggung jawab memonitor dan mengevaluasi dan memodifikasi reksi emosi secara intensif dan khusus untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Thompson (dalam Strongman, 2010:39) regulasi emosi dipengaruhi oleh perkembangan kemampuan menggambarkan, mempertimbangkan dan fokus individu dalam menganalisi tekanan emosi yang merupakan proses lebih lanjut difasilitasi oleh perkembangan mengontrol emosi negatif. Proses dimana individu dipengaruhi oleh emosi yang mereka alami dan bagaimana mereka mengekspresikan emosi-emosi tersebut merupakan pengertian regulasi emosi. Regulasi emosi adalah hasil dari pemikiran dan perilaku yang
26
dipengaruhi secara sadar dan suka rela oleh emosi yang mereka alami, kapan dan bagaimana mereka mengalami dan bagaimana mereka mengekspresikan emosi yang dialami tersebut. Menurut Gross (dalam Strongman, 2010:39) Proses tersebut meliputi menurunkan atau decreasing, memelihara atau maintaining dan menaikkan emosi negatif dan emosi positif dengan mengunakan proses-proses kognitif seperti rasionalisasi, penilaian kembali (reappraisal) dan penekanan (suppression). Regulasi emosi memiliki kapasitas untuk memulihkan kembali keseimbangan emosi meskipun pada awalnya seorang kehilangan kontrol atas emosi yang dirasakannya. Selain itu, seseorang hanya dalam waktu singkat merasakan emosi yang berlebihan dan dengan cepat menetralkan kembali pikiran, tingkah laku, respon fisiologis dan dapat menghindari efek negatif akibat emosi yang berlebihan. Menurut Thompsom (dalam Putnam, 2005:113) indikator regulasi emosi adalah sebagai berikut : a. Memonitor (emotions monitoring) yaitu individu menyadari dan memahami keseluruhan proses yang terjadi di dalam dirinya, perasaannya, pikirannya, dan latar belakang dari tindakannya Thompson (dalam Safaria, 2007:25). Individu mampu tetrhubung dengan emosi-emosinya, pikirannya dan keterhubungan ini membuat individu mampu menanamkan dari setiap emosi yang muncul. Proses perhatin yaitu mengatur informasi yang membangkitkan emosi dengan memindahkan fokus perhatin. b. Mengevaluasi emosi (emotions evaluating) yaitu individu mengelola dan emosi-emosi yang dialaminya. Mengelola emosi-emosi ini, khususnya emosi
27
yang negatif seperti kemarahan, kesedihan, kekecewaan, dendam, dan benci akan membuat inividu tidak terbawa dan terpengaruh secara mendalam, sehingga mengakibatkan tidak mampu lagi berfikir rrasional Thompson (dalam Safaria, 2007:26). Pengaturan emosi dengan cara yang dikenal yaitu memprediksi dan mengkontrol syarat-syarat terjadinya emosi seperti tempat dan situasi yang bisa di temuui Thompson (dalam Putnam, 2005:113) c. Memodifikasi (emotions modifications) yaitu individu merubah emosi sedemikian rupa sehingga mampu memotivasi diri terutama ketika individu berada dalam keadaan putus asa, cemas dan marah Thompson (dalam Safaria, 2007:27). Memodifikasi meliputi pemilihan respon yang adaptif yaitu pemilihan ekspresi emosi dengan cara sesuai dengan tujuan dan situasi Thompson (dalam Putnam, 2005:114) Regulasi emosi disebut sebagai pengarahan energi emosi ke saluransaluran yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial. Ketika seseorang mengendalikan ekspresi emosi mereka, mereka juga berusaha untuk merubah energi tersebut dengan mempersiapkan perilaku yang berguna dan bentuk perilaku yang dapat diterima secara sosial. F. Metode dan Teknik Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Menurut Dezim dan Lincoln (dalam Moleong, 2008:5) yang mengatakan bahwa penelitian kualitatf merupakan penelitian yang mengunakan latar ilmiah, yang bermaksud menafsirkan segal fenomena yang sudah terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Penelitian selanjutnya berfokus pada penelitian yang akan dikaji dalam penelitian, seperti yang dikatakan oleh
28
(Moleong, 2010:93) masalah dalam penelitian kualitatif bertumpu pada sesuatu yang berfokus. Berdasarkan pernyataan tersebut dijelaskan bahwa dalam melakukan penelitian hendaknya mengetahui fokus apa yang dilakukan oleh peneliti. Penelitian ini berfokus pada analisis Psikologi Sastra dalam regulasi emosi tokoh Nurcahya dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo. 1. Bentuk Penelitian Bentuk penelitian ini adalah penelitian sastra dengan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian dengan pendekatan kualitatif lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati dengan mengunakan logika ilmiah. Penelitian deskriptif melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskripsi yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan. Penelitian sastra mengandalkan ketelitian, ketepatan, dan kepercayaan data, serta mengikuti metode kerja ilmiah. Suatu kegiatan ilmiah, penelitian sastra harus dilakukan dengan dukungan teori dan prinsip keilmuan secara lebih mendalam (Semi, 1993:18-19). Penelitian sastra yang dilakukan ini diharapkan dapat membantu memperoleh informasi yang akurat dalam penelitian terhadap cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo. 2. Sumber Data dan Data a) Sumber Data a. Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo. Cerbung tersebut telah dimuat
29
dalam majalah Jaya Baya edisi 06 minggu II Oktober 2014 sampai edisi 28 minggu III Maret 2015, yang terdiri dari 23 episode cerita. b. Sumber data sekunder dalam penelitian ini pengarang sebagai narasumber. b) Data a.
Data primer, berdasarkan sumber data primer yakni teks cerbung Mburu
Pusaka maka data primer dalam penelitian ini adalah struktur teks atau data literer cerbung seperti fakta-fakta cerita dan sarana-sarana sastra. Selain itu karena penelitian ini mengunakan pendekatan psikologi sastra maka teks yang memuat gejala-gejala kejiwaan tokoh dalam cerbung menjadi data primer juga. b.
Data sekunder, berdasarkan pada rekaman hasil wawancara dengan
pengarang Al Aris Purnomo yang termuat dalam flashdisk MP3 untuk mendukung argumentasi dan melengkapi hasil penelitian. 3.
Teknik Pengumpulan Data Berdasarkan data yang digunakan maka teknik pengumpulan yang
dilakukan adalah sebagai berikut : a) Teknik Analisis Isi (Teknik Content Analysis) Teknik pengumpulan data menggunakan teknik ini dengan cara mencatat dokumen. content analysis, yang dimaksud adalah peneliti bukan hanya bukan sekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen atau arsip, tetapi juga tentang makna yang tersirat (Sutopo, 2002:70). Menurut Holsti (dalam Moleong, 2010:163) teknik content analysis sering disebut dengan kajian isi, teknik tersebut digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, yang dilakukan secara objektif dan sistematis. Pada teknik ini digunakan untuk mengalisis unsur
30
struktural dan gejala kejiawaan tokoh dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo. Hal ini dilakukan dengan cara membaca teks cerbung dengan memfokuskan atau lebih spesifik pada tokoh yang ada dalam cerita. b) Teknik Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan narasumber yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut (Moleong, 2010:186). Wawancara ini ditujukan kepada Al Aris Purnomo selaku pengarang cerbung Mburu Pusaka pada tanggal 19 Maret 2016 yang dilakukan ditempat tinggal beliau di desa Karanglor RT 02/01 kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri. Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh informasi mendalam yang mendukung penelitian ini. Teknik wawancara ini dipakai untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan keberadaan serta keterciptaan cerbung Mburu Pusaka, serta menggunakan teknik wawancara terstruktur dimana pewawancara menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada pengarang, sehingga pengarang dapat lebih mudah untuk menjawab pertanyaan secara terinci. (Moleong, 2010:138). Wawancara ini dilakukan demi memperkuat data yang bersifat aktual dan kevalidan data. c) Teknik Kepustakaan (Library Reseach) Pengumpulan data dalam penelitian ini mengunakan teknik studi pustaka, yaitu mengumpulkan data-data dengan bantuan pustaka yang meliputi naskah, buku-buku, skripsi, media massa. Studi pustaka ini dimaksudkan untuk memperoleh data-data yang menunjang penelitian. Studi pustaka bertujuan untuk
31
mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan macam-macam materi yang terdapat di ruang perpustakaan, misalnya berupa buku-buku, majalah, naskah, catatan sejarah, dokumen, dan lain-lain (Kartini, Kartono, 1990: 33) yang berkaitan dengan tinjauan psikologi sastra serta bisa membandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya yang relavan seperti skripsi Heka Wati Setyaningsih NIM C0107006 Tahun 2011 yang berjudul Emosi Tokoh dalam Cerbung Tarung karya A. Sardi dengan mengunakan tinjauan psikologi sastra, dan skripsi Yunita Astuti NIM C0110072 Tahun 2014 yang berjudul Regulasi Emosi pada tokoh Tita dalam novel Amrike Kembang Kopi karya Sunaryata Soemardjo dengan mengunakan tinjauan psikologi dari Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Teknik kepustakaan ini untuk pengumpulan data utama dan tulisan lain yang berkaitan dengan cerbung dan pengarangnya. Adapun cara kerjanya yaitu, membaca dan memahami teks untuk analisis cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo, selanjutnya mencatat data yang penting dan menarik. Dasar dari teknik kepustakaan ini untuk memudahkan didalam penelitian serta menjadi teknik terpenting didalam mengupas isi dari penelitian ini. 4. Teknik Analisis Data Teknik analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar (Moleong, 2010:280). Menurut Miles dan Huberman, analisis dalam penelitian kualitatif terdiri dari tiga komponen yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan (Sutopo, 2006:113). Analisis dalam penelitian kualitatif terdiri dari
32
tiga komponen pokok yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. a) Reduksi Data Reduksi data merupakan proses dimana penyerderhanaan dengan membatasi permasalahan penelitian dengan membatasi permasalahan penelitian dan juga membatasi pertanyaan-pertanyaan pokok yang perlu dijawab dalam penelitian (Sutopo, 2006:94). Data penelitian ini yaitu analisis struktural yang dilanjutkan dengan mengunakan pendekatan psikologi sastra sebagai pembahasan ini. Tahapan ini dimulai dengan membaca serta mengelompokkan data berdasarkan deskripsi data yang meliputi unsur pembangun karya sastra yaitu cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo, analisis tahap awal yang dijadikan sebagai pijakan yang mengkaji keterkaitan antara unsur-unsur karya sastra yang berupa unsur instrinsik seperti fakta-fakta cerita meliputi karakter, alur, latar, tema, sarana-sarana cerita diantranya judul, sudut pandang, gaya dan tone, serta data yang mengenai aspek psikologi yang meliputi aspek kejiwaan, regualasi emosi pada tokoh dan psikoanalisis dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo ini. Jika dalam tahapan ini data sudah terkumpul diidentifikasikan dan diklasifikasikan. b) Penyajian Data Penyajian data merupakan sajian dari data-data yang terkumpul. Datadata tersebut meliputi dari catatan lapangan serta komentar peneliti, dokumen, biografi, artikel, hasil wawancara akan diatur, diurutkan dan dikelompokkan (Moleong,
2010:103).
Tahapan
ini
dimulai
dengan
membaca
dan
mengelompokkan data berdasarkan deskripsi data yaitu cerbung Mburu Pusaka
33
karya Al Aris Purnomo, kemudian disajikan dalam analisis struktural yang membangun cerbung, dalam
mengerjakan tahapan ini, semua data yang
terkumpul dideskripsikan, diidentifikasikan dan diklasifikasikan. Data yang sudah dikelompokkan berdasarkan klasifikasinya, selanjutnya disajikan berdasarkan karakteristik data, setelahnya data-data yang terkumpul disajikan, kemudian dibuat deskripsi masing-masing data untuk memperoleh dan mempermudah tahapan interpestasi. c) Verifikasi Data Verifikasi data merupakan tindakan mengecek kembali pada catatan yang telah dibuat oleh peneliti dan selanjutnya membuat kesimpulan sementara (Sangidu, 2004:178). Data yang dibutuhkan cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo tersebut sudah terkumpul, maka peneliti mulai menarik kesimpulan dan verifikasinya pada reduksi data maupupun sajian datanya, pada proses tersebut diberi nama model analisis interaktif (Sutopo, 2006:95). Penarikan kesimpulan merupakan sebagian dari satu kegiatan dari kofigurasi yang utuh dari kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pemikiran seorang peneliti selama mengadakan penelitian, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan atau mungkin menjadi begitu seksama dalam memakan tenaga serta pemikiran yang lebih luas dan memakan waktu.
34
G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan seperti berikut : BAB I
berisi tentang pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori, metode penelitian, sistematika penulisan.
BAB II
berisi tentang analisis data yang menguraikan tentang analisis struktural maupun regulasi emosi pada tokoh Nurcahya dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo
BAB III
berisi penutup yang meliputi kesimpulan dan saran. Pada bagian akhir dilengkapi dengan daftar pustaka, lampiran sinopsis cerbung Mburu Pusaka, biografi pengarang, lampiran wawancara dan foto dengan pengarang dan kumpulan cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo.