BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kasus narkotika di Indonesia betul-betul berada pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan. Dimana penggunaan narkotika dapat merusak perekonomian negara, disamping juga generasi muda. Selain itu, yang sangat memprihatinkan bahwa penanganan kasus narkotika tidak pernah tuntas, dari sejumlah kasus yang diungkap hanya 10% yang sampai ke pengadilan, karena menurut ketua umum Granat bahwa peredaran narkotika di Indonesia, khususnya di kota-kota besar dilakukan secara rapi dan terorganisir. Transaksi bisnis barang haram ini pada umumnya disebarkan di tempat-tempat hiburan seperti diskotik, bar, dan karaoke yang banyak dikunjungi para remaja dan orang-orang muda1. Pemakaian narkoba akan mengakibatkan kecanduan yang akan susah untuk mengembalikan seperti semula. Seseorang yang kecanduan akan melakukan segala cara
untuk
menghilangkan
kecanduannya.
Akibatnya,
kecanduan
ini
akan
mengakibatkan muncul perilaku-perilaku negatif lainnya seperti mencuri, membunuh, menjadi pengedar narkotika dan lainnya. Hal ini terjadi karena orang yang kecanduan ini akan melakukan berbagai cara untuk mengilangkan candunya yang sesaat itu. Seperti dua contoh kasus sebagai berikut:
1
Moh. Taufik Makarao, Suhasril, H. Moh. Zakky, Tindak Pidana Narkotika, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), hal 4
Universitas Sumatera Utara
Di Sulawesi Tengah, polisi membekuk dua pengedar narkoba, SB dan JA, serta dua pemakai berinisial UM dan GP dalam seminggu operasi pemberantasan penyakit masyarakat. Mereka di tangkap di tempat berbeda di kota palu. Polisi masih mendalami keterlibatan jaringan bisnis haram tersebut. Kepala Polres Palu Ajun Komisaris Besar Basya Radyananda, di Palu, mengatakan bahwa semua pelaku adalah pemain lama, terutama dua pengedar yang selama ini menjadi target aparat. Dari para tersangka aparat menyita sejumlah barang bukti. SB dicokok bersama dengan 87,69 gram sabu. Dari JA polisi menyita enam paket sabu seberat 12,28 gram. Sementara itu dari para pemakai sabu yang disita tak lebih dari 1 gram.2 Selanjutnya tersangka RE alias Mah, 50, warga Jl. Nikel, Kel. Sukaramai II, Kec. Medan Area, mencari nafkah sebagai penjual daun ganja kering di kawasan Rumah Susun Sukaramai, berakhir sudah. Sebab, pada hari Rabu dinihari, tersangka RE diringkus petugas Reskrim Polsek Medan Area. Dari tersangka Mah, petugas menyita 0,5 kilogram daun ganja kering siap edar dan beberapa lembar plastik kecil sebagai barang bukti. Menurut Mah saat di interogasi petugas, awalnya dia hanya sebagai pemakai ganja yang dicampuri dengan lintingan rokok kretek, namun tersangka semakin kecanduan sehingga membeli beberapa paket ganja untuk dikonsumsi sendiri. Karena sering membeli beberapa paket ganja, akhirnya timbul niat untuk menjadi penjual.3 Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya yang pada awalnya diperuntukkan dalam hal medis atau pelayanan kesehatan. Seiring berkembangnya zaman penggunaan narkotika sudah disalahgunakan, yaitu untuk 2 3
Kompas, Rabu, 8 Juli 2015, hal 21 Waspada, Kamis, 25 juni 2015, hal A3
Universitas Sumatera Utara
mencari
ketenangan
dan
bersenang-senang
tanpa
memperdulikan
tentang
kesehatannya dan seterusnya akan mengakibatkan kematian bagi para pengguna. Penggunaan narkotika yang dulunya identik digunakan oleh kalangan preman dan orang yang tidak berpendidikan kini sudah merambah keseluruh kalangan, baik itu artis, pejabat publik, mahasiswa, pelajar dan lainnya. Penyalahguna narkotika merupakan hal yang harus ditangani dengan serius karena berakibat pada perilaku atau akhlak seseorang. Suatu bangsa yang dijalankan oleh orang-orang yang memiliki sifat perilaku atau akhlak yang tidak baik akan mengakibatkan
rusaknya
generasi
masa
depan
bangsa
Indonesia.
Angka
penyalahgunaan narkotika setiap tahunnya terus meningkat dimana pada 2015 jumlah korban penyalahgunaan narkotika akan mencapai angka 5,8 juta jiwa. Saat ini jumlah pengguna atau korban penyalahgunaan narkotika sudah mencapai 4,2 juta orang dan setiap harinya 40-50 jiwa meninggal akibat penggunaan narkotika4. Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, maka diperlukan perubahan UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, untuk mengatur upaya pemberantasan terhadap tindak pidana narkotika agar lebih efektif. Maka diundangkanlah UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika yang mengatur lebih rinci mengenai pemanfaatan narkotika untuk kepentingan pengobatan dan kesehatan serta mengatur tentang rehabilitasi medis dan sosial5.
4
m.merdeka.com/peristiwa/pengguna-narkoba-di-indonesia-pada-2015-capai-58-juta-jiwa.html (di akses tanggal 8 april 2015) 5 H.Siswanto.S,”Politik Hukum Dalam Undang-Undang Narkotika(UU Nomor 35 Tahun 2009). (Jakarta:Rineka Cipta, 2012), hal 1
Universitas Sumatera Utara
Perubahan UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika menjadi UU Nomor 35 Tahun 2009
yang dilakukan pemerintah dalam mencegah dan memberantas
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika ini tidak cukup. Masyarakat harus ikut berperan aktif dan diberikan kesempatan yang seluas-luasnya dalam hal pencegahan dan pemberantasan narkotika. Kesempatan yang diberikan seluas-luasnya dalam artian tidak berhak melakukan tindakan lain seperti melakukan penangkapan, penahanan, pengeledahan, razia atau memusnahkan Narkotika dan Prekursor Narkotika karena hal tersebut merupakan kewenangan penyidik Badan Narkotika Nasional(pasal 75 UU 35/2009)6. Tujuan Undang-Undang Narkotika dan Psikotropika adalah menjamin ketersediaan narkotika dan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika dan psikotropika, serta memberantas peredaran gelap narkotika dan psikotropika. Perkembangan pengaturan melalui instrumen hukum terhadap keberadaan narkotika dan psikotropika tersebut merupakan suatu siklus yang tidak dapat terpisahkan dengan dinamika perkembangan sosial masyarakat dalam menyikapi keberadaan narkotika dan psikotropika di Indonesia. Masalah narkotika dan psikotropika telah menjadi masalah dunia.Segala usaha dari masing-masing negara secara internal untuk menanggulangi bahaya narkotika dan psikotropika.7 Bahaya narkoba sudah mencengkram Indonesia, saat ini Indonesia menjadi pasar narkoba terbesar di level Asean.8 Tindakan ketat dari aparat keamanan untuk
6
M.hukumonline. com/ klinik/ detail/ lt4f7481c7df82d/ hak-hak – masyarakat – dalam – pemberantasan – kejahatan - narkotika (di akses tanggal 8 april 2015) 7 H.Siswanto.S, Op.Cit,hal 6 8 M.liputan6.com/news/read/221936/indonesia-darurat-narkoba (di akses tanggal 8 April 2015)
Universitas Sumatera Utara
melakukan pengawasan di bandara. Khususnya terhadap warga negara asing yang menjadi kurir narkotika yang dibawa melaui jalur darat, air dan udara ke Indonesia. Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Utara kembali mengungkap kasus peredaran narkotika. Tim penyidik menahan jaringan pengedar narkotika asal Negeria dengan barang bukti 12 kilogram sabu. Selain menyita sabu seharaga Rp. 15 miliar itu, petugas juga menahan JLO (36), warga Nigeria yang diduga kuat bagian dari jaringan internasional. Seorang kurir, (DM ), (37), pun ditahan. Kepala Polres Metro Jakut Komisaris besar Susetio Cahyadi, Senin (27/7), menuturkan, sabu tersebut disamarkan dengan dimasukkan ke dalam tas wanita. Sebanyak 82 tas berisi sabu dengan berat 1 ons-1,5 ons. Salah seorang tersangka yaaitu DM yang menjad kurir, adalah yang pertama di tangkap. Dari situ, lalu dikembangkan lagi hingga menangkap JLO di kawasan Ganaria, Jakarta Selatan, 9 Juli lalu. Menurut Susetio, sabu dikirim dari Tiongkok oleh Bandar narkotika Nigeria melalui jalur laut. Setelah masuk pelabuhan Tanjung Priok, sabu disimpan di sebuah gudang penyimpanan di wilayah penjaringan, jakarta Utara. 9 Dari contoh kasus di atas bahwa warga negara asing yang menjadi kurir narkotika tidak dapat bermain sendiri.Warga Negara asing ini akan meminta bantuan untuk mengedarkan narkotika di dalam negeri dengan merekrut warga negara Indonesia dengan membuat jaringan kurir yang nanti akan diedarkan di Indonesia. Tindakan ketat oleh aparat juga harus dilakukan di dalam wilayah Indonesia. Kurir tidak hanya berdatangan dari luar negeri, di Indonesia kurir sangat merajalela, terbukti dari banyaknya kasus di Indonesia mengenai penangkapan kurir itu sendiri.
9
Kompas, Selasa, 28 Juli 2015, hal . 26
Universitas Sumatera Utara
Terdakwa MP, 25, warga Blangkejeren, Aceh, diadili di Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Pakam bersidang di Pancurbatu, dengan dakwaan kepemilikan 12 kg daun ganja kering sesuai pasal 112 dan 114 KUHP tentang narkotika. Menurut Ralin saksi B Gajah dari Polsek Delitua, terdakwa mengaku disuruh temannya menunggu serang pria yang akan datang mengambil daun ganja kering yang telah di pesan. Kepada petugas, terdakwa mengatakan, dirinya berangkat dari Blangkejeren bersama seorang temannya menuju kota medan. Mereka disuruh seorang pria yang tak dikenal selaku pemilik ganja tersebut berangkat ke medan. Setibanya di medan. Setibanya di Medan, temannya yang sama berangkat dari Aceh, menyuruh terdakwa menunggu di Hotel V Jl. Jamin Ginting. Tidak berselang lama, datang petugas kepolisian mengaku sebagai pembeli lalu menangkap terdakwa. 10 Pembawa 354 kg ganja di hukum penjara seumur hidup oleh majelis hakim dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (4/8). Dalam amar putusannya, majelis hakim yang diketuai Jhony mengatakan, terdakwa Yusri Iskandar ( sopir bus PM-TOH) dan Robinson Tambunan (penarik becak) terbukti mealakukan perbuatan menawarkan atau menjual ganja lebih dari satu kilogram sesuai Pasal 114 Ayat (2) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Maria menuntut terdakwa Robinson Tambunan, 49, warga, Jl. Tanjung Anom, Pancurbatu, Deli Serdang, dan Yusri Iskandar, 32, warga Jl. Keutapang Aree, Delima, Aceh Pidie, hukuman mati.11
10 11
Waspada, Selasa, 7 Juli 2015, Hal A3 Waspada, Rabu, 5 Agustus 2015, hal . A4
Universitas Sumatera Utara
Dari contoh kasus di atas, peredaran narkotika sudah meluas bahkan hampir ke pelosok negeri, hal ini tidak terlepas dari peran kurir itu sendiri. Kurir sangat dibutuhkan oleh para gembong narkoba untuk melancarkan bisnis haramnya. Faktor ekonomi atau kemiskinan merupakan salah satu penyebab sebagian orang untuk melakukan pekerjaan kurir. Kemiskinan sangat berpengaruh terhadap kehidupan yang akhirnya akan melakukan kegiatan sebagai kurir narkoba dalam peredaran narkoba jaringan internasional maupun nasional. Penduduk miskin yang terdesak ekonomi akan menempuh jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara ikut serta dalam peredaran narkotika jaringan internasional maupun nasional. Hal ini dimanfaatkan oleh bandar untuk merekrut menjadi kurir narkoba. Dengan adanya anggaran dan fasilitas yang diberikan bandar, maka orang miskin yang direkrut menjadi kurir narkotika betah dan nyaman untuk melakukan kegiatan haram ini. Sulitnya lapangan pekerjaan, Penduduk miskin tanpa mata pencaharian dan penghasilan yang tetap akan memanfaatkan situasi dan kondisi untuk direkrut menjadi kurir narkotika. Karena desakan ekonomi, banyak orang yang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya menempuh jalan yang dilarang oleh undang-undang yaitu menjadi kurir narkotika. Sehingga resiko yang ditimbulkan akibat pekerjaan yang dilakukannya sangat tinggi.12 Tingkat risiko untuk membentuk dan memfasilitasi gaya hidup dan perilaku sosial di masyarakat perkotaan yang kurang beruntung, Mencatat bahwa faktor-faktor seperti
kemiskinan,
keluarga,
dan
pengaruh
pendidikan
bagaimana
telat
disosialisasikan untuk berperilaku dalam sebuah jalan atau layak dengan cara yang 12
Khoirun Hutapea, Tesis, ”Pola-Pola Perekrutan Penggunaan dan Kegiatan Kurir Dalam Jaringan Peredaran Narkoba Internasional”, ( Jakarta : Kearsipan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI, 2011), hal 11
Universitas Sumatera Utara
benar. Dalam komunitas kota, dimana menjual narkoba dianggap
dapat
menguntungkan peredaran narkoba dalam masyarakat disamakan dengan kerja, sebagai kurir yang menghasilkan uang banyak dalam melakukan peredaran narkotika jaringan internasional maupun nasional yang menarik untuk pekerjaan konvensional. Kerja keras yang membutuhkan konvensional dibandingkan dengan upah sebagai kurir narkotika sangat relatif jauh sekali. Dengan pendidikan rendah dan kurangya keterampilan untuk mendapatkan pekerjaan baik. Kurir dapat terpengaruh untuk direkrut dalam trafiking narkotika jaringan internasional maupun nasional. Karena dianggap sebagai sumber penghasilan yang layak, kurir mampu menghasilkan banyak uang yang meningkatkan citra kurir dan status sosialnya di masyarakat. 13 Kebanyakan pekerjaan sebagai kurir yang di desak oleh faktor ekonomi atau kemiskinan, tidak terlepas juga adanya desakan atau ancaman dari gembong narkoba. Ancaman atau desakan yang dilakukan oleh gembong narkoba mengharuskan kurir menjalankan apa yang diperintahkan olehnya. Dan seharusnya dalam penerapan sanksi juga harus dibedakan antara kurir dan gembong narkoba. Hakim juga dalam penjatuhan pidana tidak seharusnya disamakan, hakim harus melihat faktor apa yang melatarbelakangi si kurir dalam melakukan pekerjaannya. Penjatuhan pidana yang sama terhadap kurir dan gembong narkoba membuat tidak tercapainnya suatu keadilan. Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengangkat judul “PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP KURIR PENGIRIM NARKOTIKA DALAM TINJAUAN UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009
13
Ibid., hal 12
Universitas Sumatera Utara
TENTANG NARKOTIKA (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kebumen No. 139/Pid.B/2010/PN.Kbm)
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka permasalahan yang diajukan sebagai pokok kajian penulisan skripsi ini penulis rumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaturan mengenai tindak pidana narkotika berdasarkan UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika di Indonesia? 2. Bagaimana Kendala-kendala dalam pelaksanaan pemberantasan Narkotika di Indonesia ? 3. Bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap kurir narkotika berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kebumen No. 139/Pid.B/2010/PN.Kbm)?
C. Tujuan dan Pemanfaatan Tulisan Adapun yang menjadi tujuan penulisan dari penulisan skripsi ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan mengkaji dampak yuridis dan efektifitas penyalahgunaan narkotika dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 2. Untuk memberi pengetahuan
kepada
masyarakat tehadap pekerjaan kurir
narkotika yang memiliki resiko yang sangat tinggi serta untuk mengetahui dan mengkaji sanksi yang tepat untuk kurir narkotika. Dengan penulisan skripsi ini penulis berharap dapat bermanfaat :
Universitas Sumatera Utara
1. Secara Teoritis Penelitian ini di harapkan dapat di gunakan sebagai bahan untuk referensi bagi pengaturan lainnya yang berkaitan. Selain itu dapat menambahkan informasi untuk penanganan perkara tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh kurir dan bahayanya penyalahgunaan narkotika. 2. Secara praktis Sebagai bahan pedoman bagi para penegak hukum dalam meningkatkan kemampuan untuk menangani perkara penyalahgunaan narkotika, sehingga dengan demikian dapat meningkatkan profesionalisme aparat penegak hukum dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, khususnya yang berkaitan dengan peredaran narkotika. D. Keaslian penulisan Setelah melakukan daftar penelusuran skripsi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan kearsipan di Departemen Hukum Pidana, tidak ditemukan adanya kesamaan judul atau permasalahan yang diangkat oleh penulis yaitu “PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP KURIR PENGIRIM NARKOTIKA DALAM TINJAUAN UU No. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA (STUDI PUTUSAN Nomor 139/Pid.B/2010/PN.Kbm).” Oleh karena itu, tulisan ini merupakan karya asli yang disusun berdasarkan dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, dan ilmiah. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa skripsi yang disusun ini merupakan karya asli dari penulis dan tidak meniru kepunyaan orang lain. Apabila ditemukan kesamaan
Universitas Sumatera Utara
judul dan permasalahan skripsi ini yang sebelumnya berada di Departemen Fakultas Hukum Pidana USU maka penulis akan mempertanggung jawabkannya.
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) Napza adalah singkatan dari narkotika, psikotropika dan zat adiktif. Kata narkotika berasal dari bahasa yunani yaitu narke yang berarti terbius sehingga tidak merasakan apa-apa. Ada juga yang mengatakan narkotika berasal dari kata narcissus, sejenis tumbuhan yang mempunyai bunga yang dapat membuat orang menjadi tidak sadar.14 Narkotika menurut Soedjono Dirdjosiswono adalah sejenis zat yang bila dipergunakan (dimasukan dalam tubuh) akan membawa pengaruh terhadap tubuh pemakai, pengaruh tersebut berupa menenangkan, merangsang, dan menimbulkan khayalan-kahayalan (halusinasi).15 Pengertian yang paling umum mengenai narkotika adalah zat-zat atau obat baik dari alam atau sintetismaupun semi sintetis yang dapat menimbulkan ketidaksadaran atau pembiusan. Efek narkotika disamping membius dan menurunkan kesadaran juga mengakibatkan daya khayal/halusinasi serta menimbulkan daya rangsang/stimulan.16
14
Noveryana Saragih, Skripsi, ”Karakteristik Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif (NAPZA) di Sibolangi Kabupaten Deli Serdang Tahun 2004-2007 ”, ( Medan : Kearsip Fakultas Kesehatan Masyarakat USU , 2009) hal 23 15 Soedjono Dirdjosiswono, Hukum Tentang Narkotika di Indonesia, (Bandung: Karya Nusantara, 1990), hal.9 16 Ibid.,hal 23
Universitas Sumatera Utara
Menurut Undang-Undang No.35 Tahun 2009, yang dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilang rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan. Definisi lain dari Bio, Bea dan Cukai Amerika Serikat dalam buku “Narcotic Identification Manual”, sebagaimana dikutip Djoko Prakoso, Bambang Riyadi, dan Mukhsinb dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan narkotika ialah candu, ganja, kokain, zat-zat yang bahan mentahnya diambil dari benda-benda tersebut, yakni morphine, heroin, codein, hasisch, cocain. Dan termasuk juga narkotika sintetis yang menghasilkan zat-zat, obat-obat yang tergolong dalam Hallucinogen dan stimulant.17 WHO menyatakan bahwa yang dimaksud dengan psikotropika adalah obat yang bekerja pada atau mempengaruhi fungsi psikis,kelakuan atau pengalaman. Sebenarnya psikotropika baru diperkenalkan sejak lahirnya suatu cabang ilmu farmakologi yakni psikofarmakologi yang khusus memperlajari psikofarmaka (obatobat yang berkhasiat terhadap susunan syaraf pusat) atau psikotropik.18 Undang-Undang No.5 tahun 1997 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melaui pengaruh selektif pada`susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.19 Definisi lain dari psikotropika adalah suatu zat atau obat,baik alamiah maupu sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoatif melaui pengaruh selektif pada 17
Moh. Taufik Makarao,Suhasril, H. Moh. Zakky, Op.cit., hal 18 Noverryana Saragih, Op.cit., hal 23 19 Ibid., hal 23 18
Universitas Sumatera Utara
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.20 Zat adiktif adalah bahan lain bukan narkotika atau psikotropika yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan dan kerugian bagi dirinya sendiri atau masyarakat disekelilingnya seperti alkohol, nikotin, kafein dan sebagainya. 21 Definisi lain zat adiktif yaitu obat serta bahan-bahan aktif yang apabila dikonsumsi oleh organisme hidup, maka dapat menyebabkan kerja biologi serta menimbulkan ketergantugan atau adiksi yang sulit dihentikan dan berefek ingin menggunakannya secara terus-menerus. Jika dihentikan dapat memberi efek lelah luar biasa atau rasa sakit luar biasa. Zat yang bukan tergolong narkotika dan psikotropika tetapi menimbulkan ketagihan antara lain kopi, rokok, minuman keras, dan lain-lain.22 2. Jenis-Jenis Narkotika dan Penggolongan Narkotika a. Jenis-Jenis Narkotika Sebenarnya dalam dunia media istilah “narkotika” itu dimaksudkan hanya untuk opium dari tanaman papaver dan turunan-turunanya atau zat-zat sintetis pengganti opium saja. Dalam dunia ilmu pengetahuan dan ilmu hukum menjadi luas cakupannya, termasuk kokain dari tanaman koka dan bahan berasal dari tanaman ganja.23
20
Id.m.wikipedia.org/wiki/psikotropika Noverryana Saragih, Op.cit, hal 24 22 Id.m.wikipedia.org/wiki/zat_adiktif 23 Andi Hamzah, Surachman, Kejahatan Narkotika dan Psikotropika, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika,1994), hal 16 21
Universitas Sumatera Utara
Berikut adalah uraian dari jenis-jenis narkotika yang penting baik berasal dari tanaman maupun obat semi sintetis atau obat sintetis,antara lain:24 1) Tanaman candu (papaver somniferum) Sudah dikenal lama menghasilkan narkotika alami. Di sekitar abad keempat sebelum masehi diketahui tanaman ini tumbuh subur di kawasan mediterania. Selanjutnya tanaman candu atau poppy, dibudidayakan orang di Asia (Afganistan, Cina, India, Laos, Libanon, Myanmar, Pakistan, Turki),di Amerika (Meksiko) dan di Eropa (Hongaria). 2) Opium mentah Getah keluar jika buah candu yang bulat telur itu kena torehan. Getah tersebut jika ditampung dan kemudian dijemur akan menjadi opium mentah. Opium mentah itu merupakan bahan untuk membuat candu, yaitu opium masak yang diisap oleh para pemadat sejak dulu. Opium mentah adalah juga bahan untuk opium medis maupun opium masak untuk dunia kedokteran. 3) Morfin Alkaloida utama opium dari rumus kimia C7 H19 No3, merupakan obat ampuh penghilang rasa nyeri. Penjualanya dalam bentuk putih, tablet untuk disuntikan, atau cairan untuk disuntikan. Rasanya pahit, tidak berbau, warnannya semakin lama semakin kurang putih. Sekitar 4-21 persen morfin dapat dihasilkan dari opium. 4) Kodein
24
Ibid., hal 16
Universitas Sumatera Utara
Alkaloida opium yang lain yang diperoleh sekitar 0,7-2,5 persen dari opium mentah. Akan tetapi dewasa ini kodein biasanya dibuat dari morfin. Khasiatnya untuk penghilang rasa nyeri yang ringan-ringan yang dijual dalam bentuk tablet atau dicampur dengan aspirin. Ada juga kodein yang dibuat penghilang rasa nyeri untuk di suntikan. 5) Heroin
Bahan semisintetis yang diperoleh dari morfin dengan jalan mengubah susunan kimia opium. Lebih dari seratus tahun yang lalu heroin dibuat untuk pertama kali. Namun kalangan dokter tidak cepat menyadari, bahwa obat-obatan yang mengandung heroin itu kemungkinan dapat menimbulkan ketergantungan. Heroin murni itu berwarna putih bersih, terutama yang dihasilkan di Asia Tenggara, namun untuk pasaran gelap, heroin murni itu dicampur lagi dengan rupa-rupa zat pewarna dan makanan, misalnya cacao. 6) Tanaman Koka (Erythroxylon coca) Tanaman ini banyak tumbuh di Penggunungan Andes di Amerika Selatan merupakan sumber Alkaloida kokain. Bahan tersebut hanya diambil daundaunnya. Sudah sejak zaman prasejarah diketahui bahwa orang-orang India Inca yang menghuni kawasan itu senang mengunyah daun-daun koka. Dengan cara begitu mereka dapat menahan rasa lapar dengan daya tahan tumbuh tetap stabil. 7) Kokain Murni Dibuat pertama kali dalam dekade-dekade akhir abad yang lalu. Mula-mula dipakai sebagai obat pembius lokal untuk operasi mata, kemudian untuk operasi hidung dan tenggorokkan juga. Karena menimbulkan efek psikologis yang
Universitas Sumatera Utara
nikmat, akhirnya kokain murni disalahgunakan. Maka mulailah perdaganggan gelap kokain yang biasa dijual dalam bentuk tepung kristal keputih-putihan, dikenal sebagai cocain hydrochloride. Bahan ini mudah larut dalam air dan tanah panas. Belakangan, crack lebih disenangi oleh mereka yang ketagihan kokain.
8) Tanaman Ganja (cannabis sativa) Tanaman ini tumbuh liar di kawasan berhawa sedang dan terutama di kawasan tropika. Dibudidayakan orang, karena serat-serat batangnya kuat, bijinya enak untuk campuran makanan, minyaknya berguna untuk bahan pembuat cat. Disamping itu daunnya mengandung zat peransang, demikian juga damarnya yang banyak terdapat dalam bunga bagian atas. Sudah berabad-abad lamanya tanaman ganja digunakan untuk pengobatan tradisional. Selama 150 tahun Terakhir, malahan tanaman ini terdaftar dalam dunia medis barat karena mengandung bahan yang ampuh untuk mengobati pelbagai penyakit fisik maupun psikis. 9) Marihuana atau Mariyuana Sebutan ini lebih terkenal di Amerika dan Eropa untuk tanaman ganja dan bahanbahan yang dihasilkannya yang dapat menimbulkan efek psikis. Produk akhir mariyuana antara lain daun ganja kering yang keadaannya mirip daun tembakau sesudah dikeringkan. 10) Hashis
Hashis adalah ganja yang dibuat di timur tengah dari bahan cairan ganja yang mengandung banyak damar setelah dikeringkan. Warnanya coklat tua dan
Universitas Sumatera Utara
sesudah dicetak bentuknya bermacam-macam, ada yang seperti kue, ada yang gepeng, ada yang bundar-bundar dengan THC nya sekitar 3 persen. 11) Minyak Hashis
Dihasilkan dari pemrosesan bahan ganja yang berulang-ulang, sehingga menjadi cairan hitam yang mengandung THC sebanyak 20 persen. Oleh karena itu efeknya lebih kuat, dengan satu atau dua tetes saja sama dengan menghabiskan satu linting („joint”) rokok ganja. 12) Thebain
Thebain adalah narkotika alami. Walaupun susunan kimianya sama dengan morfin dan kodein yang bersasl dari tanaman candu (papaver somniferu), thebain yang dihasilkan dari papaver bracteatum, tanaman candu jenis lain.Lagi pula zat ini berpengaruh lebih sebagai stimulan, dari pada sebagai depressan. Biasanya thebain menjadi bahan campur untuk obat lain, seperti kodein, hidrokodon, oksikodon, dan nalokson. Di Indonesia pun thebain disamakan dengan narkotika. 13) Oksikodon Oksikodon merupakan obat semisintetis dari thebain, mirip dengan kodein, tapi lebih kuat dan lebih mudah menimbulkan ketagihan. Dicampur dengan aspirin, dapat dijual dalam bentuk untuk di telan karena khasiatnya lebih ampuh dari pada kalau disuntik. Akan tetapi para penyalahguna melarutkannya dalam air. Setelah zat yang tidak larut dibuang, kemudian larutannya disuntik melalui urat nadi. 14) Hydromorfon
Universitas Sumatera Utara
Hydromorfon adalah narkotika semisintetis, yang seperti heroin, berasal dari papaver somniferum, tetapi tidak memalui morfin dulu. Lebih keras delapan kali dari morfin, tetapi pengaruhnya lebih singkat dari pada morfin. Dijual dalam bentuk tablet dan dapat disuntik, juga dijual dalam bentuk cairan untuk disuntikan. Sangat digemari oleh penyalahguna. 15) Metadon Disintetiskan di Jerman dalam Perang Dunia II sebagai usaha mengatasi kekurangan morfin. Narkotika sintetis ini mempunyai kesamaan dengan morfin dan heroin dalam daya pengaruhnya. Di beberapa negara sampai sekarang digunakan juga untuk penyembuhan yang ketagihan narkotika. Akan tetapi dibeberapa kota metropolitan sering terjadi penyalahguna guna meninggalkan akibat kelebihan dosis metadon. 16) Anti Narkotika (Narcotic Antagonists) Obat sintetis ini dapat menimbulkan pengaruh narkotika dan dibuat dalam rangka mendapat obat penghilang rasa nyeri yang tidak menimbulkan ketagihan. Dalam perkembangan selanjutnya tak urung dicari dan digunakan oleh para penyalah guna. 17) Klorat Hidrat Klorat hidarat merupakan obat sintetis depresan, dibuat pertama kali dalam tahun 1862, untuk mengganti alkohol, opium, dan ganja sebagai obat penenang dan obat tidur. Sifatnya yang dapat menimbulkan toleransi dan ketagihan, demikian juga pengaruhnya, menyerupai alkohol. Kalau dicampur dengan minuman yang
Universitas Sumatera Utara
mengandung alkohol sering menimbulkan kasus-kasus keracunan. Kurang digemari, kecuali oleh penyalah guna yang telah berumur. 18) Barbiturates Barbiturates merupakan obat sintetis depresan yang paling banyak diberikan oleh para dokter. Tergantung dosisnya, pengaruh obat tidur ini ada empat jenis, yaitu obat tidur yang daya kerjanya sangat singkat, singkat, sedang, dan lama. Yang paling singkat, daya kerja pengaruhnya sedangkan menenangkan syaraf. Sedangkan yang paling lama, dapat menyebabkan tidur selama satu jam. Di Indonesia di kenal obat tidur luminal, termasuk jenis yang daya kerjanya lama. 19) Benzodiazepin Benzodiasepen adalah obat penenang dari jenis depresan sintetis. Di Indonesia yang terkenal adalah valium, daya kerjanya lambat tapi berlangsung lama. Obatobat penenang kelompok ini berkhasiat menghilangkan kegelisahan, ketegangan, otot-otot kaku; dan juga menenangkan. Pengguna berulang-ulang akan menimbulkan ketagihan dan kemungkinan terjadi kelebihan dosis. Untuk mendapatkan daya pengaruh maksimal, para penyalah guna mengkonsumsinya bersama obat lain, misalnya alkohol. 20) Ampetamin Ampetamin adalah obat stimulan sintetis yang mulai digunakan dalam dekade 30an untuk mengobati pasien yang terus-terusan mau tidur (narcolepsy). Di Eropa terkenal sebagai mandra, di Amerika Serikat obat ini dibuat di laboraturiumlaboraturium gelap, karena pemakaiannya dalam dunia media dikurangi.
Universitas Sumatera Utara
Dikalangan kedokteran sekarang digunakan terbatas untuk pengobatan narcolepsy dan untuk mengurangi kegemukan (obesitas).
21) Penmetrazin dan Metilpenidat Penmetrizin dan metilpendit merupakan obat-obatan stimulan sintetis untuk menghilangkan napsu makan dan penyakit pada anak kecil. Banyak disalahgunakan dan dapat menimbulkan komplikasi, akibat zat-zat yang tidak larut bila disuntikan ke dalam nadi, menimbulkan penyumbatan pembuluh darah dan kerusakan dan terutama pada paru-paru dan retina mata. 22) Anorektika Di Amerika Serikat dibuat untuk pengganti ampetamin. Obat-bat stimulan sintetis yang masuk dalam kelompok ini disebut anorectic drugs, sebagai penghilang nafsu makan. Walaupun tidak sekuat ampetamin, pengaruhnya mirip ampetamin demikian juga sifat ketagihannya. Merupakan kekecualian adalah fenfluramin ; dapat menenangkan dengan sedikit dosis saja. 23) LSD (lysergic Acid Diethylamide) popularitasnya
di
Amerika
Serikat
memuncak
di
tahun-tahun
60-an,
penyalahgunaannya meningkat kembali di akhir 70-an. Obat halusinogen alami ini dihasilkan dari lysergic acid yang diambil dari jamur-jamur gandum hitam. Ada beberapa kasus bunuh diri selagi dipengaruhi obat ini akibat halusinasinya dan pengaruhnya yang hebat. Sementara itu pada penyakit gangguan jiwa tidak jarang terlihat pengaruh yang mirip dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh LSD. Oleh karena itu LSD digunakan juga untuk penelitian penyakit jiwa.
Universitas Sumatera Utara
24) PCP (Pensiklidin) Pensiklidin merupakan obat halusinogen lainya yang karena efek sampingnya sangat berbahaya, tidak lagi digunakan untuk mengobati manusia. PCP murni berbentuk bubuk kristal putih, dan sering dikelirukan dipasaran gelap sebagai LSD atau THC. Pengaruh yang ditimbulkannya bermacam-macam, dari kekeluan, gagap bicara, perasaan mendapat kekuatan besar, hingga ke pendengaran khayali, kegelisahan yang akut, paranoia dan sikap permusuhan. Tidak jarang melakukan kekerasan dan gerakan-gerakan yang di luar pengendalian diri. 25) Meperidin (petidin) Petidin adalah narkotika sintetis yang pertama kali dibuat orang. Walaupun susunan kimianya berbeda dengan morfin, kasiat dan pengaruhnya sama, yaitu menghilangkan rasa nyeri. Para penyalah guna banyak menggunakan obat ini, tapi lebih senang menyuntikkan. Kelebihan dosis dapat menimbulkan kejangkejang atau kematian. b. Penggolongan Narkotika Dari pembahasan jenis-jenis narkotika di atas maka narkotika dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan. Penggolongan narkotika diatur pada Pasal 6 Ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Narkotika sebagaimana dimaksud digolongkan ke dalam : 1. Narkotika Golongan I 2. Narkotika Golongan II 3. Narkotika Golongan III
Universitas Sumatera Utara
Pada pasal 6 Ayat (1) bagian penjelasan UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika membahas ketentuan yang di maksud penggolongan narkotika, adalah sebagai berikut : a)
Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat di gunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
b) Narkotika Golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. c)
Narkotika Golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Jenis-jenis narkotika dapat dimasukkan ke dalam 3 (tiga) penggolongan
narkotika, yaitu :25 a)
Golongan narkotika (Golongan I) ; seperti opium, morphin, heroin, dan lain-lain
b) Golongan psikotropika (Golongan II) ; seperti ganja, ectacy, shabu-shabu, hashis, dan lain-lain c)
Golongan zat adiktif lain (Golongan III) ; sperti beer, wine, whisky, vodka, dan lain-lain
3.
Pengertian Kurir
25
Moh. Taufik makarao,Suhasril dan H. Moh. Zakky,”Tindak Pidana Narkotika, (Jakarta : Ghalia Indonesia,2003), hal 27
Universitas Sumatera Utara
Pengertian kurir dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah utusan yang menyampaikan sesuatu yang penting dengan cepat. Dalam tulisan ini kurir yang dimaksud adalah orang yang mengantar atau menjemput narkotika untuk diserahkan kepada seseorang atau suatu tempat. Dalam artikel BNN amankan kurir narkoba asal Pakistan, antara lain dikatakan bahwa kurir asal Pakistan melakukan transaksi narkotika dengan cara menerima tas berisi narkoba dari seseorang di luar Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, Tanggerang dan menyerahkan kepada kurir lainnya. Pria asal Pakistan tersebut menjalankan profesi sebagai kurir narkotika bersama dua orang Warga Negara Indonesia (WNI) lainnya. Profesi sebagai kurir tersebut dikatakan juga sebagai perantara peredaran narkoba. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kurir narkotika bisa juga dikatakan sebagai perantara atau calo dalam transaksi narkotika. Misalnya, untuk perantara dalam transaksi narkotika golongan I, terhadap pelakunya dapat diancam sesuai Pasal 114 ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) yang berbunyi : setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).26
26
M.hukumonline.com/klinik/detail/lt52f93ee68a431/perlindungan-hukum-bagi-anak-yangdijadikan-kurir-narkotika (diakses tanggal 23 april 2015)
Universitas Sumatera Utara
Dalam Pasal 114 Ayat (1)
unsur “menjadi perantara dalam jual beli”, ini
dapat dipersamakan dengan istilah kurir. Sebagai penghubung antara penjual dan pembeli dan atas tindakannya tersebut mendapatkan jasa/keuntungan. Jika seseorang menghubungkan antara penjual dan pembeli kemudian orang tersebut mendapat barang barupa narkotika sudah dapat digolongkan sebagai perantara dalam jual beli, oleh karena itu jasa atau keuntungan disini dapat berupa uang atau barang atau bahkan fasilitas. Jasa atau keuntungan merupakan faktor yang penting, tanpa jasa ataupun keuntungan yang diperoleh maka tidak dapat disebut sebagai perantara dalam jual beli. Jika seseorang telah mempertemukan penjual dengan pembeli, tetapi tidak mendapatkan jasa atau keuntungan, maka orang tersebut bukanlah bertindak sebagai perantara dalam jual beli, akan tetapi sebagai penghubung dan tindak pidana yang dikenakan setidaktidaknya dijuntokan dengan Pasal 132 tentang Percobaan atau Pemufakatan Jahat, apakah dalam rangka membeli atau menjual dan sebagainya. Perantara berbeda dengan pengantar.27 4. Pengertian Tindak Pidana dan Sanksi Pidana a.
Pengertian Tindak Pidana Stafbaar feit, adalah istilah Belanda yang dalam bahasa Indonesia
diterjemahkan dengan berbagai istilah, karena pemerintah tidak menetapkan terjemahan resmi atas istilah Belanda tersebut. Oleh karena itu, timbullah pandangan yang bervariasi dalam bahasa Indonesia sebagai pandanan dari istilah “stafbaar feit’”, seperti: “perbuatan pidana”, “peristiwa pidana”, “tindak pidana”, “perbuatan yang 27
AR. Sujono, Bony Daniel,”Komentar dan Pembahasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.”( Jakarta : Sinar Grafika, 2011), hal 257
Universitas Sumatera Utara
dapat dihukum” dan lain sebagainya. Untuk menghindari perbedaan persepsi atas padanan dari istilah “strafbaar feit” yang sangat bervariasi dari penggunaan istilah yang berbeda tersebut, kiranya dimasa yang akan datang perlu menggunakan istilah yang baku, paling tidak dalam produk peraturan perundang-undangan.28 Muljanto mengatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang olehsuatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.29 Simons menerangkan bahwa strafbaar feit adalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana,yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab.30 Van Hamel merumuskan strafbaar feit sebagai kelakuan orang (menselijke gedraging) yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana (strafwaarding) dan dilakukan dengan kesalahan.31 Jika melihat pengertian-pengertian ini, maka di situ dalam pokoknya ternyata:32
28
I Made Widnyana.” Asas-Asas Hukum Pidana.” (Jakarta: Fikahati Aneska, 2010), hal 32-
33 29
Ibid.,hal 34 Ibid., hal.34 31 Ibid., hal 35 32 Ibid., hal.35 30
Universitas Sumatera Utara
1. Bahwa feit dalam strafbaar feit berarti handeling kelakuan atau tingkah laku 2. Bahwa pengertian strafbaar feit dihubungakn dengan kesalahan orang yang mengadakan kelakuan tadi. Terhadap perbuatan Tindak Pidana dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu kejahatan dan pelanggaran, sesuai menurut buku “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana”/KUHP. Yaitu yang terdapat pada buku II dan buku III yang memuat perincian berbagai jenis tindak pidana. Tujuannya adalah guna melindungi kepentingan hukum yang dilanggar, kepentingan hukum pada dasarnya dapat dirinci dalam tiga jenis, yaitu antara lain : (a) kepentingan hukum perorangan, (b) kepentingan hukum masyarakat, (c) kepentingan hukum negara.33 Dalam sistematika KUHP perlu diperjelas tentang perbedaan antara kejahatan (misdrijiven) pasal 104 s.d. 488 dengan pelanggaran (overtredingen) pasal 498 s.d. 569. “kejahatan menunjuk pada suatu perbuatan, yang menurut nilai-nilai kemasyarakatan dianggap sebagai perbuatan tercela, meskipun tidak diatur secara tertulis dalam ketentuan undang-undang. Oleh karenannya disebut dengan Rechtsdelicten. Sedangkan pelanggaran menunjukan pada perbuatan yang oleh masyarakat bukan sebagai perbuatan tercela. Diangkatnya sebagai perbuatan pidana karena
ditentukan
oleh
undang-undang.
Oleh
karenannya
disebut
sebagai
wetsdelicten”. 34 b. Pengertian Sanksi Pidana Sanksi merupakan hal yang sentral dalam hukum pidana karena sering kali menggambarkan nilai-nilai sosial budaya bangsa. Artinya, pidana mengandung tata 33 34
Moh. Taufik makarao,Suhasril, H. Moh. Zakky, Op.cit., hal 41 Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
nilai (value) dalam suatu masyarakat mengenai apa yang baik dan tidak baik, apa yang bermoral dan apa yang amoral serta apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang. Meskipun tata nilai itu sendiri ada yang bersifat universal dan abadi, tetapi dari zaman ke zaman ia juga dapat bersifat dinamis.35 Pada`mulanya sanksi pidana menganut single track system, yakni jenis sanksi pidana saja sebagai representasi melekatnya pengaruh aliran klasik dalam hukum pidana. Aliran ini berpaham indeterminisme mengenai kebebasan kehendak manusia yang menekankan kepada perbuatan pelaku kejahatan sehingga dikehendakilah hukum pidana perbuatan (daad-strafrecht). Karenanya, sistem pidana dan pemidanaan aliran klasik ini sangat membatasi kebebasan hakim dalam menetapkan jenis sanksi dengan berbagai bentuknya.36 Pengaruh perkembangan kesadaran hukum masyarakat memunculkan aliran neo-klasik yang menitikberatkankonsepsinya kepada kebebasan kehendak manusia. Pada sekitar tahun 1810 mulai mempertimbangkan kebutuhan adanya pembinaan individual terhadap pelaku tindak pidana. Aliran neo-klasik memberikan kekuasaan kepada hakim untuk menetapkan pidana penjara antara batas minimum dan maksimum yang ditentukan dalam undang-undang.
Dengan demikian sistem the
definite sentence ditinggalkan dan beralih kepada sistem the indefinite sentence.37 Bermuara dari konsepsi-konsepsi kedua aliran hukum tersebut, lahirlah ide individualisasi pidana. Sebagai konsekunsi ide dari individualisasi pidana, maka sistem pemidanaan dalam hukum pidana modern juga berorientasi kepada pelaku dan
35
Sholehuddin, “Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana.” (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal 55 36 Ibid,. hal 57 37 Ibid.,hal.57
Universitas Sumatera Utara
perbuatan (daad-dader straafrecht) sehingga jenis sanksi yang ditetapkan tidak hanya meliputi sanksi pidana, tetapi juga sanksi tindakan yang relatif lebih bermuatan pendidikan dari pada penderitaan. Disamping keberadaannya telah menjadi kecenderungan internasional, sistem pemidanaan yang bertolak dari ide individualisasi pidana ini merupakan hal yang harus diperhatikan sehubung dengan pendekatan humanistik dalam penggunaan sanksi pidana untuk tujuan perlindungan masyarakat (sosial defence). Hal ini tersurat dalam tujuan umum kebijakan kriminal yaitu perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare).38 Sanksi pidana sesungguhnya bersifat reaktif terhadap suatu perbuatan. Fokus sanksi pidana tertuju pada perbuatan salah seseorang lewat pengenaan penderitaan (agar yang bersangkutan menjadi jera). Sanksi pidana lebih menekankan unsur pembalasan. Ia merupakan penderitaan yang sengaja dibebankan kepada seorang pelanggar. Sanksi pidana bertujuan memberi penderitaan istimewa (bijzonder leed) kepada pelanggar supaya ia merasakan akibat perbuatannya. Dengan demikian sanksi pidana berorientasi pada ide pengenaan sanksi terhadap pelaku suatu perbuatan.39 Ide dasar sanksi pidana yakni filsafat indeterminisme sebagai sumber ide sanksi pidana. Sebagaimana diketahui asumsi dasar filsafat indeterminisme adalah bahwa sejatinya manusia memiliki kehendak bebas, termasuk ketika ia melakukan kejahatan. Karena sebagai konsekuensi pilihan bebasnya, maka setiap pemidanaan harus diarahkan pada pencelaan moral dan pengenaan penderitaan bagi pelaku.40
38
Ibid., hal 58 Ibid., hal 32 40 Ibid., hal 33 39
Universitas Sumatera Utara
F. Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan Penelitian ini mempergunakan pendekatan Yuridis Empiris. Dimana metode pendekatan Yuridis dalam penelitian ini yaitu dengan meneliti bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi Buku-buku serta Norma-norma Hukum yang terdapat pada peraturan Perundang-undangan, Asas-asas Hukum, Kaedah Hukum, dan Sistematika Hukum serta mengkaji ketentuan Perundang-undangan, dan bahan-bahan hukum lainya.41 Pendekatan Empiris yaitu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan empiris tentang hubungan hukum terhadap masyarakat, yang dilakukan dengan cara mendekati masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang nyata atau sesuai dengan kehidupan yang nyata dalam masyarakat dan dihubungkan pada analisis terhadap peraturan Perundang-undangan. .42 2. Data dan Sumber Data Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer, dimana adapun yang dimaksud dengan data primer adalah data yang diperoleh dari sumber yang pertama seperti wawancara kepada pegawai di BNN Sumut , sedangkan data sekunder adalah data yang tidak diperoleh dari seumber yang pertama, melainkan data yang diperoleh dari bahan pustaka. Seperti data yang diperolah dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian laporan, buku
41
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Bayu Media Publishing, 2005), hlm.29. 42 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm.42
Universitas Sumatera Utara
harian, surat kabar, makalah, dan lain sebagainya.43 Di dalam penulisan data sekunder yang digunakan berupa : a. Bahan hukum primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat atau yang menbuat orang taat pada hukum seperti peraturan perundang-undangan, dan putusan hakim.44 Bahan hukum yang digunakan penulis yaitu UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika, UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU No.5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder diartikan sebagai bahan hukum yang tidak mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer yang merupakan hasil olahan pendapat atau pikiran para pakar atau ahli yang mempelajari suatu bidang tertentu secara khusus yang akan memberikan suatu petunjuk kemana penelitian akan mengarah.45 Bahan hukum sekunder penelitian ini berupa buku-buku, jurnal, skripsi, Tesis, artikel, internet dan studi putusan yang di peroleh dari Pengadilan Negeri Kebumen, Provinsi Jawa Tengah yang berkaitan dengan narkotika dan kurir narkotika. c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan pemahaman dan
43
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI-Press,1986), hal.51 https://lawmetha.wordpress.com/2011/05/19/metode-penelitian-hukum-nomatif/ 45 Ibid., 44
Universitas Sumatera Utara
pengertian atas bahan hukum lainnya.46 Bahan hukum yang tersier dari penelitian ini yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum. 4. Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data dari penulisan ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan pemahaman yang selanjutnya akan di masukkan dalam penelitian ini berupa teori-teori, doktrin, karya ilmiah, peraturan perundang-undangan dan lainya, yang berkaitan dengan penelitian ini, selain itu metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini juga menggunakan penelitian lapangan (field research) untuk mendapatkan pemahaman bagaimana penerapan hukum tersebut dalam lingkungan masayarakat, yang dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap Pegawai-pegawai BNN Sumut
5. Analisis Data Bahan sekunder yang telah diperoleh yang selanjutnya akan dianalisis secara kualitatif sebagai bahan masukan untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini.
F. Sistematika Penulisan Penulisan di harapkan dapat bermanfaat bagi pembaca yang di buat dengan terperinci dan sistematis agar para pembaca mudah dan dapat memahami maknanya. Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan satu dengan yang lain, dapat dilihat sebagai berikut : 46
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
BAB I
:
Pendahuluan Pendahuluan memuat mengenai gambaran umum penelitian skripsi yang terdiri dari latar belakan, permasalahan, tujuan dan pemanfaatan tulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
:
Pengaturan mengenai narkotika berdasarkan UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika Disini dibahas mengenai perkembangan lahirnya undangundang tentang narkotika, penggolongan narkotika, upaya pencegahan dan pemberantasan narkotika, dan proses dari penyidikan sampai di sidang Pengadilan
BAB III
:
Kendala-kendala dalam pemberantasan tindak pidana narkotika di Indonesia Bab ini membahas tentang kendala-kendala pemberantasan tindak pidana narkotika di Indonesia, dimana selanjutnya terbagi lagi ke dalam beberapa sub bab yaitu sub bab mengenai Kendala-kendala Umum yang Terjadi Dalam Pemberantasan Narkotika di Indonesia Sejak Lahirnya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, dan sub bab mengenai Kendala dalam pemeberantasan kurir narkotika.
BAB IV
:
Penerapan
Sanksi
Pidana
Terhadap
Kurir
Narkotika
Berdasarkan UU No. 35 Tahun 2009 (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kabumen Nomor. 139/Pid.B/2010/ PNKbm)
Universitas Sumatera Utara
Bab ini membahas tentang sanksi bagi kurir narkotika berdasarkan UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika, kedudukan kurir anak dalam tindak pidana narkotika, serta membahas
mengenai
analisis
putusan
pengadila
negeri
Kebumen nomor 139/Pid.B/2010/PNKbm. BAB V
:
Kesimpulan dan saran Bab ini merupakan hasil pembahasan dari keseluruhan skripsi ini yang dibuat dalam bentuk kesimpulan yang disertai saransaran dari penulis
Universitas Sumatera Utara