BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi atau turun temurun. Budaya terbentuk dari berbagai macam unsur-unsur, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Sedangkan kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia. Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat diseluruh daerah, terutama di Indonesia. Setiap daerah memiliki ciri khas kebudayaan yang berbeda. Salah satu budaya daerah yang tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat adalah budaya Jawa. Budaya Jawa adalah kebudayaan yang dianut masyarakat Jawa yang selalu mengutamakan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian. Pusat dari kebudaya jawa merupakan dua daerah luas bekas kerajaan Mataram sebelum terpecah pada tahun 1755, yaitu Yogyakarta dan Surakarta (Koentjaraningrat, 2010:37). Budaya Jawa terbentuk dari berbagai unsur-unsur budaya, salah satunya adalah sistem religi. Dalam religi orang Jawa tidak hanya beragama Islam saja melainkan yang bukan islam juga ada, yaitu orang-
1
orang yang beragama Khatolik, Protestan, Budha, dan Hindu. Tetapi penganutnya sangat kecil jumlahnya dibandingkan dengan masyarakat yang menganut agama islam. Meskipun sebagian besar masyarakat Jawa beragama Islam, tetapi tumpuan utama agama islam masih berpikir Kejawen. Sang Pencerah adalah salah satu film yang menyisipkan nilai-nilai budaya. Sang Pencerah merupakan film drama tahun 2010 yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo. Film ini mengambil latar belakang kebudayaan jawa dan menyisipkan berbagai unsur-unsur budaya Jawa dimana peran utama yang diangkat berdasarkan kisah nyata tentang pendiri Muhammadiyah yaitu Ahmad Dahlan. Film merupakan salah satu bentuk media massa berupa media elektronik yang memiliki tampilan audio visual. Jika dilihat dari segi material film berbentuk pita seluloid, atau piringan cakram, dimana berisikan susunan gambar baik berupa gambar hitam putih ataupun berwarna dan memiliki suara atau audio. Di dalam Undang-undang No. 8 tahun 1992 tentang perfilman, film diartikan sebagai karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid. Dalam film masyarakat diberikan berbagai macam gambaran
tentang
realita kehidupan. Tidak hanya sebagai sarana untuk menghibur saja, melainkan juga untuk memberikan penerangan dan pendidikan. Film juga
2
digunakan sebagai mediasi untuk memberikan penjelasan tentang segala aspek kehidupan sosial lewat pesan-pesan yang disampaikan didalamnya. Film mampu memasuki berbagai aspek kehidupan. Mulai dari aspek sosial, budaya, pendidikan, agama, politik, dan ekonomi sebagai suatu rangkaian cerita yang utuh, yang di dalamnya terdapat aspek dramatisasi dan sinematografi, sehingga penonton dapat larut dan merasakan situasi baik yang bersifat menyenangkan, menyedihkan, bahkan situasi emosional yang terdapat dalam tampilan sebuah film. Film dapat berpengaruh terhadap prilaku social dan pola berpikir dalam suatu masyarakat sesuai dengan pesan dan tema yang disampaikan dari sebuah film tersebut. Karena dalam pembuatan sebuah film pasti ada suatu pesan yang ingin disampaikan oleh filmmaker kepada masyarakat luas, baik berupa pesan moral ataupun kritik sosial yang bersifat verbal maupun non verbal sesuai dengan jenis film yang di ciptakan oleh para pembuatnya. Pada saat ini banyak para sineas muda di indonesia yang bermunculan dan berlomba-lomba untuk membuat sebuah film dengan berbagai macam tema dan cerita mulai dari persahabatan, horor, dan lainlain yang sedikit dibumbui dengan adegan porno dan seks. Tema dan cerita seperti ini sangat tidak mendidik, justru akan menghancurkan generasi-generasi muda yang akan datang. Tetapi tidak semua sineas menyuguhkan tema-tema dan menampilkan cerita seperti uraian diatas. Masih ada beberapa sineas yang selalu membuat film yang berkualitas
3
dengan menampilkan tema-tema dan cerita yang menarik dengan berbagai macam tema-tema yang diangkat dengan menyisipkan nilai-nilai moral, sosial, budaya, hingga nilai agama. Film Sang Pencerah merupakan salah satu film karya Hanung Bramantyo yang menyajikan cerita yang didalamnya menyampaikan pesan-pesan tentang religi, budaya, sosial. Film ini menjadikan sejarah sebagai pelajaran pada masa kini tentang arti toleransi dan bekerjasama dengan yang berbeda keyakinan, kekerasan berbalut agama, dan semangat perubahan yang kurang. Sang Pencerah mengungkapkan sosok pahlawan nasional (Ahmad Dahlan) itu dari sisi yang tidak banyak diketahui publik. Selain mendirikan organisasi Islam Muhammadiyah, Ahmad Dahlan yang mempunyai pendirian tegas juga dimunculkan sebagai pembaharu Islam di Indonesia. Ia memperkenalkan wajah Islam yang modern, terbuka, serta rasional. Dimana sebelumnya kepercayaan di jawa terkenal dengan sebutan kepercayaan kejawen atau mencampurkan dengan tradisi-tradisi kuno. Dari pembahasan film Sang Pencerah peneliti tertarik untuk mengangkat film ini dari latar belakang kebudayaan Jawa yaitu mengenai agama Islam kejawen. Film tersebut digambarkan bagaimana perjuangan Ahmad Dahlan menegakkan Islam ditengah kultur budaya Jawa yang banyak sekali perbedaannya dengan ajaran Islam. Budaya Jawa terutama dibawah kekuasaan Kraton Yogyakarta banyak sekali terjadi Akulturasi
4
budaya Hindu dengan Islam yang terkenal dengan kejawen dan abangannya. Acara-acara yang bersifat keagamaan dari islam tetapi kontennya tidak lain adalah keyakinan-keyakinan dari agama lain termasuk kejawen. Kondisi ini yang coba di lawan oleh Ahmad Dahlan dengan mengembalikan Islam yang sesungguhnya. Islam yang tidak tercampur dengan pemahaman yang lain , yang dikenal dengan perjuangan melawan Tahayul (tahlilan,apeman), Bid’ah (pohon kramat, makam), Khurafat (jimat, ilmu kebal). Film Sang Pencerah banyak menyisipkan berbagai pesan-pesan verbal dan non verbal
berupa bentuk-bentuk atau simbol dari Islam
kejawen. Unsur-unsur Islam berusaha ditanamkan dalam budaya Jawa semacam pertunjukan wayang kulit, lagu-lagu dolanan anak, ular-ular, cerita kuno, hingga upacara tradisi yang dikembangkan. Film ini membangun kesadaran kepada generasi-generasi muda bahwa pentinganya mempelajari suatu kebudayaan yang ada dan melestarikan sebagai kebudayaan bangsa, dimana ada sisi positif dan negatif dari suatu ajaran kebudayaan tertentu yang dapat dipelajari. Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin melakukan penelitian dengan menggunakan analisis isi. Dimana menurut Budd analisis isi adalah suatu teknik sistematis untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan atau suatu alat untuk mengobservasikan dan menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih (Kriyanto, 2010:232). Dengan demikian, peneliti bermaksud untuk
5
melakukan penelitian dengan judul Islam Kejawen dalam Film (Analisis Isi Film Sang Pencerah karya Hanung Bramantyo). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apa saja bentuk-bentuk Islam kejawen yang muncul dalam film Sang Pencerah? 2. Berapa banyak frekuensi kemunculan bentuk-bentuk Islam Kejawen dalam film Sang Pencerah? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari peneliti adalah: 1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk Islam kejawen yang muncul dalam film Sang Pencerah? 2. Untuk mengetahui berapa banyak frekuensi kemunculan bentukbentuk Islam Kejawen dalam film Sang Pencerah? D. Kegunaan Penelitian 1. Secara akademis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti serta menambah referensi dan informasi bagi peneliti-peneliti lain khususnya pada mahasiswa Ilmu Komunikasi konsentrasi Audio Visual agar mengetahui nilai-nilai kehidupan terutama dari segi aspek budaya melalui sebuah film.
6
2. Secara praktis Melalui penelitian ini penulis berharap dapat memberikan informasi berkenaan dengan analisis isi terhadap sebuah film. Serta mampu memberikan masukan kepada para pembuat film (filmmaker) untuk terus menggali ide kreatifnya demi menyajikan film yang berkualitas dan pesan yang disampaikan dapat diterima penikmat film dengan jelas. E. Kajian Pustaka 1. Film Sebagai Komunikasi Massa Media komunikasi ialah semua sarana yang dipergunakan untuk
memproduksi,
mereproduksi,
mendistribusikan
atau
menyebarkan dan menyampaikan informasi. Media komunikasi sangat diperlukan dalam interaksi manusia di masyarakat, oleh karena media komunikasi dapat mempermudah penyampaian pesan, mengatasi hambatan-hambatan komunikasi baik dari segi ruang maupun waktu. Salah satu media komunikasi yang familiar di kalangan masyarakat adalah film. Film merupakan salah satu bentuk media massa berupa media elektronik yang memiliki tampilan audio visual. Media audio visual ialah media komunikasi yang dapat dilihat sekaligus didengar, jadi untuk mengakses informasi yang disampaikan, digunakan indera penglihatan dan pendengaran sekaligus (Aw, 2010:227-228).
7
Dalam film masyarakat diberikan berbagai macam gambaran tentang realita kehidupan. Tidak hanya sebagai sarana untuk menghibur saja, melainkan juga untuk memberikan penerangan dan pendidikan. Film juga digunakan sebagai mediasi untuk memberikan penjelasan tentang segala aspek kehidupan sosial lewat pesan-pesan yang disampaikan didalamnya. 2.
Film Film merupakan salah satu bentuk media massa berupa media elektronik yang memiliki tampilan audio visual. Di dalam Undangundang No. 8 tahun 1992 tentang perfilman, film diartikan sebagai karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid. a. Unsur- Unsur pembentukan Film Setiap kali membicarakan tentang film, secara umum akan bersinggungan dengan unsur-unsur pembentukan film. Film dapat dibagi menjadi dua unsur yakni unsur naratif dan unsur sinematik. Unsur naratif adalah bahan (materi) yang akan diolah, sementara unsur sinematik adalah cara (gaya) untuk mengelolahnya. Dalam film cerita, unsur naratif adalah perlakuan terhadap cerita filmnya. Sementara unsur sinematik adalah merupakan aspek-aspek teknis pembentuk film. Unsur sinematik terbagi menjadi elemen pokok, yakni:
8
(1) Mise-en-scene adalah segala hal yang berada didepan kamera. Dalam Mise-en-scene memiliki empat elemen pokok, yakni: setting atau latar, tata cahaya, kostum dan make-up, akting dan pergerakan pemain. (2) Sinematografi adalah perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta hubungan kamera dengan objek yang diambil. (3) Editing adalah transisi sebuah gambar (shot) ke gambar lainnya. (4) Suara adalah segala hal dalam film yang mampu ditangkap melalui indera pendengaran (Pratista, 2008:1-2). b. Jenis-jenis Film Secara umum film dapat dibagi menjadi tiga jenis, yakni : (1) Film Dokumenter (fakta dan nyata) Film
dokumenter
adalah
penyajian
fakta.
Film
ini
berhubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa dan lokasi yang nyata. Film dokumenter merekam peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi dan otentik. Struktur umumnya didasarkan oleh tema atau argumen dari sineasnya. Struktur bertuturnya film dokumenter umumnya sangat sederhana dengan tujuan agar memudahkan penonton untuk memahami dan mempercayai fakta-fakta yang disajikan. (2) Film Fiksi Film fiksi terikat oleh plot. Dari sisi cerita, film fiksi menggunakan cerita rekaan diluar kejadian nyata serta memiliki
9
konsep pengadeganan yang telah dirancang sejak awal. Struktur cerita film juga terikat hukum kausalitas. Cerita biasanya juga memiliki karakter protagonis dan antagonis, masalah dan konflik, penutupan serta pola pengembangan cerita yang jelas. Manajemen produksinya juga legih komplek karena biasanya menggunakan pemain dan kru dalam jumlah yang besar. (3) Film eksperimental Film Eksperimental adalah film yang tidak memiliki plot namun tetap memiliki struktur. Strukturnya sangat dipengaruhi oleh insting subyektif sineas seperti gagasan, ide, emosi, serta pengalaman batin. Film-film eksperimental biasanya berbentuk abstrak dan tidak mudah dipahami (Pratista, 2008:4-8). 3.
kebudayaan Sebelum membahas tentang pemahaman mengenai kebudayaan,
terlebih
dahulu
mengetahui
perbedaan
pengertian
budaya
dan
kebudayaan. Dalam KUBI (Kamus Umum Bahasa Indonesia) dijelaskan istilah „budaya‟ dapat diartikan sebagai: 1) pikiran; akal budi; 2) berbudaya: mempunyai budaya, mempunyai pikiran dan akal budi untuk memajukan diri. Sedangkan istilah „kebudayaan‟ diartikan: 1) segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia sebagai hasil pemikiran akal dan budinya; 2) peradaban sebagai hasil akal budi manusia; 3) ilmu pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang dimanfaatkan untuk kehidupanya dan memberi manfaat kepadanya.
10
Menurut Koentjaraningrat “kebudayaan” berasal dar bahasa sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari „buddhi‟ yang berarti budi atau akal. Dengan demikian, kata „kebudayaan‟ dapat diartikan sebagai „hal-hal yang bersangkutan dengan akal‟ (Sujarwa, 2010:27-28). Disisi lain kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan simbol, pemaknaan, penggambaran, struktur aturan, kebiasaan, nilai, pemrosesan informasi dan pengalihan pola-pola konvensi pikiran, perkataan dan perbuatan atau tindakan yang dibagikan diantara para anggota suatu sistem sosial dan kelompok dalam suatu masyarakat. Kebudayaan dihasilkan oleh suatu perasaan komintmen yang dibangun oleh keseluruhan sistem sosial karena keintiman hubungan timbal balik, kesetiakawanan,
keramahtamahan,
kekeluargaan
dalam
seluruh
masyarakat (Liliweri, 2001:4). a.
Komponen-Komponen Kebudayaan kesamaan yang mendorong pembentukan kebudayaan suatu
kelompok sering disebut dengan komponen budaya. Komponen budaya yang paling penting , yaitu: (1) pandangan hidup, kosmologi dan ontologi; (2) bahasa dan simbol sistem; (3) skema kognitif; (4) kepercayaan atau sikap dan nilai; (5) konsep tentang waktu; (6) konsep tentang jarak dan ruang; (7) agama atau mitos dan bentuk-bentuk ekspresi; dan (8) hubungan sosial dan jaringan komunikasi. (1) Pandangan hidup, Kosmologi dan Otologi
11
Dalam setiap kebudayaan selalu ada pandangan hidup, kosmologi dan otologi. Ketiga komponen tersebut seolah-olah hanya bisa diterima namun tidak dapat dipahami atau dimengerti. Setiap studi antar budaya selalu berusaha menggambarkan dan menerangkan
perbedaan-perbedaan
tiga
faktor
itu
dalam
kebudayaan masing-masing. Sebagai contoh dalam setiap struktur individu selalu terbentuk hierakri ontologi yang mengakui: (1) ada wujud tertinggi; (2) bersifat superanatural; (3) ada norma yang mengatur masalah kemanusiaan; (4) ada bentuk-bentuk rendah kehidupan; (5) ada objek-objek bukan manusia; dan (6) ada lingkungan alam. Persepsi manusia tentang relasi individu dengan unsur-unsur tersebut tersusun pada suatu hirarki berdasarkan atas kepentingan terhadap unsur itu, yakni kepercayaan, sikap, dan nilai. Tiga unsur ini selalu dikenal dalam setiap uraian tentang ontologi-kebudayaan. (2) Bahasa, Simbol, Sistem Sebagian
besar
ahli
antropologi
dan
sosiologi
mengemukakan kebudayaan ditandai oleh bahasa. Kebudayaan tanpa bahasa adalah kebudayaan tak beradab. Bahasa menentukan ciri kebudayaan, dari bahasa diketahui derajat kebudayaan suatu suku bangsa. Bahasa tidak bisa dilepaskan dari suatu simbol dan sign (tanda). Ketika bicara mengenai tanda maka akan bicara tentang cara memberi makna terhadap objek.
Tanda diartikan
12
dengan cara konotatif dan simbol dengan cara denotatif. Begitu penting simbol dan tanda, maka kata para ahli linguistik, ketika manusia berhenti bermain dengan tanda, maka disana dimulai bahasa terbentuk dengan kata-kata. Setiap kebudayaan menjadikan bahasa sebagai media untuk menyatakan prinsip-prinsip ajaran, nilai dan norma budaya kepada para pendukungnya. Bahasa merupakan mediasi pikiran, perkataan, dan perbuatan. (3) Skema Kognitif Skema kognitif dapat diartikan dengan sistem konsepkonsep kognitif yang dimiliki oleh individu atau sekelompok orang terhadap
objek
tertentu.
Setiap
kebudayaan
mengajarkan
anggotanya skema kognitif atau yang sering disebut peta pandangan terhadap objek. Skema tersebut merupakan pola-pola skematis
dari
bentuk
interpretasi,
pengorganisasian
dan
penggolongan atas data tentang dunia luar. skema mempengaruhi keputusan individu untuk menentukan prioritas fungsi objek berdasarkan waktu dan tempat. (4) Kepercayaan, Sikap dan Nilai (a) Kepercayaan Kepercayaan dibagi atas lima tingkatan: 1) Kepercayaan primitif tanpa syarat, kepercayaan ini merupakan inti dari seluruh sistem pengalaman langsung
13
manusia. Kepercayaan yang diperoleh dari kelompok inti yang dekat dengan sekitar. Kepercayaan ini berkaitan dengan objek yang langsung dialami manusia, apalagi peristiwa itu diyakini oleh seseorang yang patut dipercayai tanpa syarat. Jenis kepercayaan ini tidak akan berubah. 2) Kepercayaan primitif dengan konsensus nol, kepercayaan yang dipelajari manusia dengan pengalaman langsung, namum pengalaman tersebut sangat pribadi sehingga manusia tersebut tidak dapat menjelaskan lagi. Jenis kepercayaan ini sifatnya bisa berubah. 3) Kepercayaan otoritas, jenis kepercayaan ini sangat kontorversial karena tergantung dengan siapa manusia berhubungan dan membagi informasi, atau dari sumber mana suatu informasi dapat diperoleh. Jenis kepercayaan ini bisa berubah jika ada persuasi lain yang menerpa. 4) Kepercayaan perolehan, kepercayaan yang diperoleh dari pertukaran dan komunikasi dengan sumber-sumber tertentu atau orang lain yang dianggap patut dipercayai., lebih ahli dan lebih tahu dalam bidang tersebut. Kepercayaan ini mudah berubah-ubah jika ada sumber lain yang lebih terpercaya. 5) Kepercayaan ngawur, kepercayaan ini perkaitan dengan preferensi individu dan perasaan yang relatif muda tatkala
14
memperoleh suatu informasi. Jenis kepercayaan ini muda melanda manusia yang tidak mempunyai identitas diri. (b) Sikap Sikap merupakan sebuah sistem penilaian yang relatif bertahan. Penilaian itu bisa positif atau negatif yang tergantung atas ajaran kebudayaan tentang kepercayaan, perasaan atau emosi, dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek serta ada perbedaan yang diakibatkan oleh dampak sikap terhadap tindakan sosial yang tergantung atas karakteristik utama sikap. (c) Nilai Nilai merupakan prinsip-prinsip sosial, tujuan atau standart yang diterima oleh individu dan sekelompok orang , kelas sosial maupun masyarakat. Ada banyak jenis nilai, salah satunya adalah nilai budaya yakni suatu nilai yang dirumuskan dan ditetapkan oleh suatu kebudayaan. Setiap individu telah diwarisi dengan nilai kebudayaan. (5) Konsep tentang Waktu Setiap kebudayaan mempunyai konsep tentang masa lalu, sekarang dan yang akan datang. Satu hal yang paling penting untuk memahami setiap kelompok adalah mengetahui struktur waktu dari kelompok tersebut. (6) Konsep Jarak dan Ruang
15
Setiap kebudayaan mengajarkan anggotanya tentang orientasi ruang dan jarak. Ruang berhubungan denga tata ruang lahan pemukiman, pertanian dan lain-lain. Yang sifatnya lebih pada kepentingan relasi sosial, sedangkan jarak lebih banyak berhubungan dengan jarak fisik disaat bercakap-cakap. (7) Agama, Mitos dan Cara Menyatakan Setiap budaya mempunyai gejala dan peristiwa yang tidak dapat
dijelaskan
secara
rasional
tapi
hanya
berdasarkan
pengalaman iman semata-mata. Seperti halnya kebudayaan jawa yang menganut agama tradisional seperti kepercayaan kejawen. Orang jawa percaya adanya mitos-mitos dan berbagai kekuatan ghaib dalam alam semesta, mempercayai adanya ruh-ruh dan makhluk halus yang dipercayai mempunyai pengaruh terhadap kesejahteraan hidup. (8) Hubungan Sosial dan Jaringan Komuniaksi Keluarga-keluarga selalu terbentuk dalam komunitaskomunitas kecil merupakan satu agen sosialisasi dalam sebuah kebudayaan. Dengan cara tertentu kebudayaan menentukan sifat struktur keluarga dan jaringan komunikasi. Bentuk-bentuk tersebut ditimbulkan oleh hubungan-hubungan antara orangtua dengan anak-anak, hubungan antara paman dan bibi, kakek dan nenek, dan lai-lain. Keluarga yang luas diyakini sebagai batas kesadaran komunitas yang diserahi tanggung jawab untuk menyelenggarakan
16
kesejahteraan
bagi
sesama.
Sebagian
besar
kebudayaan
masyarakat merupakan kebudayaan lisan yang diyakini sebagai kebudayaan yang lebih menekankan pada pemilikan bersama dan kerjasama. Oleh karena itu, maka sebagian komunikasi dalam kebudayaan tersebut selalu menggunakan komunikasi lisan dengan media tatap muka. Para anggota kebudayaan lisan selalu merasa tingkat partisipasi terhadap komunitasnya makin besar, sehingga lebih muda menerima dan memberi informasi untuk sesama (Liliweri, 2001:114-135). b.
Wujud Kebudayaan Koentjaraningrat membedakan adanya tiga wujud kebudayaan: (1) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma, peraturan dan sebagainya. (2) Wujud kebudayaan sebagai kumpulan aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. (3) Wujud kebudayan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Sedangkan unsur-unsur kebudayaanya, yaitu: a. Sistem religi dan upacara keagamaan b. Sistem organisasi kemasyarakatan c. Sistem pengetahuan d. Bahasa e. Kesenian f. Sistem mata pencaharian hidup
17
g. Sistem teknologi dan peralatan (Sujarwa, 2010:32-33). 4. kebudayaan Jawa Daerah asal jawa adalah pulau jawa, yaitu suatu pulau yang panjangnya lebih dari 1.200 km, dan lebarnya 500 km. Letaknya di tepi sebelah selatan Kepulauan Indonesia, kurang lebih tujuh derajat di sebelah selatan garis khatulistiwa. Kondisi umum Pulau Jawa berupa dataran rendah disepanjang pantai utara, banyak terdapat rawa-rawa yang banyak ditumbuhi pohon bakau dan semak belukar, terutama dikawasan barat. Sebaliknya, dipantai selatan terdiri dari pegunungan dan bukit-bukit berbatu yang tingginya bervariasi. Jumlah penduduk jawa sangat tinggi. Daerah yang ditinggali orang jawa adalah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tetapi tidak semua yang menempati atau tinggal di daerah Jawa adalah orang Jawa saja. Penduduk di Pulau Jawa berasal dari nenek Moyang yang sama, yaitu dari pulau-pulau di timur Semenanjung Asia yang pertama kali ditempati manusia. Penduduk asli Jawa dan Madura rata-rata bertubuh pendek, bentuknya sempurna dan tegap. Tindak-tanduk penduduk Jawa sangat sopan, sederhana, lemah lembut, dan sedikit menunjukkan rasa malu (Raffles, 2008:32-35) a. Sistem Teknologi dan Perlengkapan Hidup Istilah teknologi dalam konteks ini lebih mengarah pada caracara memproduksi, memakai serta memelihara segala peralatan hidup
18
untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik yang dipakai manusia meliputi: (1) Alat produktif, alat yang dipakai dalam pekerjaan untuk menghasilkan barang atau benda yang di konsumsi atau diperjualbelikan berupa senjata atau benda-benda pusaka, wadah, alat-alat menyalahkan api, dan lain-lain. (2) Pakaian, pakaian orang jawa cenderung memakai jarit bagi perempuan dan sarong yang biasanya juga digunakan kaum laki-laki. Perempuan jawa biasanya menggunakan kain yang dililitkan mengelilingi tubuh menutupi dada atau kemben. Sedangkan para ulama menggunakan pakaian putih putih dan memakai surban seperti orang Arab. (3) Transportasi, Pada awal kebudayaan umat manusia, transportasi hanya mengandalkan jalan kaki. Sedangkan pada kebudayaan jawa alat transportasi yang terkenal adalah kereta kuda dan sepedah kayuh. b. Kesenian Kesenian mengacu pada nilai keindahan yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian. Berbagai macam kesenian budaya jawa, yakni: (1) seni kerajinan tangan, misalnya, mengenai seni anyaman, seni tenun, krajinan textil, seni membatik,
19
pembuatan pusaka seperti keris dan alat-alat lainya, (2) seni tari dan drama rakyat, tarian drama memakai topeng, tari ronggeng, tari bedaya, lawakan, pertunjukan ahli cerita, pertunjukan wayang kulit, tembang-tembang lagu jawa dan lain-lain. c.
Sistem Kemasyarakatan Di dalam kenyataan hidup masyarakat orang Jawa, orang
masih membedakan antara orang priyayi yang terdiri dari pegawai negeri dan kaum terpelajar dengan orang kebanyakan yang disebut wong cilik, seperti petani-petani, tukang-tukang dan dan pekerja kasar lainnya, di samping keluarga kraton dan keturunan bangsawan bendara-bendara. Dalam kerangka susunan masyarakat ini, secara bertingkat yang berdasarkan atas gensi-gensi itu, kaum priyayi dan bendara-bendara menjadi lapisan masyarakat atas, sedangkan wong cilik menjadi lapisan masyarakat bawah. Disisi lain ada juga lapisan joko, sinoman atau bujangan. Golongan ini belum menikah dan masih tinggal bersama orang tua atau dirumah orang lain. Secara administratif, suatu desa di Jawa biasanya disebut kelurahan dan dikepalai oleh seorang lurah. Sekelompok dari 15 sampai 25 desa merupakan suatu kesatuan administratif yang disebut kecamatan dan dikepalai oleh seorang pegawai pamong praja yang disebut camat (Koentjaraningrat, 2010:-344-345).
20
d. Sistem Mata Pencaharian Hidup Selain sumber penghidupan yang berasal dari pekerjaanpekerjaan kepegawaian, pertukangan, dan perdagangan, bertani adalah salah satu mata pencaharian hidup dari sebagian besar masyarakat orang Jawa di desa-desa. Tetapi ada pula yang melakukan usaha-usaha kerja sambil membuat makanan tempe, mencetak batu merah, membatik, menganyam tikar, dan menjadi tukang-tukang kayu (Koentjaraningrat, 2010:334-337). e.
Bahasa Bahasa orang jawa tergolong sub-keluarga Hesperonesia dari
keluarga bahasa Malayo-Polinesia. Beberapa ilmuwan di Inggris, German, dan Belanda telah lama meneliti tentang perkembangan bahasa ini. Bahasa Jawa sendiri telah mengalami beberpa tahapan perkembangan, antara lain : (1) Jawa Kuno, bahasa ini berkembang antara abad 8-10 masehi, dipahat pada batu atau diukir pada perunggu, dengan bahasa seperti yang digunakan dalam karya-karya kesusastraan kuno abad 10-14 masehi. Mayoritas berisi kata-kata puitis, merefleksikan bahasa yang biasa digunakan saat itu. (2) Jawa Kuno yang digunakan dalam kesusastraan Jawa Bali, kesusastraan ini banyak ditemukan di Bali dan Lombok. Setelah Islam mulai memasuki Jawa Timur, beberapa komunitas Hindu-Jawa, bermigrasi ke Bali dan Lombok.
21
Kebanyakan dari mereka tinggal dan menetap di sana hingga sekarang, bahasa yang digunakanpun sekarang lebih dikenal sebagai Bahasa Bali. (3) Bahasa yang digunakan dalam kesusastraan islam di Jawa Timur, ditulis pada saat berkembangnya kebudayaan islam yang menggantikan kebudayaan Hindu-Jawa didaerah aliran sungai brantas dan hilir sungai bengawan Solo pada abad 1617 M. (4) Bahasa Jawa-Islam di Pesisir Pantai, Budaya ini berkembang di daerah pesisir utara Jawa, sekitar abad 17-18 masehi, mereka menyebut diri mereka komunitas Pasisir. Komunitas Pasisir kebanyakan bermukim di kota Demak, Kudus, dan Gresik, kemudian barulah menyebar ke Cirebon. (5) Bahasa Jawa Mataram, Bahasa ini berkembang di abad 18-19 Masehi, dan timbul karena pengaruh Kerajaan Mataram, yang dulu berada di sekitar Sungai Solo, dan lembah sungai Opak dan Progo di daerah Gunung Merapi-Merbabu-Lawu di JawaTengah. (6) Bahasa
Jawa
Sekarang,
bahasa
yang
dipakai
dalam
percakapan sehari-hari dalam masyarakat orang Jawa dalam buku-buku serta surat-surat kabar berbahasa jawa dalam abad ke-20 ini.
22
Pada masa sekarang bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari adalah bahasa Jawa. Saat mengucapkan atau berbicara bahasa daerah ini, sesorang harus memperhatikan dan membedabedakan keadaan orang yang diajak bicara atau yang sedang dibicarakan, berdasarkan usia arau status sosialnya. Ada dua macam bahasa Jawa apabila ditinjau dari tingkatannya, yaitu bahasa Jawa Ngoko dan Krama. Bahasa Jawa Ngoko digunakan untuk orang yang sudah mengenal akrab dan terhadap orang yang lebih muda usianya serta lebih rendah status sosialnya. Sedangkan Bahasa Jawa Krama
digunakan untuk berbicara kepada orang
yang belum dikenal akrab, serta orang yang lebih tinggi derajat sosial. Orang Jawa juga memiliki deretan huruf alfabet sendiri, biasa kita kenal dengan huruf “ha na ca ra ka da ta sa wa la pa da ja ya nya ma ga ba ta nga”. Huruf-huruf ini konon muncul dari pertarungan Pangeran Ajisaka, yang sebenarnya menerangakn arti dari deretan huruf tersebut. Sebagian besar huruf Jawa kebanyakan mengadopsi dari Sanskrit Dewanagari, dari India Selatan (Koentjaraningrat, 1984:17-19). f.
Sistem Kekerabatan Orang Jawa Menurut Koentjaraningrat, Masyarakat Jawa mengenal istilah
kindred (keluarga luas) menunjukkan arti penting dalam kebersamaan keluarga luas. Masyarakat Jawa mengenal sistem kekeluargaan
23
bilateral, atau memperhitungkan garis keturunan dari kedua belah pihak orang tua. Dalam kehidupan sehari-hari terdapat istilah-istilah yang diguanakan dalam menyebut seseorang di dalam kelompok kerabatnya. Misal, panggilan Bapak atau Rama untuk orang tua lakilaki. Bulik, atau Paklik untuk adik dari orangtua. Serta masih banyak lagi yang lain. Hingga kini, penerapan kata panggilan dalam sistem kekerabatan masih dipegang teguh, bagi orang muda, merupakan kewajiban untuk memanggil seseorang lebih tua menggunakan istilah yang telah ditentukan dalam sistem kekerabatan tersebut.
Hal ini
menunjukkan penghormatan dari orang muda kepada orang yang lebih tua, karena orang yang lebih tua dianggap sebagai pelindung, pembimbing dan penjaga. Melanggar perintah dan nasehat dari orang yang lebih tua, dipercaya menimbulkan sengsara atau kuwalat. Berdasarkan golongan sosial, Suku Jawa membagi menjadi 3 golongan sosial, yaitu : (1) Golongan Wong cilik (orang kecil), Golongan ini terdiri dari petani dan mereka yang berpendapatan rendah, atau orang yang biasa-biasa saja. Golongan ini dulu biasa bekerja di pabrik gula atau perusahaan Belanda dan Cina. Golongan Wong Alit juga biasa mengabdi di rumah-rumah keluarga priyayi. dan tinggal di kampung.
24
(2) Kaum Priyayi, Merupakan kelas tertinggi dalam masyarakat Jawa, biasa bertempat tinggal di pusat-pusat kota. Kesenjangan yang besar kentara jelas antara kaum priyayi dan golongan wong alit. Mulai fasilitas, pendidikan, pekerjaan, hingga perlakuan sosial dari masyarakat. Seorang priyayi boleh mengenyam pendidikan di sekolah, namun tidak bagi golongan wong alit. (3) Kaum Sodagar, Kaum sodagar banyak ditemui di Jawa, baisanya mereka berada di kota dengan populasi masyarakat Cina yang sedikit. Mereka akan memulai usaha dibidang yang masih sedikit dikuasai orang cina. Kaum sodagar inilah yang banyak memabawa pengaruh bagi masyarakat Jawa. Baik itu kepercayaan seperti Islam, maupun kesenian lain (Kholifa, 2010:29-30). g. Aliran Kepercayaan atau Religi Masyarakat Jawa Mengenai religi masyarakat Jawa dilihat dari dua sisi perbedaan yaitu membandingkan religi kebudayaan jawa didaerah pedesaan dan religi kebudayaan jawa diperkotaan, tetapi didasarkan pada perbedaan antara agama islam Jawa yang (1) Sinkretis menyatukan unsur-unsur pra-Hindu, Hindu dan Islam, dan (2) agama islam yang puritan, mengikuti agama islam yang taat . Dalam kepercayaan jawa masyarakat mengenal adanya ilmu gaib Jawa dan gerakan-gerakan kebatinan. Kedua-duanya merupakan unsur dalam kebudayaan Jawa. Perlu diketahui bahwa ilmu gaib kebanyakan
dipraktekkan
oleh
penduduk
pedesaan
daripada
25
diperkotaan, sebaliknya gerakan-gerakan kebatinan lebih banyak mewarnai penduduk kota daripada orang desa. Namun baik ilmu gaib maupun gerakan kebatinan lebih banyak dilakukan oleh orang jawa penganut islam yang bersifat sinkretis daripada oleh orang jawa penganut agama islam puritan. Kepercayaan islam yang mempercayai adanya makhlukmakhluk gaib. Kekuatan sakti, dan melakukan berbagai ritus dan upacara-upacara keagamaan yang tidak ada sangkut pautnya dengan agama islam yang resmi adalah suatu varian dari islam jawa, yaitu agama Jawi. Bentuk agama islam orang Jawa yang disebut Kejawen adalah suatu keyakinan dan konsep-konsep Hindu-Budha yang cenderung kearah mistik, yang tercampur jadi satu dan diakui sebagai agama islam. Kebanyakan yang menganut ajaran ini adalah didaerah-daerah jawa tengah. Sedangkan agama islam santri, yang walaupun tidak terlepas dari unsur-unsur animisme dan unsur Hindu-Budha, lebih dekat pada dogma-dogma ajaran islam yang sebenarnya. Agami islam santri lebih cenderung didaerah Banyumas dan daerah pesisir, Surabaya, daerah pantai Utara, ujung timur Pulau Jawa, dan lain-lain. Orang Jawa yang bukan islam juga banyak, yaitu orang-orang yang beragama Khatolik, Protestan, Budha, dan Hindu. Tetapi penganutnya sangat kecil jumlahnya (Koentjaraningrat, 1984:310313).
26
(1) Sistem Keyakinan Agami Jawi Sistem kejawen dapat dibagi dalam berbagai keyakinan, konsep, pandangan, dan nilai, seperti: (a) Yakin akan adanya Allah, menurut konsep islam kejawen Tuhan adalah keseluruhan dalam alam dunia ini, yang dilambangkan dengan wujud suatu makhluk dewa yang sangat kecil, sehingga setiap waktu dapat masuk kedalam hati sanubari orang. Pandangan orang jawa yang sifatnya pantheistis. (b) Yakin bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan yakin adanya nabi-nabi lain,
sistem keyakinan agama kejawen
memandang Nabi Muhammad sangat dekat dengan Allah. Dalam hampir setiap ritus dan upacara, pada waktu mengadakan pengorbanan, sajian, atau selamatan orang jawa mengucapkan nama Allah dan Nabi Muhammad. (c) Yakin akan adanya tokoh-tokoh islam yang keramat, agami jawi mengenal banyak tokoh-tokoh Jawa yang keramat, biasanya adalah guru-guru agama (wali songo), tokoh-tokoh historis, yang biasanya dikenal orang dari kesusastraan babad. (d) Yakin adanya kosmogoni dan kosmologi, mengenai mitologi penciptaan dunia dan manusia, walaupun dalam agami jawi ada beberapa mite mengenai penciptaan alam semesta , semuanya mengandung unsur-unsur kosmologi hindu-jawa
27
dan unsur keyakinan islam bahwa Adam adalah nabi yang pertama didunia ini. Berbagai konsepsi orang jawa mengenai penciptaan alam semesta dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu mite-mite dengan uunsur dominan hindubudha, mite dengan unsur sinkretik agami jawi dan islam, mite dengan unsur mistik. (e) Esyatologi agami jawi, merupakan hasil sinkretisme antara konsep-konsep-konsep agama budha mengenai keempat periode perkembangan alam semesta dan berakhirnya sejarah serta harapan yang akan datangnya Imam Mahdi pada Hari Kiamat. (f) Yakin akan adanya dewa-dewa tertentu yang menguasai bagian-bagian dari alam semesta, orang Jawa yakin akan adanya dewa-dewa. Dewa-dewa dikenal dengan adanya cerita-cerita wewayangan, dimana para dewa itu selalu berperan sebagai pelindung manusia dan penolong. (g) Yakin adanya makhluk halus penjelma nenek moyang yang sudah meninggal dan roh-roh penjaga, dalam hal ini orangorang menganggap bahwa roh-roh nenek moyang yang sudah meninggal masih berkeliaran, roh-roh nenek moyang akan dipuja dan dipanggil oleh para keturunanya untuk memberi nasehat mengenai persoalan rohani maupun material. Makam
28
nenek moyang adalah tempat melakukan hubungan secara simbolik denagn roh orang yang sudah meninggal. (h) Yakin akan adanya Kesaktian, hanya orang-orang yang kuat jasmani dan rohaninya saja yang dianggap mampu memiliki kesakten. Kesakten bisa berupa energi yang ada bada diri seseorang ,benda-benda keramat pusaka seperti keris dan simbolik, serta jimat-jimat kecil. (2) Sistem Upacara Agami Jawi Dalam sistem upacara agami Jawi yang terpenting adalah upacara makan bersama atau selamatan yang berhubungan dengan pemujaan roh orang yang meninggal atau pemujaan nenek moyang. Disisi lain adat untuk mengunjungi ke makam atau nyekar dapat dikatakan suatu tindakan yang penting dalam agami Jawi. Berbagai jenis sajian atau sesajen tidak dapat lepas dari upacara Agami Jawi, biasanya dilakukan pada acara selamatan upacara agama hari-hari besar Islam,selamatan kelahiran bayi, selamatan pada waktu pernikahan dan lain-lain. Sedangkan dalam agami santri keyakinan dan sisitem upacara diatas sangat berbeda sekali dan berlawanan jika diterapkan. Agami santri lebih melakukan kegiatan keagamaan sesuai dengan agama islam resmi yang tidak mencampurkan aliranaliran sinkretisme atau kejawen. Agami santri diajarkan membaca Qur‟an yang terdiri dari konsep-konsep puritan mengenai Allah,
29
Nabi Muhammad, mengenai penciptaan dunia akhirat, yang semua telah dipastikan adanya. Meski terkadang ada sedikit percampuran hal-hal ajaran hindu-budha (Koentjaraningrat, 1984:319-410). h. Islam Jawa Islam merupakan unsur penting pembentuk jati diri orang Jawa. Ajaran dan kebudayaan Islam mengalir sangat deras dari Arab dan Timur Tengah sehingga memberi warna yang sangat kental terhadap kebudayaan Jawa. Agama islam masuk ke Jawa sebagaimana islam datang ke Malaka, Sumatra dan Kalimantan. Agama tauhid ini terus berkembang di Jawa. Kaum pedagang dan nelayan di pesisir banyak yang terpikat ajaran yang mengenalkan Tuhan Allah SWT. Islam di Jawa semakin meluas lagi seiring dengan para ulama yang selalu giat menyebarkan agama ini yang bersumberkan dari Al-Qur‟an dan Hadis Nabi. Islam masuk ke Jawa secara akulturasi damai. Hal ini terjadi: Pertama karena para pendakwah islam yang datang mulamula adalah pesantri, ulama, pedagang dan para ahli sufi. Sedangkan para pedagang tersebut melakukan perdagangan secara baik-baik dan para sufi mengajarkan doktrin-doktrin spiritual. Kedua, sifat tenggang rasa dari orang Jawa sendiri yang mudah menerima setiap yang datang dari luar dan dianggap baik lalu isesuaikan dengan prinsip dan kebudayaan sendiri. Sehingga
30
banyak agama mistk islam yang justru lebih muda dipahami oleh orang Jawa (Hadisutrisno, 2009:129-132). Namun seiring meluasnya agama islam telah terjadi fenomena islam
itu sendiri di Jawa. Karena telah terjadi
sinkretisme antara Islam dan agama Jawa (tradisi leluhur). Percampuran yang kental demikian, telah memunculkan tradisi tersendiri yang unik di Jawa. Dalam artian orang Jawa yang taat menjalankan Islam, kadang-kadang masih tidak meninggalkan ritual Kejawen. Pemahaman Islam Jawa didasarkan analogi munculnya keyakinan Hindu Jawa yang ada jauh sebelum Islam datang. Disisi lain karena bercampur dengan tindak budaya. Kehadiran Islam Jawa umumnya dipelopori oleh paham mistik kejawen. Paham ini juga dipelopori oleh hadirnya aliran kebatinan yang cukup banyak di Jawa. Dengan masuknya Islam Jawa yang membawa aliran kebatinan dan mistik berupa tradisi ritual slametan, membakar kemenyan, dan sejumlah ritual pemujaan roh-roh leluhur tampaknya dianggap tidak sejalan dengan ajaran islam karena itu dianggap syirik (Endraswara, 2010:77-78). Agama Islam telah mengubah wajah dan kiblat orang Jawa. Namun, kuatnya tradisi Jawa membuat islam mau atau tidak mau harus berakulturasi. Akhirnya wujud akulturasi tersebut menjadi ajaran khas Jawa, yang dikenal dengan Islam Kejawen. Kini, Islam
31
dan Kejawen hampir tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainya (Hadisutrisno, 2009:11). i. bentuk-bentuk Islam Kejawen menurut Samidi Khalim bentuk-bentuk islam kejawen sebagai berikut : (1) Slametan Slametan merupakan nilai yang sakral bagi masyarakat Jawa dengan mengundang para tetangga ditambah beberapa kerabat dan handai taulan ikut serta. Tujuannya adalah mencapai
keadaan
slamet.
Slametan
dilakukan
dengan
mengadakan makan-makan bersam, biasanya sejak menyambut kelahiran bayi, khitanan, pernikahan, sampai pada orang meninggal. Slametan yang pada masa pra-Islam banyak menggunakan tradisi mistis mitologis Hindu-Budha dengan berbagai macam sesaji, setelah islam datang cukup dengan doadoa yang dipanjatkan oleh seorang rais (modin) dan bacaanbacaan ayat Al-Qur‟an yang dianggap telah syah. (2) Nyadran Salah satu bentuk upacara mengagungkan arwah leluhur. Upacara adat ini dilakukan oleh masyarakat Jawa dengan patuh, mengadakan berbagai macam sesaji dirumahrumah. Dengan cara mengadakan tabur bunga di tempat ziarah atau kubur, kemudian orang-orang melakukan mandi suci untuk
32
menyambut datangnya bulan suci Ramadhan serta pembacaan doa dengan membaca ayat-ayat Al-Qur‟an (tahlil) yang dilakukan dengan cara islami (Khalim, 2008:69). F. Definisi Konseptual 1. Islam Kejawen Islam Kejawen adalah kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Jawa yang sudah tercampur dari berbagai aliran agama-agama lain dan tradisi-tradisi kuno yang bertumpu pada kepercayaan animisme (percaya dengan adanya makhluk halus dan roh) dan dinamisme (percaya adanya tempat-tempat dan benda keramat). 2. Film Film merupakan salah satu bentuk media massa berupa media elektronik yang cara penyampaian pesanya melalui tampilan audio visual dan memanfaatkan teknologi kamera dengan penggabungan warna dan suara. G. Metode Penelitian 1.
Tipe dan Dasar Penelitian Penelitian ini menggunakan metode analisis isi yang bersifat
kuantitatif. Analisis isi kuatitatif adalah analisis isi yang dipakai untuk mengukur aspek-aspek tertentu dari isi yang dilakukan secara kuantitatif. Analisis
ini
mengutamakan
ketepatan
dalam
mengidentifikasi
isi
pertanyaan, seperti perhitungan penyebutan yang berulang-ulang dari katakata tertentu (Eriyanto, 2011:1).
33
Menurut Krippendorff, analisis isi adalah suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi yang dapat direplikasikan (ditiru) dan sahih data dengan memperhatian konteksnya. Sedangkan menurut Berelson analisis isi adalah suatu teknik penelitian yang dilakukan secara objektif, sistematis dan deskripsi kuantitatif dari isi komunikasi yang tampak (manifest) (Eriyanto, 2011:15). Metode ini digunakan untuk menggambarkan atau memperoleh suatu hasil dan pemahaman terhadap berbagai isi pesan komunikasi yang disampaikan oleh media massa secara objektif dan sistematis. Tipe
penelitian
ini
adalah
deskriptif
kuantitatif
dengan
menggunakan perangkat statistik. Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi (Sugiyono, 2009:147). 2.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah film Sang Pencerah yang
berdurasi 120 menit yang ada dalam 1 keping DVD. 3. Unit Analisis Menurut Krippendorff, unit analisis sebagai apa yang diobservasi, dicatat dan dianggap sebagai data, memisahkan menurut batas-batasanya dan mengidentifikasi untuk analisis berikutnya (Eriyanto, 2011:59).
34
Unit analisis dalam penelitian ini adalah scene dalam film Sang Pencerah yang menunjukkan bentuk-bentuk Islam Kejawen dan sesuai dengan kategori yang telah ditentukan. 4. Satuan Ukur Satuan ukur yang digunakan peneliti ialah durasi kemunculan bentuk-bentuk Islam Kejawen dalam film Sang Pencerah sesuai dengan kategori yang telah ditentukan peneliti. 5.
Struktur Kategorisasi Tahapan penting pengukuran dalam analisis isi adalah menyusun
kategorisasi. Kategori berhubungan dengan bagaimana isi (content) yang telah dikategorikan. Adapun kategorisasi yang disusun dalam penelitian ini untuk analisis bentuk-bentuk Islam Kejawen dalam film “Sang Pencerah”. Berikut peneliti rincikan masing-masing bagian dari bentuk-bentuk Islam Kejawen yang digambarkan dalam film Sang Pencerah: a. Slametan Slametan merupakan nilai yang sakral bagi masyarakat Jawa. Slametan adalah upacara sedekah makanan dan doa bersama yang bertujuan untuk memohon keslamet. Slametan biasanya diselenggarakan untuk hajatan keberangkatan naik haji ketanah suci, kelahiran anak, pernikahan hingga slametan kematian. Slametan dalam film ini indikatornya adalah: (1) Ritualnya dengan mengadakan doa dan makan bersama yang bertujuan untuk memohon keselamatan dan ridha dari Tuhan. Ada
35
juga yang mengadakan shalawatan dengan diiringi rebana, biasanya disebut (terbangan) (2) Doa bersama biasanya dipanjatkan oleh seorang rais (modin) dengan dzikir yang diucapkan ratusan kali. (3) Dihadiri oleh orang banyak baik para tetangga maupun saudara. (4) Berpakaian tertutup atau sopan. (5) Diadakan dirumah warga atau tempat-tempat yang dianggap keramat. (6) Menyediakan berbagai macam makanan yang dihidangkan bagi para undangan, biasanya makanan apem, tumpeng, gedhang raja (pisang), jajan pasar. Sedangkan yang dibuat sesaji atau sesajen adalah ambengan (nasi beserta lauk pauk yang dibungkus dengan daun pisang), kembang telon (bunga mawar, melati, kenanga), kemenyan atau dupa. b. Nyadran Nyadran
merupakan
salah
satu
bentuk
upacara
mengagungkan arwah leluhur. Upacara adat ini dilakukan oleh masyarakat Jawa dengan patuh biasanya ditempat-tempat keramat. Nyadran dalam film ini indikatornya: (1) Ritualnya dengan mengadakan pemujaan roh-roh nenek moyang atau para leluhur, berziara tabur bunga
untuk
memohon
keselamatan, Melakukan padusan atau mandi suci disumber mata
36
air yang dilakukan bersama-sama masyarakata setempat untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. (2) Doa dengan mengucapkan berbagai mantra dengan bahasa Jawa, yang mempunyai maksud agar selalu diberi keselamatan. (3) Berpakaian tertutup dan rapi. (4) Pemujaan ini biasanya bertempatan ditempat-tempat yang dianggap keramat, suci dan angker bagi masyarakat setempat, seperti dipohon-pohon, goa-goa, tempat pemakaman. (5) Menyediakan berbagai
macam
sesaji
atau sesajen, seperti
ambengan (nasi beserta lauk pauk yang dibungkus dengan daun pisang), kembang telon (bunga mawar, melati, kenanga), sega gurih (nasi putih yang diberi santan, garam), pisang, kelapa, dan kemenyan atau dupa. (6) Untuk mengadakan pemujaan ini biasanya dilakukan sendiri tetapi ada juga dilakukan lebih dari satu orang sesuai dengan siapa yang ingin memohon keselamatan. 6. Teknik Pengumpulan Data Dalam hal ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Data Primer, yaitu isi komunikasi yang diteliti atau data utama yang diperoleh langsung dari objek penelitian. dengan cara mengamati dan menganalisis data yang ada, yaitu 1 keping DVD Film Sang Pencerah. Dalam pengumpulan data, peneliti bersama koder
37
melakukan pengamatan dengan melihat secara langsung setiap scene yang menggambarkan
bentuk-bentuk
Islam Kejawen dengan
kategorisasi yang telah ditentukan. Setelah itu peneliti melakukan capture frame adegan yang telah dipilih oleh peneliti dan koder. b. Data Skunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber kedua atau data pendukung yang didapatkan dari buku-buku, artikel-artikel, serta bahan dari internet yang berkaitan dengan bentuk-bentuk
Islam
Kejawen yang dapat mendukung data primer. Setelah melakukan pengamatan film kemudian data dikumpulkan dan dipilah-pilah untuk dimasukkan ke dalam kategorisasi yang telah ditetapkan. Seanjutnya untuk mempermudah pengkategorisasian, maka dibuat lembar koding per kategori seperti contoh dibawah ini: Tabel 1: Contoh Lembar Koding Scene
Bentuk-bentuk Islam Kejawen
Kategorisasi Bentuk-bentuk Islam Kejawen A B
1 2 Sumber: Data diolah peneliti.
Keterangan: A: Slametan
B: Nyadran
Peneliti akan memberi tanda (√) bila tedapat kategorisasi dalam setiap scene, dan akan memberi tanda (-) bila tidak terdapat kategorisasi dalam scene.
38
Setelah proses pengkodingan selesai, maka dimasukkan ke tabel distribusi frekuensi. Untuk mempermudah menghitung, maka dibuat tabel seperti berikut: Tabel 2: Contoh Tabel Distribusi Frekuensi KATEGORI DURASI PROPORSI Slametan Nyadran
Dari tabel distributif frekuensi tersebut dilakukan analisa deskriptif. Peneliti melakukan perhitungan prosentase dari populasi angka indeks untuk memberikan penjelasan deskriptif mengenai unsur budaya Jawa yang terdapat dalam film Sang Pencerah. 7. Uji Reliabilitas dan Validitas Pada saat peneliti mulai mengukur gejala yang ditelitinya, maka akan berhadapan dengan persoalan reliabilitas dan validitas sebagai alat ukur yang akan dipergunakannya. Dalam penelitian ilmiah, kedua syarat alat ukur ini sangat penting. Tanpa keduanya, penelitian tidak lagi bersifat ilmiah. Untuk menghasilkan data yang akuran dan dapat dipertanggungjawabkan maka, secara terminologi reliabilitas adalah pengulangan penggunaan metode pengukuran atas objek material yang sama, akan diperoleh hasil yang sama pula. Untuk itu sebelum kategori digunakan dalam penelitian, kategori perlu diuji dahulu. Pengujian kategori dimasukkan untuk mengetahui apakah kategori yang digunakan sudah
39
reliable atau belum. Bila hasil uji kategori menunjukkan reliable, maka kategori tersebut layak digunakan dalam penelitian. Untuk uji reliabilitas kategori diperlukan minimal dua orang koder. Koder yaitu orang yang diminta memberi penilaian atau yang mengisi lembar koding pada kategori penelitian yang telah dibuat oleh peneliti. Sedangkan proses pengisian lembar koding disebut sebagai koding. Koder digunakan untuk mendapat kesepakatan penilaian atas kategori peneliti yang sudah dibuat oleh peneliti. Jadi, peneliti menunjuk orang lain untuk melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan peneliti dalam menguji reliabilitas kategori dengan mengamati dan memasukkan data berupa scene ke dalam kategori yang telah ditetapkan. Orang yang ditunjuk menjadi koder adalah orang yang mengerti dan paham tentang audio visual serta dapat memahami keseluruhan isi film tersebut. Yang dimaksud mengerti dalam hal ini adalah bisa menilai tentang unsur-unsur audio visual yang ada, baik verbal maupun non verbal yang ada di film tersebut. Untuk menghitung kesepakatan dari hasil penelitian para koder peneliti menggunakan uji reliabilitas rumus Holsty. Uji ini dikenal dengan uji antar kode yang diperkenalkan oleh Ole R. Holsty (1969). Kemudian hasil pengkodingan dibandingkan dengan menggunakan rumus holsty, yaitu:
C.R =
2M N1 + N2
40
Keterangan : C.R
= Coefisien Reliability
M
= Jumlah pernyataan yang disetujui oleh dua pengkoding dan
periset N1, N2 = Jumlah pernyataan yang diberi kode oleh pengkoding dan periset Dari hasil Coefisien Reliability, Observed Agrement (persetujuan yang diperoleh dari penelitian), kemudian untuk memperkuat hasil uji reliabilitas dengan persetujuan koder, hasil yang diperoleh dari rumusan diatas kemudian dihitung kembali dengan menggunakan rumus Scott sebagai berikut: ( Observed Agreement Expected Agreement) pi = (1 Expected Agreement)
Keterangan : pi
= nilai keterhandalan
Observed Agreement
= presentase persetujuan yang ditemukan dari
pernyataan yang disetujui antar pengkode (yaitu nilai C.R) Expected Agreement
= presentase persetujuan yang diharapkan, yaitu
jumlah proporsi dari pesan yang dikuadratkan. Untuk menguji reliabilitas perlu adanya perhitungan tingkat kesepakatan antara peneliti dan koder. Ambang penerimaan yang sering dipakai untuk reliabilitas Jika tingkat kesepakatan mencapai 0,75 atau
41
lebih maka data yang diperoleh dinyatakan valid dan reliable. Namun sebaliknya, jika tingkat kesepakatan tidak mencapai 0,75 maka kategorisasi operasionalnya perlu dibuat lebih spesifik lagi. Artinya kategorisasi yang dibuat belum mencapai tingkat keterandalan atau kepercayaan.
42