BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Semburan Lumpur Lapindo yang terjadi sejak pertengahan tahun 2006 banyak memberikan dampak buruk bagi lingkungan sekitar. Salah satu aspek penting yang terkena dampak buruk luapan Lumpur Lapindo adalah terendamnya jalan kereta api ruas Sidoarjo-Bangil. Dengan terendamnya jalur tersebut, distribusi barang maupun kebutuhan penumpang yang menggunakan transportasi berbasis rel ruas Sidoarjo-Bangil terganggu. Mengingat pentingnya jalan kereta api ruas Sidoarjo-Bangil, maka perlu direncanakan relokasi rel ruas Sidoarjo-Bangil. Perencanaan trase baru dengan jalur ganda telah direncanakan sepanjang 18,2 km (Data Detail Design Engineering Relokasi Rel Sidoarjo-Bangil Laboratorium Perhubungan Teknik Sipil-ITS). Perencanaan trase baru ini dibagi menjadi empat segmen. Pada segmen-III tepatnya pada STA 38+750 - STA 42+000, terdapat tubuh jalan rel yang merupakan timbunan dengan ketinggian mencapai 8 meter (dapat dilihat pada cross section di Gambar 1.1). Segmen III ini mempunyai karakteristik tanah dominan lempung (data tanah terdapat pada Lampiran I). Keterbatasan dana dari pihak PT. Kereta Api Indonesia (PT.KAI) merubah pelaksanaan relokasi rel dengan jalur ganda menjadi jalur tunggal (single track) yang kemudian akan diperluas menjadi double track di masa mendatang. Dengan kondisi tanah yang ada dan tinggi timbunan yang direncanakan, aspek geoteknik seperti potensi kelongsoran akibat timbunan dan kereta api yang melintas perlu diperhatikan. Untuk menanggulangi potensi kelongsoran timbunan, diperlukan peninjauan terhadap beberapa alternatif perkuatan timbunan dan tanah dasar pada perencanaan relokasi rel ruas Sidoarjo-Bangil. Desain alternatif perkuatan timbunan dan tanah dasar pada perencanaan relokasi rel ruas Sidoarjo-Bangil ditinjau terhadap perencanaan timbunan untuk jangka pendek (single track) dan jangka panjang (double track). Dengan peninjauan beberapa alternatif perkuatan timbunan dan tanah dasar terhadap perencanaan jangka pendek dan jangka panjang diharapkan akan didapat konstruksi timbunan untuk relokasi jalan rel ruas Sidoarjo-Bangil yang lebih stabil dan ekonomis. Alternatif perkuatan timbunan dan tanah dasar yang akan dibandingkan pada tugas akhir ini adalah beberapa alternatif metode perbaikan tanah yang sesuai dengan kondisi tanah yang ditinjau yaitu tanah lunak. 1.2
Perumusan Masalah Keadaan yang ada saat ini adalah :
Desain tubuh jalan untuk Relokasi Rel Sidoarjo-Bangil merupakan timbunan yang rawan mengalami failure karena terdapat ketinggian timbunan yang mencapai 8 meter. Dengan keadaan yang ada saat ini, maka perumusan masalah dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana merencanakan beberapa alternatif perkuatan timbunan dan tanah dasar sesuai dengan kasus dan kondisi tanah di lapangan, untuk perencanaan jangka pendek (single track) dan jangka panjang (double track), ditinjau dari aspek stabilitas lereng dan penurunan tanah. 2. Bagaimana metode pelaksanaan yang tepat dari masing-masing alternatif desain perkuatan tanah. 3. Berapa biaya dari masing-masing alternatif desain perkuatan untuk perencanaan jangka pendek (single track) dan jangka panjang (double track).
Gambar 1.1 Cross Section STA 38+750 dan 38+800 (Data Detail Engineering Relokasi Rel Sidoarjo-Bangil Laboratorium Perhubungan Jurusan Teknik Sipil-ITS, 2007)
1.3
Tujuan Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah : 1. Mendapatkan alternatif desain perkuatan timbunan dan tanah dasar sesuai dengan kasus dan kondisi tanah di lapangan, untuk perencanaan jangka pendek (single track) dan jangka panjang (double track), ditinjau dari aspek stabilitas lereng dan penurunan tanah. 2. Mendapatkan metode pelaksanaan yang tepat dari masing-masing desain perkuatan tanah. 3. Mendapatkan perbandingan biaya dari masingmasing desain perkuatan untuk jangka pendek (single track) dan jangka panjang (double track). 4.
(Ф) dengan metode Dunham, Osaki, Mayerhof serta tabel korelasi dari Bowles.
1.4 Batasan Masalah Untuk menghindari penyimpangan pembahasan dalam tugas akhir ini, maka pembatasan masalah perlu dibuat sebagai berikut : 1. Tidak membahas perencanaan dan evaluasi trase relokasi Rel ruas Sidoarjo-Bangil. 2. Tidak membahas desain struktur jalan rel (rel, bantalan, balas). 3. Tidak membahas sistem drainase jalan rel. 4. Tidak melakukan pengambilan data primer.
2.3 Analisa Penurunan Tanah Suatu lapisan tanah yang dibebani dapat menyebabkan lapisan tanah dibawahnya mengalami penurunan. Penurunan (settlement) yang diakibatkan oleh pembebanan dibagi menjadi dua, yaitu: Besar total penurunan tanah (amplitudo) adalah sebagai berikut (Das,1985):
1.5
S t S i S cp S cs S lat
Manfaat Dengan Tugas Akhir ini, diharapkan akan didapat alternatif desain perkuatan timbunan tanah dasar yang lebih stabil dan lebih ekonomis untuk perencanaan jangka pendek (single track) dan jangka panjang (double track) pada perencanaan relokasi rel Ruas Sidoarjo-Bangil. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas dasar teori yang akan digunakan dalam alternatif desain geoteknik pada relokasi rel ruas Sidoarjo-Bangil. 2.1 Gaya-Gaya Yang Ditimbulkan Akibat Susunan Jalan Rel Beberapa susunan jalan rel yang penting adalah beban gandar, rel, penambat, bantalan, balas, dan tubuh jalan kereta api. 2.1.2Timbunan Sebagai Tubuh Jalan Kereta Api Timbunan sebagai tubuh jalan kereta api bertujuan untuk menghindari genangan air pada balas dan track, sehingga kerusakan pada balas dan track dapat dihindari. Untuk mendapatkan tegangan yang terjadi di permukaan tubuh jalan akibat kereta api digunakan rumus ’Beam on Elastic Foundation’ dan JNR sebagai berikut (Peraturan Dinas No. 10 PJKA 1986): 2.2 Analisa Data Tanah Analisa data tanah bertujuan untuk menentukan parameter yang akan direncanakan. Setiap parameter tanah yang dianalisa harus menggunakan pendekatan statistik (CV <35 %). Untuk data tes sondir, dapat ditentukan konsistensi tanah, memperkirakan parameter tanah (Cu,qu dan Ф). Dari hasil SPT, parameter yang dapat diperkirakan diantaranya adalah berat volum saturated (γsat), kohesi undrained (Cu) dengan perumusan dari Terzaghi&Peck serta tabel korelasi Bowles, Sudut geser antar butiran tanah
(2.17)
dimana : St = total settlement Si = immediate settlement Scp = consolidation primair settlement Scs = consolidation secondarysettlement Slat = settlement akibat pergerakan tanah arah lateral. Pada perhitungan penurunan tanah, penurunan tanah akibat konsolidasi sekunder (Scs) relatif sangat kecil sehingga umumya tidak diperhitungkan dan Slat jarang diperhitungkan karena sudah dilakukan kontrol terhadap sliding (Wahyudi, 1997). 2.3.2 Pemampatan Konsolidasi (Consolidation Settlement) Berdasarkan beban prakonsolidasi yang diterima oleh tanah, kondisi tanah dibedakan menjadi dua macam : 1. Normally Consolidated Soil (NC-Soil) 2. Over Consolidated Soil (OC-Soil) 2.3.3 Waktu Konsolidasi Menurut Terzaghi dalam Das (1985), lama waktu konsolidasi (t) adalah sebagai berikut :
TvH dr Cv
2
t
dimana : Tv = faktor waktu, tergantung dari konsolidasi U Cv = koefisien konsolidasi vertikal Hdr = panjang aliran air di dalam tanah
derajat
2.4 Tegangan Vertikal Pada Tanah Beban luar yang bekerja di atas permukaan tanah akan mengakibatkan lapisan tanah di bawah timbunan mengalami penambahan tegangan sebesar P. P ini didistribusikan oleh massa tanah dimana semakin dalam lapisan suatu tanah akan menerima pengaruh P yang semakin kecil. 2.5 Analisa Stabilitas Lereng 2.5.1 Analisa Stabilitas Lereng Terhadap Puncture Stabilitas terhadap puncture atau dikenal dengan keruntuhan ’poinςonnement’ pada prinsipnya
analog dengan perhitungan daya dukung pondasi dangkal pada kondisi paling kritis yaitu pada kondisi short term (Wahyudi,1997).
konsolidasi radial (Uh) dihitung dengan persamaan 2.49
2.5.2 Analisa Stabilitas Lereng Terhadap Bidang Longsor Lingkaran Salah satu program bantu yang dapat digunakan untuk analisa stabilitas lereng adalah program X-STABLE. 2.6 Metode Perbaikan Tanah Pada Tanah Kohesif pada Tabel 2.5 telah disediakan pemilihan metode perbaikan tanah yang cocok untuk suatu jenis tanah (D. Queyroi, D. Chaput, G.Pilot, 1985). Tabel 2.5 Pemilihan Metode Perbaikan Tanah Berdasar Jenis Tanah (D. Queyroi, D. Chaput, G.Pilot, 1985) Gambar 2.11 Korelasi Grafis antara Cv, t, Uv dan Hdr (J.P. BRU,1983)
Derajat konsolidasi rata-rata U dapat dicari dengan perumusan dari Carillo (dalam Wahyudi, 1997) :
U = [1-(1 - U h)(1 - U v )]x100%
(sumber : Wahyudi, 1997) 2.6.1 Preloading Yang Dikombinasi Dengan Prevabricated Vertical Drain (PVD) 2.6.1.1 Pemberian Beban Awal (Preloading) Penimbunan bertahap dapat meningkatkan daya dukung tanah akibat tanah yang memampat. Kenaikan daya dukung tanah dapat dilihat dari kenaikan kekuatan geser undrained (Cu) yang dapat dicari dengan menggunakan persamaan (Mochtar, 2000): 1. untuk harga Plastisitas Indeks, PI tanah < 120 %. Cu (kg/cm2) = 0.0737 + ( 0.1899 – 0.0016 PI ) (2.39) P’ 2. untuk harga Plastisitas Indeks, PI tanah > 120 %. Cu (kg/cm2) = 0.0737 + ( 0.0454 – 0.00004 PI ) P’ (2.40) 2 dimana : harga P’ dalam kg/cm
/
P
/ P/ o
U . o/ o/
Perhitungan diameter dan jarak antar vertikal drain yang dibutuhkan dapat dicari dengan cara grafis dari Magnan (LCPC, 1981). Cara ini tidak berlaku apabila kedalaman panjang PVD yang dipasang tidak sedalaman lapisan lempung compressible.
Gambar 2.12 Grafik Untuk Mencari Diameter Dan Jarak Antar PVD (2.21.b) (LCPC, 1981) (Sumber : Wahyudi, 1997)
(2.41) k/h0 = tegangan overburden Cv Ch = Cr =
kv
dimana : 2.6.1.2 Prevabricated Vertical Drain (PVD) Hal-hal yang diperhatikan dalam perhitungan kebutuhan vertical drain didasarkan pada teori konsolidasi radial (Barron,1947). Besarnya
(2.49)
kh = koefisien permeabilitas horisontal kv = koefisien permeabilitas vertikal
(2.51)
Secara umum nilai
kh untuk tanah lunak adalah kv
dengan memperhatikan karakteristik tanah lunak yang disajikan pada Tabel 2.6.
Tallow = Kekuatan geotextile (KN/m') Untuk lebih jelasnya, perhatikan Gambar 2.13 berikut. (x,y) pusat lingkaran Garis Lingkaran Sliding
Ti R
Tabel 2.6. Nilai Kh/Kv Berdasar Karakteristik Tanah Lunak
(xi,yi) (x,y)
Geotextile
(xi,yi)
Sv L
Ltot Geotextile
Gambar 2.13 Timbunan dengan Geotextile
(Sumber : Wahyudi,1997)
Pola pemasangan vertical drain terdiri dari dua macam yaitu pola pemasangan segitiga dan segiempat. Diameter pengaruh (D) untuk masingmasing pola pemasangan PVD adalah : D = 1.13 S (untuk pola pemasangan segiempat) D = 1.05 S (untuk pola pemasangan segitiga) dimana : S = jarak pemasangan PVD 2.6.2 Geotextile Perencanaan stabilitas dari embankment di atas tanah lunak dengan bahan geosintetis ditinjau terhadap internal dan eksternal stability. Internal stability adalah kestabilan embankment karena tidak terjadinya kelongsoran pada bagian tubuh embankment itu sendiri. Perhitungan perencanaan geotextile terhadap overall stability adalah : 1. Menghitung Nilai Momen Dorong (2.54) 2. Menghitung Nilai Momen Tahanan yang Direncanakan (MRrencana) MRrencana = Mdorong x SFrencana (2.55) 3. Menghitung ΔMR ΔMR = MRrencana - MRmin (2.56) 4. Menghitung Kekuatan Geotextile (Tallow) (2.57) 5. Menghitung Jumlah Kebutuhan Lapisan Geotextile Mgeotextile > ΔMR Mgeotextile = Momen kekuatan geotextile (KNm) = Ti x Tallow x jumlah lembar geotextile tiap lapisan x 1m Ti (m) = Jarak geotextile terhadap titik pusat kelongsoran = y – y1 y = Ordinat dasar timbunan y1 = Ordinat pusat kelongsoran
6. Menghitung Panjang Geotextile di Belakang Bidang Longsor (2.58) dengan : L= Panjang geotextile di belakang bidang longsor Tallow = Kekuatan geotextile (KN/m') SFrencana = Angka keamanan yang direncanakan (2.52) (2.53) τ1 = Gaya gesek geotextile dengan tanah di atasnya= C1 + tan φ1 τ2 = Gaya gesek geotextile dengan tanah di bawahnya= C2 + tan φ2 2.6.3 Cerucuk Fungsi cerucuk adalah sebagai pasak terhadap geseran pada bidang longsor geser lingkaran (Mochtar. I.B.,2000). Asumsi yang dipergunakan dalam konstruksi cerucuk dapat dilihat pada Gambar 2.14. Pada gambar tersebut kelompok tiang (cerucuk) dengan rigid cap pada permukaan tanah menerima gaya horisontal. Gaya horisontal ini merupakan tegangan geser yang terjadi sepanjang bidang gelincir.
Gambar 2.14 Asumsi Gaya yang Diterima Cerucuk (NAVFAC DM-7, 1971)
2.6.3.1 Kekuatan Cerucuk Terhadap Gaya Horizontal Perhitungan kekuatan satu buah cerucuk terhadap gaya horizontal adalah sebagai berikut (NAVFAC DM-7, 1971) : 1. Menghitung Faktor Kekakuan Relatif (T).
EI T f
1 5
dimana : E = modulus elastisitas tiang cerucuk (kg/m2) I = momen inersia tiang cerucuk (cm4) f = koefisien dari variasi modulus elastisitas tanah (kg/cm3). Koefisien f didapat dari grafik yang disajikan dalam Gambar 2.15
Mp max (1 cerucuk)
(2.62) (2.59) dimana : σmax = Tegangan tarik/tekan maksimum dari bahan cerucuk. In = Momen inersia penampang cerucuk C
=
2. Menghitung Gaya Horizontal yang Mampu Ditahan Satu Tiang (P) Mp = Fm(P.T) Mp P Fm .T dengan : P = gaya horisontal yang diterima cerucuk (kg) T = faktor kekakuan relatif (cm) Fm = koefisien momen akibat gaya lateral P. Koefisien Fm didapat dari grafik pada Gambar 2.16. L pada grafik adalah panjang cerucuk di bawah bidang gelincir dan T adalah faktor kekakuan relatif
1 D, D = diameter cerucuk. 2
2.6.3.2 Perencanaan Jumlah Cerucuk
n
Gambar 2.15 Grafik f (NAVDAC DM-7 1971)
max x In C
Sf
yang di ijinkan Sf yang ada OM Pma x (1 cerucuk ) R
2.6.4 Stone Column Teknik perbaikan stone column merupakan teknik perbaikan tanah yang ditujukan untuk lapisan tanah lempung (clay) atau lanau (silt) (Wahyudi,2005). Perhitungan perencanaan stone column adalah sebagai berikut (Mochtar, 2000): 1. Menentukan diameter (D) dan jarak stone column (S) Dalam menganalisa stone column, suatu stone column dan tanah lunak disekelilingnya akan dimodelkan menjadi kelompok stone column (stone column group). Untuk selanjutnya stone (2.60) column dan tanah lunak disekelilingnya disebut "unit cell" (Gambar 2.17). (2.61)
Gambar 2.17 Konsep Unit Cell Pola Segi Empat Dan Segitiga Sama Sisi Gambar 2.16 Grafik Fm (NAVDAC DM-7 1971)
Mp = momen lentur yang bekerja pada cerucuk akibat beban P (kg-cm)
2. Menghitung
diameter
ekivalen
(Dc),
area
replacement ratio stone column( as ) dan area replacement ratio soil ( a c ) Kedua bentuk penampang unit cell (pola segi empat dan pola segitiga) dapat didekati dengan
bentuk lingkaran dengan Dc (diameter equivalent) adalah sebagai berikut: c = 1,05 S (untuk pola pemasangan segitiga) c = 1,13 S (untuk pola pemasangan segiempat)
As as A A As ac 1 As A
Pengumpulan Data
D (2.67) D
Studi Literatur: Parameter tanah Stabilitas talud Program Plaxis Penurunan tanah Metode perbaikan tanah Rencana Anggaran
(2.68)
Data Detail Engineering Design Relokasi Jalan Rel Sidoarjo-Bangil: Layout Cross section Data desain struktur jalan rel (profil bantalan, jarak antar bantalan,
Data Tanah pada Relokasi Jalan Rel SidoarjoBangil: Hasil tes sondir Hasil bor dangkal
Data Lokomotif pada Relokasi Jalan Rel SidoarjoBangil.
(2.69) Analisa Penurunan Tanah terhadap Perencanaan Jangka Pendek (Single Track) dan Panjang (Double Track)
(2.70)
Analisa Stabilitas Timbunan dan Tanah Dasar terhadap Perencanaan Jangka Pendek (Single Track) dan Panjang
Dimana :
1 2 D c ) 4 1 As = luas penampang stone column ( D 2 ) 4 A= luas penampang unit cell (
2.7 Metode Pelaksanaan Salah satu pelaksanaan yang pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan pada tubuh jalan rel adalah pekerjaan timbunan. 2.8 Rencana Anggaran Biaya Untuk menghitung biaya langsung, diperlukan data Harga Satuan Pokok Pekerjaan (HSPK) yang didalamnya terdapat harga satuan dari upah pekerja, material dan peralatan yang digunakan. Adapun biaya item pekerjaan dihitung dengan perumusan sebagai berikut: Biaya item pekerjaan = volume pekerjaan x harga satuan pekerjaan
BAB III METODOLOGI 3.1 Metodologi Penyelesaian Tugas Akhir Metodologi penyelesaian Tugas Akhir dapat dilihat pada bagan alir yang disajikan dalam Gambar 3.1.
(2.71)
Analisa Perbaikan Tanah terhadap Perencanaan Jangka Pendek (Single Track) dan Panjang
(2.72)
Perencanaan Metode Pelaksanaan terhadap Perencanaan Jangka Pendek (Single Track)
Perencanaan Metode Pelaksanaan terhadap Perencanaan Jangka Panjang (Double Track)
Perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB) terhadap Perencanaan Jangka Pendek (Single Track)
Perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB) terhadap Perencanaan Jangka Panjang
Kajian Pelaksanaan Timbunan untuk Single Track Menjadi Double Track Kesimpulan dari Perbandingan
Gambar 3.1 Bagan Alir Metodologi Penyelesaian Tugas Akhir
BAB IV ANALISA DATA PERENCANAAN 4.1 Data Tanah 4.1.1 Lokasi Data Tanah Data tanah yang digunakan : tes sondir pada 13 titik Standard Penetration Test (SPT) hasil tes bor pada 5 titik Adapun lokasi tes sondir dan tes bor dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Perhatikan grafik sondir S-10 yang ditunjukkan pada Gambar 4.2.
STA 12+750
STA 12+800
S 10/III
STA 12+850
STA 12+900
STA 12+900
S 11/III
STA 13+000
STA 13+050
STA 13+100
STA 13+150
S 12/III STA 13+200
STA 13+250
STA 13+300
STA 13+350
S 13/III
STA 13+400
STA 13+450
STA 13+500
S 14/III
STA 13+550
STA 13+600
STA 13+650
STA 13+700
STA 13+750
STA 13+800
STA 13+850
STA 13+900
STA 13+950
B-4 III
STA 14+000
STA 14+050
STA 14+000
STA 14+050
STA 14+100 STA 14+150 STA 14+200 STA 14+250 STA 14+300 STA 14+350
B-5 III
STA 14+400 STA 14+450 STA 14+500 STA 14+550 STA 14+600 STA 14+650 STA 14+700 STA 14+750 STA 14+800 STA 14+850 STA 14+900 STA 14+950 STA 15+000 STA 15+050 STA 15+100 STA 15+150 STA 15+200
B-6 III
STA 15+250
STA 15+300 STA 15+350 STA 15+400
Gambar 4.1 Lokasi Tes Sondir dan Bor
4.1.2 Perkiraan Lapisan dan Parameter Tanah Dari Tes Sondir Titik tes sondir beserta lokasi pengetesan dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Lokasi Tes Sondir Gambar 4.2 Grafik Sondir S-10 (STA 38+600)
Tabel 4.2 Rangkuman Harga Kedalaman FR m % 0-4 5.07 4-9 3.34 9-11 2.47 11-27 3.58 27-30 2.25
qc
pada Titik Sondir S-10 Konsistensi Tanah qc kg/cm2 7.38 Inorganic Clay, Firm 17.92 Inorganic Clay, Stiff 18.6 Sandy Clay 17.188 Inorganic Clay, Stiff 35.000 Sandy Clay
Tabel 4.5 Parameter Tanah pada Titik Sondir S-10 Tebal Lapisan Kedalaman
Data sondir yang tersedia digunakan untuk memperkirakan lapisan tanah dan memperkirakan parameter tanah. Perkiraan lapisan tanah dan parameter tanah diperlukan untuk mengelompokkan hasil tes sondir dengan hasil tes bor dan SPT. Adapun contoh perkiraan lapisan tanah dari salah satu titik tes sondir (S-10) di tentukan dengan cara:
Menentukan harga sondir (qc) rata-rata ( q c ) dengan memperhatikan grafik sondir secara visual.
m 4 5 2 16 3
m 0-4 4-9 9-11 11-27 27-30
z
γsat
po
Ip
m 2 6.5 10 19 28.5
(t/m3) 1.55 1.81 1.81 1.62 1.67
kg/cm2 0.001 0.005 0.008 0.012 0.019
% 45.33 45.33 39.26 33.37 34.68
NK
Su
qu
12.5 12.5 18 15.2 13.75
(kg/cm2) 0.32 0.71 1.24 0.78 1.88
(kg/cm2) 0.63 1.43 2.48 1.55 3.77
4.1.3 Perkiraan Parameter Tanah Dari Standard Penetration Test (SPT) SPT dilakukan di 5 titik (SPT BH-2 s.d BH-6). Lokasi SPT dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Lokasi SPT
No 1 2 3 4 5
BH-No BH-2 BH-3 BH-4 BH-5 BH-6
STA 38+950 39+400 13+600 40+325 41+300
Menentukan parameter tanah lempung dari salah satu hasil SPT adalah: Menentukan harga Cu dengan rumus Terzaghi&Peck sesuai dengan persamaan (2.11) sampai dengan (2.13). N berada di bawah muka air tanah, maka harga N menjadi N' dengan rumus pada persamaan (2.14). Pada Bor Hole No.2 (BH-2) dimana SPT dilakukan pada lokasi yang sama, terdapat harga NSPT = 4 di kedalaman -3m dengan kondisi tanah lempung berlanau. N' = 9.5 Cu = 10 N = 10 (9.5) = 95 Kpa = 0.95 kg/cm2 Menentukan harga Cu dengan Tabel korelasi dari Bowles (Tabel 2.2) NSPT = 4. qu (KN/m2) = 20 Cu(kg/cm2) = qu/(2*100) = 20/(2*100) = 0.1 Hasil perhitungan Cu dengan berbagai metode di atas, dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7 Parameter Cu Berdasar Hasil SPT di BH-2 Kedalaman (m) 3
N
Jenis Tanah
4
LempungBerlanau
Cu(kg/cm2) N' 2 T erzaghi & Peck (kg/cm ) Tabel Bowles (kg/cm2) HargaNkoreksi 9.5 0.95 0.1
Menentukan parameter tanah pasir dari hasil SPT adalah: Menentukan harga sudut geser () dengan metode Dunham Pada Bor Hole No.2 (BH-2) dimana SPT dilakukan pada lokasi yang sama, terdapat harga NSPT = 5 di kedalaman -9m dengan kondisi tanah pasir. = (12N)0.5+25 (2.15) o = 32.75 Menentukan harga sudut geser () dengan metode Osaki NSPT = 5 pada kedalaman -9 m. = (20N)0.5+15 (2.16) = 25o Menentukan harga sudut geser () dengan metode Mayerhof (cara grafis) NSPT = 5 pada kedalaman -9 m dan kandungan mineral lempung kurang dari 5%. Dari grafik pada Gambar 2.3 didapat harga = 32o Menentukan harga sudut geser () dengan korelasi dari Tabel Bowles
NSPT = 5 pada kedalaman -9 m. Dengan memperhatikan kolom noncohessive soil pada Tabel Bowles (Tabel 2.2), didapat harga interpolasi = 26.17o 26o Hasil perhitungan dengan berbagai metode di atas, dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Parameter Berdasar Hasil SPT di BH-2 Kedalaman (m) 9
N 5
Jenis Tanah Pasir
Dunham Osaki 32.75 25.00
Ф Meyerhof (grafis) 32
Tabel Bowles 26.17
4.1.4 Penentuan Zona Data Tanah Berdasar Tes Sondir dan SPT Parameter tanah yang telah didapat berdasar hasil tes sondir dan SPT maupun parameter tanah berdasarkan tes di laboratorium dibandingkan. Hal ini bertujuan untuk mencari input data tanah yang akan digunakan dalam perencanaan. Data tanah yang akan dibandingkan, dikelompokkan terlebih dahulu dan hasil pengelompokkan dapat dilihat pada Tabel 4.9. Pengelompokkan data tanah sondir dan SPT dipilih berdasarkan lokasi yang berdekatan dari kedua tes tanah. Tabel 4.9 Pengelompokkan Data Tanah yang Akan Dibandingkan No Zone-No BH-No STA Sondir-No 1 Z-1 BH-2 38+875 s.d 39+113 S-11,S-12 2 Z-2 BH-3 39+113 s.d 39+525 S-13,S-14,S-15,S-16 3 Z-3 BH-4 39+525 s.d 39+975 S-17 4 Z-4 BH-5 39+975 s.d 40+725 S-18,S-19,S-20 5 Z-5 BH-6 40+725 s.d 42+000 S-21,S-22
Setelah mendapatkan parameter tanah untuk perencanaan, dilakukan zonifikasi arah horizontal. Lay out zonifikasi disajikan pada Gambar 4.3.
2 1.18 kg/cm2 2 2 11.8 t/m
STA 12+750
STA 12+800
S 10/III
STA 12+850
STA 12+900
STA 12+950
STA 13+000
S 11/III
STA 13+050
STA 13+100
BAB V PERENCANAAN ALTERNATIF DESAIN METODE PERBAIKAN TANAH
STA 13+150
S 12/III STA 13+200
STA 13+250
STA 13+300
STA 13+350
S 13/III
STA 13+400
STA 13+450
STA 13+500
S 14/III
STA 13+550
Keteranga n Gambar:
STA 13+600
STA 13+650
STA 13+700
Z on Z a on 1 Z a on 2 a 3
STA 13+750
STA 13+800
STA 13+850
STA 13+900
STA 13+950
B-4 III
STA 14+000
STA 14+050
STA 14+100
Tipikal timbunan untuk single dan double track dapat dilihat pada Gambar 5.1 dan 5.2. Data tanah yang akan digunakan untuk perencanaan dapat dilihat pada Tabel 4.10.
Z on Z a on 4 a 5
STA 14+150
6.0 m
STA 14+200
q
STA 14+250 STA 14+300 STA 14+350 STA 14+400
.5 1:1
STA 14+450
B-5 III
8.0 m
STA 14+500 STA 14+550 STA 14+600 STA 14+650
OGL
STA 14+700 STA 14+750 STA 14+800 STA 14+850 STA 14+900
±0 m
z timbunan 1
STA 14+950 STA 15+000 STA 15+050 STA 15+100
z komponen jalan rel 1
STA 15+150 STA 15+200 STA 15+250 STA 15+300
B-6 III
Layer 1
STA 15+350
STA 15+400 STA 15+450
-9m
z2 kompenen jalan rel
z2 timbunan
Gambar 4.3 Zonifikasi Layer 2
4.2 Data Timbunan Dalam perencanaan timbunan ini, dipilih kondisi timbunan yang paling kritis. Timbunan yang memenuhi kriteria sebagai timbunan terkritis yang akan direncanakan berada pada STA 40+700 dimana tinggi timbunan adalah 8 m dan berada pada zona 4 (Z-4). Data dan parameter tanah timbunan adalah sebagai berikut: Tinggi timbunan = 8 meter Lebar timbunan = 6 meter (untuk single track) = 10 meter (untuk double track) Perbandingan slope = 1:1.5 γtimb = 1.8 t/m3 = 30o Timbunan tersebut di atas berada pada kondisi tanah yang dapat dilihat pada Tabel 4.10.
-21 m
Lapisan Permeabel
N SPT > 20
Gambar 5.1 Tipikal Timbunan untuk Single Track
10.0 m
q
.5
1:1
8.0 m
OGL ±0 m
z timbunan 1
z komponen jalan rel 1
Layer 1
-9m
z2 kompenen jalan rel
z2 timbunan
Layer 2
Tabel 4.10 Data Tanah Perencanaan Pada Kondisi Terkritis Layer No. Kedalaman Tebal Lapisan 1 2
m 0-9 9-21
m 9 12
z m 4.5 15
e0
Cc
1.775 1.455
1.1 1.15
Cs 0.147 0.153
-21 m
Ф
Cu
γsat
γd
(o) 0 0
kg/cm2 0.191 0.052
t/m3 1.641 1.595
(t/m3) 0.936 1.002
N SPT > 20
Lapisan Permeabel
Gambar 5.2 Tipikal Timbunan untuk Double Track
4.3 Analisa Pembebanan Sesuai dengan Peraturan Dinas No. 10 PJKA 1986, persamaan yang digunakan untuk mendapatkan tekanan pada permukaan timbunan adalah rumusrumus dari ‘Beam on Elastic Foundation’ dan JNR (terdapat pada persamaan 2.1 sampai dengan 2.4). Dan didapatkan. Tekanan pada permukaan badan jalan (σ2) :
2
58 1 10 d 1,35
d = tebal balas = 0.5 m
5.1.1 Perhitungan Pemampatan Tanah akibat Timbunan untuk Single Track Perhitungan distribusi tegangan akibat σ2 dihitung pada saat kedalaman z = 12.5 m dan z = 23.
σ2 = 11.8 t/m2 y
0.5 m
9 S i 18 1578 .1 Si 0.103 m
y
0.5 m x
x
2.5 m
2.5 m
Gambar 5.3 Pemodelan Beban Merata σ2 pada Permukaan Timbunan (untuk single track) Tabel 5.1 Distribusi beban vertikal akibat beban kereta, rel,bantalan dan balas single track z
n = x/z
m = y/z
I
σp1 = q.I.4 (t/m2)
12.5
0.20
0.040
0.011
0.518
23
0.11
0.022
0.0065
0.306
Perhitungan distribusi tegangan akibat timbunan (σp2) dihitung pada saat kedalaman (z) yang ditinjau untuk settlement, yaitu : z1 = 4.5 m, z2 = 15 m. Hasil perhitungan σp2 dengan HR = 10 m disajikan pada Tabel 5.3. Tabel 5.3 Rangkuman Penambahan Tegangan akibat Timbunan (σp2) single track σp2 q z 2I
t/m2 18.00 18.00
m 4.5 15
t/m2 0.94 0.64
16.88 11.59
Perhitungan pemampatan tanah konsolidasi primer (primary consolidation settlement) ditinjau pada setiap lapisan dengan HR yang direncanakan. cek : Δσ + σo' > σc, digunakan rumus pada persamaan (2.22): 0.147 4.385 1 .1 20.3 Sci [ log log ].9 1 1.775 2.885 1 1.775 4.385 Sc1 = 2.460 m Perhitungan pemampatan tanah segera (immediate settlement) pada layer 1 akibat timbunan untuk single track dengan HR = 10 m adalah: Menghitung Modulus Oedometrik ( E ' ) dengan Persamaan (2.19) : Harga modulus elastisitas (E) pada lapisan 1 = 9832.5 υ = 0.35 E ' 15780.6 KN/m2 = 1578.1 t/m2 Menghitung pemampatan segera dari suatu timbunan tanah di atas lapisan compressible dengan persamaan (2.18) : q = tegangan yang bekerja pada permukaan tanah = 18 t/m2
Perhitungan pemampatan konsolidasi dan segera pada lapisan 2 akibat timbunan untuk single track dengan HR 10m dilakukan dengan cara yang sama seperti perhitungan pemampatan konsolidasi dan segera pada lapisan 1. 5.1.2 Perhitungan Pemampatan Tanah akibat Timbunan untuk Double Track Nilai σ2 pada timbunan untuk double track mempunyai nilai sama dengan σ2 pada timbunan untuk single track yaitu sebesar 11.8 t/m2. Nilai yang berbeda adalah panjang x yaitu 5 m. Dengan cara yang sama pada perhitungan penambahan tegangan vertikal akibat beban di atas timbunan untuk single track, perhitungan penambahan tegangan vertikal akibat beban di atas timbunan untuk double track adalah Tabel 5.7 Distribusi beban vertikal akibat beban kereta, rel,bantalan dan balas double track z n = x/z m = y/z I σp1 = q.I.4 (t/m2) 12.5 0.40 0.040 0.018 0.848 23 0.22 0.022 0.012 0.565
Sama halnya dengan perhitungan distribusi tegangan akibat timbunan (σp2) untuk single track, distribusi tegangan akibat timbunan (σp2) untuk double track didapatkan dengan HR = 10 m adalah didapat : Tabel 5.9 Rangkuman Penambahan Tegangan akibat Timbunan (σp2) σp2 q z 2I
t/m2 18.00 18.00
m 4.5 15
0.98 0.75
t/m2 17.56 13.51
Pemampatan konsolidasi : Δσ + σo' > σc, digunakan rumus pada persamaan (2.22): Sc1 = 2.535 m Perhitungan pemampatan tanah segera (immediate settlement) pada layer 1 akibat timbunan untuk double track dengan HR = 10 m adalah : Menghitung modulus Oedometrik ( E ' ) dengan persamaan (2.18) : E = 9832.5 KN/m2 υ = 0.35 E ' 15780.6 KN/m2 = 1578.1 t/m2 Menghitung pemampatan segera dari suatu timbunan tanah di atas lapisan compressible dengan persamaan (2.17) :
q = 18 t/m2
Si 0.103 m Perhitungan pemampatan konsolidasi dan segera pada lapisan 2 akibat timbunan untuk single track dengan HR 10m dilakukan dengan cara yang sama seperti perhitungan pemampatan konsolidasi dan segera pada lapisan 1. 5.2 Perhitungan Tinggi Timbunan Rencana (HR) untuk Timbunan dengan Single Track dan Double Track Tinggi timbunan rencana merupakan tinggi awal yang diperlukan untuk mendapatkan tinggi akhir timbunan yang telah direncanakan (HF). Cara menentukan HR adalah membuat satu grafik dengan: Sumbu y adalah harga HR-HF dan total pemampatan (Si+Sc) Sumbu x adalah harga HR Perpotongan antara grafik HR-HF dan Si+Sc merupakan HR Tinggi timbunan akhir yang direncanakan (HF) untuk timbunan dengan single dan double track adalah 8 meter. Dengan tinggi timbunan rencana (HR) yang bervariasi; 10m sampai 18 m, maka HR-HF dapat dihitung. Hasil perhitungan HR-HF dapat dilihat pada Tabel 5.13. Tabel 5.13 Hasil perhitungan HR-HF HF (m) HR (m) HR-HF (m) 8 10.00 2.00 11.00 3.00 12.00 4.00 13.00 5.00 14.00 6.00 15.00 7.00 16.00 8.00 17.00 9.00 18.00 10.00
Total pemampatan yang terjadi (Si+Sc) akibat timbunan untuk single track dan double track dengan variasi HR disajikan dalam Tabel 5.14 dan Tabel 5.15. Tabel 5.14 Total pemampatan dengan HR bervariasi (single track) HR (m) Sc+Si (m) 10.00 4.824 11.00 5.197 12.00 5.550 13.00 5.886 14.00 6.207 15.00 6.514 16.00 6.807 17.00 7.089 18.00 7.360
Tabel 5.15 Total pemampatan dengan HR bervariasi (double track) HR (m) Sc+Si (m) 10.00 5.141 11.00 5.498 12.00 5.836 13.00 6.158 14.00 6.465
15.00
6.759
16.00
7.041
17.00
7.312
18.00
7.574
Grafik dengan sumbu y adalah Sc+Si dan HR-HF serta sumbu x adalah HR untuk timbunan dengan single dan double track dapat dilihat pada Gambar 5.5 dan Gambar 5.6.
Gambar 5.5 Grafik Penentuan HR (single track)
Gambar 5.6 Grafik Penentuan HR (double track) Persamaan grafik pada Gambar 5.5 dan Gambar 5.6 untuk grafik hubungan Sc+Si dan HR adalah : Sc+Si = -0.007 (HR2) + 0.517(HR) + 0.376 Sc+Si = -0.006 (HR2) + 0.490(HR) + 0.908 Dan persamaan grafik untuk grafik hubungan HR-HF dan HR adalah : HR-HF = HR - 8 Untuk timbunan dengan single track, kedua grafik berpotongan (harga Sc+Si = HR-HF ) pada saat HR=14.4 m dengan settlement yang terjadi sebesar 6.4 m. Timbunan dengan double track, kedua grafik berpotongan (harga Sc+Si = HR-HF ) pada saat HR=14.9 m dengan settlement yang terjadi sebesar 6.9 m. Tinggi timbunan awal (HR) akan dijadikan acuan dalam merencanakan alternatif metode
perbaikan tanah untuk timbunan dengan single dan double track. 5.3 Perhitungan Waktu Konsolidasi (t) Dari data tanah perencanaan pada Tabel 4.10 diketahui tebal lapisan tanah terkonsolidasi adalah 21 m. Faktor waktu (Tv) pada saat derajat konsolidasi (U) 90 % adalah 0.848 (Das, 1985). Koefisien konsolidasi vertikal (Cv) = 0.0012 cm2/dtk = 3.484 m2/tahun. Dengan menggunakan persamaan 2.24 nilai t adalah : 26.84 tahun 5.4 Perhitungan Faktor Keamanan 5.4.1 Perhitungan Faktor Keamanan Terhadap Kelongsoran Perhitungan kelongsoran dilakukan dengan menggunakan program bantu X-STABLE. Dari perhitungan angka keamanan (SF) dengan program bantu X-STABLE didapatkan nilai SF < 1.
aktu pemampatan (t) diharapkan selesai dalam waktu 20 minggu (5 bulan) dengan derajat konsolidasi U = 90%. -
irencanakan menggunakan PVD 10 cm x 0.5 cm Diameter ekivalen (dw) = (10+0.5)/2 = 5.25 cm Perhitungan perencanaan : Tabel 5.20 Hasil Perhitungan Perencanaan PVD dengan t dan U yang Berbeda 13 12.5
U = 90 % Uh (%) 88.51 88.57
D (m) 1.7 1.6
S (m) 1.5 1.4
12 9
88.64 89.01
1.5 1.3
1.3 1.2
t (bulan)
Cv (m2/s)
Uv (%)
5 4
1.20E-07 1.20E-07
3 2
1.20E-07 1.20E-07
U=80 % Uh (%) 82.76 82.86 82.95 83.52
Hasil perencanaan juga disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 5.7.
Tabel 5.18 SF dengan HR untuk single dan double track
Jenis Track Single Track Double Track
HR (m) 14.4 14.9
SF (Safety Factor) 0.652 0.546
5.4.2 Perhitungan Faktor Keamanan Terhadap Poinonnement Faktor keamanan (SF) terhadap poinonnement dihitung dengan pesamaan 2.33. Terdapat dua lapis tanah lempung dengan Cu yang berbeda (data tanah perencanaan Tabel 4.10). Perhitungan SF untuk HR dengan single track :
SF 0.241
Perhitungan SF untuk HR dengan double track :
Gambar 5.7 Grafik Hubungan t dan S dengan U yang Berbeda
Dari Gambar 5.7 dengan perencanaan U = 90% dan t = 5 bulan, didapat spacing (S) PVD sebesar 1.5 m.
SF 0.232
Setelah pemasangan PVD (10 cm x0.5 cm) dengan jarak (S) 1.5 dan pola pemasangan segiempat.
5.5 Perencanaan Preloading dengan kombinasi Prefabricated Vertical Drain (PVD) 5.5.1 Perencanaan Prefabricated Vertical Drain (PVD) Perhitungan perencanaan PVD untuk timbunan dengan single dan double track dilakukan dengan cara yang sama yaitu dengan cara grafis dari Magnan (LCPC,1981) : Data perencanaan adalah sebagai berikut: Hdr = 10.5 m Cvgab = 0.0012 cm2/dtk
5.5.2 Perhitungan Perencanaan Preloading Pada tugas akhir ini kecepatan penimbunan pada metode preloading (penimbunan secara bertahap) direncanakan 60 cm/minggu. Langkah perencanaan penimbunan bertahap untuk timbunan dengan single dan double track adalah sama, yaitu: 1. Mencari tinggi timbunan kritis (Hcr) untuk SF rencana (1.2) dengan bantuan program XSTABL Hasil perhitungan Hcr untuk masing-masing jenis track ditunjukkan pada Tabel 5.20.
Berdasarkan Tabel 2.6 didapat nilai maka Ch (persamaan 2.51) = = 2,4.10-7 m2/dtk.
,
Tabel 5.20 Hcr, SF dan Jumlah Tahapan Penimbunan untuk masing-masing jenis track Jenis Track Hcr (m) single double
4.5 4
SF
Jumlah Tahapan Penimbunan
1.204 1.205
24 25
D (m) 2 1.9
S (m) 1.8 1.7
1.6 1.3
1.4 1.2
2. 3.
dari hasil perhitungan X-STABLE untuk timbunan dengan single track dengan HR = 14.4 m adalah : SFmin = 0.652 dan MRmin = 29890 KNm, maka
Menghitung pemampatan akibat penimbunan bertahap. Menghitung perubahan parameter Cu Dengan adanya preloading nilai Cu akan menjadi meningkat akibat pemampatan. Berikut ini adalah contoh perhitungan perubahan nilai Cu untuk timbunan dengan single track : Menghitung tegangan tanah mula-mula (σo') Menghitung ∆σ dengan persamaan 2.41 Hasil ∆σ1(U1) sampai dengan ∆σ7(U7) pada tiap lapisan dapat dilihat pada Tabel 5.21. Tabel 5.21 Hasil ∆σ1(U1) s.d ∆σ7(U7) dengan Total H = 4.2 m σo
Δσ (u1)
Δσ (u2)
Δσ (u3)
Δσ (u4)
Δσ (u5)
Δσ (u6)
kg/cm2
kg/cm2
kg/cm2
kg/cm2
kg/cm2
kg/cm2
kg/cm2
0.288 0.893
0.056 0.054
0.051 0.049
0.045 0.042
0.039 0.035
0.031 0.028
0.022 0.020
Peubahan nilai Cu dihitung dengan persamaan 2.39 dan hasil dari kenaikan nilai Cu disajikan pada Tabel 5.22.
dengan persamaan 2.55 SFrencana = 1.35 maka MRrencana = 61888.804 KNm menghitung ΔMR dengan persamaan 2.56 ΔMR = 31998.80 KNm menghitung kekuatan geotextile (Tallow) dengan persamaan 2.57 menghitung jumlah kebutuhan lapisan geotextile Dalam perencanaan ini digunakan : kg/cm2 Jarak pemasangan antar lapisan geotextile (sesuai 0.013 tahapan preloading)= 0.6 m 0.011 Jumlah lembar geotextile tiap lapisan = 2 lembar. Hasil perhitungan Mgeotextile untuk HR = 14.4 m disajikan pada Tabel 5.25 Δσ(u7)
Tabel 5.25 Hasil Perhitungan Mgeotextile untuk HR = 14.4 m Tabel 5.22 Perubahan nilai Cu dengan H = 4.2 m Kedalaman σp' PI Cu
m 0-9 9-21
4.
kg/cm2 0.544 1.132
% 39.340 29.410
kg/cm2 0.193 0.288
Kontrol angka keamanan (SF) dengan nilai Cu baru Dengan program bantu XSTABL didapatkan SF 1.246. Stabilitas puncture dihitung dengan perumusan 2.35 dan didapat SF 1.6.
Pada matriks yang disajikan pada Tabel 5.23 dan Tabel 5.24 dapat dilihat bahwa tahapan penimbunan untuk timbunan single dan double track beberapa kali mengalami penundaan dan ditandai dengan angka nol (0). Karena sampai waktu proses preloading selesai direncanakan terdapat waktu penundaan yang cukup lama yaitu 8 minggu untuk kedua jenis tipe timbunan maka direncanakan perkuatan talud untuk mengatasi kelongsoran yang terjadi 5.6 Perhitungan Perencanaan Geotextile Dalam perencanaan ini digunakan tipe geotextile STABILENKA 300/45 dan angka keamanan rencana (SFrencana) sebesar 1.35. Perhitungan perencanaan geotextile terhadap overall stability untuk timbunan dengan single track (HR = 14.4m) adalah: menghitung nilai momen dorong (Mdorong) (persamaan 2.54)
Jumlah Lapis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
H timbunan (m) 14.4 13.8 13.2 12.6 12 11.4 10.8 10.2 9.6 9 8.4 7.8 7.2 6.6 6 5.4
Ti (m) 15.45 14.85 14.25 13.65 13.05 12.45 11.85 11.25 10.65 10.05 9.45 8.85 8.25 7.65 7.05 6.45
Tallow (KN/m) 94.697 94.697 94.697 94.697 94.697 94.697 94.697 94.697 94.697 94.697 94.697 94.697 94.697 94.697 94.697 94.697 Total
Mgeotextile (KNm) 2926.14 2812.50 2698.86 2585.23 2471.59 2357.95 2244.32 2130.68 2017.05 1903.41 1789.77 1676.14 1562.50 1448.86 1335.23 1221.59 33181.82
33181.82 KNm > 31998.80 KNm…. (Ok) Jadi, dilakukan pemasangan geotextile stabilenka 300/45 sebanyak 16 lapis dengan @ lapis terdiri dari 2 lembar geotextile. menghitung panjang geotextile di belakang bidang longsor (L) dengan persamaan 2.58 Hasil perhitungan panjang geotextile di belakang bidang longsor untuk timbunan dengan HR= 14.4 m disajikan pada Tabel 5.26 Tabel 5.26Hasil Perhitungan Panjang Geotextile di Belakang Bidang Longsor untuk Timbunan dengan Single Track (HR=14.4 m)
Jumlah
H timbunan
τ1
Lapisan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
(m) 14.4 13.8 13.2 12.6 12 11.4 10.8 10.2 9.6 9 8.4 7.8 7.2 6.6 6 5.4
(KN/m2) 149.649 143.414 137.178 130.943 124.708 118.472 112.237 106.002 99.766 93.531 87.295 81.060 74.825 68.589 62.354 56.118
τ2
τ1+τ2
(KN/m2) (KN/m2) 19.100 168.749 143.414 286.828 137.178 274.357 130.943 261.886 124.708 249.415 118.472 236.945 112.237 224.474 106.002 212.003 99.766 199.532 93.531 187.061 87.295 174.591 81.060 162.120 74.825 149.649 68.589 137.178 62.354 124.708 56.118 112.237
L
digunakan untuk perkuatan tanah untuk timbunan dengan single track adalah: Menghitung faktor kekakuan relatif (T) (persamaan 2.59) Ew = 364060.4 kg/cm2 I = 39760.78 cm4 qu = 0.243 kg/cm2 Dari grafik pada Gambar 2.14 didapat nilai f = 3 ton/ft3 = 0.096 kg/cm3.
(m) 1.052 0.557 0.582 0.610 0.641 0.674 0.712 0.754 0.801 0.854 0.915 0.986 1.068 1.165 1.281 1.424
menghitung panjang total geotextile Panjang total geotextile adalah panjang dari ujung timbunan sampai belakang bidang longsor. Pada perencanan ini, panjang geotextile hanya dihitung dari 1 sisi. Hasil perhitungan panjang geotextile total (Ltot) untuk timbunan dengan HR= 14.4 m HR= 14.9 m disajikan pada Tabel 5.27
cm = 1.721 m
Tabel 5.27 Hasil Perhitungan Panjang Total Geotextile 1 sisi Jumlah Lapisan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
y (m) 30 30.6 31.2 31.8 32.4 33 33.6 34.2 34.8 35.4 36 36.6 37.2 37.8 38.4 39
x (m) 58.05 58.56 59.06 59.53 59.95 60.37 60.74 61.08 61.42 61.72 61.99 62.26 62.50 62.72 62.94 63.12
L (m) 1.052 0.557 0.582 0.610 0.641 0.674 0.712 0.754 0.801 0.854 0.915 0.986 1.068 1.165 1.281 1.424
Ltot Geotextile (1 Sisi) (m) 19.10 18.22 17.84 17.44 16.99 16.54 16.05 15.53 15.02 14.47 13.91 13.35 12.77 12.18 11.62 11.05
Menghitung gaya horisontal yang dapat ditahan oleh 1 tiang (P) (persamaan 2.60) : (persamaan 2.59)= 1590431 kgcm Total panjang micropile rencana(L) adalah = 2 x 7.4 = 14.8 m. Mencari nilai Fm dari grafik pada Gambar 2.15 dilakukan perhitungan :
Dari nilai L/T tersebut, dengan kedalaman (z) = 0 pada grafik di Gambar 2.16 diperoleh nilai Fm = 0.9, maka gaya horisontal yang dapat ditahan oleh satu micropile (P)
Hasil perencanaan perencanaan geotextile pada masing-masing tipe timbunan disajikan pada Tabel 5.28.
Menghitung Jumlah Kebutuhan Micropile (n) dengan persamaan 2.66 :
R
= Jari-jari bidang longsor = 22.87 m
/m’ Tabel 5.28 Hasil Perencanaan Geotextile Jenis Track
(HR)
Stabilenka
ΔMR
Mgeotextile
Kebutuhan Lapisan Geotextile
(m)
Type
(KNm)
(KNm)
single
14.4
300/45
31998.8
33181.82
16
double
14.9
300/45
49285.49
49655.3
16
Kebutuhan Lembar tiap Lapisan Geotextile tiap lapis @ 2 lembar (lapis ke 1-12 @3 lembar, lapis ke 1316@2 lembar)
5.7 Perhitungan Perencanaan Micropile Perencanaan ini digunakan micropile dengan ukuran diameter 300 mm, kuat tekan beton (fc’) = 60 Mpa. Perhitungan perencanaan micropile yang
dengan jarak antar micropile (S) adalah : dari data circular failure dengan bantuan program X-STABL didapat koordinat x pada tanah dasar (y=30) (Sket Gambar 5.10) adalah : x = 58.05 x = 24.33 maka jarak antar micropile (S) = Sket pemasangan micropile tampak atas ditunjukkan pada Gambar 5.11
S
S
1:1
.5 h2
S
S
Tanah Timbunan
HR = 14.9 m
1m
h1
OGL h12
±0 m
z
1
Bidang Gelincir
Gambar 5.11 Sket Pemasangan Micropile Tampak Atas
z
12
z
11
L stone column
5.8 Perencanaan Stone Column Data perencanaan : Diameter stone column (D) = 0.9 m Jarak antar stone column (S) = 2 D = 1.8 m Pola pemasangan = segiempat As (persamaan 2.72) = 0.636 m2 A (persamaan 2.71) = 3.249 m2 Analisa talud dengan tinggi HR=14.4 m (timbunan dengan single track) menggunakan stone column ditunjukkan pada Gambar 5.12. Dari perhitungan dengan program XSTABL didapat : SF = 0.652 radius = 22.87 m Mr = 29890 KNm. Dengan SFrencana = 1.2 maka ΔMr yang harus dipikul stone column = 2512.23 tm Kedalaman stone column (L) = panjang micropile = 14.8 m Dengan 11 stone column yang direncanakan untuk stabilitas talud didapat ΔMrsc=2568.88 tm. Tanah Timbunan
HR = 14.4 m
1:1
.5 h1
OGL h10
±0 m
z
1
z
Bidang Gelincir
11
z
10
L stone column
-21 m
Gambar 5.12 Sket Pemasangan Stone Column Pada Bidang Gelincir (Timbunan dengan Single Track)
Analisa talud dengan tinggi HR=14.9 m (timbunan dengan single track) menggunakan stone column ditunjukkan pada Gambar 5.13. Dari perhitungan dengan program XSTABL pada Lampiran F didapat : SF = 0.546 radius = 22.99 m Mr = 33470 KNm. Dengan SFrencana = 1.2 maka ΔMr yang harus dipikul stone column = 3702.54 tm. Kedalaman stone column (L) = panjang micropile = 13.8 m Dengan 18 stone column yang direncanakan untuk stabilitas talud didapat ΔMrsc=3754.53 tm.
-21 m
Gambar 5.13 Sket Pemasangan Stone Column Pada Bidang Gelincir (Timbunan dengan Double Track) BAB VI PERENCANAAN METODE PELAKSANAAN 6.1 Umum Dalam tugas akhir ini akan dibahas metode pelaksanaan pekerjaan bangunan bawah yang merupakan tubuh jalan rel yang berupa timbunan. Pekerjaan yang termasuk dalam pekerjaan bangunan bawah adalah: 1. pekerjaan perbaikan tanah 2. pekerjaan timbunan untuk jalan rel 6.2 Pekerjaan Perbaikan Tanah Rencana metode pelaksanaan perbaikan tanah direncanakan terhadap preloading yang dikombinasi dengan PVD, penggunaan geotextile, micropile dan stone column. Pekerjaan perbaikan tanah secara umum terdiri dari : 1. tahap persiapan 2. tahap perbaikan tanah 3. finising Tahap persiapan dalam pekerjaan perbaikan tanah ini meliputi persiapan lahan, mobilisasi alat dan material perbaikan tanah.Yang berbeda pada tahap persiapan adalah jenis alat berat dan material yang disesuaikan dengan alternatif yang sudah direncanakan pada bab sebelumnya. Tahap finishing secara umum meliputi pembersihan lahan (kondisi tanah dasar siap ditimbun) dan demobilisasi alat berat. Untuk tahap perbaikan tanah dari masingmasing alternatif dibahas pada subbab berikut. 6.2.1 Metode Pelaksanaan Preloading yang dikombinasi dengan PVD Pelaksanaan pekerjaan PVD untuk timbunan dengan single maupun double track pada umumnya adalah sama. Yang berbeda adalah kebutuhan material PVD untuk masing-masing tipe timbunan (hasil perencanaan PVD disajikan pada Tabel 6.1). Tabel 6.1 Hasil Perencanaan PVD
Tinggi Timbunan Jenis Track Rencana (HR) single double
(m) 14.4 14.9
Jarak Antar PVD (m) 1.50 1.50
Pola Pemasan gan
Jumlah
segiempat segiempat
35 39
Kedalaman (dari permukaan tanah dasar) (m) 21 21
Tahapan pelaksanaan pekerjaan PVD adalah : 1. Persiapan alat dan material Persiapan alat dan material meliputi mobilisasi alat pemancang PVD, mandrel dan sepatu plat (anchor plate) dan material PVD. Gambar alat pemancang PVD, sket mandrel dan sepatu plat serta gambar material PVD ditunjukkan pada Gambar 6.1, Gambar 6.2 dan Gambar 6.3. Setelah alat sampai di site, alat dan PVD si setting pada titik lokasi PVD yang telah ditentukan.
kerja juga berfungsi sebagai horizontal drainage untuk meneruskan aliran air dari PVD. Lantai kerja merupakan material sirtu dan dihamparkan setinggi 0.5 m. Tahapan instalasi PVD dapat dilihat pada Gambar 6.4. Tahapan tersebut adalah : 1. Pemasangan sepatu pelat Sepatu pelat (anchor plate) merupakan lempengan besi berukuran 15 cm x 7.5 cm. 2. Instalasi Mandrel Mandrel menjaga agar PVD tetap pada bentuknya saat pemancangan sehingga PVD dapat berfungsi dengan baik. Dalam Tugas akhir ini mandrel dipancang sedalam lapisan tanah lunak yaitu sedalam 21 m. 3. Pencabutan Mandrel 4. Pemotongan PVD Pemotongan PVD dilakukan dengan menggunakan gunting. Instalasi PVD yang simple dan cepat dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan metode pelaksanaan perbaikan tanah yang akan digunakan.
Gambar 6.1 Alat Pemancang PVD (Crawler Crane)
Gambar 6.2 Sket PVD, Mandrel dan anchor plate Gambar 6.4 Tahapan instalasi PVD
Gambar 6.3 Material PVD (Sumber: Materi Kuliah MPT, 2009)
2.
Pelaksanaan PVD sudah umum dilakukan di berbagai proyek konstruksi di Indonesia. Dengan kondisi tersebut diperkirakan akan mudah mendapatkan alat pemancang PVD dan material PVD untuk pelaksanaan proyek dalam tugas akhir ini. Instalasi PVD Sebelum instalasi PVD dilakukan, lantai kerja dihamparkan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan agar tanah dasar mampu menahan beban dari alat berat yang digunakan. Lantai
Setelah pekerjaan PVD selesai, tahap selanjutnya adalah menghamparkan horizontal drain yang ke-2. Material horizontal drain 2 sama dengan lantai kerja yaitu sirtu dengan tebal 0.5 m. Sket lantai kerja (horizontal drain 1), PVD dan horizontal drain 2 dapat dilihat pada Gambar 6.5
Gambar 6.5 Sket Penghamparan Horizontal Drain
6.2.2 Metode Pelaksanaan Geotextile Pada tiap tahap prealoading dimulai dengan menggelar geotextile untuk menambah daya dukung timbunan dan tanah dasar. Kebutuhan geotextile
untuk masing-masing track dapat dilihat pada Tabel 6.2. . Tabel 6.2 Hasil Perencanaan Geotextile Jenis Track
(HR)
Stabilenka
(m)
Type
Jarak Pemasangan Kebutuhan Lapisan antar Lapisan Geotextile Geotextile (m)
single
14.4
300/45
0.6
16
double
14.9
300/45
0.6
16
Kebutuhan Lembar tiap Lapisan Geotextile tiap lapis @ 2 lembar (lapis ke 1-12 @3 lembar, lapis ke 1316@2 lembar)
Geotextile diletakkan pada ketebalan tanah timbunan yang telah direncanakan sesuai dengan tahapan preloading per minggu yaitu 0.6 m. Untuk timbunan dengan single track, tiap ketebalan lapisan tanah urug setebal 0.6 m tersebut dipadatkan kemudian dihamparkan geotextile diatasnya sampai pada ketinggian 9.6 m. Cara yang sama dilakukan untuk pemadatan tanah urug dan penghamparan geotextile untuk timbunan dengan double track. Perataan dan pemadatan tanah tanah timbunan dilakukan oleh alat berat buldozer dan pneumatic tire roller. Sket penghamparan geotextile dapat dilihat pada Gambar 6.6 sampai dengan Gambar 6.9.
Gambar 6.6 Sket Penghamparan Geotextile Woven (GW)
Pada Gambar 6.6 geotextile woven dihamparkan. Geotextile dihamparkan dengan arah memanjang geotextile sebagai lebar timbunan. Hal ini karena kekuatan tarik arah memanjang geotextile lebih besar dibandingkan kekuatan tarik arah melebarnya. Pada Gambar 6.7 roll geotextile dihamparkan sampai dengan kaki timbunan. Setelah itu tanah timbunan dapat mulai diurug di atas geotextile yang sudah selesai di gelar. Geotextile yang panjangnya tidak mencukupi dapat disambung dengan cara dijahit seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.8. Penghamparan geotextile terus dilakukan sesuai dengan kebutuhan desain seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.9.
Gambar 6.7 Sket Penghamparan Geotextile Woven dan Tanah Urug
Gambar 6.8 Penyambungan Geotextile di Lapangan (Sumber : www.geomembran.com)
Gambar 6.9 Sket Penghamparan Geotextile dan Pemadatan Timbunan
6.2.3 Metode Pelaksanaan Cerucuk Beton (Micropile) Metode pelaksanaan micropile pada prinsipnya sama dengan pekerjaan pemancangan tiang pancang karena micropile adalah tiang pancang dengan ukuran yang lebih kecil. Kebutuhan micropile telah dihitung pada bab sebelumnya dan disajikan pada Tabel 6.3. Tabel 6.3 Hasil Perencanaan Micropile Jenis Track
HR
single double
(m) 14.4 14.9
Jarak Pemasangan Jumlah antar Micropile (m) 3.0 1.4
11 23
Kedalaman Pemancangan (dari permukaan tanah dasar (m) 14.8 13.8
Urutan pekerjaan instalasi micropile adalah : 1. Persiapan alat dan material Persiapan alat dan material meliputi mobilisasi dan setting alat pancang (pile driving hammer) dan micropile di lapangan. Dari truk pengangkut pile, micropile dipindahkan ke lapangan penumpukan dan lokasi pemancangan dengan bantuan crawler crane (sket crawler crane dapat dilihat pada Gambar 6.12).
mobile crane dan batu pecah diangkut dengan truk. P
2.
α
crane
W (ton)
A
B
C
Gambar 6.12 Sket Crawler Crane
2.
Mengingat micropile merupakan material yang getas maka mobilisasi material ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Jika mobilisasi tidak baik maka kualitas material dapat berkurang bahkan tidak dapat digunakan bila micropile tersebut patah. Pemancangan micropile Pemancangan dilakukan sampai dengan kedalaman yang telah direncanakan (dapat dilihat pada Tabel 6.3). Pada perencanaan micropile di tugas akhir ini, panjang pile dibutuhkan lebih dari 13 m maka dilakukan penyambungan pile karena micropile bagian bawah hanya tersedia sampai dengan panjang micropile adalah 13 m.
Setelah instalasi micropile selesai maka penimbunan dapat dilakukan. Tinggi timbunan rencana (HR) untuk single dan double track secara berturut-turut adalah 14.4 m dan 14.9 m. Untuk pekerjaan perataan dan pemadatan tanah timbunan sama dengan metode pada sub bab sebelumnya yaitu dilakukan oleh alat berat buldozer dan pneumatic tire roller. 6.2.4 Metode Pelaksanaan Stone Column Pelaksanaan pekerjaan stone column untuk timbunan dengan single maupun double track pada umumnya adalah sama. Yang berbeda adalah kebutuhan material kerikil/crushed stone untuk masing-masing tipe timbunan. Pada Tabel 6.4 disajikan hasil perencanaan kebutuhan stone column untuk masing-tipe timbunan. Tabel 6.4 Hasil Perencanaan Stone Column Jenis Track
single double
HR (m) 14.4 14.9
Jarak Pemasangan antar Stone Column (m) 1.8 1.8
Jumlah
11 18
Kedalaman Stone Column (dari permukaan tanah dasar) (m) 14.8 13.8
Pola Pemasangan
segiempat segiempat
Tahapan pelaksanaan pekerjaan stone column adalah: 1. Persiapan alat dan material Persiapan alat dan material meliputi mobilisasi dan setting alat vibroflot dan material batu pecah. Mobilisasi vibroflot menggunakan
Penetrasi stone column stone column direncanakan dengan metode dry-bottom feed. Metode ini dipilih karena kondisi tanah dasar dalam tugas akhir ini adalah tanah lunak. Proses dari metode ini dapat dilihat pada Gambar 6.15 dengan penjelasan berikut:
Gambar 6.15 Proses Instalasi Stone Column (Sumber: McCaib & McNeill, 2006)
1.
Setting vibroflot dan material crushed stone pada lokasi instalasi stone column. Vibroflot terlebih dahulu di penetrasikan ke kedalaman tanah yang telah direncanakan dan dapat dilihat pada sket Gambar 6.15 (kedalaman SC yang direncanakan sesuai dengan Tabel 6.5). Kemudian skip atau bucket pada alat vibroflot diisi dengan material batu pecah dengan bantuan back hoe loader
2.
Material batu pecah dispread melalui ujung vibroflot. Pada proses ini vibroflot juga bergerak naik dan turun sampai ke permukaan tanah dasar untuk memadatkan stone column (Gambar 6.12). Batu pecah yang disemprotkan melalui ujung vibroflot membuat tanah sekitarnya tersibak dan menjadi lebih padat. Sehingga daya dukung tanah meningkat. BAB VII ANALISA HARGA
7.1 Umum Pada bab ini akan dicari biaya pelaksanan untuk setiap tipe perbaikan tanah untuk timbunan dengan single dan double track yang telah direncanakan. Perhitungan biaya mengacu pada Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK) Pemerintah Kota Surabaya tahun 2009. 7.2 Analisa Harga Satuan Tabel 7.1 Analisa Harga Satuan Alternatif-1
No A B C
Uraian Pekerjaan Pengurugan Tanah dengan Pemadatan menggunakan Alat Berat (Lantai Kerja) Pemasangan Geotextile Pengurugan Tanah dengan Pemadatan menggunakan Alat Berat
Satuan
Harga Satuan (Rp.)
Volume
Jumlah Harga (Rp.)
m3
24.6
162,064.00
3,986,774.40
m2
1452.5
31,636.98
45,952,856.01
m3
397.44
162,064.00
64,410,716.16
Jumlah :
114,350,346.57
Tabel 7.5 Rencana Anggaran Biaya Alternatif-1 (double track) No A B C
Uraian Pekerjaan Pengurugan Tanah dengan Pemadatan menggunakan Alat Berat (Lantai Kerja) Pemasangan Geotextile Pengurugan Tanah dengan Pemadatan menggunakan Alat Berat
Satuan
Volume
m3
24.6
2
3
m m
Harga Satuan (Rp.)
Jumlah Harga (Rp.)
162,064.00
3,986,774.40
1673.3
31,636.98
52,937,015.60
511.815
162,064.00
82,946,786.16
Jumlah :
139,870,576.16
Tabel 7.6 Rencana Anggaran Biaya Alternatif-2 (single track) No A B
Tabel 7.2 Analisa Harga Satuan Alternatif-2 C
Uraian Pekerjaan Pengurugan Tanah dengan Pemadatan menggunakan Alat Berat (Lantai Kerja) Pekerjaan Pemancangan Pengurugan Tanah dengan Pemadatan menggunakan Alat Berat
Satuan
Volume
m3
24.6
m'
325.6
m3
397.44
Harga Satuan (Rp.)
Jumlah Harga (Rp.)
162,064.00
3,986,774.40
492,630.00
160,400,328.00
162,064.00 Jumlah :
64,410,716.16 228,797,818.56
Tabel 7.7 Rencana Anggaran Biaya Alternatif-2 (double track) No A B C
Uraian Pekerjaan Pengurugan Tanah dengan Pemadatan menggunakan Alat Berat (Lantai Kerja) Pekerjaan Pemancangan Pengurugan Tanah dengan Pemadatan menggunakan Alat Berat
Harga Satuan (Rp.)
Jumlah Harga (Rp.)
Satuan
Volume
m3
28.35
162,064.00
4,594,514.40
m
634.8
492,630.00
312,721,524.00
m3
511.815
162,064.00
82,946,786.16
'
Jumlah :
400,262,824.56
Tabel 7.8 Rencana Anggaran Biaya Alternatif-3 (single track) No A B C
Uraian Pekerjaan Pengurugan Tanah dengan Pemadatan menggunakan Alat Berat (Lantai Kerja) Pekerjaan Stone Column Pengurugan Tanah dengan Pemadatan menggunakan Alat Berat
Satuan
Volume
Harga Satuan (Rp.)
Jumlah Harga (Rp.)
m3
24.6
162,064.00
3,986,774.40
m3
293.9
376,480.50
110,652,024.04
m3
397.44
162,064.00 Jumlah :
64,410,716.16 179,049,514.60
Tabel 7.3 Analisa Harga Satuan Alternatif-3 Tabel 7.9 Rencana Anggaran Biaya Alternatif-3 (double track) No A B C
Uraian Pekerjaan Pengurugan Tanah dengan Pemadatan menggunakan Alat Berat (Lantai Kerja) Pekerjaan Stone Column Pengurugan Tanah dengan Pemadatan menggunakan Alat Berat
Harga Satuan (Rp.)
Jumlah Harga (Rp.)
Satuan
Volume
m3
28.35
162,064.00
4,594,514.40
m
480.9
376,480.50
181,066,948.43
m3
511.815
162,064.00
82,946,786.16
3
Jumlah :
268,608,248.99
Dari hasil perhitungan RAB di atas, dipilih perkuatan talud dengan alternatif-1 yaitu menggunakan geotextile. BAB VIII KAJIAN PELAKSANAAN TIMBUNAN UNTUK DOUBLE TRACK 7.3 Rencana Anggaran Biaya Tabel 7.4 Rencana Anggaran Biaya Alternatif-1 (single track)
9.1 Kesimpulan Kesimpulan dari alternatif desain geoteknik pada timbunan relokasi rel ruas Sidoarjo-Bangil STA 38+750 s.d. STA 42+000 adalah : 1. Alternatif desain direncanakan: a. Untuk mempercepat proses waktu konsolidasi tanah pada timbunan untuk single maupun double track digunakan preloading yang dikombinasi dengan Prefabricated Vertical Drain (PVD). Dengan kecepatan preloading yang direncanakan 60 cm/minggu, waktu konsolidasi diperkirakan selesai dalam waktu 6 bulan. Hasil perencanaan PVD : Ukuran PVD = 10 cm x 0.5 cm S = 1.5 m L = 21 m b. Hasil perencanaan perkuatan talud dengan menggunakan geotextile disajikan pada Tabel 9.1.
10.0 m 6.0 m 3.0 m 3.0 m
4.0 m
1:1
.5
8.0 m
±0 m
PV Drain 10 x 0.5 cm S = 1.5 m
-21 m
Gambar 8.1 Kondisi-I 10.0 m 6.0 m 3.0 m 4.0 m
3.0 m
.5
1:1
8.0 m
±0 m
-21 m
Tabel 9.1 Hasil Perencanaan Geotextile
Gambar 8.2 Kondisi-II
Jenis Track
8.2 Keuntungan dan Kerugian dari Pelaksanaan Timbunan untuk Double Track Keuntungan dan kerugian dari masing-masing kondisi dijabarkan pada Tabel 8.1. Dari penjabaran pada Tabel 8.1, kolom keuntungan untuk kondisi-II lebih banyak dari kondisi-I. Dengan pertimbangan tersebut, kondisi II sebaiknya dipilih untuk pelaksanaan timbunan dengan double track. Tabel 8.1 Matriks Kerugian dan Keuntungan dari Pelaksanaan Double Track Keadaan Pada No. Tinjauan Aspek Kondisi-I A Biaya 1 Perbaikan Tanah PVD
Hasil perhitungan biaya didapat : Hasil perhitungan biaya didapat : Rp 19,479,903.3 Rp 22,476,811.5
Geotextile
Hasil perhitungan biaya didapat : Hasil perhitungan biaya didapat : Rp 45,925,856.95 Rp 52,937,015.06
2 Material Urug Untuk HR
B
C
D
Keadaan Pada Kondisi-II
Kondisi Sekitar
Stabilitas
Pemampatan Tanah
Hasil perhitungan biaya didapat : Hasil perhitungan biaya didapat : Rp 64,410,716.16 Rp 82,946,786.16
Disekitar kaki timbunan yang akan diperlebar menjadi timbunan untuk jalur ganda mungkin ditempati oleh penduduk dan bangunanbangunan liar
Stabil untuk jalur tunggal
Selesai untuk jalur tunggal
(HR) (m)
Type
14.4
300/45
0.6
16
double
14.9
300/45
0.6
16
Stabil untuk jalur ganda
Sudah selesai untuk jalur ganda
BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN
Kebutuhan Lembar tiap Lapisan Geotextile tiap lapis @ 2 lembar (lapis ke 1-12 @3 lembar, lapis ke 1316@2 lembar)
Panjang Ltot dari masing-masing lapis geotextile ditunjukkan pada Tabel 9.2 dan Tabel 9.3. Kerugian Kondisi-II
Biaya yang diperlukan diperkirakan lebih kecil dibanding Kondisi-I Biaya lebih sedikit pada karena pekerjaan awal pembangunan perbaikan tanah dan relokasi timbunan sudah selesai dilakukan di awal pembangunan
Disekitar kaki timbunan mungkin ditempati oleh penduduk dan bangunan-bangunan liar namun di luar daerah yang akan diperlebar menjadi timbunan untuk jalur ganda
Jarak Pemasangan Kebutuhan Lapisan antar Lapisan Geotextile Geotextile (m)
single
Keuntungan Kondisi-I
Stabilenka
-
Tidak perlu melakukan pembebasan lahan dari penduduk atau bangunan liar pada saat akan dibangun jalur ganda
-
Pada saat pekerjaan jalur ganda tidak akan mengganggu stabilitas timbunan eksisting karena sudah pada keadaan stabil untuk jalur ganda.
-
tidak akan terganggu oleh penurunan tanah karena pemampatan sudah selesai sehingga timbunan dan tanah dasar pada saat dibebani oleh jalur kereta api baru akan tetap stabil
Kondisi-I
Kondisi-II
Tabel 9.2 Panjang Ltot untuk Tiap Lapis Geotextile (Timbunan dengan Single Lapis Geotextile Biaya lebih mahal kepada awal pembangunan 1 relokasi dibanding Kondisi-I 2 3 4 5 Diperkirakan membutuhkan biaya lebih untuk pembebasan 6 lahan dari penduduk atau 7 bangunan liar pada saat akan dibangun perluasan timbunan 8 karena harga tanah cenderung 9 terus meningkat setiap 10 tahunnya. 11 Pada saat dilakukan perluasan, 12 dapat mengganggu stabilitas 13 timbunan eksisting yang 14 hanya di desain untuk timbunan dengan jalur tunggal 15 16 Track) Kemungkinan harga material, upah dan sewa alat naik pada tahun-tahun berikut sehingga biaya diperkirakan akan lebih mahal dibanding Kondisi-II
pemampatan akan masih berlangsung pada saat pengurugan untuk timbunan dengan jalur ganda. Hal tersebut dapat mempengaruhi stabilitas timbunan yang sudah ada.
L tot (m) 19.1 18.2 17.8 17.4 17.0 16.5 16.1 15.5 15.0
14.5 13.9 13.3 12.8 12.2 11.6 11.0
Jumlah Lembar tiap Lapis Geotextile 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Tabel 9.3 Panjang Ltot untuk Tiap Lapis Geotextile (Timbunan dengan Double Track)
Lapis Geotextile ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
c.
L tot (m) 22.5 21.7 21.3 20.9 20.5 20.1 19.6 19.2 18.6 18.1 17.6 17.0 16.5 15.9 15.3 14.7
Jumlah Lembar tiap Lapis Geotextile 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Perencanaan perkuatan talud dengan menggunakan micropile menjadi salah satu alternatif. Hasil perencanaan disajikan pada Tabel 9.4. Tabel 9.4 Hasil Perencanaan Micropile Jenis Track
single double
d.
HR (m) 14.4 14.9
Jarak Pemasangan antar Jumlah Micropile (m) 3.0 1.4
22 46
Kedalaman Pemancangan (dari permukaan tanah dasar) (m) 14.8 13.8
3.
Stone column menjadi salah satu perencanaan perkuatan talud yang digunakan. Hasil perencanaan stone column untuk perkuatan talud dapat dilihat pada Tabel 9.5. Tabel 9.5 Hasil Perencanaan Stone Column Jenis Track
single double
2.
Jarak Pemasangan HR antar Stone Jumlah Column (m) (m) 14.4 1.8 22 14.9 1.8 36
Kedalaman Stone Column (dari permukaan tanah dasar) (m) 14.8 13.8
Pola Pemasangan
segiempat segiempat
Metode pelaksanaan untuk masingmasing alternatif desain untuk perbaikan tanah timbunan dengan single dan double pada umumnya adalah sama. a. Pelaksanaan Preloading kombinasi PVD - Pembuatan lantai kerja - Pemasangan sepatu pelat - Instalasi mandrel sedalam lapisan tanah lunak - Pencabutan Mandrel - Pemotongan PVD - Penimbunan bertahap dengan kecepatan penimbunan adalah 60 cm/minggu b. Pelaksanaan Pemasangan Geotextile Geotextile dipasang pada tiap lapisan penimbunan setinggi 60 cm (sesuai dengan kecepatan penimbunan bertahap). c. Metode Pelaksanaan Micropile
Metode pelaksanaan micropile pada prinsipnya sama dengan pekerjaan pemancangan tiang pancang : - Pembuatan lantai kerja - Setting alat pancang (pile driving hammer) dan micropile di titik pemancangan. - Pancang tiang dengan hammer sampai dengan kedalaman yang direncanakan tercapai. d. Metode Pelaksanaan Stone Column Metode pelaksanaan stone column menggunakan metode dry-bottom feed - Pembuatan lantai kerja - Setting vibroflot dan material batu pecah. - Vibroflot dipenetrasikan ke kedalaman stone column yang direncanakan - Skip vibroflot diisi dengan material batu pecah kemudian di semprotkan dari ujung vibroflot. Dari perbandingan biaya didapatkan, perkuatan talud yang memakan biaya paling sedikit adalah perkuatan talud dengan geotextile. Perbandingan biaya pemasangan geotextile untuk single dan double track dapat dilihat pada Tabel 9.6. Tabel 9.6 Perbandingan Biaya Kebutuhan Geotextile/tahun 2009 Jenis Track Single Double
Volum kebutuhan geotextile (m2) 1452.50 1673.26
Harga (Rp.) 45,952,856.01 52,937,015.60
9.2 Saran Pada kajian dalam tugas akhir ini, pembangunan timbunan untuk rel dengan double track sebaiknya tidak dibangun untuk single track terlebih dahulu namun langsung dibangun untuk double track dengan beberapa pertimbangan yang sudah dijabarkan pada bab sebelumnya.