BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pendidikan menyediakan sumber yang besar dari pengalaman emosional. Datang ke sekolah, belajar di kelas, dan mengikuti ujian dapat menimbulkan pengalaman emosional. Misalnya, siswa dapat menikmati materi pelajaran baru, siswa merasa tertarik dengan materi pelajara. Namun, siswa juga mengalami kecemasan saat sedang mengikuti ujian, takut dan malu apabila mengalami kegagalan dalam ujian. (Buric, Soric, & Penezic, 2016). Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb (dikutip dalam Fauziah & Widury, 2008) kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta menemukan identitas diri dan arti hidup. Pada kadar rendah, kecemasan membantu individu untuk bersiaga mengambil langkah-langkah mencegah bahaya atau untuk memperkecil dampak bahaya tersebut. Kecemasan dalam taraf terntentu mendorong meningkatnya performa. Menurut Davinson dan Neale (dikutip dalam Fauziah & Widury, 2008) gangguan kecemasan berbeda dengan kecemasan normal dalam hal identitas, durasi, serta dampaknya bagi individu. Kekhawatiran atau kecemasan akan dianggap sebagai suatu hal yang patologis apabila tidak lagi dihentikan atau di 1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
kontrol oleh individu. Kecemasan memiliki karakteristik berupa munculnya perasaan takut dan kehati-hatian atau kewaspadaan yang tidak jelas dan tidak menyenangkan. Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb (dikutip dalam Fauziah & Widury, 2008) Kecemasan seringkali disertai dengan gejala fisik seperti sakit kepala, jantung berdebar cepat, atau tidak tenang dan tidak dapat duduk diam. Gejalagejala kecemasan yang muncul dapat berbeda dengan masing-masing orang. Rasa cemas merupakan dua emosi yang berfungsi sebagai tanda akan adanya suatu bahaya. Rasa takut muncul jika terdapat ancaman yang jelas atau nyata, berasal dari lingkungan, dan tidak menimbulkan konflik bagi individu. Sedangkan kecemasan muncul jika bahaya berasal dari dalam diri, tidak jelas atau menyebakan konflik bagi individu. Menurut Fieldman (2012), cemas mengambil bentuk serangan panik yang berlangsung selama beberapa detik hingga beberapa jam. Kecemasan berwujud dalam empat gejala yaitu, fisik, behavioral, dan kognitif. Gejala fisik meliputi sering buang kecil, sakit perut, mual, merasa lemas, jantuk berdebar, nafas pendek dan gelisah. Behavioral, perilaku menghindar, melekat, dependen, dan berperilaku terguncang. Kognitif, mengkhawatirkan sesuatu, berkeyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi dengan alasan yang tidak jelas, terpaku pada sensasi kebutuhan, merasa terancam, sangat waspada, dan sulit berkonsentrasi atau fokus. Gejala ini juga di rasakan oleh para siswa yang akan menghadapi ujian Nasional. Menjelang ujian Nasional banyak siswa yang merasa cemas terutama untuk siswa kelas IX. Hal ini terjadi sejak ujian Nasional dijadikan standar
2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
nilai kelulusan oleh pemerintah. Ketakukan akan kegagalan dalam ujian Nasional membuat para siswa merasa tertekan, khawatir, dan ketakutan. Tidak sedikit banyak siswa yang merasa cemas saat ingin menghadapi ujian Nasional. Penyebab timbulnya kecemasan menghadapi ujian Nasional karena mereka menganggap bahwa ujian Nasional sebagai suatu hal yang sulit. Ujian Nasional dianggap sebagai momok yang menakutkan bagi siswa khususnya siswa kelas IX yang akan melaksanakan ujian Nasional. Takut gagal atau mendapatkan nilai jelek menjadi ancaman bagi siswa kelas IX (Agustian & Asmi, 2010). Ujian Nasional sering kali dianggap sebagai beban bagi para siswa khususnya bagi mereka yang sekarang duduk dikelas IX sekolah menengah pertama. Siswa harus menyiapkan diri secara fisik ataupun non fisik supaya mereka menjadi lebih siap dan terhindar dari kegagalan dalam ujian Nasional. Perasaan takut yang dirasakan oleh para siswa dapat menjadi beban yang dapat menyebabkan para siswa merasa cemas dalam menghadapi ujian nasional. Rasa cemas yang dirasakan siswa dapat mempengaruhi kondisi psikologis mereka dan akan menganggu aktivitas mereka sebagai reaksi terhadap adanya sesuatu yang bersifat mengancam. Kecemasan yang dirasakan oleh siswa merupakan sebuah perasaan khawatir yang di alami siswa yang akan menghadapi ujian Nasional. Biasanya kecemasan ini dialami karena mereka memiliki rasa takut gagal dalam ujian Nasional. Menurut Juliarti (dikutip dalam Thomas, 2010) menyatakan bahwa kecemasan ini biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain siswa yang membayangkan bahwa mereka akan mengalami kegagalan dalam ujian
3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Nasional ataupun cemas karena mereka merasa takut jika hasil atau nilai mereka tidak sesuai dengan standar yang sudah di tetapkan oleh Dinas Pendidikan. Berdasarkan data Kemendikbud, pada tahun 2015 nilai rata-rata siswa SMP sebesar 62,18 persen, sedangkan pada tahun 2016 nilai rata-rata UN SMP senilai 58,57 persen atau turun 3,6 poin dari tahun lalu. Angka menurun tersebut karena ada 42 persen siswa Indonesia sebenarnya belum mencapai nilai standar yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan, yakni masih dibawah 55 persen. Sedangkan siswa yang memiliki nilai rata-rata diatas 85 ada 4,04 persen atau 168 ribu siswa dan siswa yang memiliki nilai 70 hingga 85 ada 837 siswa (Medistiara, 2016). Menurut ketua BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) Erica Laconi menyampaikan bahwa penyelenggaraan ujian Nasional 2017 mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2015 sehingga tidak lagi digunakan untuk kelulusan. Kelulusan siswa menggunakan nilai ujian Nasional dan nilai sekolah. Namun, walaupun nilai ujian Nasional sudah tidak lagi menentukan kelulusan, nilai ujian Nasional masih digunakan untuk seleksi masuk sekolah menengah atas. Walaupun siswa lulus, tetapi jika nilai ujian Nasionalnya rendah maka siswa tersebut tidak akan bisa masuk kesekolah menengah atas, karena baik sekolah SMA negeri atau swasta menggunakan hasil nilai ujian Nasional dan jika siswa mendapatkan hasil ujian Nasional yang rendah siswa masuk ke sekolah yang berstrandar rendah (Kemendikbud, 2016). Berdasarkan data yang diperoleh, para siswa kelas IX di tuntut memiliki kesiapan dalam mengahadapi ujian nasional. Apabila mereka merasa tidak
4
http://digilib.mercubuana.ac.id/
mampu mempersiapkan diri dengan baik, mereka cenderung akan memiliki kecemasan dalam menghadapi ujian nasional. Siswa kelas IX diharapkan mampu menangani kecemasan saat akan menghadapi ujian Nasional. Emosi memiliki frekuensi dan intensitas yang mempengaruhi siswa dalam interaksi di kelas, pengaruh belajar, dan pertumbuhan dan perkembangan pribadi siswa. Secara umum, dapat diasumsikan bahwa emosi yang menyenangkan dapat menyebabkan tingkat yang lebih tinggi dan keterlibatan perilaku dan kognitif siswa. Sebaliknya, emosi yang tidak menyenangkan umumnya terkait dengan tingkat yang lebih rendah dari motivasi belajar dan
strategi pengelolaan
emosi. Emosi yang dirasakan siswa dapat mengganggu tujuan siswa tersebut. Sehingga, siswa harus menggunakan strategi untuk menangani intensitas dan durasi emosi yang dialami. Oleh karena itu, siswa harus harus menggunakan strategi untuk mengatur emosi yang dirasakan yaitu regulasi emosi (Buric, Soric, & Penezic, 2016). Regulasi emosi atau pengaturan emosi dapat digunakan sebagai cara untuk mengurangi kecemasan saat akan menghadapi ujian nasional. Regulasi emosi adalah kemampuan yang dimiliki individu untuk menilai, mengatasi, dan mengelola emosi yang tepat dalam rangka mencapai keseimbangan emosional (Gross, 2007). Thompson (2009) menegaskan bahwa regulasi emosi merupakan pengaturan emosi yang bertujan untuk mempertahankan emosi. Koole (2010) mengatakan regulasi emosi sebagai proses yang dilakukan seseorang untuk mengarahkan emosi mereka secara spontan. Regulasi emosi adalah cara bagaimana individu mengelola pengalaman emosional. Lebih spesifik, regulasi emosi terdiri dari proses internal dan 5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
eksternal yang bertanggung jawab untuk memantau, mengevaluasi, dan memodifikasi reaksi emosional untuk mencapai tujuan seseorang (Thompson, 2008). Menurut Thompson dan Mayer (2008) proses regulasi emosi yaitu pertama, regulasi emosi dapat menargetkan emosi positif maupun negatif dan dapat
mengurangi,
menambah atau hanya
mempertahankan tingkat
emosional. Kedua, regulasi emosi melibatkan pengaruh lingkungan internal dan eksternal dalam pengelolaan perasaan. Berdasarkan dari penelitian sebelumnya, emosi memiliki peran yang terkait dalam gangguan kecemasan umum termasuk pemahaman emosi yang buruk dan menajemen emosi yang buruk (Flanagan, McLaughlin, & Mennin, 2009). Individu yang mengalami kecemasan memiliki kesulitan dalam mengatur emosi negatif. Sehingga individu harus memainkan peran penting dalam pengembangan regulasi emosi untuk mengatasi kecemasan (Hudson, Hurrel, & Schniering, 2015). Regulasi emosi memberikan dukungan kepada individu yang mengalami gejala kecemasan, regulasi emosi digunakan sebagai pencegahan dan pengobatan kecemasan terutama dikalangan individu dengan sensitivitas (Idadpanah, & Schumacher, 2016). Regulasi emosi memiliki peran yang potensial dalam hubungan antara motivasi sifat dan kecemasan (Kombouropoulos, O’Connor, Smillie, & Staiger, 2014). Strategi regulasi emosi dikaitkan dengan psikopatologi. Stategi regulasi emosi dapat memaksimalkan efektivitas pengurangan atau penanganan gejala kecemasan apabila individu memiliki keterampilan dalam melakukan regulasi emosi (Barlow, Brake, Ciraulo, Conklin, Farchione, & Robbins, 2015). Strategi regulasi emosi berpengaruh terhadap kecemasan dan depresi. Strategi
6
http://digilib.mercubuana.ac.id/
regulasi emosi merupakan faktor yang penting yang mempengaruhi depresi atau gejala kecemasan pada individu (Chae, Lee, Huh, & Kim, 2017). Strategi regulasi emosi dapat digunakan dalam penanganan depresi dan kecemasan (Bruggink, Garnefski, Huisman, Kraaij, & Vuijk, 2015). Individu yang merasakan kecemasan rentan mengalami emosi negatif yang berlebihan, individu yang cemas memerlukan peningkatan regulasi emosi untuk mengurangi emosi negatif. Individu yang mengalami kecemasan diperlukan keterlibatan yang lebih besar dalam regulasi emosi agar berhasil mengurangi emosi negatif (Lavero, Paulus, Rochlin, Sills, Simmons, & Stein, 2011). Individu yang memiliki kemampuan regulasi emosi secara efektif dalam mengatur emosi, penting untuk kesehatan dalam penanganan kecemasan (Bardeen & Fergus, 2014). Siswa kelas IX berkisar di antara usia 14-16 tahun usia ini termasuk rentang usia pada remaja awal. Pada masa ini di anggap sebagai masa yang kurang menyenangkan karena remaja sedang mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik, psikis, dan sosial. Pada remaja mengalami peningkatkan emosional yang terjadi dangat cepat yang di kenal dengan masa storm and strees. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada remaja. Menurut Hall (dikutip dalam Santrock, 2007) menyatakan bahwa pada masa remaja merupakan masa yang penuh badai atau dari segi emosional dan permasalahan lainnya. Pada masa ini remaja belum mampu untuk mengendalikan emosinya. Menurut Slemon (dikutip dalam Nasution, 2007) dalam menghadapi pelajaran sekolah yang dianggap berat dapat menimbulkan rasa cemas pada
7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
remaja, terutama bagi remasa yang duduk di sekolah menengah pertama (SMP), kecemasan terjadi karena remaja mengalami tekanan untuk mendapatkan nilai yang baik. Remaja SMP yang akan menghadapi ujian Nasional sering mengalami ketegangan dan kecemasan karena mereka takut tidak lulus. Menurut Needlman (dikutip dalam Nasution, 2017) takanan dalam masalah akademik cenderung tinggi dalam dua tahun terakhir di sekolah, dimana remaja memiliki keinginan untuk mendapatkan nilai tinggi, atau keberhasilan dalam bidang akademik. Remaja selalu berusaha untuk tidak gagal ini semua dapat menyebabkan kecemasan dan stress pada remaja. Kecemasan dirasakan oleh siswa yang akan menghadapi ujian Nasional. Hal ini diperkuat dari hasil wawancara awal yang dilakukan oleh beberapa siswa kelas IX. Peneliti melihat bahwa siswa merasakan kecemasan dalam menghadapi ujian Nasional, karena merasa takut jika mendapat nilai yang jelek dan tidak bisa masuk ke sekolah SMA yang diharapkan. Namun, siswa menyikapinya dengan tidak memikirkan tentang ujian Nasional dan mempersiapkan diri dengan belajar. Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka peneliti ingin melihat apakah ada hubungan antara regulasi emosi dengan kecemasan.
8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
1.2.Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ Apakah ada hubungan antara regulasi emosi dengan kecemasan menghadapi ujian Nasional pada siswa kelas IX?”
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara regulasi emosi dengan kecemasan dalam menghadapi ujian Nasional pada siswa kelas IX.
1.4.Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : a. Bagi Siswa Penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan yang bermanfaat bagi siswa, khususnya siswa kelas IX yang akan menghadapi ujian Nasional, dimana dengan hasil penelitian ini siswa kelas IX diharapkan mampu mengelola emosi mereka ketika akan menghadapi ujian nasional. Tujuannya adalah agar mereka lebih mampu mengoptimalkan kemampuan pribadinya dalam mempersiapkan diri serta meminimalisir kecemasan dalam menghadapi ujian nasional.
9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
b. Bagi Disiplin Ilmu Psikologi Setelah mengetahui hubungan antara regulasi emosi dengan kecemasan pada siswa yang akan menghadapi ujian Nasional, diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi tenaga pengajar psikologi pendidikan untuk mengembangkan atau meningkatkan kualitas pengelolaan emosi
10
http://digilib.mercubuana.ac.id/