BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kota Yogyakarta sebagai ibu kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun perekonomian. Laju pertumbuhan ekonomi Kota Yogyakarta pada tahun 2011 sebesar 5,64% merupakan yang tertinggi di Provinsi DIY (BPS Pov. DIY, 2011). Namun demikian tuntutan akan sarana dan prasarana kota, fasilitas dan pelayanan kegiatan yang memadai belum sepenuhnya dapat dipenuhi karena keterbatasan kemampuan. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor internal yaitu potensi yang dimiliki dan faktor eksternal kebijakan yang dilaksanakan di suatu wilayah dan berupa partisipasi masyarakat dalam mendukung kegiatan pembangunan di suatu wilayah. Perkembangan kota sering kali menjadi di luar rencana karena pertumbuhan penduduk
yang
meleset
dari
proyeksi.
Hal
ini
akan
mengakibatkan
ketidakseimbangan antara sarana prasarana yang tersedia dengan yang dibutuhkan. Pembangunan kota tidak dapat mengimbangi kebutuhan penduduk pada suatu daerah. Pertambahan penduduk dan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi di kota memberikan konsekuensi kian mendesaknya peningkatan jumlah kebutuhan ruang. Pertumbuhan penduduk di kota besar pada umumnya berasal dari peningkatan jumlah penduduk sebelumnya dan pertambahan penduduk dari luar wilayah kota yang 1
melakukan urbanisasi menuju kota tersebut (Panudju, 1999:8). Pada saat sekarang ini jumlah ruang terbuka publik tidak seimbang dengan yang seharusnya ada. Kepadatan penduduk yang meningkat dari waktu ke waktu memberikan tekanan pada semakin tingginya kebutuhan akan ruang publik terutama di kawasan perkotaan. Kepadatan penduduk di Kota Yogyakarta paling tinggi di antara wilayah di DIY yaitu 11.957,75 orang/km² (BPS Prov. DIY, 2010). Hal ini dapat dilihat dari semakin padatnya lingkungan permukiman di kawasan perkotaan. Penataan ruang kawasan perkotaan perlu mendapat perhatian yang serius, terutama yang terkait dengan penyediaan kawasan hunian, fasilitas umum dan sosial serta ruang terbuka publik. Keberadaan ruang terbuka publik pada kawasan-kawasan permukiman merupakan kebutuhan mendasar yang harus ada dan disediakan untuk masyarakat. Ruang terbuka publik tersebut menjadi tempat untuk berkumpul masyarakat, mengadakan pertunjukan kesenian untuk perayaan tertentu, bertemu dengan teman atau tetangga, tempat bermain, atau hanya melewatkan waktu. Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota. Dari total luas wilayah Yogyakarta yang mencapai 3.250 hektar, sekitar 20% diharuskan menjadi ruang terbuka hijau (RTH) publik dan 10% lainnya ruang terbuka hijau (RTH) privat yang pengembangannya dilakukan oleh pihak swasta maupun masyarakat. Jika merunut kepada luas Kota Yogyakarta, areal publik yang seharusnya dibangun di daerah ini mencapai 650 hektar. Berdasarkan data Badan Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta tahun 2010, ruang terbuka hijau (RTH) publik yang 2
dibangun pemerintah masih kurang dari 20 persen atau hanya 17,17 persen (557,90 hektar) dari luas wilayah Kota Yogyakarta. Kurangnya pembangunan RTH publik di wilayah kota diakibatkan karena keterbatasan lahan yang bisa digarap untuk pembangunan RTH tersebut. Dari data itu, RTH publik disumbang dari pembangunan jalur hijau yang luasannya telah mencapai 360,44 hektar, setelah itu disumbang dari areal pemakaman, jalur pengaman atau median jalan, kebun binatang, lapangan olahraga,taman kota dan tempat rekreasi serta tempat parkir terbuka. Jika proporsi RTH sebesar 30% dari luas wilayah bisa direalisasikan, kondisi ini menjadi cerminan pemerintah yang serius dalam membangun kawasan yang aman dan nyaman bagi warga penghuninya. Bagaimana kalau tidak terealisasi? Mungkin akan menjadi wajar bila warga yang saat ini tidak memiliki ruang publik, mereka lantas menjadikan beberapa tempat seperti pinggir rel kereta api, gang-gang sempit dan beberapa ruas jalan di Kota Yogyakarta sebagai tempat berkumpul dan berinteraksi. Bahkan di beberapa kawasan, ruang yang seharusnya menjadi ruang interaksi warga, telah hilang dan berubah fungsi menjadi areal parkir. Sangat ironis bahwa program-program yang menunjang terciptanya ruang terbuka hijau, baik yang bersifat public maupun private mendapat prioritas yang tinggi dalam pembangunan wilayahnya, tetapi pada kenyataannya tidak mendapatkan prioritas dalam realisasinya. Dalam rangka mencapai luasan ruang terbuka hijau yang ideal seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Penataan Ruang yakni minimal 20% RTH publik maka Pemerintah Kota Yogyakarta berusaha menambah ruang terbuka yang 3
ada di Kota Yogyakarta antara lain dengan memanfaatkan bekas bangunan kantor/ sekolah yang sudah tidak dimanfaatkan lagi atau dengan melakukan pembelian tanah. Sementara itu RTH privat diupayakan melalui ketentuan sesuai yang diatur dalam peraturan daerah yang ada. Berdasarkan fungsinya, kehadiran ruang terbuka publik sangat penting di tengah kehidupan masyarakat. Fungsi utama ruang terbuka publik adalah sebagai ruang dinamis yang potensial sebagai tempat interaksi, komunikasi, aktivitas sosial, dan kebutuhan rekreasi. Ketersediaan ruang terbuka publik wajib ada baik pada tingkat kota maupun skala yang lebih kecil seperti kawasan perumahan. Untuk persyaratan luas wilayah, ditentukan bahwa ruang terbuka hijau bagi publik paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari seluruh luas wilayah kawasan perumahan (Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 34 tahun 2006 ). Pesatnya pembangunan permukiman di kawasan perkotaan semestinya seiring dengan penyediaan ruang terbuka publik. Namun yang terjadi selama ini, hal tersebut tidak seimbang sehingga ruang terbuka publik semakin sulit ditemukan pada kawasan permukiman padat. Keterbatasan ruang terbuka publik memaksa masyarakat memanfaatkan setiap ruang yang sebetulnya kurang tepat untuk memenuhi kebutuhan akan ruang terbuka. Sebagai contohnya adalah kebutuhan ruang untuk bermain. Salah satu contohnya adalah menggunakan gang-gang dan tepi jalan raya atau kawasan pinggir rel kereta api untuk bermain. Lokasi tersebut kurang aman dan nyaman namun banyak dimanfaatkan warga masyarakat sebagai tempat bermain anak-anak.
4
Kebutuhan masyarakat baik anak-anak maupun dewasa akan ruang terbuka publik sangat mendesak untuk diadakan. Ruang terbuka dimaksud dapat dimanfaatkan sebagai tempat berinteraksi antar warga masyarakat, tempat untuk bermain, olah raga (misalnya : senam, bulutangkis, volley dan sebagainya), tempat melakukan peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, acara pentas kesenian, tempat pemungutan suara, dan kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dimaknai bahwa keberadaan ruang terbuka publik sangat dibutuhkan masyarakat karena dapat bermanfaat sebagai tempat interaksi sosial dari seluruh lapisan masyarakat. Fungsi tersebut menjadi sangat penting dalam menjaga keharmonisan dan toleransi antar warga masyarakat. Pemerintah Kota Yogyakarta menyadari bahwa lahan di kawasan perkotaan sangat terbatas, sehingga bila tidak segera merespon dan mengambil kebijakan penyediaan lahan untuk ruang terbuka publik dikhawatirkan masyarakat akan sulit menemukan tempat bersosialisasi, berkomunikasi, dan bermain bagi anak-anak. Atas dasar hal tersebut, Pemerintah Kota Yogyakarta mengeluarkan kebijakan untuk menyediakan lahan yang dapat dimanfaatkan masyarakat sebagai ruang terbuka publik di tiap kelurahan se-Kota Yogyakarta. Kebijakan tersebut tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Yogyakarta Tahun 20072011. Setiap tahun Pemerintah Kota Yogyakarta menganggarkan pembelian tanah untuk penyediaan ruang terbuka publik. Mulai tahun 2006 sampai tahun 2011 baru terdapat 27 lokasi di 26 kelurahan yang mempunyai ruang terbuka publik dari total 45 5
kelurahan di Kota Yogyakarta, sehingga sisanya yang belum difasilitasi dimasukkan dalam RPJMD Tahun 2012-2016. Proses penyediaan lahan untuk ruang terbuka publik diawali dengan pengajuan proposal oleh warga masyarakat melalui Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kota (LPMK). Proposal tersebut menjadi dasar pengusulan anggaran untuk pengadaan tanah dimaksud. Setelah terjadi kesepakatan dan transaksi jual beli antara pemilik tanah dengan Pemerintah Kota Yogyakarta, selanjutnya dilakukan balik nama kepemilikan tanah menjadi hak pakai atas nama Pemerintah Kota Yogyakarta yang pengelolaannya diserahkan kepada komunitas/ masyarakat. Kebijakan ini berlandaskan pada semangat untuk mewadahi aktivitas warga masyarakat. Hal tersebut juga bertujuan untuk menjaga keharmonisan antar warga sehingga dapat meminimalkan timbulnya konflik atau hal-hal yang tidak diinginkan lainnya. Pemkot berharap agar terjadi sharing antara pemkot dan masyarakat yaitu pemkot menyediakan lahan ruang terbuka publik sedangkan pengelolaannya diserahkan kepada komunitas/ masyarakat. Partisipasi komunitas/masyarakat dalam pengelolaan ruang terbuka publik tersebut diharapkan akan mewujudkan ruang terbuka publik yang representatif dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat. Selain itu wujud kontribusi masyarakat tersebut diharapkan akan menumbuhkan rasa memiliki atas ruang terbuka publik tersebut. Bila rasa memiliki itu ada, maka masyarakat akan peduli terhadap ruang terbuka publik di wilayahnya. Hal ini selain akan mengurangi beban anggaran pemkot dalam pembiayaan ruang terbuka publik juga dirasa akan
6
lebih bermanfaat bagi masyarakat karena masyarakat sendiri yang mengelola ruang terbuka publik tersebut.
1.2.Perumusan Masalah
Selama lebih dari 7 (tujuh) tahun berjalannya kegiatan penyediaan lahan untuk ruang terbuka publik di Kota Yogyakarta ditemui kendala terkait belum adanya aturan yang secara jelas mengatur mengenai pengelolaannya. Belum adanya aturan tersebut mengakibatkan perbedaan persepsi masyarakat dalam pengelolaan. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ruang terbuka publik di beberapa lokasi yang masih rendah. Sejak dimulainya kegiatan pembelian tanah untuk ruang terbuka publik, beberapa ruang terbuka publik pengelolaannya tidak optimal serta kondisi ruang terbuka publik tidak terawat. Bertolak dari apa yang sudah diuraikan di atas, maka timbul pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi ruang terbuka publik di Kota Yogyakarta? 2. Bagaimana evaluasi fungsi ruang terbuka publik? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pengelolaan ruang terbuka publik?
7
1.3.Tujuan Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada pengelolaan ruang terbuka publik oleh komunitas. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Untuk mendeskripsikan kondisi ruang terbuka publik di Kota Yogyakarta.
2.
Untuk mengevaluasi fungsi ruang terbuka publik.
3.
Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan ruang terbuka publik.
1.4.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Secara umum hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1.
Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta dalam menyusun regulasi pengelolaan ruang terbuka publik.
2.
Sebagai bahan masukan bagi Pemkot Yogyakarta untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ruang terbuka publik.
3.
Sebagai bahan pertimbangan bagi komunitas untuk mengadopsi pengelolaan ruang terbuka publik yang sudah berhasil. 8
4.
Mengembangkan ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan penelitian yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam mengelola ruang terbuka publik sehingga bisa dijadikan referensi atau masukan bagi penelitian sejenis.
1.5.Batasan Penelitian
Penelitian ini memiliki batasan-batasan sebagai berikut: 1. Kebutuhan dan kepentingan, yakni bahwa penelitian ini dilakukan dalam rangka memenuhi akademik peneliti; 2. Lingkup, yakni bahwa penelitian ini dalam lingkup utamanya perencanaan wilayah; 3. Teknis, yakni bahwa penelitian ini memiliki batasan terkait dengan metode, waktu, dan alat penelitian; 4. Istilah, yakni beberapa istilah yang didefinisikan berdasarkan perspektif teori pada Bab III Metode Penelitian.
1.6.Keaslian Penelitian
Sejauh peneliti mencari informasi mengenai penelitian yang telah diteliti, belum didapatkan penelitian yang sama dengan penelitian ini baik dari kesamaan judul maupun fokus penelitian. Penelitian yang telah ada dengan tema yang mirip adalah di antaranya: 9
1. Persepsi Masyarakat dan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung, Raditya Sukma Utama, S2 - MPKD, Fakultas Teknik - UGM, 2007. 2. Program Penyediaan Ruang Publik di Permukiman Kampung oleh Pemerintah Kota Yogyakarta,
Arief Azazie Zain, S2 - MPKD, Fakultas Teknik - UGM ,
2010. 3. Pemanfaatan Taman Kota sebagai Ruang Publik di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat, Joni Setiawan, S2 - MPKD, Fakultas Teknik - UGM, 2011. 4. Kajian Pola Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Kawasan Bundaran Simpang Lima Semarang, Dini Tri Haryanti, S2 – MPWK, Undip Semarang, 2008. 5. Kebijakan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan (Studi Kasus: Pemerintah Kota Surabaya), Monica Sindy Heryuka, S2 – MPKD, UGM Yogyakarta 2013. Sedangkan penelitian yang akan penulis laksanakan ini difokuskan kepada pengelolaan ruang terbuka publik dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan ruang terbuka publik.
1.7.Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian mengenai pengelolaan ruang terbuka publik oleh komunitas di Kota Yogyakarta ini adalah sebagai berikut:
10
BAB I
PENDAHULUAN Pendahuluan berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, keaslian penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka menjelaskan teori-teori yang digunakan sebagai pengetahuan dasar peneliti sebelum melakukan penelitian.
BAB III
METODE PENELITIAN Metode penelitian berisi metode dan langkah-langkah untuk melakukan penelitian, baik dari metode pencarian data, instrumen penelitian, sampai pada analisis yang digunakan.
BAB IV
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Bab ini menggambarkan tentang kondisi fisik Kota Yogyakarta yang meliputi letak geografis, iklim, jenis tanah, penggunaan lahan maupun kondisi non fisik meliputi kependudukan dan sosial budaya, perekonomian.
BAB V
TEMUAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini dijabarkan berbagai temuan penelitian yang kemudian dianalisis sehingga menghasilkan jawaban atas pertanyaan penelitian yang ada.
11
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini dijelaskan intisari dari hasil analisis dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Pada bab ini juga dicantumkan saran-saran terkait dengan kesimpulan dari penelitian ini.
12