BAB I PENDAHULUAN
1.1 Tinjauan Terhadap Obyek Studi 1.1.1 Sekilas PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Kehadiran kereta api di Indonesia ditandai dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan Kereta Api (KA) di Desa Kemijen pada Jum'at tanggal 17 Juni1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh
Naamlooze Venootschap Nederlandsch
Indische Spoorweg Maatschappij (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju Desa Tanggung (26Km) dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari Sabtu, 10 Agustus 1867. Keberhasilan NV. NISM membangun jalan KA antara Kemijen - Tanggung, yang kemudian pada tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan kota Semarang - Surakarta (110 Km), mendorong minat investor untuk membangun jalan Kereta Api di daerah lainnya. Panjang jalan rel antara tahun 1864 -1900 tumbuh dengan pesat. Kalau tahun 1867 baru 25 km, tahun 1870 menjadi 110 km, tahun 1880 mencapai 405 km, tahun 1890 menjadi 1.427 km dan pada tahun 1900 menjadi 3.338 km. Sampai dengan tahun 1939, panjang jalan KA di Indonesia mencapai 6.811 km. Tetapi, pada tahun 1950 panjangnya berkurang menjadi 5.910 km, kurang lebih 901 km raib, yang diperkirakan karena dibongkar semasa pendudukan Jepang dan diangkut ke Burma untuk pembangunan jalan KA di sana. Pada tahun 1956 panjang rel 6.811 km pada era Djawatan Kereta Api dan pada tahun 2000 panjang rel 4.030 Km pada era PT Kereta Api. Saat ini sampai tahun 2010 masih belum ada penambahan panjang rel (panjang double track tidak dihitung). (Sumber: Koran Kompas, tanggal 22 Januari 2007) Selain di Jawa, pembangunan jalan KA juga dilakukan di Aceh (1874), Sumatera Utara (1886), Sumatera Barat (1891), Sumatera Selatan (1914), bahkan tahun 1922 di Sulawesi juga telah dibangun jalan KA sepanjang 47 Km antara Makasar - Takalar, yang pengoperasiannya dilakukan tanggal 1 Juli 1923, sisanya Ujungpandang - Maros belum sempat diselesaikan. Sedangkan di Kalimantan, 1
meskipun belum sempat dibangun, studi jalan KA Pontianak - Sambas (220 Km) sudah diselesaikan. Demikian juga di Pulau Bali dan Lombok, juga pernah dilakukan studi pembangunan jalan KA. Jenis jalan rel KA di Indonesia semula dibedakan dengan lebar sepur 1.067 mm; 750 mm (di Aceh) dan 600 mm di beberapa lintas cabang dan tram kota. Jalan rel yang dibongkar semasa pendudukan Jepang (1942 - 1943) sepanjang 473 km, sedangkan jalan KA yang dibangun semasa pendudukan Jepang adalah 83 km antara Bayah - Cikara dan 220 km antara Muaro - Pekanbaru. Ironisnya, dengan teknologi yang seadanya, jalan KA Muaro-Pekanbaru diprogramkan selesai pembangunannya selama 15 bulan yang memperkerjakan 27.500 orang, 25.000 diantaranya adalah Romusha. Jalan yang melintasi rawa-rawa, perbukitan, serta sungai yang deras arusnya ini, banyak menelan korban yang makamnya bertebaran sepanjang Muaro – Pekanbaru. Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, karyawan KA yang tergabung dalam "Angkatan Moeda Kereta Api" (AMKA) mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari pihak Jepang. Peristiwa bersejarah yang terjadi pada tanggal 28 September 1945, pembacaan pernyataan sikap oleh Ismangil dan sejumlah anggota AMKA lainnya, menegaskan bahwa mulai tanggal 28 September 1945 kekuasaan perkeretaapian berada ditangan bangsa Indonesia. Orang Jepang tidak diperkenankan lagi campur tangan dengan urusan perkeretaapian di Indonesia. Inilah yang melandasi ditetapkannya 28 September 1945 sebagai Hari Kereta Api di Indonesia, serta dibentuknya "Djawatan Kereta Api Republik Indonesia" (DKARI). Ringkasan sejarah perkeretaapian Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut.
2
Tabel 1.1 Ringkasan Sejarah Perkeretaapian Indonesia Periode Th. 1864
1864 s.d 1945 1945 s.d 1950 1950 s.d 1963 1963 s.d 1971 1971 s.d.1991 1991 s.d 1998
Status Pertama kali dibangun Jalan Rel sepanjang 26 km antara Kemijen Tanggung oleh Pemerintah Hindia Belanda Staat Spoorwegen (SS) Verenigde Spoorwegenbedrifj (VS) Deli Spoorwegen Maatschappij (DSM) Djawatan Kereta Api (DKA) Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI) PNKA PJKA PERUMKA
Dasar Hukum
Indische Bedrijven Wet (IBW) Indische Bedrijven Wet (IBW) Indische Bedrijven Wet (IBW)
PP. No. 22 Th. 1963 PP. No. 61 Th. 1971 PP. No. 57 Th. 1990 PP. No. 19 Th. 1998 1998 s.d. PT. KERETA API (Persero) Keppres No. 39 Th. 1999 2010 Akte Notaris Imas Fatimah Mei 2010 s.d PT. KERETA API INDONESIA Instruksi Direksi No. sekarang (PERSERO) 16/OT.203/KA 2010 Sumber: http://www.kereta-api.co.id (diakses 28 November 2013)
1.1.2. Visi, Misi, dan Logo Perusahaan
Visi dan Misi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) tertuang dalam Maklumat Direksi No. 14/PR.006/KA.2009 Tgl. 29 Mei 2009. Keterangan tentang Visi, Misi, dan logo perusahaan tersebut adalah sebagai berkut: a. Visi Menjadi penyedia jasa perkeretaapian terbaik yang fokus pada pelayanan pelanggan dan memenuhi harapan stakeholders. b. Misi Menyelenggarakan bisnis perkeretaapian dan bisnis usaha penunjangnya, melalui praktek bisnis dan model organisasi terbaik untuk memberikan nilai tambah yang tinggi bagi stakeholders dan kelestarian lingkungan berdasarkan 4 pilar utama : keselamatan, ketepatan waktu, pelayanan dan kenyamanan. c. Logo Perusahaan Logo perusahaan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dapat dilihat pada Gambar 1.1 berikut: 3
Gambar 1.1 Logo PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
Sumber: www.kereta-api.co.id (28 Oktober 2013)
Keterangan logo PT. Kereta Api Indonesia (Persero): 1) Garis melengkung melambangkan gerakan yang dinamis PT KAI dalam mencapai Visi dan Misinya. 2) 2 Garis warna orange melambangkan proses Pelayanan Prima (Kepuasan Pelanggan) yang ditujukan kepada pelanggan internal dan eksternal. 3) Anak panah berwarna putih melambangkan Nilai Integritas, yang harus dimiliki insan PT KAI dalam mewujudkan Pelayanan Prima. 4) 1 Garis lengkung berwarna biru melambangkan semangat Inovasi yang harus dilakukan dalam memberikan nilai tambah ke stakeholders. Inovasi dilakukan dengan semangat sinergi di semua bidang dan dimulai dari hal yang paling kecil sehingga dapat melesat.
1.1.3. Layanan Produk atau Jasa Perusahaan Bidang usaha yang dijalankan sesuai dengan pasal 3 Anggaran Dasar PT. Kereta Api Indonesia (Persero) adalah sebagai berikut : a. Penyelenggaraan
prasarana
perkeretaapian
umum
meliputi
kegiatan
pembangunan pengoperasian, perawatan dan pengusahaan prasarana; b. Penyelenggaraan sarana perkeretaapian umum meliputi kegiatan pengadaan, pengoperasian, perawatan dan pengusahaan sarana; c. Usaha pengangkutan orang dan/atau barang dengan kereta api; d. Usaha angkutan pra dan purna angkutan kereta api, intermoda, dan bongkar muat; e. Usaha penyewaan sarana dan atau prasarana serta fasilitas perkeretaapian;
4
f. Jasa pengadaan barang dan jasa lainnya yang berkaitan dengan perawatan perkeretaapian; g. Usaha jasa keahlian di bidang perkeretaapian dan jasa konsultasi transportasi; h. Usaha keagenan di bidang transportasi barang dan penumpang; i.
Usaha pendidikan dan pelatihan di bidang perkeretaapian;
j.
Usaha properti dan perniagaan meliputi perhotelan, perkantoran, apartemen, pertokoan,
restoran,
terminal
terpadu,
pusat
perbelanjaan
terpadu,
pergudangan dan logistik; k. Penyediaan prasana telekomunikasi,
transfer data, multimedia,
jasa
telematika, prasarana distribusi bahan cair dan gas, stasiun pengisian, bahan bakar umum/khusus; l.
Usaha percetakan dan periklanan;
m. Usaha kesehatan dan pelayanan medis; n. Pemanfaatan tanah, ruangan, bangunan dan fasilitas; o. Usaha penunjang pariwisata dan sarana olahraga, usaha ekstratif, dan p. Pemanfaatan dana pada instrumen jangka pendek (maksimal satu tahun) di pasar uang dan atau pasar modal yang memberi keuntungan dengan memenuhi ketentuan yang berlaku.
1.1.4. Struktur Organisasi Suatu organisasi bekerja berdasarkan struktur yang telah ditetapkan. Struktur ini mempunyai peran yang penting dalam melakukan pengendalian, kerena alur atau arah dari struktur organisasi tersebut menunjukkan kepada siapa
orang atau
seseorang bertanggungjawab dalam pekerjaannya
peran yang
dan bagaimana
dilaksanakan pada suatu posisi tetentu dalam suatu organisasi. Dalam struktur organisasi kita dapat melihat hubungan antara bagian-bagian atau departemen yang ada dalam perusahaan. Hubungan tersebut dapat berupa hubungan kedudukan, wewenang dan tanggung jawab. Di kantor pusat PT. Kereta Api (Persero) Bandung, unit kerja
yang
menangani pensiun dini adalah unit Personnel Care and Control (EMC). Adapun struktur organisasinya dapat dilihat pada Tabel 1.2. Struktur organisasi secara lengkap dapat dilihat di lampiran.
5
Gambar 1.2 Struktur Organisasi PT.Kereta Api Indonesia (Persero) Personnel Care & Control MANAGING DIRECTOR OF HUMAN CAPITAL, GENERAL AFFAIRS & INFORMATION TECHNOLOGY (M)
EVP PERSONNEL CARE & CONTROL (EMC)
EVP INFORMATION SYSTEM (EMI)
VP PERSONNEL ADMINISTRATION (EMCA) VP ORGANIZATION DEVELOPMENT (MO)
MANAGER RECRUITMENT & RETIREMENT (EMCAR)
MANAGER PERSONNEL INFORMATION SYSTEM (EMCAI)
VP
INDUSTRIAL RELATION (MI)
VP ASSESSMENT & HUMAN RESOURCES DEVELOPMENT (MA)
MANAGER PAYROLL & COMPENSATION (EMCAP)
EVP TRAINING AND EDUCATION (EMT)
JUNIOR MANAGER Organic Recruitment
JUNIOR MANAGER Non Organic Recruitment JUNIOR MANAGER Retirement
MANAGER EMPLOYEE PERFORMANCE (EMCAE) (EMCAE)
Sumber: KEP.U/OT.003/XII/13/KA-2013 (26 Desember 2013)
Dari Gambar 1.2 di atas dapat dilihat bahwa Managing Director Of Human Capital, General Affairs, & Information Technology (M) membawahi 3 (tiga) Executive Vice Precident (EVP), yaitu EVP Personnel Care & Control (EMC), EVP Information System (EMI), dan EVP Training And Education (EMT). EVP Personnel Care and Control (EMC) mempunyai tugas dan tanggung jawab atas terlaksananya program pengadaan dan pengelolaan pensiun Sumber Daya Manusia (SDM), pengelolaan kinerja dan pemberdayaan SDM, pengelolaan sistem informasi SDM, pengelolaan dan pelaksanaan administrasi penggajian SDM serta tindaklanjut atas hasil pembinaan SDM. VP Personnel Administration (EMCA) mempunyai tugas dan tanggung jawab mengkoordinasikan program pengadaan dan pengelolaan 6
pensiun SDM, pengelolaan kinerja dan pemberdayaan SDM, pengelolaan sistem informasi SDM, serta pengelolaan dan pelaksanaan administrasi penggajian SDM. Dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya,
VP Personnel
Administration (EMCA) dibantu oleh 4 (empat) manager, yaitu Manager Recruitment & Retirement (EMCAR), Manager Personnel Information System (EMCAI), Manager Payroll & Compensation (EMCAP), dan Manager Employee Performance (EMCAE). Unit EMCAR inilah yang secara khusus bertanggung jawab atas sistem dan pelaksanaan pengadaan pekerja termasuk didalamnya pengelolaan Perjanjian Kontrak Waktu Tertentu (PKWT) bagi Pekerja Perusahaan, pengelolaan penempatan
SDM
sesuai
kebutuhan,
pengelolaan
data
dan
administrasi
pemberhentian/pensiun (jaminan hari tua) pekerja serta pensiunan. EMCAR dibantu oleh 3 (tiga) Junior Manajer (JM), yaitu: 1) JM Organic Recruitment , bertugas membantu menyiapkan kebijakan dan pelaksanaan proses pengadaan rekrut pekerja organik baik dari internal maupun eksternal. 2) JM Non Organic Recruitment, bertugas membantu menyiapkan proses kontrak PKWT, membantu menyiapkan kebijakan dan pelaksanaa proses pengadaan pekerja Rekrut Khusus (Manajerial/Pengalaman) dan Program Pensiun Dini/PPDS, mulai dari pengumpulan berkas, validasi proses pemberhentian
&
perhitungan
kompensasi
serta
eksekusi
hak-
hak/kesejahteraan terkait PPDS dari Jamsostek, Taspen, Asuransi Jiwasraya berupa Jaminan Hari Tua dan Tabungan Hari Tua. 3) JM Retirement, bertugas membantu menginventarisir pekerja yang akan memasuki usia pensiun dan penatausahaan pemberhentian pensiun mencakup eksekusi hak-hak/kesejahteraan para pensiunan dari Jamsostek, Taspen, Asuransi Jiwa berupa Jaminan Hari Tua, Tabungan Hari Tua, dan Jaminan Kematian bagi pekerja yang pensiun karena meninggal dunia.
1.2 Latar Belakang PT. Kereta Api Indonesia (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang menyelenggarakan jasa angkutan kereta api. Layanan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) meliputi angkutan penumpang dan barang. Pada akhir Maret 2007, DPR mengesahkan revisi UU No. 13/1992 yang menegaskan bahwa investor 7
swasta maupun pemerintah daerah diberi kesempatan untuk mengelola jasa angkutan kereta api di Indonesia. Pemberlakukan Undang-undang Perkeretaapian No.23/2007 secara hukum mengakhiri monopoli PT. Kereta Api Indonesia (persero) dalam mengoperasikan kereta api di Indonesia. PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dalam lima tahun terakhir menunjukkan kemajuan yang luar biasa. Di bawah kepemimpinan Ignasius Jonan, PT. Kereta Api Indonesia (Persero) mampu melakukan transformasi (struktural, kultural, dan operasional) ke arah yang lebih baik dan menjadi organisasi yang memberikan manfaat bagi banyak pihak. Hasilnya, pada tahun 2012 dan 2013, PT. KAI mendapatkan penghargaan sebagai BUMN Inovatif terbaik dan Bapak Ignasius Jonan terpilih menjadi The Best CEO pada Anugerah BUMN 2013. Ditengah gemilang kesuksesan PT. KAI, banyak karyawan yang melakukan pensiun dini. Pada tahun 2012 ada 43 orang karyawan yang melakukan pensiun dini dan jumlahnya bertambah sebanyak 72 orang pada tahun 2013. PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dalam menjalankan bisnis menghadapi pesaing bukan dari moda transportasi sejenis melainkan dari sisi moda transportasi massal dilihat dari kecepatan, kenyamanan, pelayanan, dan ketepatan waktu yaitu, bis antar kota, mobil sewaan, travel, dan pesawat terbang. Hal ini dipertegas oleh pernyataan Direktur Utama PT. KAI, Ignasius Jonan yang membantah jika PT KAI dinilai perusahaan yang memonopoli jalur transportasi karena banyak moda transportasi yang dapat dipilih oleh masyarakat. Saat ini, untuk pergi ke Bandung dari Jakarta, masyarakat sudah bisa pergi ke sana menggunakan mobil pribadi, bus atau pesawat sekalipun (Priliawito dan Al-Yamani, 2010). Dalam menjalankan bisnisnya setiap perusahaan memerlukan peranan dan kekuatan dari Sumber Daya Manusia untuk mendukung pengelolaan dan tujuan perusahaan. Begitu pula dengan PT. KAI yang perlu mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien dalam membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat atau disebut dengan istilah Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Adapun fungsi-fungsi MSDM terdiri dari perencanaan,
pengorganisasian,
pengarahan,
pengendalian,
pengadaan,
pengembangan kompensasi, pengintergrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan yang terakhir adalah pemberhentian atau disebut juga dengan Pemutusan Hubungan Kerja (Hasibuan, 2000:10). 8
Dalam pasal 167 ayat 1 Undang-undang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa salah satu alasan pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah karena telah memasuki usia pensiun. Permasalahan ketenagakerjaan yang terjadi pada pegawai BUMN tunduk pada ketentuan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan). Sedangkan ketentuan tentang pensiun mengikuti Pasal 167 UU No. 13 Tahun 2003. Menurut pasal 3 ayat 2 Peraturan Pemerintah (PP) No. 32 Tahun 1979 tentang pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang diubah menjadi PP No. 65 tahun 2008, Batas Usia Pensiun (BUP) normal untuk PNS secara umum adalah 56 (lima puluh enam) tahun. Sedangkan pada perusahaan BUMN, ketentuan mengenai batas usia
pensiun normal ditetapkan dalam Perjanjian Kerja (PK), Peraturan
Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan Peraturan Perundangan yang berkaitan dengan masa pensiun menurut Pasal 154 huruf c UU Ketenagakerjaan.
(Sumber:
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt51187
e5c775a6/aturan-pensiun-pegawai-bumn, diakses tanggal 27 Desember 2013). Pensiun dini adalah pengunduran diri secara sukarela sebagai pegawai sebelum mencapai usia pensiun normal dengan memperoleh hak-hak kepegawaian tertentu. Merujuk pada Keputusan Direksi Nomor: KEP.U/KP.605/III/I/KA-2012 pasal 1 butir 6 menyatakan bahwa batas usia pensiun normal di PT Kereta Api Indonesia (Persero) adalah usia 56 (lima puluh enam) tahun. Sedangkan menurut Mintarja (2010: 29-30), pensiun dini adalah pensiun yang belum jatuh tempo dan dilakukan dibawah usia 55 tahun, bahkan sebelum usia 50 tahun. Dari sisi perusahaan, pensiun dini dilakukan
bukan karena perusahaan
sedang mengalami kerugian, melainkan alasan efisiensi agar perusahaan lebih mampu bersaing atau meraih laba lebih besar (Mintarja, 2010:29-30). Alasan lain dilaksanakan pensiun dini adalah perusahaan ingin mengadakan “penyegaran” terhadap sumber daya manusia, khususnya di tingkat manajer menengah dan atas. Ada juga perusahaan yang mengurangi karyawan karena melakukan outsourcing jenis pekerjaan tertentu kepada pihak ketiga, dengan pertimbangan pihak ketiga ini lebih ahli dalam bidang pekerjaan tersebut. Selain itu, biaya outsourcing lebih murah dibandingkan jika harus mempekerjakan karyawan . Menurut Widjajanto (2009:8), pensiun dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu pensiun normal, pensiun dini, pensiun karena cacat, dan 9
pensiun karena
meninggal. Tetapi ada juga perusahaan yang menerapkan kebijakan pensiun dini (early retirement) yang biasanya tertulis dalam peraturan perusahaan. Karyawan yang masuk nominasi pensiun dini ditawarkan perusahaan untuk mengambil paket pensiun. Alasan yang menjadi penyebab perusahaan mengadakan program pensiun dini antara lain, perusahaan melakukan efisiensi, perusahaan tidak berkembang dan selalu rugi, perusahaan pailit, dan perusahaan mengalami pergantian kepemilikan. Selain dari perusahaan, pensiun dini juga dapat disebabkan faktor karyawan. Pensiun dini yang diajukan karyawan inilah yang menjadi pengertian pensiun dini yang sesungguhnya. Keinginan karyawan untuk mengajukan pensiun dini sering dilatarbelakangi oleh berbagai faktor antara lain, karyawan menginginkan keuangan individuyang lebih baik, karyawan jenuh dan merasa tidak nyaman, gaji yang tidak sesuai lagi, penyakit yang diderita, berselisih dengan rekan kerja, dan ingin menikah dengan teman sekantor (Widjajanto, 16-18: 2009). Menurut Warta Ekonomi edisi No. 06/XIX/19 Maret 2007 dalam Rahayuni (2008:15), faktor-faktor yang mempengaruhi karyawan untuk mengambil keputusan ikut pensiun dini yaitu karyawan tersebut merasa jenuh dan sudah tidak nyaman lagi di lingkungan kerjanya, tekanan dari atasan karena atasan melihat karyawan tersebut sudah tidak produktif lagi, adanya ketidaktransparanan dalam hal promosi jabatan yang dilakukan oleh manajemen, kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan untuk memenuhi tuntutan irama kerja, karyawan merupakan suami-istri yang bekerja di kantor yang sama, ketidakpuasan dalam penghasilan yang diterima setiap bulan, mempunya bisnis sampingan di luar yang lebih besar dibandingkan gajinya setiap bulan dan ada masalah rumah tangga yang lebih besar terkait dengan keuangan atau tekanan dari pasangan sehingga pensiun dini dianggap jalan keluar yang paling tepat Beberapa tahun belakangan ini, pensiun dini merupakan trend yang dilakukan perusahaan-perusahaan besar dan BUMN. Tujuannya adalah untuk menciptakan efisiensi perusahaan sehingga pada akhirnya tingkat kesejahteraan karyawan dapat ditingkatkan. Organisasi dapat memanfaatkan pensiun dini untuk mengurangi level senioritas yang tinggi, sehingga mengurangi biaya gaji dan tunjangan, atau untuk membuka kesempatan promosi dengan menurunkan jumlah karyawan manajerial yang levelnya tinggi (Suwatno dan Priansa, 2011:300). PT. Kereta Api Indonesia (Persero) kantor pusat Bandung menerapkan kebijakan mutasi yang berlaku mulai tanggal 15 Oktober 2013. Dalam kebijakan 10
tersebut disebutkan bahwa karyawan yang telah bekerja selama 20 tahun atau lebih di kantor pusat Bandung diharuskan untuk mutasi ke Daerah Operasi di pulau Jawa dan Divisi Regional di Pulau Sumatra. Dengan pemberlakukan kebijakan tersebut, banyak karyawan kantor pusat PT. KAI Bandung yang mengajukan pensiun dini secara sukarela. Pada tahun 2013 tercatat sebanyak 72 orang
dari total karyawan
kantor pusat PT. KAI yang
berjumlah 2736 orang, telah melakukan pensiun dini (sumber: data internal PT. KAI sampai Desember 2013). Angka tersebut mengalami peningkatan sebesar 75,6% dibandingkan tahun 2012 yang hanya berjumlah 43 orang. Berdasarkan wawancara via telepon dengan Ibu Adisty Ratna selaku penanggung jawab bagian Assesment Center PT Kereta Api Indonesia (Persero) kantor pusat Bandung pada tanggal 13 Desember 2013, alasan karyawan mengikuti pensiun dini menurut Ibu Adisty Ratna adalah karena kebijakan perusahan. Karyawan yang telah bekerja selama 20 tahun di kantor pusat diharuskan untuk mutasi ke Daerah Operasi di pulau Jawa dan Divisi Regional di pulau Sumatra. Dengan adanya kebijakan tersebut menyebabkan karyawan berfikir ulang untuk menaatinya. Hal tersebut dikarenakan mereka tidak ingin keluar dari zona nyaman (comfort zone) yang mereka rasakan di kantor pusat. Selain itu mereka enggan untuk beradaptasi lagi dengan lingkungan baru di tempat mutasi dan enggan jauh dari keluarga. Selain itu, berdasarkan wawancara dengan Ibu Sovi Yanita selaku penanggung jawab Humas PT. Kereta Api Indonesia (Persero) kantor pusat Bandung yang dilakukan pada tanggal 8 Desember 2013, tuntutan yang tinggi dalam bekerja juga memicu timbulnya keinginan karyawan untuk melakukan pensiun dini. Karyawan dituntut untuk mampu bekerja cepat, tepat, dan profesional sehingga dapat memberikan kontribusi yang maksimal untuk perusahaan. Disisi lain, karyawan yang sudah tidak muda lagi tidak mampu mengikuti pola kerja atau ritme kerja yang ditetapkan saat ini yang cenderung cepat dan sigap. Karena itu perusahaan lebih memilih untuk merekrut pegawai baru
dengan usia produktif
dengan harapan
mampu memberikan kontribusi lebih bagi perusahaan. Sedangkan berdasarkan wawancara dengan Ibu Zuesti Selviani selaku penaggung jawab Pengusahaan Aset Non Railway yang dilakukan pada tanggal 13 Desember 2013 di kantor pusat PT. KAI Bandung, pensiun dini yang terjadi pada 11
karyawan di unitnya yaitu Pengusahaan Aset Non Railway lebih dikarenakan karyawan tersebut telah memiliki bisnis diluar pekerjaannya. Bisnis tersebut dikelola saat karyawan tersebut masih bekerja di PT. Kereta Api Indonesia (Persero). Ketika usaha yang dirintisnya telah berkembang dan prospeknya semakin menjanjikan dikemudian hari, maka Ia memilih untuk mengajukan pensiun dini agar dapat menekuni bisnisnya. Pensiun dini tidak hanya terjadi di PT. KAI tetapi juga di perusahaan BUMN lainnya. Perusahaan angkutan penerbangan PT. Garuda Indonesia (Persero) juga mengurangi karyawan dari 6300 tahun 2008 menjadi 5.200. Ini merupakan penurunan yang cukup signifikan. Perusahaan menawarkan pensiun dini secara sukarela kepada karyawan Garuda. Karena fasilitas yang ditawarkan menarik, maka banyak karyawan yang mengambilnya. Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar mengatakan bahwa pengurangan karyawan ini juga disertai pengurangan rute penerbangan dan jumlah pesawat. Menurut Emirsyah, perampingan organisasi merupakan bagian dari upaya untuk mengubah budaya korporat agar bisnis Garuda benar-benar berorientasi pasar. Prinsip meritocracy benar-benar diterapkan kepada karyawan berprestasi agar Garuda bisa memenuhi tuntutan pasar dan memenangkan persaingan. Berdasarkan uraian di atas, dari sisi perusahaan penyebab pensiun dini menurut Mintarja (2010) adalah karena alasan efisiensi, penyegaran sumber daya manusia, dan melakukan outsourcing jenis pekerjaan tertentu kepada pihak ketiga. Menurut Widjajanto (2010) penyebab pensiun dini adalah karena perusahaan pailit, melakukan efisiensi, dan pergantian kepemilikan. Sedangkan menurut Hasibuan, (2000) keinginan perusahaan mempensiunkan karyawan karena produktivitas kerja yang rendah akibat usia lanjut, cacat fisik, kecelakaan kerja, dan sebagainya. Sedangkan dari sisi karyawan, alasan mengajukan pensiun dini adalah karyawan menginginkan keuangan yang lebih baik, karyawan jenuh dan tidak nyaman, gaji tidak sesuai, penyakit yang diderita, perselisihan dengan rekan kerja, dan ingin menikah dengan teman sekantor (Widjajanto, 2010). Menurut Warta Ekonomi edisi No.06/XIX/19 Maret 2007 dalam Rahayuni (2008) alasan karyawan ikut pensiun dini adalah jenuh dan merasa tidak nyaman, tidak produktif, ketidaktransparanan promosi jabatan, kondisi kesehatan, ketidakpuasan penghasilan,
12
punya bisnis sampingan yang melebihi gajinya, masalah rumah tangga dan tekanan dari pasangan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengetahui dan
mengidentifikasi
faktor-faktor yang mendorong seorang karyawan untuk melakukan pensiun dini, terutama yang terjadi di PT. Kereta Api Indoneia (Persero) kantor pusat Bandung dengan
judul
“FAKTOR-FAKTOR
YANG
MEMPENGARUHI
PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK PENSIUN DINI (Studi kasus di Kantor Pusat PT Kereta Api Indonesia (Persero) Bandung Tahun 2012 & 2013).
1.3. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka masalah dapat dirumuskan sebagai berikut : Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pengambilan keputusan karyawan untuk pensiun dini di kantor pusat PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Bandung?
1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dipaparkan dan rumusan masalah yang telah dibuat maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi karyawan kantor pusat PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Bandung dalam melakukan pensiun dini.
1.5. Kegunaan Penelitian Adapun manfaat dan kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Akademisi Penelitian ini dapat menyajikan informasi utama mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi karyawan mengajukan atau mengikuti program pensiun dini di PT. Kereta Api Indonesi (Persero) kantor pusat dan sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya mengenai pensiun dini yang terjadi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 2. Bagi Perusahaan Sebagai evaluasi pelaksanaan program pensiun dini terutama yang terjadi di PT. KAI kantor pusat serta mengetahui faktor-faktor yang mendorong karyawan 13
mengajukan pensiun dini di perusahaan. Selain itu penelitian ini mempunyai implikasi sebagai kebijakan (policy) dalam menghadapi dan memahami masalah pensiun dini yang dapat mempengaruhi efektivitas organisasi. 3. Bagi Para Peneliti Penelitian ini dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan literatur dalam bidang sumber daya manusia terutama yang berkaitan dengan pensiun dini karyawan BUMN di Indonesia dan sebagai ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis.
1.6. Sistematika Penelitian Untuk memudahkan pembaca dalam memahami materi dalam proposal tesis ini, maka penulisan tesis disusun sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan memberikan deskripsi yang meliputi objek penelitian, latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan tinjauan pustaka penelitian yang meliputi rangkuman teori dan penelitian terdahulu tentang pensiun dini, kerangka pemikiran dan ruang lingkup penelitian. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan tentang teknis pelaksanaan penelitian. Dimulai dari jenis penelitian, konsep penelitian, tahapan penelitian, populasi dan sampel, pengumpulan data, uji validitas dan reabilitas serta teknik analisis data. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi tentang hasil analisis data dan pembahasan mengenai hasil yang didapatkan selama penelitian dilakukan. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini memberikan kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan serta saran yang sebaiknya diterapkan oleh pimpinan perusahaan.
14