BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Latar belakang terkait penelitian mengenai sebaran spasial penggunaan
bahasa di Kabupaten Lombok Tengah dapat diuraikan sebagai berikut:
1.1.1 Pengertian dan Variasi Bahasa Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat kaya dengan ragam bentang alam, budaya, agama dan adat istiadat. Keanekaragaman tersebut tersebar dari sabang hingga merauke. Posisi Indonesia terletak diantara 60 LU-110 LS dan 950 BT - 1410 BT dan diapit oleh dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik serta dua benua yaitu Benua Asia dan Benua Australia. Posisi Indonesia ini strategis terhadap arus perpindahan barang dan jasa baik dari dalam dan luar negeri. Bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang majemuk atau heterogen dalam hal suku bangsa, budaya, agama dan adat istiadat (tradisi). Salah satu hasil kebudayaan bangsa Indonesia adalah bahasa. Suku-suku di Indonesia memiliki jenis bahasa yang berbeda-beda dan tercatat oleh Pusat Bahasa, Kementerian Pendidikan Nasional. Bahasa merupakan alat komunikasi manusia dalam berinteraksi antar individu yang satu dengan individu yang lain. Sejalan dengan pendapat
Santoso (1990), bahasa merupakan rangkaian bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar yang diatur oleh suatu sistem. Bahasa di dunia begitu banyak dan beraneka ragam, Begitu juga di negara kita Indonesia. Negara Indonesia memiliki 442 jenis bahasa yang tercatat oleh Pusat Bahasa, Kementerian Pendidikan Nasional hingga tahun 2008. Bahasa memiliki variasi dan beragam. Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam. Setiap kegiatan memerlukan atau
1
menyebabkan terjadinya keragaman bahasa itu. Keragaman ini akan semakin bertambah kalau bahasa tersebut digunakan oleh penutur yang sangat banyak serta dalam wilayah yang sangat luas. Dalam hal variasi atau ragam bahasa ini ada dua pandangan. Pertama, variasi atau ragam bahasa itu dilihat sebagai akibat adanya keseragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu sendiri. Jadi variasi atau ragam bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Andaikata penutur bahasa itu adalah kelompok yang homogen, baik etnis, status sosial maupun lapangan kerjanya, maka variasi atau keragaman itu tidak
ada; artinya, bahasa itu menjadi
seragam. Kedua, variasi atau ragam bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Kedua pandangan ini dapat saja diterima atau pun ditolak, yang jelas, variasi atau ragam bahasa itu dapat diklasifikasikan berdasarkan adanya keragaman sosial dan fungsi kegiatan di dalam masyarakat sosial. Variasi bahasa yang pertama dilihat berdasarkan penuturnya adalah variasi bahasa yang disebut idiolek, yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Variasi bahasa kedua berdasarkan penuturnya adalah yang disebut dialek, yakni variasi bahasa dari sekelompok penutur jumlahnya relatif yang berada pada satu tempat, wilayah atau area tertentu. Variasi ketiga berdasarkan penutur adalah yang disebut kronolek atau dialek temporal, yakni variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok pada masa tertentu. Variasi bahasa yang keempat berdasarkan penuturnya adalah apa yang disebut sosiolek atau dialek sosial, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Variasi bahasa yang kedua berkenaan dengan penggunaan atau fungsinya disebut fungsiolek (Nababan, 1984), ragam atau register. Variasi ini biasanya dibicarakan berdasarkan bidang penggunaan, gaya atau tingkat keformalan, dan sarana penggunaan.
2
Variasi bahasa yaitu dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan. Dalam hal ini disebut adanya ragam lisan dan ragam tulis atau juga ragam dalam berbahasa dengan menggunakan sarana atau alat tertentu yakni, misalnya dalam bertelepon atau bertelegraf.
1.1.2 Peran Bahasa Bahasa sebagai alat berkomunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya. Dengan bahasa maka mempermudah seseorang untuk berinteraksi. Bahasa tersebar di seluruh dunia dan beranekaragam. Masyarakat harus memahami pentingnya bahasa karena bahasa sebagai salah satu hasil kebudayaan yang patut untuk dilestarikan. Masyarakat dan Pemerintah memahami bahwa keanekaragaman suku bangsa yang ada di Indonesia ini cukup beragam. Keanekaragaman alam dan budaya tersebut harus diketahui oleh semua perangkat negara baik pemerintah dan masyarakat. Khususnya keanekaragaman budaya yang diwujudkan dengan adanya perbedaan penggunaan bahasa yang digunakan di tiap-tiap daerah. Bahasa yang berbeda menunjukkan asal usul yang berbeda. Bahasa yang digunakan oleh setiap orang cenderung berbeda-beda tergantung dari beberapa hal misalnya asal atau tempat lahir dan keturunan. Persebaran bahasa yang berbeda-beda di suatu daerah perlu dikaji lebih lanjut dan disajikan dalam bentuk penyajian data yang lebih informatif yaitu dapat disajkan dengan peta. Peta sebagai salah satu penyajian data spasial yang lebih baik dan komunikatif. Salah satu contoh keanekaragaman bahasa dapat dijumpai di Kabupaten Lombok Tengah.
1.1.3 Sejarah Masa Lampau Kabupaten Lombok Tengah Secara geografis Kabupaten Lombok Tengah terletak pada posisi 1160 05’ sampai 116024’ Bujur Timur dan 8024’ sampai 8057’ Lintang Selatan. Luas Kabupaten Lombok Tengah mencapai 1.208,39 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 868.890 jiwa, yang tersebar di 12 kecamatan
3
(Badan Pusat Statistik Lombok Tengah, 2012) sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut ini.
Table 1.1 Penduduk Menurut Golongan Umur Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2011
Golongan
Laki-laki
Perempuan
Laki + Perempuan
umur
(jiwa)
(jiwa)
(jiwa)
00 – 04
47.177
45.133
92.305
05 - 09
44.210
42.049
86.259
10 - 14
44.386
42.126
86.512
15 - 19
39.010
41.194
80.204
20 - 24
28.323
40.192
68.515
25 – 29
33.171
44.754
77.925
30 – 34
30.106
38.146
68.252
35 – 39
31.074
37.091
68.165
40 – 44
25.383
29.522
54.905
45 – 49
22.597
25.415
48.012
50 – 54
19.955
22.101
42.056
55 – 59
14.327
14.377
28.704
60 – 64
12.551
13.569
26.120
65 – 69
7.983
8.950
16.933
70 – 74
5.874
6.545
12.419
75 +
5.060
6.539
11.599
Jumlah/Total
411.187
457.703
868.890
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Tengah, 2012
Dari beberapa catatan dan informasi, asal-usul suku Sasak yang mendiami pulau Lombok adalah ras Mongoloid di Asia Tenggara. Penemuan situs sejarah yang paling penting untuk mengetahui kehidupan prasejarah di Gumi Sasak adalah penemuan benda-benda arkeologis di Gunung Piring, Truwai, Kecamatan Pujut kabupaten Lombok Tengah. Adapun yang ditemukan adalah periuk utuh, 4
kereweng, kerangka manusia, sisa kulit kerang, arang, fragmen logam dan binatang. Sumber informasi sejarah lainnya diperoleh dari cerita-cerita rakyat, babad lontar dan peninggalan berupa makam maupun masjid. Pada saat ini pulau Lombok didiami oleh percampuran antara suku Sasak dengan suku-suku dari Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Bali, dan Nusa Tenggara. Sebagian kecil lainnya terdapat masyarakat keturunan China dan Arab. Pada tahap selanjutnya, seiring dengan adanya berbagai macam pengaruh dari luar, muncul sebuah aliran kepercayaan yang disebut Boda. Boda bukanlah agama Budha tetapi bertumpu pada aliran Animisme, Dinamisme, Panteisme, dan Antropomorfisme. Oleh sebab itu, pemujaan dan penyembahan roh-roh leluhur dan berbagai dewa lokal lainnya merupakan fokus utama dari praktek keagamaan Sasak-Boda. Sementara agama Budha dan Hindu menjadi anutan nenek moyang suku Sasak setelah mereka berada di bawah kekuasaan Sriwijaya dan Majapahit. Pada saat itu kerajaan Sriwijaya dan Majapahit memiliki pengaruh kekuasaan yang meliputi seluruh wilayah nusantara. Sebagian besar penduduk Gumi Sasak adalah pemeluk agama Islam, sisanya penganut agama Hindu, Budha dan sebagian kecil beragama Kristen. Kehidupan antar umat beragama berjalan rukun dan damai. Kegairahan umat Islam dalam menjalankan kehidupan beragama terlihat dalam membangun tempat peribadatan, sehingga hampir di seluruh tempat di pulau Lombok terdapat masjid. Itulah sebabnya pulau Lombok dikenal juga sebagai Pulau Seribu Masjid. Sebelum penyebaran agama Islam datang ke pulau Lombok, masyarakat Lombok percaya akan adanya roh-roh nenek moyang, kepercayaan ini disebut animisme. Selain itu, masyarakat juga percaya bahwa setiap benda memiliki kekuatan gaib, kepercayaan ini disebut dinamisme. Agama Islam berkembang dengan cepat di Gumi Sasak karena menggunakan pendekatan tasawuf dalam penyebarannya. Ajaran Islam tasawuf menjadi suatu ketertarikan utama bagi masyarakat suku Sasak karena pada umumnya ajaran ini mengajarkan dimensi mendalam dalam pemahaman ketuhanan dan keagamaan. Ajaran Tasawuf ini pulalah yang kemudian menjadi acuan umum dalam membentuk sikap dan tindakan (perilaku) masyarakat Sasak. Disisi lain pemahaman yang belum
5
mendalam dan adanya pengaruh Hindu memunculkan Islam Wetu Telu. Islam Wetu Telu merupakan sinkretisme (gabungan) dari ajaran Islam dan Hindu. Di dalam babad dan lontar, disebutkan beberapa kerajaan yang pernah ada di pulau Lombok. Diantaranya adalah: kerajaan Desa Lae', Suwung, Pamatan, Selaparang, Lombok, Mumbul, Pemokong, Bayan, Sokong, Langko, Penjanggik, Parwa, Kedaro, Karangasem Lombok (Singasari) dan Mataram. Beberapa kerajaan lainnya meliputi desa-desa (wilayah) kecil yang disebut Kedatuan. Silsilah raja-raja yang pernah memerintah di Pulau Lombok dapat dilihat pada Gambar 1.1.
6
Gambar 1.1 Silsilah Raja-raja di Lombok Sumber: Gumi Sasak dalam Sejarah, 2013
7
Di masa lalu, kehidupan masyarakat suku Sasak berada di bawah tekanan kaum penjajah (kerajan Bali, Belanda dan Jepang) dalam waktu yang
sangat
lama.
Hal
yang
patut
disyukuri
kemudian
adalah
diproklamasikannya kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Dalam prosesnya, negara baru Republik Indonesia terus mengalami berbagai, perubahan bentuk negara, hingga akhirnya kembali lagi ke dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 15 Agustus 1950. Kedua peristiwa itu merupakan tonggak penting dimana masyarakat Sasak mampu berdiri sebagai manusia-manusia merdeka seperti anak bangsa lainnya. Banyak peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di masa lalu hingga hari ini, akan tetapi sebagian besar peristiwa-peristiwa tersebut tidak dicatat atau ditulis. Pada masa tersebut mungkin orang belum mengenal huruf atau budaya baca-tulis sehingga tidak ada keterangan-keterangan
yang
ditinggalkan secara tertulis. Sumber-sumber yang menjadi informasi adalah penemuan benda-benda arkeologis seperti penemuan tengkorak, tulangbelulang manusia purba, alat-alat dan senjata sederhana serta jejak jejak yang ditinggalkan pada lingkungan alam (geologis). Masa itu disebut dengan zaman prasejarah. Sedangkan masa setelah manusia mengenal tulisan sehingga berbagai peristiwa dapat tercatat, disebut sebagai zaman sejarah. Kehidupan nenek moyang Gumi Sasak pada zaman prasejarah sangat menarik untuk dipelajari serta memiliki ciri khas yang berbeda dengan suku-suku lainnya di Indonesia. Kekhasan tersebut dapat dilihat dari struktur dan model budaya yang kini berkembang. Berbagai penemuanpenemuan yang diperoleh oleh masyarakat belum mendapatkan jawaban karena memang belum dilakukannya penelitian dengan menggunakan teknologi tingkat tinggi seperti radioisotop. Sampai saat ini, sumber informasi yang dapat dijadikan sebagai kajian tentang perjalanan orang-orang Sasak sejak eksisnya di pulau Lombok adalah melalui cerita-cerita rakyat, babad lontar, barang-barang
8
peninggalan masa lalu, dan hasil penemuan artefak/bukti arkeologis lainnya. Sementara cerita-cerita rakyat dan babad lontar ini secara keilmuan belum bisa dijadikan sebagai acuan ilmiah untuk mengetahui tentang kebenaran sebuah peristiwa dalam sejarah. Penemuan-penemuan di Gunung Piring, desa Truwai kecamatan Pujut, Lombok Selatan oleh Proyek Penggalian dan Penelitian Purbakala Jakarta pada tahun 1976 sedikit banyak memberikan gambaran tentang tatacara hidup serta sumber bahan makanan masyarakat suku Sasak masa larnpau. Adapun
penemuan-penemuan
tersebut
berupa
periuk
utuh,
kereweng, kerangka manusia, sisa kulit kerang, arang, fragmen logam dan binatang. Selain penemuan arkeologis tersebut, juga ditemukan arca Budha Awalokiteswara, nekara dan batu nisan yang berhuruf China dan Arab. Dari penemuan benda-benda purbakala di Lombok Selatan dapat disimpulkan bahwa kira-kira pada akhir zaman perunggu, Pulau Lombok bagian selatan telah dihuni oleh sekelompok manusia yang sama kebudayaannya dengan penduduk di Gua Tabon Vietnam Selatan, penduduk di Pulau PallawanFilipina, penduduk di Gilimanuk Bali, dan penduduk di Malielo-Sumba. Nenek moyang suku bangsa Indonesia menyusuri lembah-lembah sungai di Vietnam dan Thailand sampai di Semenanjung Malaya. Kemudian dengan menggunakan perahu bercadik mereka datang ke nusantara, mendarat di Sumatera, Jawa, Kalimantan Barat, Bali, Nusa Tenggara termasuk Lombok sampai ke Flores dan Sulawesi Selatan. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penghuni suku di pulau Lombok berasal dari Asia Tenggara. Adapun kemudian penduduk pendatang nusantara berasal dari Bali, Sulawesi Selatan, Jawa, Kalimantan, Sumatera, Maluku dan Nusa Tenggara Timur.
9
1.1.4 Permasalahan Terkait Bahasa di Kabupaten Lombok Tengah Kabupaten Lombok Tengah yang dikenal dengan mayoritas 85 % suku Sasak memiliki potensi wilayah yang cukup beragam. Pembangunan sektor ekonomi, pendidikan dan berbagai fasilitas ekonomi sedang mulai dikembangkan di Kabupaten Lombok Tengah. Pembangunan Bandara Internasional Lombok memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap keragaman budaya dalam hal ini menyangkut bahasa yang digunakan masyarakat Kabupaten Lombok Tengah. Selain adanya bandara ini, kemajuan teknologi juga berpengaruh terhadap bahasa yang digunakan masyarakat Kabupaten Lombok Tengah. Tidak hanya pembangunan bandara dan kemajuan teknologi, namun juga adanya arus perpindahan penduduk antar wilayah juga mempengaruhi terhadap perubahan bahasa yang digunakan. Pertambahan penduduk yang diikuti dengan angka kelahiran, tingkat migrasi yang tinggi yang ditandai dengan banyak penduduk pendatang untuk berdomisili di Kabupaten Lombok Tengah juga sebagai hal yang menyebabkan perubahan bahasa dan keanekaragaman bahasa yang digunakan di Kabupaten Lombok Tengah. Oleh karena itu, wilayah ini perlu dikaji lebih lanjut untuk mengetahui penggunaan Bahasa yang digunakan masyarakat di Kabupaten Lombok Tengah dalam bentuk peta. Peta sebagai salah satu bentuk penyajian data yang lebih informatif karena peta dapat menampilkan distribusi data serta lokasi data secara absolut sehingga pengguna dapat lebih mudah dan cepat memahami gambaran seluruh data. Penyajian penggunaan bahasa dalam bentuk peta ini bermanfaat juga untuk mempertahankan kearifan lokal yang ada di Kabupaten Lombok Tengah serta sebagai pertimbangan bagi pemerintah dalam melakukan perencanaan wilayah dan mengambil kebijakan kedepannya.
10
1.2 Perumusan Masalah Keanekaragaman budaya suatu daerah menjadi salah satu potensi daerah yang harus dijaga dan dilestarikan. Kekayaan suatu daerah tidak hanya kekayaan alam saja namun juga kekayaan akan budaya salah satunya adalah bahasa yang dimiliki oleh daerah tersebut. Bahasa memberikan kesan ciri khas suatu daerah selain suku dan adat istiadat. Bahasa yang digunakan masyarakat Kabupaten Lombok Tengah yang sebagian besar penduduknya yaitu suku sasak menggunakan bahasa sasak dalam kesehariannya. Bahasa sasak di Pulau Lombok terdiri dari lima dialek yakni dialek kutokete, dialek ngeto-ngete, dialek meno-mene, dialek ngeno-ngene, dan dialek meriak-meriku. Kelima jenis dialek ini tersebar di Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat. Namun seiring dengan berjalannya waktu, penggunaan bahasa masyarakat di Lombok khususnya di Kabupaten Lombok Tengah semakin beragam. Selain karena pengaruh teknologi juga adanya pembangunan Bandara Internasional Lombok menyebabkan masyarakat Kabupaten Lombok Tengah saat ini menggunakan bahasa yang boleh terbilang modern dan akhirnya berkembang dalam hal segi kebahasaan. Pembangunan sektor yang semakin meningkat serta potensi wisata yang semakin meningkat menyebabkan pula banyak pendatang baik dari dalam dan luar negeri. Pertambahan jumlah pendatang yang akhirnya penyebabkan pertambahan jumlah penduduk di Kabupaten Lombok Tengah berpengaruh terhadap keanekaragaan bahasa yang ada di wilayah ini. Sehingga akhirnya bahasa yang digunakan masayarakat di Kabupaten Lombok Tengah ini semakin berkembang dan beragam. Bahasa yang digunakan masyarakat Kabupaten Lombok Tengah beragam dan telah mengalami perkembangan bahasa. Oleh karena itu diperlukan suatu cara yang ditempuh untuk mengkaji lebih lanjut tentang bahasa yang digunakan di masing-masing masyarakat Kabupaten Lombok Tengah untuk mengetahui sejauh mana penggunaan bahasa yang digunakan serta faktor apa yang menyebabkan pemilihan bahasa yang digunakan.
11
Seperti tertuang dalam Pasal 36 Bab XV Undang-Undang Dasar 1945 tentang Bahasa Daerah, unsur kebudayaan nasional perlu dipelihara dan dikembangkan. Oleh karena itu, maka penelitian ini perlu dilakukan untuk mempertahankan kebudayaan daerah serta memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah setempat dalam hal perencanaan wilayah kedepannya. Kurangnya penyajian data yang informatif di Kabupaten Lombok Tengah terkait penyajian penggunaan bahasa juga menjadi salah satu masalah yang ada. Berdasarkan berbagai permasalahan di atas maka adanya penelitian berjudul sebaran spasial penggunaan bahasa di Kabupaten Lombok Tengah diharapkan mampu menjawab rumusan masalah tersebut. Untuk mempermudah dalam pencapaian tujuan penelitian maka muncul pertanyaan penelitian, yaitu : 1. Bagaimana sebaran bahasa yang digunakan di Kabupaten Lombok Tengah ? 2. Faktor-faktor
apa
sajakah
yang
mempengaruhi
persebaran
penggunaan bahasa di Kabupaten Lombok Tengah ?
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1
Tujuan penelitian yang akan dilakukan, yaitu: 1. Menyajikan sebaran spasial penggunaan bahasa di Kabupaten Lombok Tengah dalam bentuk peta. 2. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap persebaran penggunaan bahasa yang digunakan di Kabupaten Lombok Tengah.
1.3.2
Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan lebih meningkatkan ketersediaan informasi spasial sebaran bahasa dalam bentuk peta yang dapat membantu dalam pengambilan keputusan dan kebijakan. 2. Dapat
mengetahui
faktor-faktor
yang
berpengaruh
terhadap
penggunaan bahasa oleh penduduk di Kabupaten Lombok Tengah.
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka Beberapa
landasan
teori,
penelitian
sebelumnya,
kerangka
pemikiran dan batasan operasional yang terkait dengan penelitian tentang bahasa dapat diuraikan sebagai berikut.
2.1.1
Bahasa Bahasa mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan
manusia. Secara umum fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi bagi manusia. Melalui bahasa, seseorang dapat mengungkapkan ide-ide yang ada dalam pikiran mereka. Melalui bahasa pula manusia dapat mengungkapkan perasaannya. De Vito dalam Oktavianus (2006: 2) mengemukakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang terstruktur yang digunakan untuk mengekspresikan diri dalam rangka mengkodifikasi objek, peristiwa dan relasi dalam dunia nyata. Malinowski dalam Halliday dan Hasan (1989: 15) membedakan fungsi bahasa menjadi dua, yaitu fungsi pragmatik dan magis. Fungsi pragmatik meliputi penggunaan bahasa yang naratif dan penggunaan bahasa yang aktif. Fungsi pragmatik lebih menekankan pada fungsi bahasa untuk berkomunikasi dalam sehari-hari. Menurut Santoso (1990), Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar yang diatur oleh suatu sistem. Bahasa erat kaitannya dengan dialek, ragam dialek, fonologi dan leksikon. Pengertian Dialek berbeda dengan Bahasa. Dialek adalah sistem kebahasaan yang digunakan oleh satu masyarakat
untuk
membedakannya
dari
masyarakat
lain
yang
bertetangga yang menggunakan sistem berlainan walaupun erat hubungannya (Weijnen, 1975 dalam Ayatrohaedi, 2002). Sedangkan menurut Kridalaksana (2008: 48), dialek adalah variasi bahasa yang
13
berbeda-beda menurut pemakai, variasi bahasa yang dipakai oleh kelompok bahasawan di tempat tertentu. ragam dialek terbagi menjadi 3 bagian yakni dialek regional, dialek sosial dan dialek temporal. Dialek regional, yaitu variasi bahasa yang berbeda-beda menurut pemakai, variasi bahasa yang dipakai oleh kelompok bahasawan di tempat tertentu (Nadra dan Reniwati, 2009: 2). Kemudian dialek sosial adalah variasi bahasa yang digunakan oleh golongan tertentu (Nadra dan Reniwati, 2009: 2) sedangkan terakhir dialek temporal merupakan dialek dari bahasa-bahasa yang berbeda dari waktu ke waktu (Kridalaksana, 2008: 48). Menurut Nurhayati dan Mulyani (2006; 28) menyatakan bahwa cabang linguistik yang khusus mempelajari seluk-beluk bunyi bahasa ialah fonologi. Fonologi ini terbagi menjadi fonem vokal, konsonan dan konsonan rangkap. Sedangkan leksikon menurut Kridalaksana (dalam Maryani, 2009: 27) leksikon adalah komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam suatu bahasa. Selain itu leksikon juga merupakan kekayaan kata yang dimiliki suatu bahasa. Misalkan dapat kita lihat di bahasa Jawa. Bahasa Jawa dibedakan menjadi 6 leksikon yakni leksikon (1) ngoko, (2) madya, (3) karma, (4) karma inggil, (5) karma andhap, dan (6) netral.
2.1.2 Kartografi Kartografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu khartes yang berarti permukaan
dan
graphein
yang
berarti
gambaran/bentuk.
Jika
digabungkan maka berarti gambaran permukaan. Sehingga dapat diartikan, kartografi adalah sebagai ilmu membuat peta. Arti istilah kartografi telah berubah secara fundamental sejak tahun 1960. Kartografi yang tadinya hanya didefinisikan sebagai pembuatan peta, saat ini didefinisikan sebagai penyampaian informasi geospasial dalam bentuk peta (Menno-Jan Kraak dan Ferjan Ormeling, 2007: 37). Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa kartografi telah
14
dikelompokkan dalam ilmu pengetahuan komunikasi dan hadirnya teknologi komputer. Hal tersebut menghasilkan pandangan bahwa kartografi tidak hanya sebagai pembuatan peta semata, tetapi penggunaan peta juga termasuk pada bidang kartografi. Menurut Aryono Prihandito (1989: 1) Kartografi adalah ilmu yang mempelajari peta, dimulai dari pengumpulan data di lapangan, pengolahan data, simbolisasi, penggambaran, analisa peta, serta interpretasi peta. Sedangkan kartografer adalah orang yang membuat peta, syarat-syarat sebagai kartografer adalah 50 % pengetahuan geografi, 30 % bidang seni, 10 % pengetahuan matematis dan 10 % pengetahuan peta. Peta sebagai gambaran konvensional dan selektif yang diperkecil, biasanya dibuat pada bidang datar. Menurut Kraak dan Ormeling (2013) dalam bukunya Kartografi: visualisasi data geospasial, kartografi saat ini diartikan sebagai bentuk penyampaian informasi geospasial dalam bentuk peta. Metode yang dapat digunakan untu kegiatan pemetaan sangat banyak. Pemilihan metode didasarkan pada jenis datanya, kuantitatif atau kualitatif, serta tujuan pemetaannya. Cara penyajian data yaitu uraian deskriptif, tabel, grafik/diagram dan peta. Peta memiliki kelebihan dalam menyajikan data spasial yakni peta mampu menampilkan distribusi data serta lokasi data secara absolut sehingga pengguna peta dengan mudah memahami informasi dan gambaran seluruh data yang ditampilkan. Penyusunan peta terdapat tiga hal yang diperhatikan yaitu desain peta dasar, desain simbol serta desain komposisi (layout). Peta dasar sebagai suatu kerangka untuk menempatkan informasi tematik yang akan digambarkan. Desain simbol dapat diartikan mendesain isi peta yang ada. Beberapa data tematik yang dikumpulkan harus lengkap memiiki lokasi dan distribusi geografis. Selanjutnya yaitu desain komposisi atau layout. Penentuan komposisi peta harus mempertimbangkan aspek keindahan
15
namun tidak mengurangi informasi utama yang akan ditonjolkan. Keseimbangan antara muka peta dan informasi tepi peta harus diperhatikan.
2.1.3 Simbolisasi Terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan dalam mendesain simbol pada peta tematik yaitu : (1) sifat dan ukuran data, (2) bentuk sifat dan cara penggambaran simbol, dan (3) variabel visual dan persepsi yang diharapkan. Simbol secara keruangan dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu titik, garis dan area. Tingkatan simbol selanjutnya dibagi menjadi 4 macam yakni simbol nominal, ordinal, interval dan rasio. Selanjutnya berdasarkan persepsi simbol dibedakan menjadi kesan asosiatif, seletif, bertingkat dan kuantitatif. Variabel visual digunakan untuk membedakan simbol satu dengan simbol lainnya. Jenis variabel visual yang digunakan disesuaikan dengan kesan atau persepsi yang ingin dibangun. Persepsi peta dapat bersifat asosiatif, selektif, bertingkat atau kuantitatif. Persepsi asosiatif dan selektif menunjukkan kesan yang sama tingkatannya. Sedangkan persepsi selektif membentuk grup-grup, dengan tingkatan yang sama. Menurut Bertin (1983), ada enam jenis variabel visual yaitu bentuk, ukuran, warna, nilai, saturasi dan tekstur. Bentuk penggambaran dalam simbol titik, garis maupun area dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini.
16
Gambar 2.1 Variabel Visual Sumber : Bertin (1983)
2.1.4 Sampel Penelitian Menurut Sugiyono (2011) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi bukan hanya orang saja tetapi juga obyek dan benda-benda alam yang lain. Selain itu, populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu. Sedanglkan sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ada dua yakni teknik probability sampling dan non probability sampling. Teknik probability
sampling
adalah
teknik
pengambilan
sampel
yang
memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi simple random
sampling,
proportionate
stratified
random
sampling,
disproportionate stratified random sampling dan area (cluster) sampling. Sedangkan teknik non probability merupakan teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Jenis sampling ini
17
diantaranya yaitu sampling sistematis, sampling kuota, sampling incidental, purposive sampling, sampling jenuh dan snowball sampling.
2.1.5 Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem informasi geografis atai SIG sebagai sistem informasi yang mengelola data berisi informasi spasial dan memiliki kemampuan membangun, menyimpan, mengelola, dan menampilkan informasi yang bereferensi keruangan atau data geospasial untuk mendukung kegiatan pengambilan keputusan dalam pengelolaan wilayah. Bahkan sistem informasi geografis ini mampu mengumpulkan, mengintegrasikan, memeriksa,
menyimpan,
memanipulasi,
mengelola,
menganalisis,
menampilkan dan menghasilkan keluaran (output) data atau informasi yang terkait dengan informasi bahasa. Dengan sistem informasi geografis ini maka dapat diketahui sebaran bahasanya dimana saja, bahasa yang dominan, serta jenis bahasa yang digunakan penduduk apa saja, karena sistem informasi geografis memiliki fungsi untuk analisis spasial (keruangan). Melalui Sistem Informasi Geografis (SIG), data-data kebahasaan dapat diolah, dikumpulkan, ditampilkan dan dianalisis secara spasial karena Sistem Informasi Geografis sebagai perangkat yang memiliki kelebihan dalam
mengumpulkan, menyimpan, memanggil kembali,
mentransformasikan dan menayangkan data spasial dari keadaan senyatanya untuk tujuan tertentu.
2.2 Ulasan Penelitian Sebelumnya Beberapa penelitian yang sebelumnya dilakukan meliputi penelitian tentang bahasa diantaranya yaitu :
18
1. Lapoliwa Hans ( 2002) Wilayah kajian penelitian ini adalah di Kalimantan Selatan dengan judul penelitian yaitu penelitian kekerabatan dan pemetaan bahasa-bahasa studi kasus di Propinsi Kalimantan Selatan. Peneliti ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh keterkaitan kekerabatan antar bahasa yang digunakan masyarakat yang satu dengan yang lainnya serta mengkaji bentuk persebaran bahasa yang digunakan di Propinsi Kalimantan Selatan. Penelitian ini menggunakan metode wawancara terstruktur. Wawancara terstrukur ini dilakukan untuk mengetahui analisa kekerabatan antar bahasa yang digunakan masyarakat di Propinsi Kalimantan Selatan. Teknik pengambilan sampel yaitu dengan menggunakan pemilihan desa yang didasarkan kepada tiga sifat desa, yaitu desa yang tua, desa yang sukar dihubungi,
dan
desa
yang mudah
dihubungi.
Dan juga
memperhitungkan jarak antar sehingga percontoh yang dipilih tersebar merata di seluruh Propinsi Kalimantan Selatan. Perbedaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian ini yang berjudul sebaran spasial penggunaan Bahasa di Kabupaten Lombok Tengah terdapat pada tujuannya yakni mengkaji sebaran Bahasa yang digunakan dan faktor apa saja yang mempengaruhi dalam pemilihan bahasa yang digunakan. Sedangkan persamaannya adalah terletak pada tujuan penelitiannya yaitu mengkaji tentang kondisi bahasa tertentu yang digunakan di masyarakat tertentu di daerah tertentu. Selain itu juga terdapat kesamaan dalam hal perolehan informasi dilapangan yakni dalam penentuan metode survei yakni dengan wawancara. 2. Multamia R.M.T Lauder (2002) Penelitian ini memiliki tujuan untuk dapat melakukan pemetaan bahasa, merupakan salah satu sarana wajib penelitian geografi dialek yang dapat menvisualisasikan gejala-gejala kebahasaan dan distribusinya. Tujuan selanjutnya yaitu untuk menggambarkan daerah pakai serta daerah 19
sebar variasi-variasi kebahasaan pada ketiga bahasa yang terdapat dalam Kabupaten Tangerang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian lapangan dengan mempertimbangkan bahwa peneliti dapat secara langsung memperhatikan, mendengar,
mencatat,
merekam,
dan
mengumpulkan
keterangan-
keterangan lain yang tidak terdapat dalam tanyaan dan diperkirakan dapat melengkapi bahan atau dalam hal ini disebut sebagai metode wawancara terbuka dan peneliti tinggal di daerah tersebut untuk lebih bisa mengetahui kebahasaan penduduk setempat. 3. Eka Yuli Astuti (2009) Penelitian ini mengkaji pemakaian bahasa Jawa di wilayah Kedu Jawa Tengah yang meliputi Kabupaten Magelang, Purworejo, Kebumen dan Wonosobo. Dalam hal penentuan responden, peneliti menggunakan metode purposif sampling berdasarkan tiga variabel yaitu pekerjaan, usia dan pendidikan. Penelitian ini menunjukkan bahwa variabel sosial seperti pekerjaan, usia dan pendidikan mempengaruhi kualitas penerimaan kebahasaan seseorang.
20
Tabel 2.1 Spesifikasi Penelitian Sebelumnya
No. 1.
2.
Penelitian Sebelumnya Lapoliwa Hans ( 2002)
Judul Penelitian Kekerabatan dan Pemetaan Bahasa-bahasa daerah studi kasus Propinsi Kalimantan Selatan
Hasil Wawancara terstrukur dilakukan untuk mengetahui analisa kekerabatan antar Bahasa yang digunakan masyarakat di Propinsi Kalimantan Selatan. Teknik pengambilan sampling yaitu dengan menggunakan pemilihan desa yang didasarkan kepada tiga sifat desa, yaitu (1) desa yang tua, (2) desa yang sukar dihubungi, dan (3) desa yang mudah dihubungi. Dan juga memperhitungkan jarak antar sehingga percontoh yang dipilih tersebar merata di seluruh Propinsi Kalimantan Selatan. Multamia 2 R.M.T Lauder Pemetaan dan Distribusi Bahasa- Metode wawancara terbuka (2002) 2 bahasa di Tangerang dengan langsung memperhatikan, mendengar, mencatat, merekam, dan mengumpulkan keteranganketerangan lain yang tidak terdapat dalam daftar pertanyaan yang sekiranya dapat melengkapi bahan.
21
Metode Terdapat berbagai jenis medan makna, unsur-unsur leksikon medan mana, bidang kekerabatan, bagian tubuh, serta gerak dan kerja merupakan peluang unsur-unsur yang mempunyai peluang untuk digunakan sebagai medan makna dasar pemilah bahasa.
Dari sudut spasial dapat dikatakan bahwa proses terjadinya gejala kebahasaan metatesis dan pandwipurwaan pada umumnya langsung atau berdampingan letaknya.
Lanjutan Tabel 2.1 Spesifikasi Penelitian Sebelumnya
3.
3 Eka Yuli Astuti (2009) 3
.
Fitria 4 Asmalasa (2015) 4.
Pemakaian Bahasa Jawa di Wilayah Metode purposive sampling Eks di Karesidenan Kedu, Jawa berdasarkan kriteria yang telah Tengah ditentukan. Penentuan titik-titik pengamatan ditentukan berdasarkan kontras variasi antara desa-kota dan pusat budaya atas dialek lain.
Terdapat beberapa faktor yang merupakan penyebab dari munculnya perbedaan pemakaian bahasa Jawa di wilayah eks Karesidenan Kedu yaitu aspek persamaan dan perbedaan faktor linguistik dan ekstra linguistik, perbedaan wilayah atau tempat tinggal, aspek historis, dan perkembangan variabel sosial.
Sebaran Spasial Penggunaan Bahasa Metode yang digunakan yaitu di Kabupaten Lombok Tengah Nusa dengan melakukan wawancara Tenggara Barat terstruktur. Penentuan jumlah sampel dengan menggunakan tabel Isaac dan Michael dengan kesalahan 10 % dari populasi 9000.000 orang maka diperoleh sampel 271 orang.
Penelitian ini diharapkan dapat menyajikan sebaran penggunaan Bahasa di Kabupaten Lombok Tengah secara spasial dan mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemilihan bahasa yang digunakan masyarakat di Kabupaten Lombok Tengah.
22
2.3 Kerangka Pemikiran Budaya sebagai salah satu bagian dari manusia yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Budaya sebagai salah satu ciri khas yang dimiliki oleh suatu kelompok orang atau komunitas secara turun temurun dari generasi ke generasi. Setiap orang yang tinggal disuatu wilayah tertentu memiliki ciri khas budaya yang berbeda-beda, hal tersebut sebagai salah satu bentuk keunikan sekaligus potensi yang dimiliki masing-masing orang dalam suatu daerah. Budaya memiliki keanekaragaman dan tersebar dari Sabang hingga Merauke. Salah satu hasil budaya adalah bahasa. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup secara individualis membutuhkan interaksi dan komunikasi dengan manusia lainnya. Interaksi atau komunikasi tersebut menggunakan bahasa sebagai bahan untuk berinteraksi. Bahasa adalah identitas suatu bangsa dan negara dalam pergaulan internasional. Bahasa sebagai alat komunikasi verbal yang sangat efektif untuk menyampaikan pendapat di khalayak umum. Bangsa Indonesia sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman bahasa. Bahasa memiliki jenis dan variasi, salah satunya adalah bahasa Sasak yang dijumpai di Kabupaten Lombok Tengah. Tidak hanya bahasa sasak yang dijumpai di wilayah ini, namun juga bahasa lain misalkan bahasa Jawa dan lain sebagainya. Posisi Indonesia secara geografis sangatlah strategis untuk menjadi jalur lalu lintas perdagangan. Banyaknya aktivitas perdagangan di Indonesia ini berbanding lurus dengan banyaknya angka migrasi penduduk yang turut mempengaruhi kemunculan dan berkembangnya berbagai suku bangsa dan bahasa di Indonesia. Salah satunya adalah Kabupaten Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat. Kabupaten Lombok Tengah yang memiliki semboyan “Tatas Tuhu Trasna” sebagai salah satu wilayah yang mengalami perkembangan dalam penggunaan bahasa. Posisi Kabupaten Lombok Tengah ini sangat strategis karena wilayah pesisirnya sebagai jalur perdagangan antar berbagai pulau salah satunya
23
adalah Bali, Sumbawa, Bima bahkan Nusa Tenggara Timur. Posisi ini sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi penggunaan bahasa yang digunakan masyarakat di Kabupaten Lombok Tengah. Selain hal tersebut, adanya pembangunan dari berbagai sektor salah satunya dengan adanya Bandara Internasional Lombok, potensi pariwisata yang tinggi,
serta adanya arus
modernisasi mengakibatkan peluang yang besar untuk terjadinya sentuh bahasa. Bahasa selalu berubah dan berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat pemakainya.
Faktor
luar
Bahasa
turut
menentukan
pertumbuhan
dan
perkembangan Bahasa atau dialek tertentu. Penelitian tentang penggunaan bahasa ini termasuk dalam penelitian linguistik. Kerjasama yang baik antara ahli geografi, khususnya kartografi, dan ahli linguistik akan menghasilkan peta bahasa yang baik. Peta bahasa yang baik selain
harus
nyaman
dilihat
dan
mudah
dipertanggungjawabkan keakuratan informasi
dibaca,
juga
harus
dapat
yang dimuatnya. Penyajian
informasi mengenai bahasa biasanya disajikan dalam bentuk deskriptif namun penyajian data secara deskriptif terlihat kurang baik dalam pemahaman akan informasi yang disampaikan. Penyajian data sebaiknya disajikan sebaik mungkin agar lebih informatif. Penyajian data secara tabuler juga merupakan penyajian data yang terkesan menghabiskan waktu karena dalam proses pembuatannya dilakukan secara manual. Oleh karena itu diperlukan suatu alternatif terbaru dalam menangani masalah ini. Melalui Sistem Informasi Geografis (SIG), data-data kebahasaan dapat diolah, dikumpulkan, ditampilkan dan dianalisis secara spasial karena Sistem Informasi Geografis sebagai
perangkat yang memiliki kelebihan dalam
mengumpulkan, menyimpan, memanggil kembali, mentransformasikan dan menayangkan data spasial dari keadaan senyatanya untuk tujuan tertentu. Data kebahasaan penduduk di Kabupaten Lombok Tengah diperoleh melalui kuisioner yang diberikan kepada responden. Penduduk yang dianggap memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai responden adalah penduduk yang memiliki umur 40 hingga 50 tahun. Kriteria yang digunakan dalam penentuan
24
lokasi dan jumlah sampel yang diambil adalah jarak terhadap pusat kota, penggunaan lahan serta jumlah penduduk. Penentuan jumlah ukuran sampel menggunakan tabel Isaac dan Michael. Berdasarkan tabel tersebut diperoleh sampel sebanyak 271 orang untuk populasi sekitar 900.000 orang. Faktor yang dianggap berpengaruh terhadap penggunaan bahasa penduduk di Kabupaten Lombok Tengah seperti faktor geografis, aktivitas ekonomi, suku, asal usul dan tingkat budaya dilakukan dengan menggunakan analisis spasial dalam bentuk peta yang dilanjutkan dengan menguraikan secara deskriptif pengaruh dari masing-masing faktor tersebut. Selanjutnya diagram alir kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut ini.
Gambar 2.2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran
25