BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Pengadaan
merupakan
suatu
kegiatan
yang
berkaitan
dengan
pemenuhan/penyediaan sumber daya (barang atau jasa) pada suatu proyek tertentu. Pengadaan barang/jasa atau yang lebih dikenal dengan lelang (procurement) telah banyak dilakukan oleh semua pihak baik dari pemerintah maupun swasta. Pengadaan barang/jasa pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi (K/L/D/I) yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa. Pemerintah mengatur tentang pengadaan barang/jasa yang dituangkan ke dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 70 tahun 2012, yang merupakan perubahan kedua dari Perpres nomor 54 tahun 2010. Menurut Perpres nomor 70 tahun 2012, pengadaan barang/jasa pemerintah dapat digolongkan menjadi pengadaan barang, pengadaan jasa konsultansi, pekerjaan konstruksi dan pengadaan jasa lainnya. Perpres nomor 70 tahun 2012 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah
mengamanatkan bahwa semua proses pengadaan
barang/jasa pemerintah menerapkan prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel, sehingga nanti dapat diperoleh penyedia barang/jasa yang mempunyai kualifikasi dan diharapkan mampu menyediakan barang/jasa sesuai dengan spesifikasi yang disyaratkan. Selama ini proses pengadaan barang/jasa dilakukan dengan cara konvensional dimana langsung mempertemukan pihak pihak yang terkait dalam
1
2
pengadaan seperti penyedia barang/jasa dan pengguna barang/jasa. Pengadaan yang dilakukan secara konvensional dinilai memiliki beberapa kelemahan yang banyak merugikan seperti mudahnya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) berkembang, serta kurang transparan (Lubis, 2006). Pengadaan konvensional juga membutuhkan waktu yang lama, sehingga dipandang menyia-nyiakan waktu dan biaya, kurangnya informasi serta kompetisi yang kurang sehat yang berakibat terhadap kualitas pengadaan, sering terjadi eksklusi terhadap penyedia barang/jasa potensial dan pemberian hak khusus terhadap penyedia barang/jasa tertentu. Dalam usaha untuk mengatasi kelemahan - kelemahan dan kesulitan dalam proses pengadaan serta untuk lebih meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, akses pasar dan persaingan usaha yang sehat, memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan, mendukung proses monitoring dan audit serta memenuhi akses informasi yang real time maka dilakukanlah pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik (e-procurement) yang dilakukan dengan cara e-tendering yaitu tata cara pemilihan penyedia barang/jasa yang dapat diikuti oleh penyedia barang/jasa yang terdaftar pada sistem pengadaan secara elektronik dengan cara menyampaikan satu kali penawaran dalam waktu yang telah ditentukan. Proses pengadaan barang dan jasa dengan sistem elektronik memanfaatkan penggunaan internet sebagai sarana informasi dan komunikasi. Dengan sistem lelang elektronik ini, maka intensitas pertemuan antara panitia/kelompok kerja pengadaan dengan penyedia barang/jasa atau peserta lelang dapat diminimalisir. Sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) nomor 17 Tahun 2011 tentang percepatan pemberantasan korupsi yang mewajibkan sekurang-kurangnya 40% belanja Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) yang dipergunakan untuk
3
pengadaan barang/jasa dengan nilai pengadaan di atas Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) untuk pengadaan barang, pengadaan konstruksi dan jasa lainnya serta diatas Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) untuk pengadaan jasa konsultansi mulai tahun 2012 wajib menggunakan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) melalui unit kerja khusus Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) sendiri atau yang terdekat. Untuk memenuhi Inpres nomor 17 Tahun 2011, pada bulan agustus tahun 2012 pemerintah Kabupaten Buleleng sudah membentuk LPSE sendiri untuk menyelenggarakan pengadaan barang/jasa pemerintah di lingkungan pemerintah Kabupaten Buleleng secara elektronik. Data yang tercatat dan dikumpulkan pada instansi teknis di Kabupaten Buleleng saat lelang dilaksanakan secara konvensional, pada tahun anggaran 2011 terdapat 44 paket pekerjaan konstruksi yang dilelangkan dengan jumlah peserta yang memasukkan penawaran sebanyak 229 penyedia jasa konstruksi yang selanjutnya disebut kontraktor dari 389 pendaftar (60,32%). Rata-rata harga penawaran pemenang adalah 93,06% terhadap Harga Perkiraan Sendiri (HPS), dengan jumlah pemenang yang menawar di bawah 80% HPS terdapat empat paket pekerjaan (9,09%), dan tidak terdapat paket yang gagal lelang akibat rendahnya partisipasi yang disebabkan kurang dari tiga peserta. Pada tahun anggaran 2012 saat masih menggunakan lelang konvensional, sampai bulan Juli terdapat 62 paket pekerjaan konstruksi yang dilelangkan dengan jumlah peserta yang memasukkan penawaran sebanyak 416 kontraktor dari 762 pendaftar (58,67%). Rata-rata harga penawaran pemenang adalah 90,10% HPS, dengan jumlah pemenang yang menawar di bawah 80% HPS terdapat tujuh paket pekerjaan (11,29%). Dari jumlah
4
paket tersebut yang dilelangkan terdapat dua paket pekerjaan yang gagal lelang akibat rendahnya partisipasi yang disebabkan kurang dari tiga peserta. Untuk pekerjaan konstruksi yang dilelangkan secara elektronik, data yang tercatat pada LPSE Kabupaten Buleleng pada tahun anggaran 2012 dari bulan Agustus sampai bulan Desember terdapat 22 paket pekerjaan konstruksi yang dilelangkan secara elektronik dengan jumlah peserta yang memasukkan penawaran sebanyak 112 kontraktor dari 311 pendaftar (41,56%). Rata-rata harga penawaran pemenang adalah 88,92% HPS, dengan jumlah pemenang yang menawar di bawah 80% HPS terdapat enam paket pekerjaan (27,27%). Dari jumlah paket tersebut yang dilelangkan terdapat dua paket pekerjaan yang gagal lelang akibat rendahnya partisipasi yang disebabkan kurang dari tiga peserta. Pada tahun anggaran 2013 terdapat 59 paket pekerjaan konstruksi yang dilelangkan secara elektronik dengan jumlah peserta yang memasukkan penawaran sebanyak 269 kontraktor dari 949 pendaftar (28,35%), Rata-rata harga penawaran pemenang adalah 83,55% HPS, dengan jumlah pemenang yang menawar di bawah 80% HPS terdapat 23 paket pekerjaan (38,89%). Dari paket tersebut yang dilelangkan terdapat 10 paket pekerjaan yang gagal lelang akibat rendahnya partisipasi yang disebabkan kurang dari tiga peserta. Dari keseluruhan paket tersebut, baik yang berupa lelang konvensional maupun yang sudah menggunakan lelang elektronik jumlah kontraktor yang mendaftar, yang berpartisipasi menjadi peserta lelang dan memasukkan penawaran, nilai penawaran pemenang lelang serta pemenang dengan penawaran di bawah 80% HPS seperti pada Tabel 1.1.
5
Tabel 1.1 Data paket pekerjaan konstruksi dengan lelang konvensional dan lelang elektronik di Kabupaten Buleleng Konvensional No
Uraian
Elektronik
2011
Jan s/d Juli 2012
Agst s/d Des 2012
2013
1
Jumlah paket kegiatan pekerjaan konstruksi
44
62
22
59
2
Jumlah yang mendaftar lelang
389
762
311
949
229
416
112
269
60,32%
58,67%
41,56%
28,35%
3 4
Jumlah peserta yang memasukkan penawaran Persentase peserta yang memasukkan penawaran terhadap pendaftar
5
Persentase nilai penawaran pemenang rata-rata terhadap HPS
93,02%
90,01%
88,92%
83,55 %
6
Jumlah paket dengan pemenang di bawah 80 % HPS
4
7
6
23
7
Persentase paket dengan pemenang di bawah 80 % HPS terhadap jumlah paket
9,09%
11,29%
27,27%
38,98 %
8
Rentang nilai penawaran pemenang di bawah 80% HPS
72,61% s/d 77,95%
70,49% s/d 78,73%
68,67% s/d 79,99%
62,92% s/d 79,95%
9
Jumlah paket gagal lelang
0
2
2
10
0%
3,23%
9,09%
16,95%
Persentase paket gagal lelang terhadap jumlah paket (Sumber : Data diolah, 2014) 10
Data lelang konvensional menunjukkan partisipasi kontraktor memasukkan penawaran mengalami sedikit penurunan yaitu 60,32% pada tahun 2011, menjadi 58,67% sampai bulan juli pada tahun 2012. Partisipasi kontraktor memasukkan penawaran terlihat mengalami penurunan yang lebih besar saat sudah menggunakan lelang elektronik, data dari bulan agustus sampai desember pada tahun 2012 menunjukkan partisipasi sebesar 41,56% dan menjadi 28,35% pada tahun 2013. Nilai penawaran pemenang lelang terhadap HPS juga terlihat menurun, baik saat lelang konvensional maupun lelang elektronik. Saat lelang konvensional
6
pada tahun 2011 nilai penawaran rata-rata pemenang terhadap HPS sebesar 93,02% HPS menjadi 90,01% HPS sampai bulan juli pada tahun 2012. Saat lelang elektronik dari bulan agustus sampai desember pada tahun 2012 nilai penawaran rata-rata 88,92% HPS menjadi 83,55% HPS di tahun 2013. Kondisi ini berdampak terhadap keseluruhan proses lelang dan proses pelaksanaan seperti; resiko terjadinya gagal lelang dimana tahun 2011 tidak terdapat gagal lelang menjadi 10 paket yang gagal lelang pada tahun 2013 akibat jumlah peserta yang memasukkan penawaran kurang dari tiga, berkurangnya waktu pelaksanaan konstruksi akibat gagal lelang, berkurangnya pilihan dari pengguna barang/jasa terhadap calon pemenang lelang yang potensial untuk memperoleh penyedia jasa yang terbaik dan berkualitas, mengurangi kualitas konstruksi dimana pada tahun 2013 terdapat tiga kontraktor yang di masukkan daftar hitam (black list) karena meninggalkan pekerjaan sebelum selesai, banyak kontraktor yang mengalami kerugian akibat penawaran yang terlalu rendah dan tidak tertutup kemungkinan akan berujung pada kasus hukum jika penawaran di bawah 80% HPS (forum lintas rekanan pengadaan barang dan jasa konstruksi, 2013), karena dikhawatirkan kualitas konstruksi yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis. Berdasarkan permasalahan rendahnya partisipasi dan nilai penawaran terhadap HPS pada lelang elektronik jasa konstruksi di Kabupaten Buleleng, maka perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi dan nilai penawaran peserta lelang elektronik jasa konstruksi di Kabupaten Buleleng.
7
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan pokok masalah
penelitian ini adalah : 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi partisipasi peserta lelang elektronik pekerjaan jasa konstruksi di Kabupaten Buleleng. 2. Faktor apa yang dominan mempengaruhi partisipasi peserta lelang elektronik pekerjaan jasa konstruksi di Kabupaten Buleleng. 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai penawaran peserta lelang elektronik pekerjaan jasa konstruksi di Kabupaten Buleleng 4. Faktor apa yang dominan mempengaruhi nilai penawaran peserta lelang elektronik pekerjaan jasa konstruksi di Kabupaten Buleleng. 1.3
Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1.
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi peserta lelang elektronik pekerjaan jasa konstruksi di Kabupaten Buleleng
2.
Mengetahui faktor-faktor dominan yang mempengaruhi partisipasi peserta lelang elektronik pekerjaan jasa konstruksi di Kabupaten Buleleng.
3.
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nilai penawaran peserta lelang elektronik pekerjaan jasa konstruksi di Kabupaten Buleleng.
4.
Mengetahui faktor-faktor dominan yang mempengaruhi nilai penawaran peserta lelang elektronik pekerjaan jasa konstruksi di Kabupaten Buleleng.
8
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Sebagai bahan evaluasi dan strategi bagi kontraktor yang akan mengikuti proses lelang secara elektronik paket pekerjaan jasa konstruksi. 2. Sebagai bahan informasi dan evaluasi bagi pemerintah dalam proses pengadaan secara elektronik. 3. Sebagai referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya. 1.5
Batasan Masalah Agar penelitian terarah dan tidak terlalu meluas, maka dalam penelitian ini
penulis memberikan batasan permasalahan : 1. Sampel penelitian dilakukan pada kontraktor yang tergabung pada asosiasi Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (GAPENSI) di Kabupaten Buleleng, yang pernah mengikuti lelang elektronik. 2. Dalam penelitian ini tidak meninjau korelasi antara partisipasi dengan nilai penawaran peserta lelang.