BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Kawasan perbatasan merupakan wilayah terluar dari sebuah negara yang
sangat penting dikelola dan diperhatikan. Pasalnya penegasan batas wilayah merupakan manifestasi dari kedaulatan negara, sebab sebagai sebuah kesatuan negara, harus mempunyai empat kualifikasi yaitu memiliki penduduk yang tetap, wilayah dengan batas-batas yang jelas, pemerintahan yang efektif, dan kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain (Montevideo,1993). Dalam hal ini, jelas bahwa permasalahan batas wilayah negara bukan sekedar permasalahan biasa akan tetapi merupakan masalah fundamental yang menyangkut kedaulatan negara tersebut. Kawasan
perbatasan
baik
darat
maupun
laut
menuai
berbagai
permasalahan, mulai dari perebutan wilayah perbatasan antar negara, deliniasi batas wilayah sampai pada masalah kesejahteraan. Sebagai wilayah terluar dari sebuah negara kawasan perbatasan dapat menjadi pintu gerbang antar negara. Segala kegiatan di perbatasan dapat mempengaruhi kedaulatan dan yuridiksi negara baik di darat maupun di laut, serta mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan negara. Sebagai wilayah terluar, kawasan perbatasan juga memiliki letak strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga. Dalam hal ini, kawasan perbatasan dapat dijadikan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi perdagangan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perbatasan. Namun pada kenyataannya, pembangunan secara ekonomi masyarakat di kawasan perbatasan khususnya di kawasan perbatasan darat sangat minim dan terbengkalai. Indikator pertama pembangunan ekonomi yang terbengkalai yakni aktivitas ekonomi masyarakat sangat tergantung kepada negara tetangga. Kedua, aktivitas ekonomi masyarakat di kawasan perbatasan Indonesia pada umumnya berbasis pertanian tradisional yang berorientasi pada kecukupan kebutuhan. Ketiga, masalah infrastruktur yang jauh dari kata memadai. Beberapa hal tersebut
diatas sebenarnya sudah mampu menunjukkan rendahnya kesejahteraan masyarakat Indonesia di kawasan perbatasan. Kecamatan Entikong merupakan salah satu dari 15 kecamatan di Kabupaten Sanggau dan terletak pada bagian terdepan dari Kabupaten Sanggau yang berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak Malaysia Timur. Secara definitif Kecamatan Entikong berdiri berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 39 Tahun 1996 dan diresmikan pada tanggal 6 Januari 1997 oleh Gubernur Kalimantan Barat, yang sebelumnya Entikong merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Sekayam dengan sebutan Perwakilan Kecamatan Sekayam. Sebagai salah satu wilayah perbatasan Indonesia, kecamatan Entikong memiliki banyak permasalahan yang identik dengan permasalahan kawasan perbatasan pada umumnya seperti belum memadainya jalan di sepanjang perbatasan yang menghubungkan ibukota kecamatan ke desa sepanjang 42 km, infrastruktur kurang memadai, kualitas Sumber Daya Manusia rendah karena 70 % tamatan SD, terbatasnya kewenangan/keterlibatan Pemerintah Kabupaten Sanggau dalam pengelolaan kawasan perbatasan,
dan kesenjangan sosial
ekonomi antara masyarakat perbatasan Indonesia dengan Sarawak Malaysia Timur yang masih sangat tajam, serta tidak adanya lahan yang siap pakai ketika pembangunan dilaksanakan1. Melalui PP No. 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang dan Kawasan Nasional, Kecamatan Entikong ditetapkan menjadi salah satu kawasan Pusat Kegiatan Strategis Nasional. Dimana, yang dimaksud dengan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara2. Hal ini menegaskan bahwa Kecamatan Entikong adalah salah satu wilayah prioritas dalam penerapan strategi pembangunan kawasan perbatasan negara dan akan menjadi pemicu untuk perkembangan kawasan perbatasan lainnya di Indonesia. Sebagai salah satu bagian kawasan perbatasan negara yang memiliki Pos Pemeriksaan Lintas Batas resmi, Entikong memiliki tingkat aktivitas lintas batas 1 2
Setda.Sanggau,2013 Draft Rencana Induk Pembangunan Perbatasan 2011-2014, Maret 2011
yang tinggi baik arus aktivitas manusia maupun arus aktivitas barang. Berbagai kegiatan bermotif ekonomi seperti Money Changer dan pedagang kaki lima sudah menjadi pemandangan kesibukan kota Entikong. Konsep mewujudkan kota Entikong sebagai pemicu perkembangan kawasan perbatasan lainnya di Kalimantan Barat, dapat terlaksana mengingat lokasi ini memiliki potensi yang tinggi dalam kegiatan pertanian dan perkebunan. Disamping itu, aktivitas perdagangan lintas negara di lokasi ini cukup tinggi karena adanya permintaan barang dan jasa yang tinggi diantara kedua negara. Akan tetapi, sama halnya dengan permasalahan kawasan perbatasan lainnya, posisi kota Entikong yang jauh dari pusat-pusat pertumbuhan mengakibatkan perkembangan wilayah ini cenderung lambat.
Pemerintah
Kabupaten Sanggau menyatakan bahwa salah satu kendala yang dihadapi dalam melaksanakan agenda pembangunan wilayah adalah permasalahan infrastruktur, seperti kurang memadainya jalan penghubung antara ibu kota kecamatan ke dusun-dusun3. Disatu sisi, potensi wilayah kecamatan Entikong yang didominasi sektor pertanian dan perkebunan, kurang menarik perhatian investor karena belum adanya jaminan terhadap pasar dan faktor jarak antara Entikong ke Pontianak sebagai pusat kota di Kalimantan Barat cukup jauh (317 km). Hal ini mengindikasikan bahwa diperlukan sebuah terobosan baru dalam menciptakan iklim perekonomian wilayah yang kondusif untuk menjamin keberlanjutan (sustainable). Sementara, sebelum periode RPJM 2004-2009, pembangunan kawasan perbatasan secara umum masih berorientasi inward looking4. Sehingga pendekatan yang digunakan lebih dominan kepada pendekatan keamanan, mengingat kawasan perbatasan sangat dekat dengan kedaulatan negara yang rentan terhadap permasalahan perebutan wilayah diantara kedua belah negara. Akibatnya, kawasan perbatasan seolah-olah dijadikan kawasan terluar dari negara dan mengalami dampak ketertinggalan pembangunan jika dibandingkan dengan negara tetangga. 3 4
Setda Sanggau, Profil Kecamatan Entikong. 2015 Baca : BAPPENAS. Evaluasi Pembangunan Kawasan Perbatasan 2005-2007
Namun, pada periode berikutnya, percepatan pembangunan kawasan perbatasan mulai dicanangkan dengan merubah orientasi menjadi Outward Looking, sehingga pendekatan kesejahteraan mulai dirumuskan bersamaan dengan pendekatan lainnya yang tuangkan melalui susunan Rencana Pembangunan Jangka menengah5. Orientasi pembangunan kawasan perbatasan yang menekankan pada stigma bahwa kawasan perbatasan adalah beranda depan negara dan akan dijadikan sebagai pintu gerbang kegiatan ekonomi merupakan babak baru perkembangan bagi wilayah Entikong. Rencana pengembangan wilayah Entikong sebagai pintu gerbang kegiatan ekonomi yang aman dan tetap menjaga kelestarian lingkungan sebagai amanat dari paradigma pembagunan kawasan yang baru sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Terutama adalah terkait implementasi (pelaksanaan) dari rencana strategis yang
sudah
ditetapkan
dan
keserasian
program
pembangunan
dengan
permasalahan lokasional di tiap-tiap kawasan perbatasan, termasuk Kecamatan Entikong sebagai salah satu lokasi prioritas dan termasuk Pusat Kegiatan Strategis Nasional di Kalimantan Barat.
1.2
Rumusan Masalah Undang-undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional6, pada periode berlakunya telah menjadikan kawasan perbatasan menjadi salah satu komitmen dalam kebijakan pembangunan dengan mengubah paradigma pembangunan dari orientasi inward looking menjadi outward looking dengan catatan akan menjadikan kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan antar negara. Untuk mencapai sasaran pokok dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang tersebut, telah ditetapkan pula beberapa tahapan yang lebih rinci dengan skala prioritas masing-masing yang berbeda-beda, namun diharapkan tetap 5
PERPRES No.7 Tahun 2005; menetapkan kawasan perbatasan menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional. 6 Pasal 1 ayat 1 menentukan bahwa RPJP Nasional adalah dokumen pembangunan nasional dan berlaku selam 20 tahun terhitung sejak tahun 2005 hingga 2020.
berkesinambungan7. Tahapan-tahapan tersebut terbagi menjadi empat (4) bagian, yakni Rencana Pembangunan Jangka Menengah pertama (2005-2009), Rencana Pembangunan Jangka Menengah kedua (2010-2014), Rencana Pembangunan Jangka Menengah ketiga (2015-2020), dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah keempat (2020-2024). Sementara itu, Direktorat Kewilayahan II BAPPENAS menyatakan bahwa sampai tahun 20078, evaluasi umum pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah ke-1 (2005-2009) berhasil menemukan beberapa permasalahan dalam pelaksanaan atau pencapaian sasaran9. Adanya permasalahan-permasalahan tersebut menunjukkan bahwa implementasi arah kebijakan yang direncanakan masih belum optimal. Atas dasar adanya kemungkinan tidak optimalnya pelaksanaan rencana pembangunan di kawasan perbatasan karena berbagai faktor tertentu, evaluasi terhadap pelaksanaan rencana yang sudah dirumuskan akan sangat berarti apabila ditujukan untuk maksud pengoptimalan. Penelitian ini berfokus pada bagaimana hasil pelaksanaan atau implementasi rencana pembangunan kawasan perbatasan yakni yang terangkum dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah ke-2 (2010-2014) di
Kecamatan Entikong sebagai salah satu lokasi prioritas pengembangan. Namun, sebelum mengetahui bagaimana pelaksanaan program pembangunan yang dirumuskan, yang mencakup keberhasilan dan kegagalan serta faktor pendorong dan hambatan pelaksanaan, terlebih dahulu penelitian ini mendeskripsikan beberapa hal yang menjadi bagian dari terlaksananya program pembangunan kawasan perbatasan itu sendiri, seperti yang tersaji dalam rumusan permasalah berikut :
7
Dalam lampiran UU No.17 Tahun 2007, ditetapkan bahwa pembangunan jangka panjang membutuhkan tahapan dan skala prioritas yang akan menjadi agenda dalam rencana pembangunan jangka menengah. 8 Lihat : Laporan evaluasi pembangunan wilayah perbatasan 2005-2007 9 Dalam laporan evaluasi pembangunan wilayah perbatasan 2005-2007, BAPPENAS mengemukakan ada 6 permasalahan antara lain permasalahan tata ruang, terbatasnya anggaran, terbatasnya sarana dan prasarana, rendahnya kualitas SDM, belum optimalnya keterlibatan sektor swasta
1.
Bagaimana rumusan strategi pembangunan kawasan perbatasan Kecamatan Entikong yang sudah ditetapkan dalam RPJM 2010-2014 yang mencakup paradigma kebijakan, arah pengembangan, dan sasaran pencapaian (tujuan).
2.
Bagaimana
implementasi
strategi
pembangunan
kawasan
perbatasan
Kecamatan Entikong yang mencakup pelaksanaan masing-masing poin-poin strategi dan pelaksanaan strategi secara keseluruhan. 1.3
Tujuan dan Kegunaan Penelitian Penelitian ini diajukan bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi strategi pembangunan kawasan perbatasan Kecamatan Entikong 2. Menganalisis
pelaksanaan
strategi
pembagunan
kawasan
perbatasan
Kecamatan Entikong Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Informasi dari hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pemerintah, lembaga sosial terkait dan masyarakat untuk mengetahui perencanaan kawasan perbatasan yang baik. Dengan adanya informasi tersebut diharapkan pemerintah, lembaga sosial dan masyarakat dapat lebih memperhatikan masalah kesejahteraan di kawasan perbatasan 2. Bahan pertimbangan dan sumber data pemerintah guna perbaikan dan peningkatan perannya sebagai pembuat kebijakan. Hendaknya melalui penelitian ini pemerintah, lembaga sosial dan masyarakat tidak hanya mengamati fenomena sosial yang terjadi, tetapi turut serta dalam perbaikan fenomena tersebut untuk tujuan pengoptimalan.
1.4
Tinjauan Pustaka
1.4.1. Pengertian Evaluasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, defenisi evaluasi adalah penilaian, yakni sebuah pengukuran atau penentuan manfaat dari suatu kegiatan baik oleh individu maupun kelompok. Evaluasi merupakan suatu proses yang perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana manfaat atau keberhasilan suatu
kegiatan atau kebijakan. Selain itu sebuah kegiatan, program atau kebijakan pada umumnya memiliki resiko kegagalan, untuk itulah perlunya evaluasi di lakukan. Menurut Hogwood dan Gun dalam Abdul Wahab (1990) yang dikutip oleh Latifah Hanum Dauly (2008), penyebab dari kegagalan suatu kebijakan antara lain adalah karena kebijakan tersebut tidak terimplementasi (non implementation) dan karena implementasi yang tidak berhasil (unsucsessful). Kebijakan yang tidak terimplementasi merupakan sebuah kondisi dimana kebijakan tersebut tidak dilaksanakan sebagaimana yang direncanakan. Sedangkan implementasi yang tidak berhasil merupakan kondisi dimana kebijakan sudah dilaksanakan akan tetapi tidak berhasil sepenuhnya sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Latifah Hanum Dauly (2008) mengutip pendapat Abdul Wahab (1990) yang mengatakan bahwa faktor yang menyebabkan kegagalan sebuah kebijakan adalah pelaksanaan yang jelek (bad implementation) atau kebijakan itu sendiri yang kurang baik (bad policy). Evaluasi pelaksanaan kebijkan dimaksudkan untuk menilai sejauh mana sebuah kebijakan tersebut terlaksana dan bagaimana pencapaiaannya dalam tujuan yang ditetapkan. Sementara, (Rusman dkk, 2012:42) yang dikutip oleh (Baita Kharisma Sari, 2015) menjelaskan bahwa evaluasi bukan hanya sekedar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insedental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik, dan terarah berdasarkan tujuan yang jelas. Sejalan dengan itu Wollfolk dan Nicolich mengemukakan bahwa evaluasi merupakan suatu proses membandingkan informasi dengan kriteria, kemudian membuat pertimbangan berdasarkan nilai-nilai (Sudi Harzuni, 2011). Dengan demikian, evaluasi dapat disimpulkan sebagai sebuah proses yang sistematis, terencana dan memiliki tujuan untuk membandingkan informasi dengan kriteria dan membuat pertimbangan berdasarkan nilai-nilai. Pertimbangan yang dibuat dapat berupa masukan terhadap tujuan kebijakan atau boleh juga terhadap pelaksanaan kebijkan tersebut, tergantung bagaimana hasil evaluasi yang diperoleh untuk kemudian diarahkan pada maksud pengoptimalan. Ralph Tyler dalam kajian penilaian pendidikan, mendefenisikan evaluasi sebagai suatu proses untuk menunjukkan sejauhmana tujuan-tujuan pendidikan
dari program sekolah atau kurikulum tercapai (Sudi Harzuni, 2011). Tyler mengemukakan langkah-langkah dalam pendekatan penilaian sebagai berikut a.
Menentukan tujuan secara jelas
b.
Mengklasifikasikan tujuan-tujuan tersebut
c.
Temukan situasi dimana prestasi atau tujuan dapat terlihatkan
d.
Mengembangkan atau memilih teknik-teknik pengukuran
e.
Mengumpulkan data
f.
Membandingkan data kinerja dengan tujuan-tujuan yang dinyatakan dalam prilaku terukur Langkah-langkah tersebut merupakan sebuah siklus, dimana usulan dan
saran perumusan ulang tujuan program atau perbaikan pelaksanaan program dapat dilakukan apabila ditemukan perbedaan atau kesenjangan antara data kinerja dengan tujuan yang ditetapkan. Evaluasi dalam pengertian ini, seperti yang dikemukakan oleh Tyler diatas adalah sebuah proses penilaiaan terhadap pencapaian pelaksanaan kebijakan dengan standar tujuan kebijakan tersebut yang sudah ditetapkan. 1.4.2. Model Riset Evaluasi Model evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini lebih dekat terhadap model evaluasi yang berorientasi pada tujuan (Goal Evaluasi Oriented Model). Model ini pertama kalinya dikenalkan oleh Ralph Tyler pada tahun 40-50an. Tyler mengatakan bahwa Goal Evaluasi Oriented Model adalah pendekatan
yang
menitikberatkan evaluasi kepada penilaian capaian tujuan (Sudi Harzuni,2011). Syarat utama model ini adalah adanya tujuan-tujuan spesifik yang jelas dari suatu program atau kebijakan karena fokus evaluasi akan mengarah terhadap tujuantujuan program atau kebijakan tersebut. Sesuai dengan model Evaluasi Berorientasi Pada Tujuan, model evaluasi dalam penelitian ini hendak berfokus kepada deskripsi pelaksanaan strategi pembangunan kawasan perbatasan Kecamatan Entikong yakni sejauh mana pencapaian tujuan yang telah ditentukan melalui analisis hasil pelaksanaan yang terjadi selama strategi yang ditetapkan berlaku. Standar penilaian hasil
pelaksanaan yang digunakan tidak lain adalah tujuan dari strategi pembangunan kawasan perbatasan Kecamatan Entikong itu sendiri. Penelitian evaluasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebijakan dan strategi pembangunan Kecamatan Entikong sebagai kawasan perbatasan dan menganalisis pelaksanaanya dengan obyek evaluasinya adalah tujuan strategi itu sendiri melalui proses pembandingan antara data program terlaksana dan tujuan atau sasaran yang sudah ditetapkan. Berdasarkan tujuan atau sasaran strategi pembangunan Kecamatan Entikong sebagai kawasan perbatasan yang telah ditetapkan melalui UU No.17 Tahun 2007, maka terdapat beberapa aspek evaluasi dalam penelitian ini, yaitu : 1.
Input yang mencakup komponen : Penyelesaian Penetapan dan Penegasan batas wilayah negara, Peningkatan Upaya pertahanan, keamanan, serta penegakan hukum, Peningkatan pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan, Peningkatan pelayanan sosial dasar, dan Penguatan kapasitas kelembagaan dalam pengembangan kawasan secara terintegritas.
2.
Output yang mencakup komponen : Menjadikan Kawasan Perbatasan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Model Tyler akan dapat memberikan gambaran pelaksanaan strategi
pembangunan Kecamatan Entikong sebagai kawasan perbatasan secara lugas. Akan tetapi, diperlukan kriteria-kriteria pencapaian yang sesuai dengan tujuan sebagai ukuran dalam menentukan penilaian.
1.4.3. Pengertian Pelaksanaan (Implementasi) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, implementasi diartikan sebagai pelaksanaan dan penerapan, dimana gabungan keduanya tersebut akan mencari bentuk tentang hal yang telah disepakati dulu. Sementara, Van Meter dan Van Horn dalam artikelnya yang berjudul The Policy Implementation Process: A Conceptual Framework (1975) (Antonella, 2010), mendefenisikan implementasi dalam kajian kebijakan sebagai berikut:
“Policy implementation as that which encompasses those actions by public and private individuals (or groups) that are directed at the achievement of objectives set forth in prior policy decisions.” Menurut Meter dan Horn, implementasi merupakan tindakan oleh individu, pejabat, kelompok badan pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam suatu keputusan tertentu. Berdasarkan pengertian diatas, terdapat beberapa aspek dalam lingkup implementasi, yaitu adanya tindakan yang terarah, pelaku dan tujuan yang sudah ditetapkan. Sehingga kemudian, tujuan dapat dinilai dari bentuk tindakan-tindakan yang dilakukan.Lebih lanjut, Edward III (1984:1) dalam Haedar Akib (2010) menguatkan bahwa tanpa implementasi yang efektif, keputusan dari si pembuat kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan. Implementasi kebijakan dalam hal ini, merupakan kegiatan yang terlihat setelah pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input untuk menghasilkan output atau outcomes bagi masyarakat. Beberapa alasan tentang perlunya implementasi dalam sebuah kebijakan, menunjukkan bahwa sebuah kebijakan pada dasarnya memiliki tujuan yang harus di nilai wujudkannya. T.B Smith dalam (Haedar Akib,2010) dan (Nakamura dan Smallwood,1980)
mengakui bahwa ketika kebijakan telah dibuat, kebijakan
tersebut harus dilaksanakan sedapat mungkin sesuai dengan apa yang diharapkan oleh si pembuat kebijakan. Sesuai dengan rumusan ini maka dapat dipaparkan bahwa strategi pembangunan Kecamatan Entikong sebagai kawasan perbatasan merupakan sebuah kebijakan yang sah menurut regulasi (UU No.17 Tahun 2007) dan tentu memiliki tujuan yang sah pula. Implementasi (pelaksanaan) dari strategi tersebut adalah sebuah kegiatan yang kelihatan dan dapat diukur untuk selanjutnya menilai pencapaian tujuan. Selain itu, pernyataan Grindle (1980: 10) dan Quade (1984: 310) dalam (Haedar Akib, 2010) juga mengharapkan agar konfigurasi dan sinergi tiga variabel yang menentukan keberhasilan implementasi kebijan dapat ditunjukkan, tiga variabel itu adalah kebijakan, organisasi, dan lingkungan kebijakan. Konfigurasi dan sinergi tiga variabel tersebut dimaksudkan oleh Grindle dan
Quade agar dalam pelaksanaan kebijakan terdapat kontribusi (partisipasi) masyarakat yang optimal untuk mencapai tujuan, yang akan diwadahi oleh organisasi pelaksana dan mendapatkan pengaruh dari lingkungan. Berdasarkan kajian teori diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa untuk penelitian evaluasi pelaksanaan strategi pembangunan kawasan perbatasan di Kecamatan Entikong ini menggunakan pencapaian tujuan-tujuan dari strategi yang telah ditetapkan tersebut ditambah dengan keterlibatan masyarakat, keberadaan organisasi pelaksana dan lingkungan kebijakan sebagai tolak ukur evaluasi guna mengetahui sejauh mana pelaksanaan strategi tersebut dalam mewujudkan tujuan sekaligus mengetahui faktor penghambat dan pendorong pelaksanaannya.
1.4.4. Strategi Pembangunan Kawasan Perbatasan Strategi secara umum merupakan rencana cermat mengenai kegiatan mencapai sasaran khusus. Menurut UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Perencanaan Pembangunan Nasional, strategi adalah langkah-langkah berisikan programprogram indikatif untuk merumuskan visi dan misi. Dimana visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan. sedangkan misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi. Sesuai dengan konsep ini, dapat digambarkan bahwa strategi adalah langkah-langkah cermat dan terencana yang berasal dari tujuan yang ingin dicapai dan untuk mewujudkan tujuan tersebut secara praktis dan taktis. Adapun pembangunan dalam kerangka konseptualnya adalah semua proses perbaikan atau perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar, terencana, dan berkesinambungan atas suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi (Pasal 7 Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan). Sementara itu, Pembangunan dalam kerangka nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan negara (Pasal 2 UU No. 25 Tahun 2004).
Dalam kajian konseptual wilayah dan negara, wilayah negara adalah salah satu unsur negara yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta ruang udara diatasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung didalamnnya (UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara). Sementara dalam Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan Negara Tahun 2011-2014, konsep kawasan perbatasan yang diacu adalah bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah negara Indonesia dengan negara lain, dalam hal batas wilayah negara di darat, kawasan perbatasan berada di kecamatan. Dalam kajian pengembangan perbatasan, terdapat beberapa istilah yang mengawali kata perbatasan, yakni daerah, wilayah, dan kawasan. Dalam pandangan ilmu wilayah, daerah merujuk pada kewenangan administrasinya, wilayah berkaitan dengan kesatuan unit
geografi, sedangkan
kawasan
berhubungan erat dengan aspek fungsional. Penggunaan istilah “kawasan perbatasan”, tepat digunakan dalam hal pengembangan fungsional kawasan perbatasan, perekonomian perbatasan dan tata ruang perbatasan. Dalam hal pengembangan fungsional, kawasan perbatasan adalah satuan unit geografis yang terletak disekitar garis batas politik administrasi (antar negara dan antar daerah) yang karena kedekatan geografisnya memiliki hubungan fungsional yang erat namun dalam interaksinya terikat oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Muta’ali, 2014). Berdasarkan uraian kajian konseptual diatas, strategi pembangunan kawasan perbatasan dapat dipandang sebagai langkah-langkah cermat dan terencana yang diarahkan khusus kepada bagian wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah negara Indonesia guna mewujudkan suatu sistem sosial yang lebih baik dan lebih manusiawi. Strategi pembangunan kawasan perlu untuk dirumuskan sebagai langkahlangkah yang memudahkan pelaksanaan kebijakan dalam pengelolaan wilayah perbatasan, dan mengembangkan ekonomi kawasan perbatasan. Secara garis besar strategi pengelolaan kawasan perbatasan terdiri atas dua (2) komponen yaitu
strategi dasar dan strategi khusus. Strategi dasar mengacu pada platform Penanganan Permasalahan Perbatasan Antarnegara yang berorientasi pada Human Development Centered, sehingga kerja sama yang aman, harmonis dan menjadikan pusat pertumbuhan serta sebagai pintu gerbang bagi perekonomian nasional harus dikedepankan. Sedangkan strategi khusus dibutuhkan karena kawasan perbatasan satu dan lainnya berbeda-beda, sehingga membutuhkan perlakuan yang berbeda. Strategi khusus ini lebih mengacu kepada keunggulan potensi wilayahnya masing-masing. (Muta’ali, Jaka Marwasta, dan Joko Cristanto, 2014)
1.5
Kerangka Pemikiran Pada kajian teoritis telah dijelaskan tentang Strategi Pembangunan
Kawasan Perbatasan sebagai sebuah kebijakan yang secara sah memiliki tujuan dan serangkaian tindakan-tindakan (program) yang akan tampak pada hasil pelaksanaan. Sesuai dengan pendekatan model evaluasi berorientasi kepada tujuan yang menekankan bahwa penilaian terhadap pencapaian pelaksanaan dilakukan dengan menganalisis hubungan tindakan-tindakan (program) yang terlaksana di lapangan dengan standar tujuan yang sudah ditetapkan, maka tujuan dari strategi pembangunan kawasan perbatasan di Kecamatan Entikong (yakni menjadikan kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga) dijadikan sebagai standar penilaian (output) untuk menilai sejauh mana keberhasilan kelima poin strategi yang diterapkan. Tujuan dari strategi pembangunan kawasan perbatasan di Kecamatan Entikong seperti tersebut diatas adalah rumusan yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah No.26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah Nasional dan kemudian dikuatkan oleh Perppres No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2010. Melalui RPJM 2010-2014, tujuan tersebut di jabarkan menjadi lima indikator yakni: 1.
Terwujudnya keutuhan dan kedaulatan wilayah negara
2.
Menurunnya kegiatan ilegal (transboundary crimes) dan terpeliharanya lingkungan hidup di kawasan perbatasan
3.
Meningkatnya kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan
4.
Berfungsinya Pusat Kegiatan Startegis Nasional (PKSN) sebagai pusat pelayanan kawasan perbatasan
5.
Meningkatnya kondisi perekonomian kawasan perbatasan Indikator-indikator dari tujuan tersebut akan dijadikan sebagai standar
penilaian terhadap pelaksanaan strategi pembangunan kawasan perbatasan di Kecamatan Entikong. Seperti umumnya model evaluasi yang berorientasi kepada tujuan, pada penelitian ini, tujuan dan strategi yang akan di terapkan terlebih dahulu diperinci dan didefenisikan sebagai situasi atau kondisi yang dapat dilihat dan diamati. Rincian evaluasi yang terdiri dari aspek input dan output adalah tahapan awal dalam mendeskripsikan strategi pembangunan kawasan perbatasan Entikong dan mendeskripsikan tujuannya. Terdapat dua kemungkinan terkait pelaksanaan strategi pembangunan kawasan perbatasan di Kecamatan Entikong yakni, strategi tidak diimplementasikan atau implementasi strategi tidak efisien atau tidak sepenuhnya berhasil mencapai tujuan. Proses evaluasi merupakan proses yang diawali dengan deskripsi program dari strategi pembangunan kawasan perbatasan di Kecamatan Entikong, berikut dengan tujuannya. Penilaian pelaksanaan diarahkan untuk pendeskripsian tingkat efisiensi keberhasilan tujuan dengan standar tujuan yang sudah di tetapkan. Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 1.1 Bagan Kerangka Berpikir
1.6
Pertanyaan Evaluasi Pencapaian pembangunan kawasan perbatasan darat yang berorientasi
pada outward looking memerlukan perencanaan yang baik dan implementasi yang berkesinambungan. Berdasarkan rumusan masalah, penulis ingin mengetahui lebih lanjut seperti apa penerapan strategi pemerintah yang sudah ditetapkan dan bagaimana pengaruhnya terhadap orientasi pembangunan kawasan perbatasan yang berorientasi outward looking. Dalam hal ini, penulis juga ingin mengetahui lebih mendalam tentang strategi apa saja yang sudah berhasil di implementasikan dan juga strategi apa saja yang belum berhasil di implemantasikan serta bagaimana perubahan kawasan perbatasan yang terjadi dengan menjadikan Kecamatan Entikong sebagai Indikator wilayah perbatasan darat. Hal ini penting sebab keadaan kawasan perbatasan dengan segala aspek cakupannya sangat
tergantung dari kebijakan dan strategi pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori dan kerangka pikir penelitian, pertanyaan evaluasi yang diajukan secara rinci adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana kapasitas diplomasi penegasan batas wilayah di Kecamatan Entikong?
2.
Bagaimana kelengkapan surat resmi yang ada terkait batas wilayah di Kecamatan Entikong?
3.
Bagaimana dukungan dan pengetahuan elemen masyarakat terhadap upaya penegasan batas wilayah?
4.
Bagaimana kondisi tanda batas (patok) di Kecamatan Entikong?
5.
Adakah gerakan separatisme atau sejenisnya
yang berkembang dan
mengancam di Kecamatan Entikong dalam periode 2010-2014? 6.
Bagaimana kondisi jaringan komunikasi dan aksesibilitas informasi di Kecamatan Entikong?
7.
Bagaimana kondisi peralatan bisnis wilayah di Kecamatan Entikong?
8.
Bagaimana perkembangan investasi di Kecamatan Entikong?
9.
Bagaimana tingkat indeks sentralitas wilayah kota Entikong?
10. Bagaimana tingkat sumberdaya manusia di Kecamatan Entikong? 11. Bagaimana kapasitas produk-produk unggulan lokal di kecamatan Entikong? 12. Bagaimana kondisi infrastruktur di kecamatan Entikong? 13. Bagaimana komposisi sebaran penduduk di Kecamatan Entikong? 14. Bagaimana kondisi tata ruang dan permukiman di Kecamatan Entikong? 15. Bagaimana kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan di Kecamatan Entikong? 16. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan di kecamatan Entikong? 17. Bagaimana kedudukan peraturan pemerintah yang mengatur tentang kewenangan pemerintah pusat dan daerah dalam mengelola kawasan perbatasan?
18. Bagaimana pola kinerja antar elemen atau instansi dalam pembangunan kawasan perbatasan Entikong? 19. Bagaimana pengadaan dana pembangunan kawasan perbatasan Entikong? 20. Bagaimana
kondisi
profesionalitas
satuan
kerja
pengelola
kawasan
perbatasan? 21. Bagaimana kondisi pelayanan pemerintahan Kecamatan Entikong? 22. Bagaimana
Tingkat
aktivitas
ekonomi
dan
perdagangan
seperti pertumbuhan ekonomi, aktivitas ekspor-impor, sektor prioritas, dan penyerapan tenaga kerja di Kecamatan Entikong? 23. Bagaimana
perkembangan
kesejahteraan
masyarakat
yang
meliputi
kependudukan, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi dan kemiskinan di kecamatan Entikong? 24. Bagaimana keberadaan pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul transportasi di kecamatan Entikong?