BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang sangat dibutuhkan semua manusia, tak terkecuali seorang muslim. Dengan pendidikan, seseorang dapat memilah dan memilih apa yang baik bagi dirinya atau apa yang harus ditinggalkan untuk kebaikannya. Pendidikan itu tidak hanya membawa kebaikan untuk dirinya, melainkan bisa merambah untuk orang-orang di sekitarnya. “Islam yang memiliki sifat universal dan komplit dapat merambah ke ranah kehidupan apapun, termasuk dalam ranah pendidikan”. 1 “Dalam pandangan Islam, pendidikan merupakan proses yang suci untuk mewujudkan tujuan asasi hidup, yaitu beribadah kepada Allah dengan segala maknanya yang luas”.2 “Islam memandang pendidikan sebagai proses terkait dengan upaya mempersiapkan manusia untuk mampu memikul taklif (tugas hidup) sebagai khalifah Allah di muka bumi”.3 “Dengan demikian, pendidikan merupakan bentuk tertinggi ibadah dalam Islam dengan alam sebagai lapangannya, manusia sebagai pusatnya, dan hidup sebagai tujuannya”.4 “Pendidikan
Islam
dapat
dirumuskan
sebagai
proses
transinternalisasi pengetahuan dan nilai Islam memulai upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan potensi, guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat”. 5 “Pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembangan secara maksimal sesuai ajaran Islam”. 6 “Tujuan pendidikan Islam ialah mempersiapkan manusia agar insyaf akan Allah dan beribadah
1
Abdul Mujib, et.all., Ilmu Pendidikan Islam, Cet. 3, Jakarta : Kencana, 2010, h. 3. Hery Noer Aly dan Munzier S, Watak Pendidikan Islam, Cet. 2, Jakarta : Friska Agung Insani, 2003, h. 55. 3 Ibid. 4 Ibid. 5 Abdul Mujib, et.all., Op. Cit., h. 27-28. 6 Abudin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Cet. 1, Bandung : Angkasa, 2003, h. 13. 2
kepada-Nya”.7 “Pendidikan Islam memperhatikan keseimbangan antara lain ideal dan alam realitas, keseimbangan antara pengembangan kecenderungan spiritual dan kebutuhan material serta sosial, dan juga keseimbangan
antara
kemaslahatan
individu
dan
kemaslahatan
kelompok”.8 Prinsip keseimbangan dalam pendidikan Islam telah meletakkan batas dan ukuran bagi segala sesuatu, sehingga neraca tidak miring dan urusan kehidupan tidak kacau. “Prinsip yang demikian diletakkan karena pendidikan Islam adalah pendidikan untuk hidup dengan penuh keimanan menuju keridhaan Allah”.9 Manusia sebagai makhluk Allah yang paling sempurna diberi amanah oleh Allah untuk menjadi khalifah. Mereka diberi kekuatan dan tenaga serta kemampuan untuk mengetahui dan kesediaan menanggapi aspek-aspek yang perlu dalam alam jagat untuk keperluan khalifah. Namun demikian ia adalah makhluk yang lemah. Ia kadang-kadang dikalahkan oleh nafsu, diperintah oleh kelemahan dan selalu disertai oleh kejahilan terhadap dirinya. Apabila seseorang tidak memiliki daya tahan mental dan spiritual yang tangguh maka akan mudah muncul keadaan stress dan depresi. Keimanan yang lemah sangat rentan dan mudah tertimpa dua keadaan tersebut, maka dari itu kekuataan keimanan dan ketaqwaanlah yang akan menghasilkan daya tahan mental yang kokoh dan kuat dalam menghadapi berbagai persoalan dalam kehidupan. Dari sinilah perlunya manusia merubah jiwa yang penuh ketidak stabilan menjadi jiwa yang tenang dan jiwa yang damai, yang disertai dengan rasa penyesalan terhadap dosa-dosa atau kesalahan-kesalahan yang dilakukan terhadap kedua orang tuanya atau yang disebut birrul walidain.
7 8 9
Hery Noer Aly dan Munzier S, OP. Cit., h. 56. Ibid, h. 64-65. Ibid, h. 65.
“Birrul walidain adalah berbuat baik kepada kedua orangtua (ibu bapak)”.10 Berbuat baik kepada kedua orangtua adalah termasuk perintah wajib. Dalam tafsir al-Munir dikemukakan, birrul walidain ialah suatu perintah langsung dari Sang pencipta kepada hamba-Nya. Hal ini bahkan telah Allah sandingkan dengan perintah untuk menyembah Allah Tuhan semesta alam. Bahkan menurut sahabat Ibnu Abbas, kalimah وقضى ربك mempunyai tafsir “Dan Tuhanmu telah berwasiat”.11 Dari definisi di atas, bahwa birrul walidain (berbuat baik kepada kedua orang tua) adalah tidak durhaka terhadap kedua orang tua dan merupakan suatu nash dari Allah, yang kedudukannya sangat istimewa ditempatkan sesudah kita menyembah dan beribadah kepada Allah. Sebagaimana firman-Nya : Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".(Qs. Al Israa‟ Ayat 23-24) Jadi dengan demikian, berbuat baik kepada kedua orang tua, tidak durhaka kepada keduanya baik dengan ucapan dan perbuatan, merupakan suatu kewajiban terhadap Allah dan terhadap sesama manusia, sehingga dapat mendatangkan kecintaan Allah kepada kita. Maka dari itu peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang “KONSEP BIRRUL WALIDAIN DALAM SURAT AL ISRAA‟ AYAT 23-24 MENURUT TAFSIR AL MUNIR, TAFSIR JALALAIN DAN TAFSIR AL MAROGHY”. 10
Abu Mujaddidul Islam dan Ibnu Mafa, Agar Selalu Dicintai Allah, Jakarta : Mitrapress, 2011, h. 150. 11 Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawy, Tafsir Al Munir Juz 1, t.t: Maktabah Darul Ihyaul Kutubil Arabiyah, t.th, h. 229.
B. Alasan Pemilihan Judul Pemilihan judul di atas didasarkan pada alasan-alasan sebagai berikut : 1. Karena banyaknya orang yang durhaka terhadap kedua orang tuanya, namun mereka tidak sadar dan tidak
ada keinginan untuk
memperbaiki kesalahannya. Oleh karena itu, perlu diberikan penjelasan tentang kewajiban dari seorang anak kepada orang tua dengan berlandaskan dalil-dalil al-Qur‟an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. 2. Banyaknya kasus seorang anak menuntut orang tuanya sendiri atas sebidang tanah atau sejumlah uang yang nilainya sangat kecil jika dibandingkan pengorbanan dan kasih sayang orang tua mereka kepada mereka. Oleh karena itu, perlu diberikan konsep-konsep pendidikan tentang berbakti pada kedua orang tua dengan cara-cara yang telah ditentukan oleh Allah SWT melalui firman-Nya dan sabda Rasul-Nya. Agar mereka kelak di hari kiamat tidak termasuk golongan orang-orang yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya, karena ridho Allah terletak pada ridho kedua orang tua begitu pula kemurkaan Allah SWT. C. Telaah Pustaka Kajian tentang ayat-ayat yang berhubungan dengan Birrul Walidain memang sudah banyak dilakukan, terutama oleh para ulama Salafus Sholihin dalam kitab-kitab mereka, baik ulama yang menguasai ilmu-ilmu secara menyeluruh maupun yang bersifat spesialisasi. Juga banyak sekali mufassir (para penafsir al-Qur‟an) yang membahas masalah ini secara mendetail, termasuk pada surat al-Israa‟ ayat 23-24 ini. Hampir semua ulama mencurahkan pemikirannya untuk mengungkap rahasia Allah swt, termasuk surat al-Israa‟ ayat 23-24. Di antara mereka adalah Syaikh Nasr Bin Muhammad Bin Ibrahim Assamarqondi melalui kitabnya Tanbihul Ghofilin. Dari kitabnya, beliau menerangkan tentang Birrul Walidain secara lebih luas dan terinci. Beliau menerangkan bahwa konsep Birrul Walidain juga sudah ada sejak zaman dahulu, bahkan diterangkan
di sana juga, Birrul Walidain juga tercantum dalam kitab-kitab Allah swt yang terdahulu, yakni Taurat, Zabur dan Injil. Dari itulah perintah Birrul Walidain tidak hanya ada untuk umat Nabi Muhammad saw saja, tapi juga memang sudah diperintahkan kepada umat-umat terdahulu. Kemudian ada juga ulama besar yang juga merumuskan konsep Birrul Walidain ke dalam beberapa karyanya. Beliau adalah Hafidz Hasan Al Mas`udi, yang menjelaskan tentang tata cara Birrul Walidain dengan lebih detail. Beliau bahkan menerangkan urutan-urutan dalam memuliakan kedua orang tua. Dari mulai cara berbicara, cara berjalan di depan mereka hingga bagaimana cara memberi penjelasan kepada kedua orang tua di saat terjadi perselisian pendapat antara anak dan orang tua. Konsep di atas beliau sadur dari beberapa Hadits Nabi yang menerangkan tentang peringatan dan ancaman bagi siapa saja yang menyia-yiakan kedua orang tuanya. Imam Ghozali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin yang telah diringkas oleh Syaikh Muhammad Jamaluddin al-Qosimi ad-Dimsiqi dalam karangan beliau yang berjudul Mau`idhotul Muminin Min Ihya Ulumuddin menerangkan dalam bab hak-hak orang tua dan anak, bahwa Birrul Walidain juga masih bisa dilakukan walaupun kedua orang tua telah meninggal, yakni dengan mendoakan pengampunan kepada mereka, menunaikan semua wasiat mereka dan menyambung kembali sanak saudara dan kolega yang pernah dimiliki kedua orang tua di masa mereka hidup dulu. Lebih jauh lagi beliau menerangkan tentang betapa besarnya kasih sayang orang tua kepada anaknya, hingga diibaratkan orang tua adalah tanah yang hina bagi anak-anak mereka. Hal inilah yang melandasi seorang anak harus selalu menyayangi kedua orang tuanya sebagaimana besarnya rasa sayang orang tua kepada anaknya. Kami juga membaca sebuah buku karangan peneliti terkenal, yaitu Abu Mujadidul Islam Ibnu Mafa dalam bukunya Agar Selalu Dicintai Allah. Beliau menerangkan tentang Birrul Walidain pada surat dan ayat yang lain dalam al-Qur‟an. Surat tersebut adalah surat an-Nisa‟ ayat 36. Di
situ diterangkan juga termasuk bentuk berbakti kepada kedua orang tua adalah berbuat baik kepada saudara dan kerabat dekat. Hal ini benar adanya, karena secara tidak langsung apabila kita bersikap baik kepada semua orang, utamanya sanak kerabat, maka kedua orang tua akan ikut bangga dan mendapatkan pujian atas itu semua. Hal inilah yang tentunya dapat dikategorikan dalam bab menyenangkan orang tua dan tentunya termasuk dalam Birrul Walidain. Kemudian kami mencoba penelusuran terhadap berbagai sumber terutama hasil penelitian sebelumnya, akhirnya kami telah menemukan penelitian tentang birrul walidain. Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain yaitu : Penelitian yang berjudul Konsep Pendidikan Islam Tentang Birrul Walidain (Studi Analisis Al Qur’an Surat Al Israa’ Ayat 23-24). Akhirnay berdasarkan atas tinjauan dari beberapa karya ulama dan para peneliti di atas belum ada sebuah penelitian yang meneliti Konsep Birrul Walidain Dalam Surat Al Israa’ Ayat 23-24 Menurut Tafsir Al Munir, Tafsir Jalalain Dan Tafsir Al Maroghy. Hal inilah yang menjadi suatu hal istimewa bahwa penelitian tentang Konsep birrul walidain dari berbagai kitab Tafsir perlu diketahui dan ditingkatkan. Dari judul di atas diharapkan dapat menjawab permasalahan yang telah dikemukakan dalam penelitian ini.
D. Rumusan Masalah Bertitik tolak dari judul di atas, maka ada beberapa permasalahan yang akan diteliti, yaitu : 1. Bagaimana Konsep birrul waalidain yang terkandung dalam Surat alIsraa‟ Ayat 23-24 menurut Tafsir al-Munir ? 2. Bagaimana Konsep birrul waalidain yang terkandung dalam Surat alIsraa‟ Ayat 23-24 menurut Tafsir Jalalain ? 3. Bagaimana Konsep birrul waalidain yang terkandung dalam Surat alIsraa‟ Ayat 23-24 menurut Tafsir al-Maroghy ?
E. Penegasan Istilah Untuk menghindar dari terjadinya kesalah fahaman, maka peneliti berusaha menjelaskan berbagai istilah yang terkandung dalam judul sebagai berikut : 1. Birrul Walidain “Birrul walidain adalah berbuat baik kepada kedua orang tua (ibubapak)”.12 Artinya setelah kita melaksanakan perintah ibadah kepada Allah (hablum minallah) baru kita dituntut dan diperintahkan oleh agama untuk berbuat baik kepada kedua orang tua. Berbuat baik kepada kedua orang tua adalah termasuk perintah wajib. Bahwa birrul walidain (berbuat baik kepada kedua orang tua) yaitu tidak durhaka terhadap kedua orang tua dan merupakan suatu nash dari Allah, yang kedudukannya sangat istimewa ditempatkan sesudah kita menyembah dan beribadah kepada Allah. Dari pengertian tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa dalam konteks berbakti kepada kedua orang tua, seorang anak harus taat, berbuat baik dan memberi sesuatu lebih banyak kepada kedua orang tua dibandingkan pemberian mereka kepada anaknya, mengingat pengorbanan mereka dalam merawat, menyayangi, mendidik, dan membesarkannya hingga menjadi dewasa. Serta bisa berupa dengan tutur kata yang sopan, halus dan lembut kepada keduanya. 2. Tafsir al-Munir Tafsir al-Munir adalah sebuah kitab tafsir karangan dari ulama besar yang berasal dari daerah Banten Jawa Barat. Yakni Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawy. Dalam tafsirnya ini, beliau menuturkan alasan di balik menyusunan kitab tafsir ini. Beliau pun berkata, “ Sungguh sebagian orang-orang yang mulia yang berada di sampingku telah memerintahkan padaku agar menulis kitab tafsir al-Quran. Maka 12
Abu Mujaddidul Islam dan Ibnu Mafa, Loc. Cit
aku pun menjawab permintaan mereka semata-mata mengikuti ulama salaf dan untuk menyebarkan ilmu pengetahuan “.13 Jadi, pada rencana penelitian skripsi ini, akan menggunakan tafsir al-Munir karangan Imam Nawawi al-Bantani sebagai salah satu sumber primer. 3. Tafsir Jalalain Tafsir Jalalain adalah sebuah kitab tafsir yang sangat fenomenal dan terkenal di kalangan santri maupun mahasiswa. Karena hampir semua Pondok Pesantren mengkaji kitab tafsir ini. Tafsir Jalalain adalah kitab tafsir karya dua ulama besar. Yakni Syaikh Jalaluddin al-Mahaly dan Syaikh Jalaluddin as-Suyuty. Keistimewaan kitab tafsir ini adalah satu-satunya kitab tafsir yang ditulis oleh dua ulama dengan tutur bahasa dan penjelasan yang hampir sama. Tafsir al-Quran ini dimulai oleh Syaikh Jalaluddin al-Mahaly dari surat al-Kahfi sampai surat an-Nas tapi belum sempurna, kemudian datanglah Syaikh Jalaluddin as-Suyuty menyempurnakan mulai dari surat al-Baqoroh sampai Surat al-Israa‟.14 Jadi, pada rencana penelitian skripsi ini, akan menggunakan tafsir Jalalain karangan Syaikh Jalaluddin al-Mahaly dan Syaikh Jalaluddin as-Suyuty sebagai salah satu sumber primer. 4. Tafsir al-Maroghy Tafsir al-Maroghy adalah sebuah kitab tafsir yang sangat terkenal di kalangan mahasiswa. Karena sangat sering digunakan sebagai rujukan serta sumber data atas pembuatan sebuah karya ilmiah. Tafsir al-Maroghy adalah karya besar dari seorang guru besar dalam bidang ilmu tafsir, beliau adalah Syaikh Ahmad Musthofa alMaroghy. Karya tafsirnya sangat luas dan mendalam, karena berisi 13
Imam Nawawi al-Bantani, Tafsir Al-Munir, t.t : Maktabah Darul Ihyaul Kutubil Arabiyah, t.th, h. 2. 14 Jalaludin al-Mahaly & Jalaluddin as-Suyuty, Tafsir Jalalain, Bojonegoro : Nadirrofoqi, t.th, h. Muqodimah.
dengan keterangan kekinian sehingga mampu menjawab permasalahan yang terjadi pada zaman sekarang. Jadi, pada rencana penelitian skripsi ini, akan menggunakan tafsir al-Maroghy karangan Syaikh Ahmad Musthofa al-Maroghy sebagai
salah satu sumber primer. Berdasarkan penegasan
istilah di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa yang dimaksud Konsep Birrul Walidain Dalam Surat al-Israa’ Ayat 23-24 Menurut Tafsir al-Munir, Tafsir Jalalain Dan Tafsir al-Maroghy adalah suatu penelitian untuk mengetahui tentang tata cara berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tua dengan berlandaskan pada firman Allah SWT yang tercantum dalam Surat al-Israa‟ ayat 23-24 yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW melalui sabdanya yang telah tersusun secara rapi dan sistematis dalam kitab Tafsir al-Munir, Tafsir Jalalain dan Tafsir al-Maroghy. F. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui Konsep birrul waalidain yang terkandung dalam Surat al-Israa‟ Ayat 23-24 menurut Tafsir al-Munir. 2. Untuk mengetahui Konsep birrul waalidain yang terkandung dalam Surat al-Israa‟ Ayat 23-24 menurut Tafsir Jalalain. 3. Untuk mengetahui Konsep birrul waalidain yang terkandung dalam Surat al-Israa‟ Ayat 23-24 menurut Tafsir al-Maroghy. Sedangkan manfaat hasil penelitian ini dapat dikategorikan atas dua sisi manfaat, yaitu manfaat teoritik dan manfaat praktis. Kedua sisi manfaat-manfaat tersebut akan dipaparkan sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritik Manfaat teoritik penelitian ini dapat dijadikan sebagai bacaan bagi khazanah keilmuan, terutama yang ada sangkut pautnya dengan
pendidikan agama islam. Sehingga temuan dari penelitian ini dapat melengkapi teori-teori yang bersentral pada pendekatan pembelajaran dalam pembaharuan pendidikan, dan memberikan sumbangansumbangan dalam rangka mengembangkan kepemimpinan baik dalam pendidikan formal seperti sekolah dan perkuliahan maupun pendidikan non formal seperti madrasah dan pesantren. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Dengan penelitian ini diharapkan dapat menerapkan ilmu-ilmu yang telah peneliti peroleh di masa kuliah ke dalam praktek, khususnya yang ada hubungannnya dengan masalah penelitian ini. b. Bagi pihak UNWAHAS Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut tentang masalah penelitian ini, serta dapat berguna untuk khasanah perpustakaan. c. Bagi Anak Bagi anak, mereka dapat menjadikan sebagai sumber referensi tentang dasar-dasar berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tua. Sehingga mereka dapat menjaga batas-batas mereka agar tidak sampai masuk dalam golongan anak yang durhaka dan menentang ketetapan Allah SWT dan Rasul-Nya. d. Bagi Orang Tua Bagi orang tua, dapat dijadikan pedoman dan rujukan dalam mendidik dan mempersiapkan anak-anak mereka menjadi manusia yang mempunyai rasa sayang dan berbakti kepada kedua orang tua mereka. Agar kelak orang tua tidak disalahkan atas perbuatan anaknya yang berani durhaka kepada orang tuanya karena berdalih sejak kecil tidak pernah diajarkan tentang cara berbakti kepada kedua orang tua mereka.
G. Metode Penelitian 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian. Fokus penelitian yang dilakukan peneliti yaitu tentang konsep birrul walidain atau berbakti kepada kedua orang tua berdasarkan surat al-Israa‟ Ayat 23-24, yang dijelaskan dalam kitab tafsir al-Munir, tafsir Jalalain dan tafsir al-Maroghy. “Jenis penelitian yang peneliti lakukan adalah Library Research dengan pendekatan kualitatif. Istilah kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistic atau bentuk hitungan lainnya”.15 “Adapun data kualitatif adalah data berasal dari bermacam sumber, biasanya dari wawancara dan pengamatan”.16 2. Sumber Data Sumber data penelitian yang peneliti gunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah menggunakan sumber data penelitian kepustakaan murni, dengan menggunakan pengkajian kitab-kitab tafsir al-Qur‟an, hadits-hadits dan kitab-kitab salaf yang berhubungan dengan judul di atas serta buku-buku yang menunjang sehubungan dengan penyusunan skripsi ini. Pada bagian ini meliputi: a. Data Primer "Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengembalian data langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari”.17 “Data primer diperoleh dari sumber pertama melalui prosedur dan teknik pengumpulan data yang dapat berupa interview, observasi maupun penggunaan instrument pengukuran yang khusus dirancang sesuai dengan tujuannya”.18 15
Anseim Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif tata langkah dan tehnik-tehnik teoritisasi data, Terj. Moh. Shodiq dan Imam Muttaqien, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003, h. 4. 16 Ibid, h. 7. 17 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Cet.13, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2012, h. 36. 18 Ibid.
Subyek yang dimaksud dalam hal ini adalah kitab-kitab tafsir alQur‟an al-Karim. Data primer dalam penelitian ini adalah kitab tafsir Munir, tafsir Al-Maraghi, tafsir
Jalalain dan Tafsir Al-
Misbah. b. Data Sekunder “Data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh peneliti dari subjek penelitiannya. Data sekunder biasanya berwujud dan dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia”.19 Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan
buku-buku
sumber
sekunder
seperti
kitab
Mauidhotul Mu’minin min Ihya Ulumuddin, kitab Durrotun Nasihin, kitab Ahlaqul lil Banin juz I, kitab Durusul Ahlaq juz I, kitab Taisirul Kholaq dan kitab Tanbihul Ghofilin, dan buku-buku penunjang yang lain yang membahas tentang birrul walidain seperti buku Anak Saleh Dambaan Keluarga, Ilmu Pendidikan Islam, Agar Selalu Dicintai Allah, dan lain sebagainya. 3. Metode Pengumpulan Data Dalam teknik pengumpulan data, peneliti kali ini menggunakan metode tahlily, yaitu dengan penjelasan sebagai berikut: Tahlily berasal dari kata hallala – yuhallilu – tahliulan, yang berarti “mengurai, menganalisis”. Tafsir metode tahlily adalah tafsir yang menyoroti ayat-ayat al-Qur‟an dengan memaparkan segala makna dan aspek yang terkandung di dalamnya sesuai urutan bacaan yang terdapat di dalam mushaf al-Qur‟an.20 Metode ini termasuk metode yang paling tua dibanding dengan metode-metode lainnya. Di dalam melakukan penafsiran dengan metode tahlily ini, penafsir (mufasir) memberikan perhatian sepenuhnya kepada semua aspek yang terkandung dalam ayat yang ditafsirkan dengan tujuan menghasilkan makna yang benar dari setiap bagian ayat. 19
Ibid. Dr. H. Mahfudz Masduki, M.A, Tafsir Al-Misbah M. Quraish Shihab, Kajian Atas Amtsal Al-Quran, Cet. 1, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2012, h. 26. 20
Adapun Quraish Shihab mengartikan metode tahlily, yaitu suatu metode tafsir yang mufasirnya berusaha menjelaskan kandungan ayatayat al-Qur‟an dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Qur‟an sebagaimana tercantum di dalam mushaf.21 Segala segi yang dianggap perlu oleh seorang mufasir tahlily diuraikan, bermula dari arti kosa kata, asbab al-nuzul, munasabah dan lain-lain yang berkaitan dengan teks atau kandungan ayat. Metode ini, walaupun dinilai sangat luas, ia tidak menyelesaikan satu pokok bahasan, karena sering kali satu pokok bahasan diuraikan sisinya atau kelanjutannya pada ayat lain. Langkah-langkah yang biasa ditempuh oleh mufasir dengan metode tahlily ini adalah sebagai berikut:22 1. Menerangkan hubungan (munasabah) baik antara satu ayat dengan ayat lain maupun antara satu surah dengan surah lain. Munasabah (korelasi) dalam pengertian bahasa berarti kedekatan. Menurut Manna‟ Al-Qattan dalam Mabahitsu Fi ‘Ulum al-Qur’an yang diterjemahkan Mudzakir AS dalam mendefinisikan “munasabah ialah segi-segi hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat, antara satu ayat dengan ayat lain dalam banyak ayat, atau antara satu surah dengan surah yang lain”.23 Sedangkan
dalam
Suplemen
Ensiklopedi
Islam
mendefinisikan, munasabah adalah keterkaitan antar satu ayat dan ayat lain atau satu surah dan surah lain karena adanya hubungan antara satu dan yang lain, yang umun dan yang khusus, yang konkret dan yang abstrak, atau adanya hubungan sebab akibat, adanya
21
hubungan keseimbangan,
adanya
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Cet. 3, Bandung : PT Mizan Pustaka, 2009, h. 129-130. 22 Dr. H. Mahfudz Masduki, M.A, Loc. Cit. 23 Manna‟ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, terj. Mudzakir AS, Cet.14, Bogor : Pustaka Litera Antar Nusa, 2011, h. 138.
hubungan yang berlawanan atau adanya segi-segi keserasian informasi al-Qur‟an dalam bentuk kalimat berita tentang alam semesta.24 As-Syuyuti menjelaskan beberapa langkah yang perlu diperhatikan
untuk
menemukan
munasabah
ini,
yaitu
memperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian. Memperhatikan urutan ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat. Menentukan tingkatan urutan-urutan itu apakah ada hubungannya atau tidak. Dalam mengambil kesimpulan hendaknya memperhatikan ungkapanungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan. Dasar pemikiran adanya munasabah diantara ayat-ayat atau suratsurat al-Qur‟an. As-Syatibi
menjelaskan bahwa satu surat,
walaupun dapat mengandung banyak masalah, namun masalahmasalah tersebut berkaitan antara satu dan lainnya. Sehingga seseorang hendaknya jangan hanya mengarahkan pandangan pada awal surat, tetapi hendaknya memperhatikan pula akhir surat atau sebaliknya. Karena bila tidak demikian akan terabaikan maksud ayat-ayat yang diturunkan. Mengenai hubungan antara satu ayat atau surat dengan ayat atau surat lain (sebelum atau sesudah) tidaklah kalah pentingnya dengan mengetahui sebab Nuzulul Ayat. Sebab mengetahui adanya hubungan antara ayat-ayat dan surat-surat itu dapat pula membantu kita memahami dengan tepat suratsurat dan ayat-ayat yang bersangkutan. Ilmu al-Qur‟an ini disebut ilmu munasabah ayat. Ilmu ini menjelaskan segi-segi hubungan antara beberapa ayat atau beberapa surat al-Qur‟an. “Apakah hubungan itu berupa ikatan antara „amm‟ (umum) dan khusus, atau antara abstrak dan konkrit, atau antara sebab 24
Hasan Muarif Ambary, et.all., Suplemen Ensiklopedi Islam, jilid 2, Jakarta : Ichtiar Baru Hoeve, 2003, h. 66.
akibat atau antara illat dan ma’lulnya ataukah antara rasional dan irasional bahkan dua hal yang kontradiksi”. Munasabah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah munasabah
surat
al-Israa‟
dengan
surat
sebelum
dan
sesudahnya serta munasabah ayat 23-24 dalam surat tersebut dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Selain itu, karena penelitian ini menggunakan metode tahlily, maka juga dicari munasabah ayat ini dengan ayat yang setema yaitu dengan surat al-Israa‟ Ayat 23-24. 2. Menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat (asbab an-nuzul) Ungkapan asbab an-nuzul merupakan bentuk idhafah dari kata “asbab” dan “nuzul”, Secara etimologis, asbab an-nuzul ayat itu berarti sebab-sebab yang melatar belakangi terjadinya sesuatu atau dalam hal ini adalah sebab-sebab turun ayat. Dalam pengertian sederhana turunnya suatu ayat disebabkan oleh suatu peristiwa, sehingga tanpa adanya peristiwa itu, ayat tersebut itu tidak turun. Banyak pengertian terminologi yang dirumuskan oleh para ulama, diantaranya, menurut Az-Zarqani, “asbab an-nuzul” adalah khusus atau sesuatu yang terjadi serta ada hubungannya dengan turunnya al-Qur‟an sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi.” Sedangkan menurut Ash Shabuni, “asbab an-nuzul” adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat yang mulia yang berhubungan dengan kejadian tersebut baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.” Adapun menurut Mana‟ Al-Qathan, “asbab an-nuzul” adalah peristiwa yang menyebabkan turunnya al-Qur‟an berkenaan dengan waktu peristiwa itu terjadi baik berupa suatu kejadian atau pertanyaan yang diajukan kepada Nabi.” Kendatipun redaksinya pendifinisian di atas berbeda namun hal
itu menyimpulkan bahwa Asbab An-Nuzul adalah kejadian atau peristiwa yang melatar belakangi turunnya al-Qur‟an. Persoalan apakah semua ayat al-Qur‟an diturunkan berdasarkan asbab an-nuzul ternyata telah menjadi bahan kontroversi di kalangan para ulama.
Sebagian ulama
berpendapat bahwa tidak semua ayat al-Qur‟an diturunkan dengan asbabun nuzul, sehingga diturunkan tanpa ada yang melatar belakanginya (ibtida‟) dan ada pula al-Qur‟an yang diturunkan dengan dilatar belakangi oleh sesuatu peristiwa (ghairu
ibtida‟).
Pendapat
tersebut
hampir
merupakan
konsensus para ulama ada yang mengatakan bahwa kesejarahan arabi pra al-Qur‟an pada masa turunnya al-Qur‟an adalah latar belakang turunnya al-Qur‟an secara makro sementara riwayat– riwayat asbabun nuzul merupakan latar belakang mikronya. Pendapat ini berarti menganggap bahwa semua ayat al-Qur‟an memiliki sebab-sebab yang melatar belakanginya. “Definisi asbab an-nuzul adalah sesuatu hal yang karenanya Qur‟an diturunkan untuk menerangkan status (hukum)nya, pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan”.25 Sedangkan pendapat Quraish Shihab dalam mengartikan asbab an-nuzul harus mencakup peristiwa, pelaku, dan waktu sehingga mencakup kondisi sosial pada masa turunnya al-Qur‟an dan pemahamannya pun dapat dikembangkan melalui kaidah yang pernah dicetuskan oleh ulama terdahulu, dengan mengembangkan pengertian qiyas. 26 Adapun yang dimaksudkan mencari asbab an-nuzul dalam penelitian ini adalah mencari sebab-sebab turunnya ayat alQur‟an al-Israa‟ ayat 23-24.
25 26
Manna‟ Khalil al-Qattan, Op. Cit, h. 110. M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Op. Cit. h. 136.
3. Menganalisis mufradat (kosakata) yang pokok-pokok dari sudut pandang kaidah-kaidah bahasa Arab. 4. Memaparkan kandungan ayat secara umum serta maksudnya. 5. Menerangkan unsur-unsur fashahah, bayan dan I’jaz-nya, bila dipandang perlu. 6. Menjelaskan hukum yang dapat ditarik dari ayat yang dibahas, khususnya bila ayat yang dibahas adalah ayat ahkam. 7. Menerangkan makna dan maksud syara‟ yang terkandung dalam ayat yang bersangkutan. Memperhatikan aspek-aspek yang dibahas dalam tafsir tahlily, dapat dipahami bahwa penafsiran dengan metode ini sangat luas dan menyeluruh. Metode tafsir tahlily dipergunakan oleh sebagain besar mufasir pada masa lalu dan masih terus berkembang hingga masa sekarang. 4. Metode Analisis Data Dalam menganalisis data-data yang telah terkumpul, peneliti menggunakan teknik sebagai berikut : a. Metode Analisis Induktif “Berasal dari bahasa Latin, induction, hal mengantar masuk”.27 Berfikir induktif adalah proses logika yang berangkat dari data empirik lewat observasi menuju kepada suatu teori. “Dengan kata lain, induksi adalah proses mengorganisasikan fakta-fakta atau hasil-hasil
pengamatan
yang
terpisah-pisah
menjadi
suatu
rangkaian hubungan atau suatu generalisasi”. 28 Atau dapat dikatakan suatu proses dari hal-hal yang khusus (praktikular) ke kesimpulan umum (kesimpulan general). Aplikasinya dalam penelitian ini adalah dengan menelaah ciri-ciri khusus atau
27
Komaruddin dan Yooke Tjuparmah S. Komarudin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Cet. 3, Jakarta : Bumi Aksara, h. 99. 28 Saifuddin Azwar, Op. Cit. h. 40.
petunjuk khusus yang terdapat pada al-Israa‟ ayat 23-24. Kemudian memberikan kesimpulan umum. b. Metode Analisis Deduktif “Yaitu suatu proses berfikir yang bergerak dari keputusan atau kesimpulan umum untuk memperoleh keputusan atau kesimpulan khusus”.29 “Berfikir deduktif adalah proses pendekatan yang berangkat dari kebenaran umum mengenai suatu fenomena (teori) dan menggeneralisasikan kebenaran tersebut pada suatu peristiwa atau data tertentu yang berciri sama dengan fenomena yang bersangkutan (prediksi)”.30 Aplikasinya dalam penelitian ini adalah dengan menelaah ciri-ciri umum atau petunjuk umum yang terdapat pada al-Qur‟an surat al-Israa‟ ayat 23-24 kemudian memberikan kesimpulan khusus. Kedua metode ini digunakan untuk mengkaji data-data dari al-Qur‟an, buku-buku atau tulisan lainnya tentang suatu hal yang berkaitan dengan pendidikan Islam dan pengendalian birrul walidain yang masih bersifat umum untuk dianalisis dengan tujuan mengambil
kesimpulan
yang
masih
bersifat
khusus
atau
sebaliknya, sehingga dihasilkan kesimpulan bahwa pendidikan Islam berpengaruh besar terhadap birrul walidain. Adapun aplikasi praktisnya dengan menggunakan metode tafsir tahlily, yaitu suatu metode tafsir yang mufasirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur‟an dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Qur‟an sebagaimana tercantum di dalam mushaf.31
29
Ibid., h. 45. Saifuddin Azwar, Loc. Cit. 31 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Cet. 3, Bandung : PT Mizan Pustaka, 2009, h. 129-130. 30
c. Metode Analisis Komparatif Penelitian Komparatif adalah sejenis penelitian deskriptif yang ingin mencari jawab secara mendasar tentang sebab akibat, dengan menganalisa faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu.32 Jangkauan waktu adalah masa sekarang, karena jika jangkauan waktu terjadi adalah masa lampau, maka penelitian tersebut termasuk dalam metode sejarah. Dalam analisis komparasi ini, memang sangat sulit untuk mengetahui faktor-faktor penyebab yang dijadikan dasar pembanding, sebab analisis komparatif tidak memiliki kontrol. Hal ini semakin nyata kesulitannya jika kemungkinan-kemungkinan hubungan antar fenomena banyak sekali jumlahnya.
H. Sistematika Penyusunan Skripsi Untuk memudahkan penjelasan, pemahaman dan penelaahan pokok permasalahan yang akan dibahas, maka penelitian skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: 1. Bagian Awal Terdiri dari Halaman judul, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman abstrak, halaman pernyataan/deklarasi keaslian skripsi, halaman motto, halaman persembahan, halaman kata pengantar, halaman pedoman transliterasi arab-latin dan halaman daftar isi. 2. Bagian Isi Bab I : Pendahuluan Pendahuluan dalam bab ini akan membahas beberapa hal seperti, latar belakang masalah, alasan pemilihan judul, telaah pustaka, rumusan masalah, penegasan istilah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penyusunan skripsi. 32
Moh. Nazir, Ph.D, Metode Penelitian, t.t : Ghalia Indonesia, t. th, h. 68.
Bab II : Tinjauan Umum Tentang Konsep Birrul Walidain. Dalam bab ini akan membahas Pengertian Birrul Walidain, Keutamaan Birrul Walidain, Cara–Cara Birrul Walidain, Hikmah Birrul Walidain dan Deskripsi Data Hasil Kajian. Bab III : Konsep birrul walidain dalam Surat al-Israa‟ Ayat 23-24 menurut tafsir al-Munir, tafsir Jalalain dan tafsir al-Maroghy. Pada Bab ini akan membahas tentang Biografi Pengarang Kitab Tafsir Al Munir, Tafsir Jalalain dan Tafsir Al Maroghy dan Konsep Birrul Walidain Menurut Tafsir Al Munir, Tafsir Jalalain dan Tafsir Al Maroghy. Bab IV : Analisis Konsep Birrul Walidain Dalam Surat al-Israa‟ Ayat 23-24 Menurut Tafsir al-Munir, Tafsir Jalalain Dan Tafsir al-Maroghy Pada Bab ini akan berisi tentang Analisis Konsep Birrul Walidain Menurut Tafsir Al-Munir, Tafsir Jalalain dan al-Marighy. Bab IV : Penutup Pada Bab Penutup akan berisi tentang Simpulan, Saran dan kata penutup. 3. Bagian Akhir Pada bagian akhir terdiri dari daftar pustaka, lampiran-lampiran yang mendukung pembuatan skripsi dan riwayat hidup peneliti.