BAB I A. Judul
KURANG
BERHASILNYA
POSDAYA
BERBASIS
MASJID
DALAM
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
(STUDI KASUS PADA POSDAYA MASJID RAYA AT-TAQWA KECAMATAN BEKASI SELATAN, KOTA BEKASI, JAWA BARAT)
B. Alasan Pemilihan Judul 1. Aktualitas Sesuai dengan Instruksi Presiden No.3 Tahun 2010 tentang program pembangunan yang berkeadilan dan penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga. Pada Instruksi Presiden ini program pembangunan dilakukan melalui pemberdayaan berbasis keluarga yang diharapkan dapat menjalar ke desa-desa di seluruh Indonesia , sehingga akan tercipta kekuatan kesejahteraan yang berdasarkan ukuran internasional. Salah satu program pemberdayaan berbasis keluarga ini sering dikenal dengan Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya), dimana posdaya ini adalah suatu gerakan nasional yang akan menjadi pusat pemberdayaan masyarakat di Indonesia. Terdapat dua bentuk posdaya, salah satunya adalah posdaya berbasis masjid. Posdaya berbasis masjid ini merupakan suatu rancangan yang baru dihadirkan oleh yayasan Damandiri, yayasan ini adalah suatu organisasi yang bergerak pada kemanusiaan dengan membangun sumber daya manusia, utamanya dari keluarga kurang mampu, dengan 1
menempatkan yayasan sebagai wadah bagi masyarakat untuk bergotong-royong mewujudkan tingkat kesejahteraan sejati dan taraf hidup mandiri. 2. Orisinalitas Dalam penelitian yang saya lakukan adalah mengenai “Peran Posdaya Berbasis Masjid dalam Pemberdayaan Masyarakat Daerah Sekitar Masjid ATTaqwa”. Penelitian sebelum yang terkait adalah mengenai Peran Posdaya Edelwys Dalam Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat Dusun Serut Palbapang Bantul Yogyakarta, penelitian ini meneliti tentang bagaimana peran-peran yang dilakukan oleh Posdaya Edelwys (pengurus) dalam proses pemberdayaan kesehatan masyarakat Dusun Serut. Penelitian lain yang terkait adalah Partisipasi dan demokratisasi pedesaan studi kasus: pembentukan partisipasi masyarakat dalam pos pemberdayaan keluarga (posdaya) Dusun Denokan dan Dusun Puton, Desa Trimulyo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul. Penelitian yang terkait adalah Peran Posdaya dalam Membentuk Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat: Studi Kasus di Desa Cikarawang, Bogor. Penelitian ini untuk mengevaluasi pelaksanaan pembangunan Posdaya di sebuah desa di sekitar kampus, Desa Cikarawang. Berdasarkan penelitian terdahulu yang sesuai dengan isu pemberdayaan mengenai bagaimana peran dan partisipasi Posdaya dalam proses pemberdayaan, sedangkan Penelitian yang saya lakukan ini memang mengenai Posdaya tetapi Posdaya dalam bentuk lain yaitu Posdaya yang berbasis masjid. Penelitan yang akan saya lakukan berbeda dengan penelitan – penelitian sebelumnya. Penelitian yang akan 2
saya lakukan ini mengkaji tentang peran posdaya berbasis masjid dalam pemberdayaan masyarakat sehingga manfaatnya dapat dirasakan bagi seluruh masyarakat daerah sekitar masjid. 3. Relevansi dengan Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan memiliki tiga konsentrasi yaitu Social Policy, Community Development, dan Corporate Social Responsibility. Keterkaitan antara penelitian yang akan dilaksanakan mengenai “Peran Posdaya Berbasis Masjid dalam proses Pembangunan Masyarakat” dengan kajian Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, yaitu mengenai Community Development khususnya lebih mengacu pada persoalan pemberdayaan masyarakat. Penelitian ini sangat relevan dengan jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan karena penelitian ini akan melihat bagaimana proses pemberdayaan masyarakat yang dilakukan melalui program Posdaya Berbasis Masjid. 4. Latar Belakang Kemisikinan merupakan persoalan cukup kompleks yang dialami oleh Negara berkembang, khususnya Indonesia. Pada setiap tahunnya angka kemiskinan di Indonesia megalami peningkatan. Kemiskinan menjadi fokus utama bagi pemerintah untuk mengurangi besarnya angka kemiskinan, karena apabila kemiskinan ini tidak diperhatikan oleh pemerintah maka cita-cita Negara ini untuk menjadikan masyarakatnya pada kondisi sejahtera tidak akan tercapai. Kemiskinan dapat di definisikan sebagai ketidakmampuan seseoarang untuk memenuhi kebutuhan 3
hidupnya. Menurut Badan Pusat Statistik, kemisikinan juga dapat di definisikan sebagai ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Sedangkan menurut Bappenas (1993), kemisikinan di definisikan sebagai situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena kehendak oleh si miskin, melainkan karena keadaan yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada pada diri seseorang.
Menurut John Friedman (1979), kemiskinan adalah ketidaksamaan untuk mengakumulasi basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial seperti yang dimaksudkan oleh Friedman tersebut meliputi: pertama, modal produktif atas aset, misalnya tanah, perumahan, peralatan, pendidikan dan kesehatan; kedua, sumber keuangan, seperti pendapatan dan kredit yang memadai; ketiga, organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama; keempat, network atau jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang, pengetahuan dan keterampilan yang memadai; serta kelima, informasi-informasi yang berguna untuk kehidupan.
Ada beberapa ukuran kemiskinan yang telah diterapkan di Indonesia dewasa ini, diantaranya adalah ukuran dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, Badan Pusat Statistik (BPS), dan World Bank. Kriteria BKKBN, kondisi miskin atau kemiskinan adalah keluarga miskin prasejahtera apabila pertama, tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya; kedua, seluruh anggota keluarga 4
tidak mampu makan dua kali sehari; ketiga seluruh anggota keluarga tidak memiliki pakaian berbeda untuk dirumah, bekerja/sekolah dan berpergian; keempat, bagian terluas dari rumahnya berlantai tanah; dan kelima, tidak mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan. Sedangkan kriteria menurut BPS, seseoarang dikatakan pada kondisi miskin apabila seseorang itu hanya dapat memenuhi makanannya kurang dari 2100 kalori perkapita perhari. Kriteria yang ditampilkan oleh World Bank adalah dimana keadaan tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan USD 1,00 perhari.
Badan Pusat Statistik menunjukan bahwa pada Maret 2015 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,59 juta orang atau sekitar 11,22 persen dari jumlah seluruh penduduk. Provinsi Jawa Barat dengan luas 35.377,76 Km2 menurut Data SIAK Provinsi Jawa Barat didiami penduduk sebanyak 52.497.964 Juta Jiwa. Penduduk ini tersebar di 26 Kabupaten/Kota, salah satunya adalah Kota Bekasi yang didiami oleh total 2.523.032 jiwa pada tahun 2015 dengan tingkat pertumbuhan penduduk sampai 3% dan memiliki kepadatan penduduk 2.451 jiwa/km². Pada tahun 2015 di Kecamatan Bekasi Selatan sebanyak 215.050 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,28 %. Selain itu penduduk pada kecamatan ini masih terdapat penduduk angkatan kerja yang tidak bekerja. Hal ini menunjukan bahwa orang yang pada angkatan kerja tetapi mereka tidak bekerja adalah termasuk pengangguran. Pengangguran merupakan persoalan utama dari kemiskinan, persoalan ini merupakan persoalan serius yang harus ditangani. 5
Penduduk miskin ini menjadi perhatian pemerintah sehingga banyak upaya pemerintah dalam melakukan proses pembangunan untuk masyarakat miskin. Upaya untuk menanggulangi kemiskinan ini telah dilakukan sejak lama dengan berbagai program
penanggulangan
kemiskinan.
Salah
satunya
adalah
dengan
cara
pembangunan untuk memberdayakan masyarakat. Tujuannya agar masyarakat mampu berdaya dan dapat ditumbuh kembangkan, sehingga mereka bukan hanya sebagai obyek melainkan sekaligus sebagai subyek upaya penanggulangan kemiskinan tersebut. Pembangunan merupakan bentuk perubahan sosial yang terarah dan terencana melalui berbagai kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Pembangunan yang terungkap definisi UNESCO, yang mengatakan bahwa tujuan pembangunan masyarakat bukan membangun barang melainkan membangun orang dan membangun masyarakat. Pernyataan tersebut memang tidak harus diartikan bahwa dalam pembangunan masyarakat upaya untuk membangun hal-hal yang bersifat fisik atau kebendaan diabaikan. Pembangunan fisik tetap dierlukan, tetapi dalam rangka mendukug pembangunan aspek manusia dan masyarakatnya lebih diperhatikan, bukan sebaliknya. Dengan adanya pembangunan diharapkan dapat meningkatkan taraf kehidupan masyarakat sehingga taraf kehidupan masyarakat menjadi sejahtera. Kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari tinggi rendahnya nilai indeks pembangunan manusia. Nilai indeks pembangunan manusia adalah suatu indeks komposit yang dihitung dari angka harapan hidup sebagai cerminan tingkat kesehatan, tingkat melek huruf dewasa, dan angka partisipasi kasar 6
yang mencerminkan penguasaan pengetahuan, dan PDB sebagai indikasi kelayakan hidup (Hubeis AV, 2010:24). Oleh karena itu, dengan adanya peningkatan nilai indeks pembangunan manusia maka mengindikasikan bahwa sudah ada tren perbaikan kualitas manusia. Akan tetapi di Indonesia angka indeks pembangunan manusia masih rendah sehingga perlu adanya peningkatan Sumber Daya Manusia karena manusia merupakan unsur terpenting dari pembangunan. Pembangunan dapat dilaukan secara dua arah yaitu top down dan bottom up.
Pada saat ini, pembangunan secara bottom up menjadi pilihan untuk meningkatkan kualitas SDM. Pada proses pembangunan secara bottom up ini masyarakat diperlakukan sebagai subjek dan aktor atau pelaku dari proses pembangunan, karena pada pembangunan semestinya mengarah pada pendekatan yang berorientasi pada proses. Pendekatan proses lebih memungkinkan pelaksanaan pembangunan yang memanusiakan manusia, karena yang lebih penting bukan bagaimana hasilnya secara material, melainkan bagaiman prosesnya sehingga hasil yang sudah direncanakan dapat tercapai. Keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan bukan karena mobilisasi, melainkan sebagai bentuk partisipasi yang dilandasi oleh determinasi dan kesadaran.
Salah satunya dengan pembangunan masyarakat yang berbasis keluarga atau yang sering dikenal dengan Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya). Posdaya adalah forum komunikasi, silaturahmi, advokasi, penerangan dan pendidikan, sekaligus 7
wadah kegiatan penguatan fungsi keluarga secara terpadu. Apabila memungkinkan Posdaya bisa dikembangkan sebagai wadah pelayanan keluarga secara terpadu, utamanya pelayanan kesehatan, pendidikan, wirausaha, dan pengembangan lingkungan yang memudahkan keluarga berkembang secara mandiri. Upaya-upaya yang dilakukan melalui Posdaya dikembangkan secara bertahap, dan terutama ditujukan untuk peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM/HDI). Gerakan posdaya kini sedang diterapkan di sejumlah daerah di seluruh Indonesia dengan melibatkan segenap komponen masyarakat beserta jajaran pemerintah daerah.
Melalui posdaya diharapkan masyarakat dapat meningkatkan fungsi keluarga, yaitu keagamaan, budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi dan kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan lingkungan serta pada akhirnya meningkatnya taraf hidup keluarga serta menumbuhkan kembali rasa gotong royong antar sesama yang mulai luntur oleh waktu. Visi Posdaya adalah terciptanya organisasi masyarakat sipil (civil society organization) di tingkat kelurahan/desa yang memiliki kemampuan strategis untuk mengatasi persoalan kemiskinan secara mandiri, efektif dan berkelanjutan. Sedangkan Misinya adalah membangun masyarakat melalui penguatan kelembagaan lokal agar menjadi penggerak, motivator dan inisiator terhadap kegiatan kemasyarakatan untuk secara mandiri melakukan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan, termasuk dengan menjalin kerjasama sinergis dengan pihak lain baik Pemda, dunia usaha, dll.
8
Posdaya ada dalam bentuk lain yaitu posdaya berbasis masjid, posdaya berbasis masjid ini tidak berbeda jauh dengan posdaya yang seperti biasa, perbedaan ini terjadi pada fokus kegiatan yang dilakukan kepada masyarakat daerah wilayah masjid. Posdaya berbasis masjid ini melakukan pemberdayaan meliputi anak-anak, ibu-ibu dan bapak-bapak. Penelitian posdaya berbasis masjid ini menarik untuk diteliti karena yang diketahui adalah biasanya posdaya dilakukan bersama PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga), tetapi disini posdaya berbasis masjid bersifat komprehensif karena Posdaya berbasis masjid ini tidak hanya berfokus pada posdaya biasanya yang hanya berfokus pada kaum perempuan atau keluarga saja, melainkan Posdaya berbasis masjid fokus terhadap masyarakat sekitar masjid tidak terbatas hanya pada ibu-ibu atau keluarga saja.
Masjid yang kita ketahui berarti tempat untuk bersujud. Secara terminologis diartikan sebagai tempat beribadah umat Islam, khususnya dalam menegakkan shalat. Masjid sering disebut Baitullah (rumah Allah), yaitu bangunan yang didirikan sebagai sarana mengabdi kepada Allah. Lima kali sehari semalam umat Islam dianjurkan mengunjungi masjid guna melaksanakan shalat berjamaah. Masjid juga merupakan tempat yang paling banyak di kumandangkan nama Allah melalui adzan, qamat, tahlil, istighfar, dan ucapan lain yang dianjurkan dibaca di Masjid sebagai bagian dari lafaz yang berkaitan dengan pengagungan asma Allah.
Beberapa fungsi masjid adalah sebagai (Supardi dkk: 2001:6) 9
1. Sebagai tempat beribadah
Sesuai dengan namanya Masjid adalah tempat sujud, maka fungsi utamanya adalah sebagai tempat ibadah shalat. Sebagaimana diketahui bahwa makna ibadah di dalam Islam adalah luas menyangkut segala aktivitas kehidupan yang ditujukan untuk memperoleh ridha Allah.
2. Sebagai tempat menuntut ilmu
Masjid berfungsi sebagai tempat untuk belajar mengajar, khususnya ilmu agama yang merupakan kewajiban bagi umat Islam dan berbagai ajaran atau keterampilan yang dapat berhubungan dengan agama Islam. 3. Sebagai tempat pembinaan jama‟ah
Dengan adanya umat Islam di sekitarnya, Masjid berperan dalam mengkoordinir masyarakat untuk menyatukan potensi dan kepemimpinan umat. Masyarakat yang dikoordinir tersebut akan masuk dalam organisasi dan dibina keimanan serta ketakwaannya. 4. Sebagai pusat da‟wah dan kebudayaan Islam
Masjid
merupakan
jantung
kehidupan
umat
Islam
yang
selalu
menyebarluaskan da‟wah islamiyah dan budaya islami. Di Masjid pula direncanakan,
10
diorganisasi, dikaji, dilaksanakan dan dikembangkan da‟wah dan kebudayaan Islam yang sesuai kebutuhan masyarakat.
5. Sebagai pusat kaderisasi umat Sebagai tempat pembinaan jama‟ah dan kepemimpinan umat, Masjid memerlukan aktivis yang berjuang menegakkan Islam secara istiqamah dan berkesinambungan. Karena itu pembinaan kader perlu dipersiapkan dan dipusatkan di Masjid sejak mereka masih kecil sampai dewasa.
Pada Posdaya berbasis Masjid ini Fungsi masjid beralih tidak hanya kepada fungsi keagamaan saja melainkan kepada fungsi social yang dimana di dalam kegiatan posdaya banyak melakukan fungsi-fungsi sosial untuk melakukan kegiatankegiatan sosial dan melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat agar masyarakat dapat berdaya dan dapat meningkat fungsi sosialnya.
Salah satu posdaya berbasis masjid tersebut adalah Posdaya berbasis Masjid Raya AT-Taqwa terdapat di Kota Bekasi, Pekayon Jaya, Bekasi Selatan yang tidak lepas dari fokus pemerintah dan masyarakat sekitar yang peduli untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia. Posdaya berbasis Masjid memiliki beberapa jenis kegiatan yang dilakukan oleh posdaya ini antara lain bidang kesehatan, bidang pendidikan, bidang ekonomi, dan bidang lingkungan. Pada bidang kesehatan adanya Posyandu dan KB, sasaran dari kegiatan ini kepada siswa-siswi yang berada di 11
lingkungan pendidikan dan masjid raya At-Taqwa, kegiatan pada bidang kesehatan ini dilaksanakan rutin setiap 6 bulan sekali dengan tujuan agar siswa-siswi dapat memeriksakan kesehatannya secara rutin dan mereka dapat terhindar dari segala penyakit yang dapat mengganggu aktifitas siswa-siswi. Kegiatan lain yang dilakukan pada bidang kesehatan posdaya ini dilakukannya suatu kontrol kesehatan terhadap masyarakat yang ada di sekitar lingkungan Masjid Raya At-Taqwa dengan melakukan penibangan serta penyuluhan kepada para siswa-siswi yang berada pada yayasan islam At-Taqwa.
Kegiatan lain yang dilakukan oleh posdaya berbasis masjid ini pada bidang pendidikan, sasaran kegiatan ini adalah kepada anak-anak usia dari mulai belajar membaca sampai usia remaja, bapak-bapak dan ibu-ibu yang tinggal disekitaran wilayah masjid, orangtua yang mempunyai remaja, serta siswa-siswi yang berada pada yayasan islam At-Taqwa. Kegiatan yang dilakukan pada bidang pendidikan ini adalah dengan mengadakan Taman Pendidikan Al-Qur‟an, majelis Ta‟lim kaum ibu, majelis Ta‟lim kaum bapak dan pendidikan formal TKIT serta SD Islam At-Taqwa. Tujuan dengan diadakannya kegiatan ini adalah agar para siswa dan siswi mendapatkan pendidikan agama islam yang benar, berakhlaqul karimah, beriman dan bertaqwa serta mendapatkan pendidikan umum yang berkwalitas, tujuan lainnya agar anak-anak dapat membaca Al-Qur‟an dengan baik dan benar serta sesuai dengan makhorijul huruf dan tajwidnya dan agar para warga dapat belajar serta mendapatkan ilmu untuk kehidupannya dan bermanfaat dalam kehidupan dunia akhirat. 12
Kegiatan pada bidang ekonomi yang dilakukan oleh posdaya berbasis masjid ini adalah dengan membentuk warung sekolah, warung kebutuhan dan kelompok usaha bersama sasaran dari kegiatan ini adalah warga sekitar masjid. Tujuan diadakannya kegiatan ini adalah membuka peliang usaha, mendapatkan penghasilan tambahan serta meningkatkan pemberdayaan dalam bidang wirausaha. Posdaya pada bidang ini sangat berperan penuh pada proses fasilitasi terlaksananya berbagai pelatihan
kewirausahaan
serta
dukungan
pendampingan
dan
peningkatan
pengetahuan, mengadakan kerjasama dengan keluarga atau pengusaha yang dapat memperluas pemasaran produk yang dhasilkan anggota posdaya masjid raya AtTaqwa dan memberikan bantuan permodalan, dan memberikan pelatihan serta pembentukan koperasi simpan pinjam bagi mereka yang ingin berwirausaha. Kegiatan pada bidang lingkungan yang dilakukan oleh posdaya berbasi masjid ini adalah K3 Lingkungan hidup. K3 pada kegiatan ini lebih mengedepankan masalah kesehatan lingkungan yang mana tujuan dari kegiatan ini adalah menjadikan lingkungan bersih dan sehat, serta pemeliharaan, pengembangan, dan pemanfaatan lingkungan sekitar rumah atau lingkungan alam lainnya serta pemeliharaan sanitasi dan pemanfaatan tanah-tanah kosong di sekitar lingkungan Masjid Raya At-taqwa. Sasaran dari kegiatan ini adalah masyarakat warga sekitar masjid untuk melaksanakan kegiatan secara bersama-sama atau gotong royong. Anggota posdaya berbasis masjid ini tidak seperti posdaya yang biasanya dimana anggotanya lebih banyak adalah kaum perempuan khususnya ibu-ibu yang 13
bekerja hanya pada sektor rumah tangga saja, tetapi pada posdaya berbasis masjid ini lebih melibatkan seluruh anggota keluarga baik ibu-ibu, bapak-bapak, maupun anakanak. Untuk berjalannya posdaya tidak semata-mata hanya anggota saja yang dilibatkan tetapi keterlibatan dan dukungan masyarakat sekitar lingkungan masjid yang salah satunya juga merupakan sumber daya yang memiliki potensi. Dalam berjalannya posdaya ini perlu adanya pendampingan dari pemerintah atau organisasi masyarakat dalam membantu penguatan kemampuan keluarga atau dengan diadakanya pengawasan serta pelatihan-pelatihan atau penyuluhan untuk berjalannya program posdaya berbasis masjid ini.
C. Rumusan masalah Dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian yang saya lakukan adalah sebagai berikut : a) Tahapan strategi pemberdayaan apa yang dilakukan Posdaya berbasis masjid terhadap pemberdyaan masyarakat sekitar masjid At-Taqwa Kecamatan Bekasi Selatan ? b) Mengapa terjadi perluasan Fungsi masjid yang tadinya sebagai Fokus kegiatan keagamaan sekarang terjadi perluasan fungsi menjadi fungsi sosial dengan mengembangkan Posdaya Berbasis Masjid ?
14
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian 1.1 Mengetahui landasan perluasan fungsi masjid yang tadinya bergerak pada fungsi keagamaan telah terjadi perluasan fungsi social dengan mengembangkan Posdaya Berbasis Masjid. 1.2 Mengetahui hasil pemberdayaan masyarakat melalui posdaya berbasis masjid dalam mengatasi persoalan kemiskinan. 1.3 Mengetahui tahapan pemberdayaan yang dilakukan posdaya berbasis masjid, mencakup
apa yang dilakukan dan bagaimana
prosesnya. 1.4 Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberi kontribusi bagi pengembangan Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan di bidang pemberdayaan masyarakat di masa sekarang dan masa yang akan datang. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan pemikiran bagi penelitian selanjutnya yang serupa. 2. Manfaat Penelitian a) Bagi Ilmu Pengetahuan i.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pembaca bahwa usaha pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui lingkungan masjid, sehingga dapat dijadikan pedoman replikasi tempat lain. 15
ii.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada
masyarakat
bahwa
proses
pemberdayaan
masyarakat dapat dilakukan melalui Posdaya Berbasis Masjid.
Sehingga
masyarakat
dapat
meningkatkan
partisipasinya demi terwujudnya kebermanfaatan bersama. b) Bagi Pemerintah i.
Penelitian
ini
memberikan
dapat dukungan
dijadikan
rekomendasi
untuk
kepada
masyarakat
yang
berkomitmen untuk membangun kemandirian masyarakat dalam rangka mengatasi kemiskinan. ii.
Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat untuk mengetahui peran pemerintah dalam upaya pembangunan masyarakat dengan upaya Posdaya berbasis Masjid.
c) Bagi Posdaya Masjid Raya At-Taqwa i.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi untuk memberikan masukan dalam melakukan strategi posdaya dalam memberdayakan masyarakat.
ii.
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
menjadi
bahan
pertimbangan untuk pengurus Posdaya berbasis Masjid ini dalam mengambil kegiatan yang akan dilakukan agar
16
sesuai dengan Sumber Daya Manusia yang ada pada daerah tersebut. E. Tinjauan Pustaka 1. Lembaga Sosial Banyak ahli yang mengartikan lembaga sosial sebagai institusi karena sebetulnya istilah lembaga social atau lembaga kemasyarakatan merupakan istilah lain dari social-institution, karena banyak ahli yang mengartikan lembaga lebih menunjuk pada sesuatu bentuk dan sekaligus juga mengandung pengertian-pengertian yang abstrak perihal adannya nrma-norma dan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi ciri dari lembaga tersebut (Soekanto, 1975:73). Oleh karena itu, dalam penelitian ini pengertian institusi diartikan sama seperti diartikan dengan lembaga. Lembaga kemasyarakatan adalah perbuatan, cita-cita, sikap, dan perlengkapan kebudayaan, bersifat kekal serta bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat (Soekanto, 1975:74). Pengertian yang terkait dengan lembaga kemasyrakatan menurut Paul B. Horton dan Chester L. Hunt mendefinisikan lembaga (institution) adalah suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang penting, atau secara formal yaitu sekumpulan kebiasaan-kebiasaan dan tata kelakuan yang berkisar pada suatu kegiatan pokok manusia (Horton dan Hunt, 1993:244). Kelembagaan lebih ditekankan pada aturan main (the rules) dan kegiatan kolektif (collective action) untuk mewujudkan kepentingan umum atau bersama. 17
Kelembagaan menurut beberapa ahli, sebagian dilihat dari kode etik dan aturan main, sedangkan sebagian lagi dilihat pada organisasi dengan struktur, fungsi dan manajemennya. Saat ini kelembagaan biasanya dipadukan antara organisasi dan aturan main. Kelembagaan merupakan suatu unit sosial yang berusaha untuk mencapai tujuan tertentu dan menyebabkan lembaga tunduk pada kebutuhan tersebut. Wisadirana (2005) menyebutkan bahwa kelembagaan muncul dan tumbuh secara evolusi dari masyarakat sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan memecahkan persoalan yang ada dalam masyarakat melalui nilai-nilai pengatur perilaku. Dalam pembentukan suatu lembaga terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi. Lembaga social baru bisa berdiri apabila hubungan sosial terjalin lebih dulu di tengah masyarakat. Seperangkat hubungan sosial dapat melembaga apabila :
Sudah dikembangkan suatu system yang teratur tentang status dan peran
Sistem harapan status dan peran sudah umum diterima di masyarakat (Horton, 1991:247). Menurut Horton dan Hunt (1991:248) terdapat unsur-unsur lembaga antara
lain adalah adanya simbol kebudayaan yang berfungsi untuk mengingatkannya dengan cepat akan suatu lembaga. Nama „Posdaya berbasis Masjid Raya At-Taqwa merupakan simbol identitaas dari adanya sebuah lembaga. Menurut Koentjaningrat dalam Wisadirana (2005) mengelompokkan beberapa jenis lembaga berdasarkan atas kebutuhan hidup manusia : 18
1. Kindship (domestic institution) yaitu lembaga yang bertujuan memenuhi kebutuhan kehidupan kekerabatan, missal : pelamaran, perkawinan, dan lain-lain 2. Economic Institution yaitu lembaga yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
pencaharian
hidup,
memproduksi,
menimbun,
dan
mendistribusikan harta-benda. Missal : pertanian, peternakan, industry, barter, dan lain-lain 3. Educational Instituion yaitu lembaga yang bertujuan memenuhi kebutuhan penerangan dan pendidikan manusia. Misal : peyuluhan, pendidikan formal, dan lain lain 4. Scientific Institution yaitu lembaga yang bertujuan unutk memenuhi kebutuhan ilmiah manusia, penelitian, metodik ilmiah, dan lain-lain 5. Aesthetic and recratonal Institution yaitu lembaga yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia menyatakan rasa keindahannya dan untuk rekreasi. Missal : seni rupa, seni suara, dan lain-lain 6. Religious Institution yaitu lembaga yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan. Missal : Masjid, gereja, doa, dan lain-lain 7. Political institution yaitu lembaga yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk mengatur kehidupan berkelompok secara
19
kepartaian/kehiduppan bernegara. Missal : kepartaian pemerintahan, demokrasi, dan lain-lain 8. Somatic institution yaitu lembaga yang mengurus kebutuhan jasmaniah dari manusia. Missal : pemeliharaan kecantikan, kesehatan, kedokteran, dan lain-lain. (Wisadirana, 2005:29-30) Dilihat pada pembagian jenis kelembagaan menurut Koentjaningrat, Posdaya berbasis masjid Raya At-Taqwa masuk kepada beberapa jenis kelembagaan, antara lain Economic Institution, Educational Intituion, Religius Instituion, dan Somatic Instituion karena posdaya ini bertindak sebagai lembaga yang penggagas untuk melaksanakan pemberdayaan masyarakat dengan cara meningkatkan perekonomian masyarakat, dengan adanya pendidikan formal, pendekatan pada kegiatan keagamaan, dan memberikan pelayanan kesehatan. Pada penelitian ini masjid berperan sebagai Institusi Sosial atau lembaga kemasyarakatan, dimana fungsi masjid sebagai pusat ibadah dan muamalah. Dalam fungsinya sebagai tempat ibadah, masjid digunakan untuk mendirikan shalat, membaca Al-qur‟an, berdzikir dan kegiatan agama yang lain. Masjid sebagai pusat kegiatan muamalah, muamalah dapat dipahami sebagai aturan Allah yang merupakan aturan paling baik digunakan dalam hal memenuhi keperluan jasmani antara manusia satu dengan manusia yang lainnya. Pada zaman Nabi, masjid sudah diberlakukan sebagai tempat pengajaran dan pendidikan, tempat proses transfer ilmu pengetahuan dan perpustakaan, tempat musyawarah, tempat menyelesaikan persoalan masyarakat 20
(peradilan), tempat penyuluhan dan penerangan, tempat mengelolah ZIS, tempat penyelenggaraan Baitul Mal dan kegiatan lain yang bermanfaat bagi masyarakat muslim. Gambaran diatas memberikan penjelasan bahwa masjid selain sebagai tempat ibadah dapat pula difungsikan sebagai tempat kegiatan masyarakat Islam, baik yang berkenaan dengan sosial keagamaan, sosial kemasyarakatan maupun yang berkenaan dengan sosial ekonomi, sosial budaya dan sosial politik. Menurut Jusuf Kalla, sebgaimana dikutip oleh republika, manajemen masjid ke depan musti dimakmurkan dan kemakmuran umat. Sehingga kehadiran masjid sebagai pusat kegiatan masyarakat, memakmurkan kegiatan ubudiyah, menjadikan masjid sebagai tempat rekreasi rohani jamaah, menjadikan masjid untuk merujuk persoalan umat, dan menjadikan masjid sebagai pesantren serta kampus masyarakat. ''Fungsi masjid tak sekadar tempat ibadah salat (ubudiyah). Urusan muamalah, seperti, sosial, ekonomi, kesehatan, kemasyarakatan, pun bisa dipecahkan dari masjid,'' kata Jusuf Kalla ketika tampil sebagai pembicara Manajemen Masjid (Republika, 10 November 2013). Ketika sebagian besar masjid kini bergeser dari peran-peran historis dalam konteks perubahan sosial kemasyarakatan menuju bentuk penyelenggara kegiatan ibadah murni berupa shalat lima waktu, maka peran-peran yang bersifat sosial mengecil dan hanya beberapa masjid tertentu yang mencoba membangun sinergi dengan masyarakat dalam memberdayakan potensi lokal yang ada. Pada 21
perkembangannya, masjid lebih berfokus semata-mata sebagai penyelenggara ritual keagamaan. Padahal masjid memiliki posisi sentral dalam menggerakkan masyarakat dalam isu-isu yang terkait dengan pembangunan masyarakat. Selain konsep peran, kredibilitas masjid hingga saat ini masih memiliki trust (kepercayaan) sebagai lembaga sentral bagi kehidupan keagamaan masyarakat di sekitarnya. Dapat diketahui Masjid merupakan instrumen pemberdayaan umat yang memiliki peranan sangat strategis dalam upaya peningkatan kualitas masyarakat. Namun hal itu harus didukung oleh manajemen pengelolaan masjid yang baik dan terpadu. Pada saat ini masjid sudah melakukan perluasan fungsi yang diketahui hanya sebagai fungsi keagamaan saja, sekarang sudah melakukan perluasan fungsi kepada fungsi
sosial.
Masjid
menjalankan
beberapa
fungsi
sosial
sebagai
pusat
pemberdayaan berbagai aspek kehidupan masyarakat. 2. Konsep Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah strategi, sekarang telah banyak diterima, bahkan telah berkembang dalam berbagai literatur di dunia barat. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pembangunan Sosial di Kopenhagen Tahun 1992 juga
telah
memuatnya
dalam
berbagai
kesepakatannya.
Namun,
upaya
mewujudkannya dalam praktik pembangunan tidak selalu berjalan mulus. Banyak pemikir dan praktisi yang belum memahami dan mungkin tidak meyakini bahwa konsep pemberdayaan merupakan alternatif pemecahan terhadap dilema-dilema pembangunan yang dihadapi. Mereka yang berpegang pada teori22
teori pembangunan model lama juga tidak mudah untuk menyesuaikan diri dengan pandangan-pandangan dan tuntutan-tuntutan keadilan. Mereka yang tidak nyaman terhadap konsep partisipasi dan demokrasi dalam pembangunan tidak akan merasa tentram dengan konsep pemberdayaan ini. Lebih lanjut, disadari pula adanya berbagai bias terhadap pemberdayaan masyarakat sebagai suatu paradigma baru pembangunan. Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people-centered, participatory, empowering, and sustainable” (Chambers, 1995 dalam Kartasasmita, 1996). Pemberdayaan pada hakikatnya merupakan sebuah konsep yang fokusnya adalah hal kekuasaan. Pemberdayaan secara subtansial merupakan proses memutus atau breakdown dari hubungan antara subyek dan obyek. Proses ini mementingkan pengakuan subyek akan kemampuan atau daya (power) yang dimiliki obyek. Secara garis besar, proses ini melihat pentingnya mengalirnya daya dari subyek ke obyek. Hasil akhir dari proses pemberdayaan adalah beralihnya fungsi individu yang semula obyek menjadi subyek (yang baru), sehingga realisasi sosial yang ada nantinya hanya akan dicirikan dengan realisasi antar subyek dengan subyek yang lain (Vidhyandika 1996:135).
Pemberdayaan
pada
intinya
adalah
pemanusiaan.
Menurut
Tjandraningsih(1996:3), pemberdayaan mengutamakan usaha sendiri dari orang yang
23
diberdayakan untuk meraih keberdayaannya. Oleh karena itu pemberdayaan sangat jauh dari konotasi ketergantungan. Dalam studi dan teori tentang pembangunan dan kemiskinan, pemberdayaan merupakan istilah yang relatif baru. Di tengah pengaruh kuat teori modernisasi, kegagalan pembangunan, keterlambatan sekelompok masyarakat merespon kemajuan dan masih merebaknya persoalan kemiskinan cenderung hanya dicari dan bersumber dari kesalahan mental dan nilai-nilai kebudayaan yang dianut oleh sekelompok orang miskin itu sendiri. Pemberdayaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah upaya membuat sesuatu berkemampuan atau berkekuatan. Itu berarti bahwa pemberdayaan keluarga merupakan upaya untuk memandirikan keluarga, lewat perwujudan potensi kemampuan yang dimiliki keluarga. Dengan demikian, pada setiap upaya pemberdayaan keluarga baik yang dilakukan oleh pemerintah dan institusi semacam Lembaga Swadaya Masyarakat atau swasta yang peduli pada pemberdayaan keluarga harus dipandang sebagai sebuah pemacu untuk menggerakkan kegiatan ekonomi keluarga. Dalam kerangka pemikiran demikian, upaya pemberdayaan dapat dilihat dari tiga sisi. Pertama, pemberdayaan dengan menciptakan suasana atau atau iklim yang memungkinkan potensi keluarga berkembang. Artinya, setiap anggota keluarga dapat secara alamiah memiliki potensi yang dapat dikembangkan menuju kehidupan yang 24
lebih baik. Kedua, pemberdayaan dilakukan untuk memperkuat potensi ekonomi atau daya yang dimiliki keluarga. Dalam rangka memperkuat potensi ini, upaya yang perlu dilakukan adalah peningkatan taraf pendidikan, derajat kesehatan, dan akses terhadap sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar. Ketiga, pemberdayaan melalui pengembangan ekonomi keluarga berarti berupaya melindungi untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta menciptakan kebersamaan dan kemitraan antara yang sudah maju dengan yang belum berkembang (Warta Demografi, 1997). Kartasasmita
(1996)
mengemukakan
pendapatnya
bahwa
upaya
pemberdayaan rakyat harus dilakukan melalui tiga cara. Pertama, menciptakan suasana dan iklim yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang. Kondisi ini berdasarkan asumsi bahwa setiap individu dan masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Hakikat kemandirian dan dan keberdayaan rakyat adalah keyakinan bahwa rakyat memiliki potensi untuk mengorganisasikan dirinya sendiri dan potensi kemandirian individu perlu diberdayakan. Proses pemberdayaan rakyat berakar kuat pada proses kemandirian kemandirian setiap individu yang kemudian meluas ke keluarga, serta kelompok masyarakat baik di tingkat lokal maupun nasional. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh rakyat dengan menerapkan langkah-langkah nyata, menampung berbagai masukan, menyediakan prasarana dan sarana, baik fisik maupun sosial yang dapat diakses oleh masyarakat lapisan bawah. Ketiga, memberdayakan rakyat dalam arti melindungi 25
yang lemah dan membela kepentingan masyarakat lemah. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah jangan sampai yang lemah makin terpinggirkan dalam menghadapi yang kuat. Di mata Kartasasmita, pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Peran program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan melalui bantuan dana yang dapat diciptakan dari kegiatan sosial ekonomi dengan menganut beberapa prinsip sebagai berikut: 1. Mudah diterima dan didayagunakan oleh masyarakat kelompok sasaran (acceptable). 2. Dikelola
oleh
masyarakat
secara
terbuka
dan
dapat
dipertanggungjawabkan (accountable). 3. Memberikan pendapatan yang memadai dan mendidik masyarakat untuk mengelola kegiatan secara ekonomis (profitable). 4. Hasilnya dapat dilestarikan oleh masyarakat (sustainable). 5. Pengelolaan dana dan pelestarian hasil dapat dengan mudah digulirkan dan dikembangkan oleh masyarakat dalam lingkup yang lebih luas (replicable). (Gunawan Sumodiningrat, 1999). Sedangkan menurut Sumodiningrat (1999), bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi 26
kemampuan yang mereka miliki. Adapun pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan
dan
pihak
yang
menaruh
kepedulian
sebagai
pihak
yang
memberdayakan. Sumodiningrat (1999) juga mengemukakan indikator keberhasilan yang dipakai untuk mengukur pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat yang mencakup : 1. Berkurangnya jumlah penduduk miskin 2. Berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia 3. Meningkatkan
kepedulian
masyarakat
terhadap
upaya
peningkatan
kesejahteraan keluarga miskin dilingkungannya 4. Meningkatnya
kemandirian
kelompok
yang
ditandai
dengan
makin
berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya permodalan kelompok, makin rapinya sistem administrasi kelompok, serta makin luasnya interaksi sosial dengan kelompok lain 5. Meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang ditandai dengan peningkatan pendapatan keluarga miskin yang mampu memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya
27
Pemberdayaan masyarakat merupakan unsur dasar yang memungkinkan suatu masyarakat bertahan, dan dalam pengertian yang dinamis mengembangkan diri dan mencapai kemajuan. Keberdayaan masyarakat itu sendiri menjadi sumber dari apa yang di dalam wawasan politik disebut sebagai ketahanan nasional. Artinya bahwa apabila masyarakat memiliki kemampuan ekonomi yang tinggi, maka hal tersebut merupakan bagian dari ketahanan ekonomi nasional. Terdapat beberapa tahapan proses pembangunan masyarakat menurut Soetomo (2010 : 8), tahapan pertama adalah tahap identifikasi masalah, perumusan program, pengelolaan dan pelaksanaan program, evaluasi. Pada setiap tahapan yang akan dilakukan ini harus adanya keterlibatan partisipasi masyarakat, karena akan menjamin program-program akan lebih relevan dengan persoalan dan kebutuhan actual masyarakat. Dari sinilah upaya memberdayakan masyarakat pertama-tama haruslah dimulai dengan menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Di sini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya, bahwa tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu sendiri, dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Selanjutnya, upaya tersebut diikuti dengan memperkuat potensi atau daya 28
yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Dalam konteks ini diperlukan langkahlangkah lebih positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana yang kondusif. Perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses kepada berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya (Kartasasmita, 1996). Pemberdayaan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pemberdayaan sektor informal, khususnya masyarakat yang berada pada daerah sekitar Masjid yang membutuhkan penanganan atau pengelolaan tersendiri dalam program Posdaya berbasis Masjid yang berkaitan dengan upaya pemberdayaan untuk meningkatkan atau mengembangkan potensi yang dimiliki oleh masyarakat yang pada akhirnya memiliki tujuan untuk mendorong peningkatan pendapatan masyarakat sehigga mampu memberikan kontribusi terhadap penerimaan pendapatan daerah. 3. Posdaya Berbasis Masjid Sebagai Lembaga Sosial dalam Proses Pemberdayaan Masyarakat Menurut Suyono dan Haryanto (2009) Posdaya adalah forum komunikasi, silaturahmi, advokasi, penerangan dan pendidikan, sekaligus wadah kegiatan penguatan fungsi keluarga secara terpadu. Apabila memungkinkan Posdaya bisa dikembangkan sebagai wadah pelayanan keluarga secara terpadu, utamanya pelayanan kesehatan, pendidikan, wirausaha, dan pengembangan lingkungan yang memudahkan keluarga berkembang secara mandiri. Upaya pemberdayaan yang 29
ditawarkan dalam Posdaya diarahkan untuk mendukung penyegaran fungsi keluarga, yaitu keagamaan, budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi dan kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan lingkungan. Pemenuhan fungsi-fungsi ini pada hakekatnya bermuara pada pemenuhan tujuan dan sasaran pembangunan abad milleneum (MDGs) yang ditetapkan sebagai program pembangunan di Indonesia dan dalam peningkatan
Human
Development
Index.
Posdaya
adalah
model
untuk
memberdayakan semua keluarga, dan memelihara keharmonisan dalam keluarga dan antara keluarga (Yayasan Damandiri, 2010) Mulyono (2010) menyatakan bahwa Posdaya diciptakan untuk merespon usulan pemerintah untuk membangun manusia sumber daya melalui partisipasi aktif dalam keluarga. Proses pemberdayaan yang memprioritaskan peningkatan kemampuan keluarga untuk dapat mengusahakan agar dapat menghapuskan kebodohan, kemalasan dan kemiskinan dalam arti luas. Sasaran kegiatan posdaya adalah menerapkan upaya bersama sehingga setiap keluarga memiliki kemampuan untuk melakukan delapan fungsi keluarga. Untuk pengembangan lebih lanjut dari Posdaya, Muljono (2010) menyatakan bahwa perlu penegasan kembali tujuan Posdaya, penyegaran anggota komite dan kader Posdaya, mengintensifkan resosialisasi dari Posdaya kepada semua pihak dari masyarakat, tokoh masyarakat, desa, pejabat kabupaten dan pemerintah daerah dan membangun produktif jaringan bisnis dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Selain itu, perlu adanya pengembangan dan penguatan kegiatan Posdaya di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan 30
lingkungan. Posdaya sebagai partisipatif model pengembangan masyarakat telah terbukti kinerja yang sukses sebagai program telah menghasilkan perubahan positif baik fisik maupun non fisik masyarakat. Perubahan ini termasuk opini publik program dan kegiatan di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan pembangunan lingkungan. Tujuan dari program pemberdayaan keluarga adalah untuk mendukung keluarga dalam mencapai tujuan mereka. Posdaya sebagai model pemberdayaan masyarakat di Indonesia telah dilaksanakan sejak tahun 2006. Program-program advokasi dan pemberdayaan pembangunan yang ditawarkan dalam posdaya adalah program-program yang mendukung penyegaran fungsi-fungsi keluarga, yaitu fungsi keagamaan, fungsi budaya, fungsi cinta kasih, fungsi perlindungan, fungsi reproduksi dan kesehatan, fungsi pendidikan, fungsi ekonomi, dan fungsi lingkungan. Penguatan fungsi-fungsi utama tersebut diharapkan memungkinkan setiap keluarga makin mampu membangun dirinya menjadi keluarga sejahtera, keluarga yang mandiri, dan keluarga yang sanggup menghadapi tantangan masa depan dengan lebih baik. Lebih dari itu keluarga sejahtera yang bermutu dan mandiri diharapkan mampu memnuhi kebutuhan kesejahteraan keluarga yang intinya adalah keikut sertaan dalam program kesehatan, pendidikan, dan kemampuan ekonomi yang mapan. Dalam melaksanakan fungsinya, posdaya merancang kegiatan sesuai dengan kemampuan masyarakat dan anggotanya sehingga pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan oleh, dari dan untuk masyarakat. Kegiatan tersebut dapat dilaksanakan atas 31
dasar kemampuan dan swadaya masyarakat sebagai upaya memberdayakan keluarga sejahtera dan membangun kesejahteraan rakyat secara luas. Posdaya Berbasis Masjid merupakan Posdaya pada bentuk lain yaitu posdaya yang berfokus menjalankan fungsinya pada daerah lingkungan masjid. Proses pendampingan yang dilakukan adalah kepada keluarga yang berada pada daerah sekitaran masjid untuk menjad sasaran dalam pelaksanaan program-program yang sesuai dengan tujuan posdaya untuk memberdayakan keluarga sejahtera. Posdaya berbasis masjid bukan dimaksudkan untuk mengganti pelayanan sosial ekonomi kepada masyarakat berupa pelayanan terpadu, tetapi semata-mata dimaksudkan untuk mengembangkan forum pemberdayaan terpadu yang dinamis, yaitu pemberdayaan pembangunan kepada pimpinan keluarga yang dipadukan satu dengan lainnya. Tujuannya adalah agar pimpinan keluarga mengetahui peran dan fungsinya, yang pada akhirnya bisa melakukan pemberdayaan untuk anggota keluarganya secara mandiri. Terpadu berarti dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pembinaan dan evaluasi melibatkan berbagai petugas atau sukarelawan secara terkoordinir, yaitu petugas pemerintah, organisasi sosial, dan unsur-unsur masyarakat. Posdaya berbasis masjid dikembangkan secara bertahap, mulai yang bersifat sederhana dengan kegiatan terbatas sampai akhirnya tergantung dukungan masyarakatnya. Posdaya ditujukan dan sebagai wadah bagi keluarga yang kondisi sosial, ekonomi, dan budayanya umumnya lemah, untuk bersatu diantara mereka dan 32
bersama keluarga lain yang mampu atau keluarga yang termasuk dalam kondisi kurang sejahtera atau masih dalam indikator kemiskinan. Setiap keluarga yang pada dalam kondisi kurang mampu ini harus mendapatkan proses pembangunan untuk mengentaskan kondisi kemiskinan yang membelenggu mereka. Dapat diketahui bahwa tujuan pembentukan Posdaya adalah: (P3M, 2011) 1. Menyegarkan modal sosial seperti hidup gotong royong dalam masyarakat untuk membanlu pemberdayaan keluarga secara terpadu dan membangun keluarga bahagia dan sejahtera. 2. Ikut memelihara lembaga sosial kemasyarakatan yang terkecil, yaitu keluarga, yang dapat menjadi perekat masyarakat sehingga tercipta kehidupan yang rukun, damai dan memiliki dinamika tinggi. 3. Memberi kesempatan kepada setiap keluarga untuk memberi atau menerima pembaharuan yang dapat dipergunakan dalam proses pembangunan keluarga yang bahagia dan sejahtera. Posdaya berbasis masjid melakukan pembebasan masyarakat miskin dari kemiskinan konvensional (keluar dari kondisi subsistemnya) yang tidak hanya bersifat agregat, tetapi juga, memposisikan masyarakat miskin untuk memiliki: harga diri (self esteem), kemuliaan (dignity), kemandirian (independence), pengakuan (recognition) dan kebebasan (freedom) dari segala bentuk keterbelakangan dan eksploitasi, dengan memanfaatkan Masjid sebagai basis kegiatannya.
33
Tujuan Khusus dari Posdaya berbasis masjid adalah : (Haryono, 2013)
Mengoptimalkan fungsi masjid sebagai agen pengentasan kemiskinan.
Membangun perluasan kesempatan kerja atau akses usaha bagi masyarakat di daerah tersebut
Mengembangkan ekonomi syariah di pedesaan
Penguatan kapasitas permodalan usaha baik melalui penguatan lembaga keuangan mikro, maupun pengembangan kelompok usaha bersama
Meningkatkan kapasitas dan sumber daya manusia sebagai upaya peningkatan keterampilan yang dibutuhkan.
Posdaya berbasis masjid sebagai lembaga sosial memiliki hubungan dengan lembaga keagamaan. Agama merupakan suatu lembaga atau institusi penting yang mengatur kehidupan rohani manusia. Menurut Emile Durkheim, agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Agama memiliki fungsi menjadi doktrin atau pola keyakinan yang menentukan hubungan manusia dengan tuhannya, manusia dengan sesamanya, serta seperangkat norma mengenai perilaku yang berkelanjutan dan konsisten hubungannya dengan ajaran agama tersebut. Dalam melaksanakan pemberdayaan, posdaya berbasis masjid juga tetap melaksanakan fungsinya sebagai lembaga yang menajalankan fungsi agama, dan memperluas denga adanya fungsi sosial agama.
34
Menurut Durkheim fungsi sosial agama adalah memperkuat integrasi masyarakat, fungsi sosial dalam membentuk solidaritas sosial, memberi arti hidup, sebagai kontrol sosial, perubahan sosial dan dukungan psikologi bagi masyarakat. Posdaya berbasis masjid dalam melaksanakan fungsi sosial agama dengan membentuk masyarakat daerah sekitar masjid untuk dapat melaksanakan fungsi keluarga serta membetuk solidaritas kepada masyarakat lebih baik.
4. Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat menurut Isbandi (2007: 27) adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi. Pernyataan mengenai partisipasi masyarakat menurut Mikkelsen (1999: 64) membagi partisipasi menjadi 6 (enam) pengertian, yaitu: 1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan; 2. Partisipasi adalah “pemekaan” (membuat peka) pihak masyarakat untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi proyek-proyek pembangunan; 35
3. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri; 4. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu; 5. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan dampak-dampak sosial; 6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan, dan lingkungan mereka. Usaha pemberdayaan masyarakat tidak dapat dilakukan tanpa adanya usaha partisipasi masyarakat secara aktif dalam program-program pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan kerja sama yang merata antara perencana dengan masyarakat dalam merencakanan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai. Proses pembangunan masyarakat dengan metode pemberdayaan masyarakat akan berjalan dengan baik apabila partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat itu berjalan baik sesuai dengan program yang dilaksanakan. Cohen dan Uphoff (dalam Siti Irene A.D., 2011:61) membedakan tahapan partisipasi menjadi empat jenis yaitu pertama, partisipasi dalam pengambilan 36
keputusan. Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan. Ketiga, partisipasi dalam pengambilan manfaat. Dan keempat, partisipasi dalam evaluasi. 1. Tahap pengambilan keputusan, yang berkaitan dengan penentuan alternatif dengan masyarakat yang berkaitan dengan gagasan atau ide yang menyangkut kepentingan bersama. Tahap pengambilan keputusan yang dimaksud disini yaitu pada perencanaan dan pelaksanaan suatu program. 2. Tahap
pelaksanaan
yang merupakan
tahap
terpenting dalam
pembangunan. Sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaanya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk tindakan sebagai anggota program. 3. Tahap pengambilan manfaat. Partisipasi ini tidak lepas dari hasil pelaksanaan program yang telah dicapai baik yang berkaitan dengan kuantitas maupun kualitas. Dari segi kualitas, dapat dilihat dari peningkatan output, sedangkan dari segi kuantitas dapat dilihat seberapa besar prosentase keberhasilan program. 4. Tahapan dalam evaluasi, tahapan partisipasi masyarakat dalam evaluasi ini berkaitan dengan masalah pelaksanaan program secara menyeluruh. Partisipasi ini bertujuan untuk mengetahui ketercapaian program
37
yang telah direncanakan sebelumnya, serta dapat member masukan demi perbaikan program selanjutnya. Terdapat beberapa hal yang menyebabkan terhambatnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan (Loekman Soetrisno 1995 : 2006) Pertama, belum ada satu kepahaman konsep partisipasi oleh pihak perencana dan pelaksana pembangunan. Belum ada kepahaman konsep disini dapat diartikan sebagai keinginan rakyat untuk mendukung secara mutlak program-program yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh perencana, program yang akan dilaksanakan belum dapat diterima baik karena ketidakpahaman prosedur atau cara yang akan dilaksanakan oleh perencana. Kedua, reaksi balik yang datang dari masyarakat sebagai akibat diperlakukannya ideology developmentalisme di Indonesia. Pengamanan yang ketat terhadap proses pembangunan menimbulkan reaksi balik dari masyarakat yang merugikan usaha membangkitkan kemauan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Hal ini seperti muncul budaya diam dikalangan masyarakat yang hasilnya adalah keenganan masyarakat untuk mengevaluasi proses pembangunan secara kritis dan terbuka. Hal inilah yang dapat melemahnya keinginan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Partisipasi masyarakat dipandang sebagai komponen penting dalam proses pembangunan. Pertama, partisipasi masyarakat merupakan alat untuk memperoleh informasi mengenai keadaan kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat yang tanpa keehadirannya program-program pembangunan tidak akan berhasil. Kedua, 38
masyarakat akan lebih mempercayai program jika mereka merasa dilibatkan dalam proseses persiapan dan perencanaan, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk program tersebut. Ketiga, berkaitan denga demokrasi jika masyarakat dilibatkan dalam pembangunan (Conyers, 1992 : 104-105). Menurut Wijaya (1979:6) partisipasi harus berupa pengontrolan dan sekaligus pengabdian untuk kepentingan bersama. Disamping itu di dalam partisipasi terkandung unsur-unsur: keterlibatan fisik, mental, perasaan, dan tanggung jawab terhadap hal-hal yang menyangkut kebutuhan diri, keluarga dan masyarakat atau tanggung jawab terhadap karya-karya yang telah dihasilkan. Dalam hal partisipasi, masyarakat hendaknya perlu dilibatkan dalam setiap proses pembangunan (Suparjan,2003:59), yaitu : 1. Identifikasi permasalahan, dimana masyarakat bersama dengan perencana ataupun pemegang otoritas kebijakan tersebut mengidentifikasikan persoalan dalam diskusi kelompok, brain storming, identifikasi peluang, potensi dan hambatan. 2. Proses perencanaan, dimana masyarakat dilibatkan dalam penyusunan rencana dan strategi dengan berdasarkan pada hasil identifikasi. 3. Pelaksanaan proyek pembangunan, proses dimana pelaksanaan kegiatan pembangunan sesuai dengan yang sudah direncanakan.
39
4. Evaluasi, yaitu masyarakat dilibatkan untuk menilai hasil pembangunan yang telah dilakuka, apakah pembangunan memberikan hasil guna (kebermanfaatn bagi masyarakat) ataukah justri masyarakat dirugikan dengan proses yang telah dilakukan. 5. Mitigasi, yaitu kelompok masyarakat dapat terlibat dalam mengukur sekaligus mengurangi dampak negative pembangunan. 6. Monitoring, tahap yang dilakukan agar proses pembangunan yang dilakukan dapat berkelanjutan. Dalam tahap ini, juga memungkinkan adanya penyesuaian – penyesuaian yang berkaitan dengan situasi dan informasi terakhir dari program pembangunan yang telah dilaksanakan. Dari beberapa pengertian tersebut dapat diketahui bahawa partisipasi yang digunakan pada penelitian ini adalah merupakan suatu keiikutsertaan masyarakat dalam melibatkan dirinya baik secara fisik, mental dan perasaan untuk menejlankan program-program yang direncakan pada Posdaya Berbasis Masjid untuk menjadikan masyarakat lebih berdaya dan dapat meningkatkan kualitas dirinya.
40